• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR PENDORONG SOEKARNO DIASINGKAN KE ENDE TAHUN 1934-1938

B. Faktor dari Bidang Sosial

Pada tahun 1930-an Soekarno mulai merumuskan konsepnya yang baru yaitu Marhaenisme. Konsep marhaenisme ini banyak dipengaruhi oleh ajaran Karl Marx.Teori perjuangan Karl Marx, yang kemudian dikenal dengan Marxisme banyak berpengaruh dalam benak Soekarno dan menginspirasi Soekarno dalam pemikiran dan tingkah laku politiknya.

Berkaitan dengan istilah Marhaen, John D. Legge mengatakan bahwa istilah itu sudah biasa digunakan sejak 1927. Pendapat yang hampir serupa juga diungkapkan oleh John Ingleson yang menyebutkan bahwa kata Marhaen adalah suatu kata yang digunakan dalam bahasa Sunda yang digunakan Sarekat Islam

pada akhir 1910-an dan awal 1920-an yang berarti „petani kecil‟. Pendapat yang bertolak belakang dengan pendapat di atas adalah pendapat yang dinyatakan oleh Bernhard Dahm.Menurut pendapatnya, sampai pada 1930-an istilah Marhaen belum pernah di dengar.Kata ini mulai tersebar luas ketika Soekarno menggunakannya di dalam pidatonya yang berjudul “Indonesia Menggugat”. Dalam Indonesia Menggugat, Soekarno secara tajam membedakan Marhaen-nya dengan konsep proletarnya.14

Menurut pandangan Soekarno, struktur masyarakat Indonesia belum industrialis seperti di Barat. Bedanya adalah massa Marhaen tidak terdiri dari satu kelompok saja, tetapi beragam kelompok kecil seperti : petani kecil, pengusaha kecil, buruh kecil, nelayan kecil dan sebagainya yang semuanya kecil, sama-sama menanggung beban akibat kekejaman imperialisme. Semua rakyat kecil itu dinamai kaum Marhaen.Bahkan Soekarno kemudian secara jujur mengakui bahwa Marhaenisme yang ia ciptakan adalah Marxisme yang diterapkan di Indonesia, artinya Marxisme yang disesuaikan dengan kondisi dan masyarakat Indonesia.Dalam perkembangannya Marhaenisme kemudian menjadi dasar perjuangan Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Partindo yang didirikan Soekarno.Asas Mahaenisme adalah sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi.15

Sosio-nasionalisme adalah faham yang mengandung faham kebangsaan yang sehat dan berdasarkan perikemanusiaan, persamaan nasib, gotong royong, hidup kemasyarakatan yang sehat, kerjasama untuk mencapai sama bahagia, tidak

14

Cindy Adams. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.( Jakarta: Media Pressindo,2007). hlm. 54-56.

15 Peter Kasendra, Sukarno Muda : Biografi Pemikiran 1926-1933, Jakarta : Komunitas Bambu, 2010, hlm. 48-50.

untuk menggencet dan menghisap. Jadi dalam faham kebangsaan itu harus ada semangat kerjasama dan gotong royong antar Bangsa Indonesia dan antara Bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Sosio-demokrasi adalah faham yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat yang bertujuan memperbaiki nasib rakyat yang berarti menghilangkan kemiskinan rakyat.Soekarno berpendapat bahwa sosio-demokrasi mencakup demokrasi politik dan ekonomi.Gagasan ini merupakan reaksi terhadap demokrasi yang muncul di barat pada waktu Soekarno mencetuskan ide ini.Demokrasi di Barat yang dipahami Soekarno adalah Demokrasi yang lebih bersifat liberalistis yang hanya menjamin kebebasan warganya dalam bidang politik saja dan tidak berlaku di bidang ekonomi. Oleh karena itu supaya tidak terjadi penindasan dan ada kebebasan di bidang ekonomi maka sistem kapitalisme didalam masyarakat itu harus dihapus, karena selama sistem itu masih ada tidak mungkin terjadi kebebasan ekonomi.Rakyat yang mengatur negaranya, perekonomiannya dan kemajuannya supaya segala sesuatunya bisa bersifat adil, tidak membeda-bedakan orang yang satu dengan orang yang lainnya.Rakyat menginginkan berlakunya demokrasi social yaitu terlaksananya demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.Ia mempunyai prinsip utama yaitu, perikemanusiaan, nasionalisme yang berperikemanusiaan, dan demokrasinyapun harus breperikemanusiaan pula seperti yang dikatakan Gandhi.16

Pikiran-pikiran dasar tentang perjuangan rakyat Indonesia melawan kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme seperti yang dimaksudkan dalam

16 Peter Kasendra, Sukarno Muda : Biografi Pemikiran 1926-1933, Jakarta : Komunitas Bambu, 2010, hlm. 52-53.

sosio-nasionalisme dan sosio demokrasi tersebut, kemudian dinamakan sebagai suatu isme atau ideologi yang menggunakan kata Marhaen sebagai simbol kekuatan rakyat yang berjuang melawan segala sistem yang menindas dan memelaratkan rakyat. Marhaenisme adalah teori politik dan teori perjuangannya rakyat Marhaen, teori untuk mempersatukan semua kekuatan revolusioner untuk membangun kekuasaan, dan teori untuk menggunakan kekuasaan melawan dan menghancurkan sistem yang menyengsarakan rakyat Marhaen.Marhaenisme yang merupakan teori politik dan teori perjuangan bagi rakyat Indonesia memperoleh bentuk formalnya sebagai filsafat dan dasar Negara Republik Indonesia yaitu sebagai Pancasila.

Menurut Soekarno, untuk mencapai suatu masyarakat tanpa kelas tertindas di Indonesia, tidaklah cukup bagi kaum Marhaen yang akan memperjuangkannya untuk menjadi kaum revolusioner borjuis dengan kemerdekaan sebagai tujuan akhir mereka. Mereka harus menjadi orang-orang revolusioner sosial dan tidak boleh berhenti sebelum terwujudnya kebahagiaan bagi semua orang, bagi seluruh komunitas Indonesia. Kepada perjuangan itu, Soekarno memberikan namayaitu Sosionasionalisme atau nasionalisme Marhaen.17Karena bernada Marxis, maka gagasan-gagasan di balik asas-asas Marhaenisme: Sosionasionalisme dan Sosiodemokrasi itu perlu dianalisa untuk mengetahui kandungan Marxis dari Marhaenisme ciptaan Soekarno itu.

17

Marhaenisme adalah tiap-tiap orang Bangsa Indonesia yang menjalankan Marhaenisme, demikianlah bunyi tesis terakhir dari Sembilan tesis tentang Marhaen dan Marhaenisme yang dikemukakan dalam sebuah kongres Partai Indonesia dalam bulan Juli 1933, dan yang tidak lama kemudian diuraikan lebih lanjut oleh Soekarno.Dengan begitu, maka Marhaenis adalah tiap orang Indonesia yang bersedia bekerjasama untuk membangun sebuah tatanan social yang adil. Dengan demikian, tidak saja gagasan tentang perjuangan kelas dihindari, tetapi juga individu-individu diberi kebebasan untuk bekerjasama dalam perjuangan kaum miskin dan tertindas bagi masa depan yang lebih baik, tanpa memandang kedudukan sosial dan ekonomi mereka; ini berlaku bahkan bagi golongan kaya. 18

Sementara teori Marxis berkembang atas dasar antithesis yang eksak, maka Soekarno tetap berpegang pada sintesisnya, bahkan pada waktu ia merasa sangat dekat dengan Marxisme. Kata Marhaen itu sendiri merupakan bukti yang paling baik. Di dalam tesisnya yang ketiga dikatakan, bahwa Partindo menggunakan kata Marhaen dan bukan proletar, karena kaum proletar sudah tercakup di dalam kata Marhaen, dan oleh karena perkataan proletar itu bisa juga diartikan bahwa kaum tani dan lain-lain kaum yang melarat tidak bermaktub di dalamnya.

Kemudian dalam tahun 1933, Soekarno menulis dalam Fikiran Rakyat mengenai Marhaen dan proletar, yaitu suatu uraian mengenai keputusan konperensi Partindo (Partai Indonesia) mengenai ideologi baru itu di Mataram

18

http://politicalphotography.blogspot.com/2013/03/pemikiran-politik-soekarno.html .download 29 Oktober 2014 jam 09.30

(Yogyakarta) yang dikemukakan dalam bentuk 9 dasar pokok Marhaen dan Marhaenisme. Dalam artikel ini Soekarno berusaha menghubungkan Marhaenisme dengan Marxisme, atau apa yang disebut Bernhard Dahm sebagai Marhaenist version of Marxism.

Dasar pokok pertama mengemukakan bahwa Marhaenisme berarti sosial-nasionalisme dan sosio-demokrasi.Dasar pokok kedua menyatakan bahwa Marhaen mencakup kaum proletar, kaum tani, dan kaum melarat lainnya. Oleh karena itu (dasar pokok ketiga) Marhaen lebih luas dari proletar, karena ia mencakup segala macam kaum yang melarat. Tetapi (dasar pokok kelima) di dalam perjuangan (Partindo) berkeyakinan bahwa kaum proletar mengambil bagian yang besar sekali.Soekarno sengaja mengupas dasar pokok kelima ini. Walaupun Marhaen menunjukkan perbedaan-perbedaan dengan proletar, katanya, tapi pada “punt” kelima ini diakui bahwa peranan kaum proletar adalah penting sekali, dan ini disebutkannya sebagai segi modern dari Marhaenisme sebab kaum proletarlah yang lebih hidup di dalam ideologi modern yang anti-kolonialis dan anti-imperialis. Ideologi modern yang dimaksud tak lain adalah Marxisme atau Komunisme.19

19

Marhaen adalah nama Sunda yang umum dipakai di daerah pedesaan Jawa Barat. Nama ini

menimbulkan gambaran seorang petani kecil, sama seperti „Kromo‟ di daerah perkotaan

adalah nama orang kebanyakan. Di kemudian hari Soekarno akan menjuluki pengikutnya yang berasal dari proletariat Indonesia sebagai „kaum Marhaen‟ dan „kaum Kromo‟

Dokumen terkait