BAB IV HASIL PENELITIAN
5.3. Faktor Eksternal
Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2005) ada dua faktor yang
mempengaruhi persepsi yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal
adalah faktor yang melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor
yang terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dilapangan mengenai dari
mana informan mendapatkan informasi mengenai VCT, keseluruhan informan
mengatakan bahwa informan mendapatkan informasi mengenai VCT berasal dari
rekan kerjanya atau teman dekatnya, seperti yang diungkapkan oleh beberapa
informan berikut ini :
“,,,pernah,,, kawan kerja lha,,,”
“,,,ya kawan yang sama-sama kerja sama kayak gini memang taunya dari dia,,,”
Penilaian pertama adalah ancaman yang diarasakan terhadap resiko yang akan
muncul. Hal ini mengacu pada sejauhmana seseorang berfikir penyakit atau kesakitan
betul-betul merupakan ancaman pada dirinya. Asumsinya adalah bila ancaman yang
dirasakan tersebut meningkat maka perilaku pencegahan juga akan meningkat.
Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada (Bart Smet,
1994):
a. Ketidak-kekebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan
kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan
menurut kondisi mereka.
b. Keseriusan yang diarasakan (perceived severity). Orang-orang yang
mengevaluasi seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut menimpa mereka atau
membiarkan penyakitnya tidak ditangani.
Penilaian kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dengan
kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan
pencegahan atau tidak. Tambahan untuk penilaian yang terdahulu, petunjuk untuk
berperilaku (clues to action) diduga tepat untuk memulai proses perilaku, disebut
sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol (salient position). Hal ini dapat
berupa berbagai macam informasi dari luar atau nasehat mengenai permasalahan
kesehatan, contoh: media massa, kampanye, nasehat orang lain, penyakit dari anggota
keluarga yang lain atau teman, artikel dari koran, dsb.
Dari hasil penjelasan berikutnya, dikatakan bahwa sejauh mana informan
meyakini informasi dari rekannya informan mengatakan bahwa informan sangat
percaya karena pemberi informasi adalah teman kerja atau teman dekat informan dan
sebelum informan mengikuti anjuran dari rekannya informan juga mencari informasi
mengenai apa saja yang dilakukan selama disana, seperti yang diungkapkan oleh
“,,,ya dari si “bunga” dia yang ngajak kesana,,, katanya gak diapa- apakan kok makanya aku mau,,, kalo nggak ya mana aku mau gitu lho,,,ya,,,”
Menurut HBM kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan
tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian (health
beliefs) yaitu ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness) dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian (benefits and costs).
Berdasarkan informasi yang didapatkan informan tentang VCT, sebagian
besar informan mendapatkan informasi dari media cetak dan elektronik, seperti yang
diungkapkan salah satu informan berikut :
“,,,pernah,,, eee dari surat kabar “waspada”,,, “metro” yakin ,,, bisa memang karena udah ada kejadian,,,”
Sedangkan ketika dikonfirmasi mengenai seberapa yakin informan dengan
informasi yang dikatakan oleh media, informan mengatakan yakin karena informasi
yang disampaikan bukan sekedar berita bohongan, namun berdasarkan fakta. Seperti
yang diungkapkan oleh beberapa informan berikut :
“,,,kalo tv itukan medianya besar gitu terus orang itukan yang buat juga gak sembarangan a,,, pastikan udah ada yang sebelum- sebelumnya ya mas ya jadi ya yakin lah,,,”
“,,,yakin ,,, bisa memang karena udah ada kejadian,,,”
“,,,kalo yang berhubungan dengan kesehatan aku ya aku yakin aja,,,”
Sedangkan ada juga informan yang tidak pernah mendapatkan informasi dari
media massa, baik itu media cetak ataupun media elektronik, seperti yang
diungkapkan oleh salah satu informan berikut :
“,,,gak ,,, gak pernah,,,”
Secara istilah VCT memang masih kurang umum dimana terlihat ketika
peneliti menanyakan kepada informan mengenai VCT , dia bahkan tidak tahu apa itu
VCT. Dari segi promosi VCT masih kurang di promosikan dimana media
penyampaiannya masih kurang hanya di salah satu stasiun televisi nasional yaitu
TVRI yang mana agak jarang ditonton oleh masyarakat dan masa tayang iklan
layanan masyarakatnya telah berakhir, beberapa billboard kecil di beberapa lokasi di
kota medan dan leaflet.
Kemungkinan lainnya bahwa masyarakat masih merasa takut untuk
memeriksakan dirinya. dimana diketahui bahwa jika seseorang terinfeksi HIV maka
ia akan terkena diskriminasi sosial yang sangat berat. Atau juga ada yang berpendapat
bahwa mereka masih dalam taraf aman – aman saja.
Penilaian kedua yang dibuat adalah perbandingan antara keuntungan dengan
kerugian dari perilaku dalam usaha untuk memutuskan melakukan tindakan
pencegahan atau tidak. Tambahan untuk penilaian yang terdahulu, petunjuk untuk
berperilaku (clues to action) diduga tepat untuk memulai proses perilaku, disebut
sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol (salient position). Hal ini dapat
kesehatan, contoh: media massa, kampanye, nasehat orang lain, penyakit dari anggota
keluarga yang lain atau teman, artikel dari koran, dsb.
Berdasarkan uraian diatas, menurut asumsi peneliti bahwa media massa sangat
berpengaruh untuk mempengaruhi perilaku seseorang, dimana melalui media massa
dapat diketahui segala macam informasi dari berbagai macam hal.
Petugas menyatakan kalau mereka melaksanakan konseling selama 2-3 jam
sehari dan konselor mempunyai tugas lain. Tugas lain yang dimaksudkan adalah
sebagai dokter umum, dokter gigi, dan sebagai perawat di tempat mereka bekerja.
Informan pada tahap tindakan tingkat pertama dimana informan dapat memilih
berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. Sejalan dengan teori
Snehandu B Kar yang menyebutkan bahwa keadaan perilaku terjadi karena situasi
yang memungkinkan untuk melakukan sebuah tindakan. Terlihat dari informasi yang
diberikan oleh informan dibawah ini:
“...Sekitar 1-2 jam lah, karena selain konselor saya juga kan dokter gigi, jadi saya bagi waktu aja...”
Selain itu tingkat kunjungan pasien juga dirasakan masih kurang, hal ini
mungkin disebabkan masyarakat belum mengenal dengan baik konseling VCT ini.
terlihat dari tanggapan konselor terhadap VCT ini sendiri dalam petikan:
“...Saya pikir kekurangannya Cuma dari sisi promosinya ya masih belum banyak orang yang tahu apa itu VCT, mungkin karena bahasanya atau gimana ya..”