• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor Fisik-Kimia yang Mempengaruhi Makrozoobentos

TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Faktor-faktor Fisik-Kimia yang Mempengaruhi Makrozoobentos

Sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti makrozoobentos, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik (fisik-kimia) perairan, karena antara faktor abiotik dengan biotik saling berinteraksi (Nybakken, 1988). Menurut Slamet (2010), pencemaran air akan menurunkan kualitas perairan yang meliputi sifat fisika, kimia dan biologi perairan tersebut.

Tingkat keanekaragaman yang terdapat di lingkungan perairan dapat digunakan sebagai indikator pencemaran.Sebagaimana kehidupan biota lainnya, penyebaran jenis dan populasi komunitas bentos ditentukan oleh sifat fisika, kimia, dan biologi perairan (Rakhmanda, 2011). Pengkajian kualitas perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan analisis fisika dan kimia air serta analisis biologi (Rachmawaty, 2011).

Faktor abiotik (fisik kimia) perairan yang mempengaruhi kehidupan makrozoobentos antara lain:

2.4.1 Suhu

Pola suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi perairan. Kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’tHoffs kenaikan temperature 10°C (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat (Barus, 2004).

2.4.2 Penetrasi cahaya

Cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan tersuspensi atau zat terlarut tinggi.Odum (1994), menyatakan bahwa penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesis dimana habitat aquatik dibatasi oleh kedalaman, kekeruhan,

terutama bila disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap, sering kali penting sebagai faktor pembatas.

Dengan demikian kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air, dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi dan respirasi berada pada titik keseimbangan.

2.4.3 Intensitas Cahaya

Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Contohnya, larva dari Baetis rhodani akan bereaksi terhadap perubahan intensitas cahaya, dimana jika intensitascahaya matahari berkurang, hewan ini akan ke luar dari tempat perlindungannya yang terdapat pada bagian bawah dari bebatuan didasar perairan, bergerak menuju kebagian atas bebatuan untuk mencari makanan (Barus, 2004).Intensitas cahaya dan perbedaan suhu air sangat berperan pada pengklasifikasian perairan lentik, sedangkan pada perairan lotik justru kecepatan arus atau pengerakan air, jenis sedimen dasar, erosi dan sedimentasi yang paling berperan (Jeffries & Mills 1996).

Menurut Setiawan (2008), pada kondisi perairan yang dangkal, intensitas cahaya matahari dapat menembus seluruh badan air sehingga mencapai dasar perairan, daerah dangkal biasanya memiliki variasi habitat yang lebih besar dari pada daerah yang lebih dalam sehingga cenderung mempunyai makrozoobentos yang beranekaragam dan interaksi kompetisi lebih kompleks. Pada musim hujan perairan cenderung lebih dalam jika dibandingkan dengan saat musim kemarau. Hal tersebut dapat mempengaruhi kepadatan makrozoobentos di dasar suatu perairan.

2.4.4 pH air

Kehidupan organisme akuatik sangat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai pH.Pada umumnya organisme akuatik toleran pada kisaran nilai pH yang netral. pH yang ideal bagi organisme akuatik pada umumnya terdapat antar 7 – 8,5.

Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan menyebabkan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Odum, 1994).

2.4.5 DO (Dissolved Oxygen)

Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme-organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor temperatur. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada temperature 0°C, yaitu sebesar 14,16 m/l

O

2. Dengan terjadinya peningkatan temperatur akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkat konsentrasi oksigen terlarut. Oksigen terlarut di dalam air bersumber terutama dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan dari proses fotosintesis. Selanjutnya air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui aktivitas respirasi dari organisme akuatik. Kisaran toleransi makrozoobentos terhadap oksigen terlarut berbeda-beda (Barus, 2004).

Menurut Sastrawijaya (1991), kehidupan air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg/l serta selebihnya tergantung pada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemaran, temperatur dan sebaliknya.

2.4.6 BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Nilai BOD (Biochemical OxygenDemand) menyatakan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada temperatur 20°C (Barus, 2004).

Nilai konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi O2selama periode 5 hari berkisar sampai 5 ml/l

O

2 maka perairan tersebut tersebut tergolong baik apabila konsumsi

O

2 berkisar 10 mg/l – 20 mg/l O2 akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi

organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih dari 100 mg/l (Brower,et al., 1990).

2.4.7 Substrat Dasar

Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di zona dasar perairan seperti bentos, baik pada air diam maupun pada air yang mengalir (Michael, 1984). Substrat dasar merupakan faktor utama yang mempengaruhi kehidupan, perkembangan dan keanekaragaman makrozoobenthos (Hynes, 1976).

Kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobenthos pun sangat dipengaruhi oleh perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya (Ulfah, et al., 2012). Menurut Seki (1982), komponen organik utama yang terdapat didalam air adalah asam amino, protein, karbohidrat, vitamin, dan hormon juga ditemukan di perairan. Hanya 10 % dari meterial organik tersebut yang mengendap sebagai substrat ke dasar perairan.

BAB 1 PENDAHULUAN

Dokumen terkait