• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Sistem Informasi Manajemen ( SIM )

1.5.4.3. Faktor-Faktor Hambatan Penerapan SIMPUS

Pengembangan SIMPUS di beberapa daerah masih banyak menemui hambatan. Ada beberapa isu aktual terkait dengan integrasi data, yaitu :

1. Data yang tersedia belum terintegrasi dan sulit memperoleh data yang bermutu dan terkini.

Integrasi data dan informasi dari berbagai unit pelayanan yang ada di Puskesmas baik pelayanan dalam gedung maupun luar gedung belum dapat dilakukan sepenuhnya karena berbagai keterbatasan. Data dan informasi dari Puskesmas pembantu dan Puskesmas keliling belum dapat diintegrasikan dengan cepat dan tepat waktu. Integritas data yang tersedia secara real time merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas data.

Disamping itu proses entri data juga sangat berpengaruh terhadap kualitas data. Petugas entri data di Puskesmas biasanya adalah staf yang juga bertugas

dalam pelayanan sehingga terjadi rangkap pekerjaan. Apabila jumlah pasien sedikit, entri data dapat dilakukan dengan segera, tetapi apabila jumlah pasien cukup banyak maka proses entri data masih dirasakan merepotkan. Kedua faktor di atas sangat berpengaruh terhadap kualitas data dan informasi yang dihasilkan. Data dan informasi perlu tersedia dengan segera, cepat dan tepat waktu agar dapat dimanfaatkan secara optimal.

2. Pemanfaatan data belum optimal.

Data dan informasi yang tersedia sebenarnya masih dapat digunakan untuk tujuan yang lebih luas sesuai dengan peran data dan informasi sebagai health intelligence, misalnya melihat sebaran penyakit berdasarkan peta dan waktu, pemeriksaan kehamilan dan imunisasi balita, pengenalan terhadap potensi Kejadian Luar Biasa, kenaikan pangkat bagi pegawai dan masih banyak aplikasi yang dapat digunakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia. 3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia ( SDM )

Aspek SDM merupakan aspek penting yang sangat menentukan perkembangan SIMPUS, juga terhadap kualitas data yang dihasilkan. Pengembangan SIMPUS seringkali dihadapkan kepada keterbatasan SDM berupa keterbatasan pemahaman staf terhadap teknologi komputer dan sistem informasi, tidak adanya staf yang mempunyai latar belakang pendidikan komputer dan tidak ada staf khusus untuk entri data. Keterbatasan SDM juga akan sangat mempengaruhi kualitas data yang dihasilkan SIMPUS.

Proses pengolahan data SIMPUS memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai kapabilitas memadai terkait dengan sistem

informasimulai dari tahap pengumpulan data, pengiriman data, pengolahan data dan analisis data. Idealnya pengembangan sistem informasi memerlukan operator komputer, ahli jaringan, pengelola database, programmer, analis sistem dan IT ProjectManager. Namun perlu dipertimbangkan juga penempatan tenaga-tenaga tersebut, siapa yang ditempatkan di Puskesmas dan siapa yang cukup ditempatkan di Dinas Kesehatan.

1.5.5. Pelayanan

Pelayanan pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kepuasan terhadap objek dari pelayanan. Pelayanan merupakan bentuk dari implementasi kebijakan-kebijakan dari pemerintah. Melalui proses pelayanan, kebijakan-kebijakan-kebijakan-kebijakan pemerintah yang telah disepakati diimplementasikan. Implementasi kebijakan tersebut juga bertujuan untuk menciptakan suatu kondisi yang berguna bagi dua pihak, yakni masyarakat selaku objek atau tujuan dari pelayanan dan pemerintah selaku pelaksana pelayanan.

Pelayanan yang baik/memuaskan dan efektif efisien akan menciptakan persepsi positif dari masyarakat/objek dari pelayanan terhadap kinerja dari pemerintah. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan terhadap pemerintah dan apresiasi, sehingga masyarakat tidak akan ragu dalam memenuhi kewajibannya dikarenakan hak nya sudah terpenuhi lewat pelayanan yang memuaskan dari pemerintah.

Menurut Hodges (Sutarto, 2002:123) secara etimologis, kata pelayanan berasal dari kata melayani, yang berarti orang yang pekerjaannya melayani

kepentingan dan kemauan orang lain. Menurut Komaruddin (1993:448) pelayanan adalah alat-alat pemuas kebutuhan yang tidak berwujud atau prestasi yang dilakukan atau dikorbankan untuk memuaskan permintaan dan kebutuhan konsumen.

Pendapat tersebut dipertegas oleh Sianipar (1999:4) bahwa pelayanan dikatakan sebagai cara melayani, membantu menyiapkan, mengurus, menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau kelompok orang. Obyek yang dilayani adalah masyarakat yang terdiri dari individu, golongan, dan organisasi (sekelompok orang anggota organisasi).

Kualitas jasa atau pelayanan berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan pengabdiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wyekof (Tjiptono, 1996:59) kualitas jasa atau pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada 2 (dua) faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa atau pelayanan yaitu pelayanan yang diharapkan, dan pelayanan yang dipersepsikan.Dengan memiliki kualitas pelayanan yang baik maka pada akhirnya timbul kesesuaian antara harapan konsumen dengan kinerja yang dirasakan. Layanan yang baik menjadi dambaan setiap orang yang berurusan dengan badan/instansi yang bertugas melayani masyarakat.

Kualitas Pelayanan terbentuk lebih karena faktor kontak langsung antara petugas pelayanan dengan masyarakat penerima pelayanan, faktor tersebut langsung menjadi penilaian dari masyarakat selaku pelanggan. Evaluasi terhadap

kualitas pelayanan diharapkan mampu meningkatkan kinerja dari pelayanan publik.

Dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan berbeda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Maka kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai. Dalam hal ini dapat dilihat pendapat ahli dalam mengukur mutu pelayanan.

Menurut Zeithalm dkk (Boediono, 2003:114) ada lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan, yaitu :

1. Bukti Langsung (Tangibles), yang meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan dan sarana komunikasi. Fasilitas fisik yang dimaksud disini adalah seperti gedung perkantoran, ruang tunggu untuk pelanggan, telepon, komputer dan lain-lain.

2. Daya tanggap (Responsiveness), suatu karakteristik kecocokan dalam pelayanan manusia, mampu yakni keinginan para staf untuk membantu masyarakat dan memberikan pelayanan dengan tanggapan. Keinginan itu seperti kemauan aparat birokrasi untuk memberikan informasi-informasi yang terkait dengan waktu pelayanan, syarat-syarat program langsung.

3. Keandalan (Reability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang menyajikan dengan segera dan memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan dan kecakapan aparat birokrasi dalam mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan dan menjadi kewajibannya dengan cepat sesuai waktu yang dijanjikannya.

4. Jaminan (Assurance), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang miliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan. Yaitu seperti kepastian yang diberikan aparat birokrasi untuk membuat masyarakat pengguna jasa merasa yakin bahwa tugas yang dilaksanakannya akan bebas dari kesalahan.

5. Empati (Emphaty), yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungankomunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan. Hal seperti inibagaimana aparat birokrasi menciptakan komunikasi eksternal untukmeningkatkan kualitas pelayanannya.

Dokumen terkait