• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Holothuria impatiens

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adaptasi .1 Pasang Surut

Pasang surut (intertidal) merupakan daerah laut yang dipengaruhi oleh daratan. Zona ini memiliki faktor fisik maupun faktor kimia yang mendukung semua organisme di dalamnya untuk dapat tumbuh dapat berkembang dengan baik. Menurut Nyabakken (1988) mengemukakan bahwa pasang surut adalah daerah pantai yang terletak antara pasang tinggi dan surut terendah, daerah ini mewakili peralihan dari kondisi lautan ke kondisi daratan. Zona ini luasnya sangat terbatas, tetapi banyak terdapat variasi faktor lingkungan yang terbesar dibandingkan dengan daerah lautan lainnya. karena itu keragaman organismenya sangat besar. Salah satu hewan yang terdapat di zona intertidal adalah hewan yang termasuk dalam filum Echinodermata.

Daerah pantai yang terpapar oleh sinar matahari pada saat pasang surut menyebabkan daerah tersebut akan mengalami peningkatan air laut yang maksimum dan pada saat pasang turun daerah tersebut akan mengalami penurunan air laut sampai batas terendah (Smith, 1980).

Laut akan terjadi pasang dimana bumi terletak dekat dengan matahari dan bulan, dan laut akan terjadi surut pada bagian itu letaknya jauh dari matahari dan bulan. Pengaruh bulan lebih banyak dibandingkan dengan matahari dalam aliran pasang surut ini, sebab kekuatan grafitasi kira-kira dua seperempat kali dibandingkan dengan matahari (McNaughton dan Wolf, 1990).

Laut didominasi oleh berbagai macam gelombang dan oleh pasang surut yang terjadi karena gaya tarik bulan dan matahari. Pasang surut terjadi di kawasan pantai yang beragam dan padat. Pasang surut menyebabkan keberkalaan (periodicity) dalam komunitas ini dan menimbulkan jam biologi menurut ”hari bulan”, karena pasang surut berlangsung sekitar 12 ½ jam, pasang surut terjadi 2 kali sehari dengan waktu keterlambatan sekitar 50 menit pada hari berikutnya (Odum, 1993).

Pasang surut yang terjadi di bumi ini tidak hanya dipengaruhi oleh bulan dan matahari, tetapi ada faktor lain yang memperumit keadaan pasut di bumi kita. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah :

a. Tingkah laku gerakan air

b. Kecondongan bulan dan matahari yang berubah-ubah mengakibatkan perbedaan tingginya paras air saat pasang disaat siang dan malam hari.

Kecondongan luar biasa menyebabkan terjadinya ketidaksamaan jarak waktu, baik antara air pasang dan air surut berikutnya maupun antara air surut dengan air pasang berikutnya.

c. Berubah-ubah jarak bulan dan bumi selama perputaran bulan mengelilingi bumi menyebabkan gaya tariknya berubah-ubah juga.

d. Susunan dan letak antara daratan dan lautan juga mempengaruhi pasut.

e. Perbedaan tinggi rendahnya paras laut pada saat pasang dan surut berikutnya yang dinamakan amplitudo.

Dalam kenyatannya berbagai lokasi bisa mempunyai ciri pasang surut yang berbeda. Dua lokasi pantai yang terpisah sejauh 50 Km terkadang sudah dapat menimbulkan ciri pasang surut yang berlainan (Nontji, 2005).

Menurut Nontji (2005) dilihat dari pola gerakan muka lautnya, pasang surut di Indonesia dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu :

1. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide), pada jenis ini hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut setiap hari, hal ini misalnya terjadi pada perairan selat Karimata, antara Sumatera dan Kalimantan.

2. Pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), pada jenis ini setiap hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya masing-masing hampir sama, contohnya di perairan selat Malaka – laut andaman.

3. Pasang surut jenis campurancondong ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal), sedangkan jenis ini setiap hari dua kali pasang dan dua kali surut tetapi berbeda tinggi dan waktunya. Contohnya di Indonesia bagian timur.

4. Pasang surut jenis campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal), jenis ini setiap hari mengalami satu kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda tinggi dan waktunya. Contohnya pantai selatan Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat.

Pertumbuhan biota laut di zona pasang surut sangat tinggi, disebabkan karena daerah ini merupakan tempat berlindung dan tempat mencari makan.

Selain itu, kondisi lingkungan pada daerah ini sangat menguntungkan bagi pertumbuhan laut karena adanya dukungan dari faktor fisik, kimia, dan

biologis laut. Menurut Soemodhiharjo (1990) faktor fisika-kimia laut meliputi salinitas, pH, arus, suhu, dan kecerahan yang selalu berubuah-ubah sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisme di daerah pasang surut.

2.4.2 Suhu

Suhu udara mempunyai batas letal, sehingga organisme intertidal dapat mati baik karena kedinginan maupun kepanasan. Sinar matahari kadang-kadang kurang menguntungkan, sehingga membatasi organisme di pantai.

Sinar matahari yang mengandung panjang ultraviolet dapat membahayakan jaringan hidup. Air akan dengan cepat menyerap panjang gelombang ini sehingga dapat melindungi kebanyakan hewan laut, akan tetapi bagi hewan intertidal mengalami keterbukaan yang langsung dengan sinar pada waktu pasang-turun, sehingga makin tinggi letak organisme di intertidal, maka semakin besar pula keterbukaan terhadap sinar (Nybakken, 1992).

2.4.3 Salinitas

Salinitas dipengaruhi oleh penguapan, air hujan, pergerakan dan perpindahan massa air laut, dan terjadinya difussi. Ikan dan invertebrata merupakan habitat laut estuarin dan merupakan habitat wilayah pasang surut dan pasang naik yang mengatur tekanan osmotik di bawah kondisi salinitas yang sering berubah. Kebanyakan spesies laut beradaptasi di dalam lingkungan salinitas yang tinggi maupun salinitas yang rendah (Smith 1980).

Salinitas atau kadar garam dipengaruhi oleh curah hujan, tekanan air di dasar dan evaporasi dipermukaan pantaiyang dipengaruhi oleh suhu dan angin (Venberg & Venberg, 1972).

Sebaran salinitas air laut dipengaruhi oleh berbagai factor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, aliran sungai, serta pengaruh pengadukan. Beberapa kemungkinan yang mempengaruhi salinitas diantarnya adalah 1) Perairan dengan salinitas kuat merupakan permukaan air tawar tipis yang berada di atas sedangkan dibawahnya adalah air laut. Hal seperti ini biasa ditemukan di muara dimana pengaruh pasang- surut kecil. 2) Perairan dengan salinitas sedang, hal ini disebabkan adanya gerak pasang surut yang menyebabkan terjadinya pengadukan sehingga terjadi pertukaran air secara vertical. 3) Perairan dengan pengadukan vertical yang kuat disebabkan oleh gerak pasang-surut sehingga mengakibatkan perairan menjadi homogen secara vertical. Dikarenakan kendali pasang surut maka salinitas disemua titik dapat berubah dengan drastis, bergatung pada kedudukan pasang surut. Pada saat surut, salinitas di dominasi oleh air tawar yang datang dari sungai, sedangkan pada saat pasang air lautlah yang paling banyak mempengaruhi.

2.4.4 pH (Tingkat Keasaman dan Kebasaan)

Air laut memiliki sifat fisiko kimia yang khas. Air laut tersusun atas kurang lebih 80% unsur, dengan pH antara 7,5-8,5. Unsur terbesar konsentrasi ionnya adalah Na & Cl. Kedua unsur ini menentukan tingkat salinitas air laut, yang biasa diukur dengan satuan per mill (0/oo). Konsentrasi seluruh bahan padat terlarut dalam air laut disebut salinitas. Air laut permukaan memiliki salinitas sebesar 32-38 0/oo, dan apabila daerah pantai akibat masuknya air sungai / buangan limbah, salinitasnya sering menjadi lebih rendah (10-32

0/oo). Naik turunnya air laut dipengaruhi oleh penguapan, peleburan, dan pembentukan es dikutub (Sidharta, 2000).

2.4.5 Cahaya (Intensitas Cahaya)

Banyaknya cahaya yang menembus permukaan laut dan menerangi lapisan permukaan laut setiap hari dan perubahan intensitas dengan bertambahnya kejelukan memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan fitoplankton. Menurut Romimohtarto (2001) cahaya mempunya pengaruh besar secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis dan juga merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan populasi hewan laut.

2.4.6 Jenis Substrat

Menurut Romimohtarto (2001), jenis substrat dasar perairan juga mempengaruhi jenis hewan laut yang dapat hidup pada atau di dalam laut.

Berdasarkan atas tipe dasar atau substrat tersebut, maka klasifikasi mintakat/zonasi pantai sebagai berikut:

a. Mintakat lumpur

Mintakat ini terjadi karena adanya aliran air yang mengandung lumpur dari darat. Lumpur yang terbawa tersebut mengendap di perairan teluk yang tenang atau estuari.

Kandungan oksigen di lingkungan ini rendah, karena partikel lumpur ini padat dan tidak meninggalkan rongga untuk oksigen. Zat-zat organik yang membusuk juga menghabiskan keberadaan oksigen dan kebanyakan yang hidup di mintakat ini adalah bakteri.

b. Mintakat pasir

Pasir mempunyai ukuran yang lebih besar daripada partikel lumpur.

Dasar pasir ini memungkinkan air mengalir melalui partikel-partikel pasir sehingga ada pertukaran oksigen sampai lapisan bawah dasar air. Gelombang laut dapat memindahkan pasir saat menuju pantai. Perpindahan pasir ini cenderung untuk bertindak sebagai pengerus. Oleh sebab itu hewan yang hidup di lingkungan ini harus dilengkapi dengan cangkang yang kuat, mampu bergerak bersama butiran pasir, atau memendam dalam bawah permukaan pasir.

c. Mintakat cadas/batu

Pantai bercadas atau berbatu merupakan lingkungan yang mudah bagi banyak biota laut untuk menyesuaikan diri. Daerah cadas ini memperoleh oksigen yang bagus, banyak makanan dan tempat perlindungan yang bagus.

Jenis yang hidup disini umumnya jenis melekat. Melekat dengan alat lekat yang kuat sperti alga, melekat dengan kaki hisapnya seperti beberapa keong atau bersembunyi di sela-sela alat pelekat alga sperti jenis-jenis cacing.

d. Mintakat timbunan

Mintakat timbunan disini adalah tumpukan-tumpukan kayu dermaga, galangan kapal dan bangunan-bangunan lain buatan manusia. Lingkungan ini dianggap terpisah karena lingkungan ini tidak menunjang jenis kehidupan yang terdapat di lingkungan lain. Contohnya adalah tiram pengebor, Teredo.

Dokumen terkait