BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.6 Faktor-faktor Mempengaruhi BBLR
a. Umur b. Paritas c. Ras d. Infertilitas
e. Riwayat kehamilan tidak baik f. Lahir abnormal
g. Jarak kelahiran terlalu dekat h. BBLR pada anak sebelumnya i. Penyakit akut dan kronik
j. Kebiasaan tidak baik seperti merokok dan minum alcohol k. Preeklamsi
2.Faktor plasenta tumor, kehamilan ganda
3.Faktor janin infeksi bawaan, kelainan kromosom ( Sudarti, Fauziah 2013)
Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009) penyebab bayi dengan berat badan lahir rendah yang lahir kurang bulan antara lain disebabkan oleh:
a. Berat badan ibu rendah b. Ibu hamil yang masih remaja c. Kehamilan kembar
d. Ibu pernah melahirkan bayi prematur/ berat badan lahir rendah sebelumnya
e. Ibu dengan inkompeten serviks (mulut rahim yang lemah sehingga tidak mampu menahan berat bayi dalam rahim)
f. Ibu hamil yang sedang sakit
Pada bayi yang lahir cukup bulan tetapi memiliki berat badan kurang antara lain disebabkan oleh:
a. Ibu hamil dengan gizi buruk/kekurangan nutrisi
b. Ibu hamil dengan penyakit hipertensi, preeklampsia, anemia
c. Ibu menderita penyakit kronis (penyakit jantung sianosis), infeksi (infeksi saluran kemih), malaria kronik.
d. Ibu hamil yang merokok dan penyalahgunaan obat.
Berikut ini adalah beberapa faktor yang dapat memengaruhi kejadian BBLR, yaitu:
1.Umur Ibu
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Misalnya, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahirhingga waktu umur itu dihitung (Wikipedia, 2010).
Menurut Ruswana (2006) usia seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi untuk melahirkan. Kesiapan seorang perempuan untuk hamil harus siap fisik, emosi, psikologi, sosial dan ekonomi.
Menurut Sukrisno (2010) wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan perkembangan janin. Para ilmuwan dari Royal College of Obstetricians dan Gynecologists, dilansir Genius Beauty (2009) mengatakan bahwa usia terbaik untuk kehamilan adalah 20 hingga 35 tahun.
Kehamilan pada masa remaja (umur <20 tahun) menimbulkan tantangan bagi remaja itu sendiri dan bagi janin yang dikandungnya yang berhubungan dengan meningkatnya risiko terhadap komplikasi kehamilan dan luaran perinatal yang
buruk seperti preeklamsi, berat lahir janin rendah dan prematuritas. Kehamilan pada umur remaja berdampak pada pertumbuhan yang kurang optimal karena kebutuhan gizi pada masa tumbuh kembang remaja sangat dibutuhkan oleh tubuhnya sendiri (Simbolon & Aini, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Henny Juria dalam (Desi,2014) Menunjukkan bahwa Angka kejadian BBLR lebih tinggi pada ibu usia resiko tinggi dibandingkan pada ibu usia resiko rendah. Usia ibu berpengaruh sebesar 42% terhadap terjadinya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Menurut asumsi peneliti, usia < 20 tahun atau > 35 tahun mempunyai peluang untuk melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR),
2.Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan bagi diri, masyarakat, bangsa dan Negara (Depdiknas, 2004).
Secara konsisten penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki ibu mempunyai pengaruh kuat pada perilaku reprodukdi, kelahiran, kematian anak dan bayi, kesakitan dan sikap serta kesadaran atas kesehatan keluarga. Latar belakang pendidikan ibu mempengaruhi sikapnya dalam memilih pelayanan kesehatan dan pola konsumsi makan yang berhubungan juga peningkatan berat badan ibu semasa hamil yang pada saatnya akan mempengaruhi kejadian BBLR. Ibu yang berpendidikan rendah sulit untuk menerima inovasi dan
sebagian besar kurang mengetahui pentingnya perawatan pra kelahiran.
Disamping itu juga mempunyai keterbatasan mendapatkan pelayanan antenatal yang adekuat, keterbatasan mengkonsumsi makanan yang bergizi selama hamil.
Kesemuanya ini akan mengganggu kesehatan ibu dan janin, bahkan sering mengalami keguguran atau lahir mati (fazriyah n, 2008 dalam Hendry mulyawan, 2009 dalam cendekia)
3.Pekerjaan
Pekerjaan yang ditanggung ibu hamil dapat memberikan peluang besar untuk terjadinya persalinan dengan BBLR. Keadaan yang demikian yang terutama terjadi pada social ekonomi yang rendah. Mengajarkan aktivitas fisik beberapa jam tampa istirahat dapat menyebabkan kelahiran BBLR.
Penelitian Ferrer (2009) menyatakan bahwa persalinan premature dan BBLR dapat terjadi pada wanita yang bekerja terus menerus selama kehamilan, terutama bila pekerjaan tersebut memerlukan kerja fisik atau waktu yang lama.
Keadaan ini dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serta kesejahteraan janin yang dikandungnya.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuliva, dkk (2009) (dalam cendekia) menunjukkan bahwa rata-rata berat lahir bayi berdasarkan jenis pekerjaan dengan aktivitas berat pada kelompok ibu pekerja lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata berat lahir bayi ibu tidak bekerja dengan aktivitas berat. Seorang wanita yang bekerja apabila mengalami stress terutama pada saat hamil secara tidak langsung akan mempengaruhi perilaku wanita tersebut terhadap
kehamilannya, misalnya dalam melakukan perawatan kehamilan. Wanita hamil yang berada dalam keadaan stres akan mempengaruhi perilakunya dalam hal pemenuhan intake nutrisi untuk diri dan janin yang dikandungnya. Nafsu makan yang berkurang menyebabkan intake nutrisi juga berkurang sehingga terjadi gangguan pada sirkulasi darah dari ibu ke janin melalui plasenta. Hal ini dapat mempengaruhi berat lahir bayi yang akan dilahirkan.
4.Paritas
Paritas yang tinggi menimbulkan berbagai masalah kesehatan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan. Salah satu dampak kesehatan yang dapat timbul adalah Berat Badan Bayi Lahir Rendah. Ibu dengan paritas tinggi berisiko (50%) melahirkan bayi dengan berat lahir yang rendah.(sri handayani, 2008) Bila seorang wanita terlalu sering melahirkan, rahimnya akan menjadi semakin melemah karena jaringan parut uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan parut ini akan menyebabkan kekurangan persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta tidak mendapat aliran darah yang mencukupi untuk menyalurkan nutrisi ke janin, dan sebagai akibatnya, pertumbuhan janin bisa terganggu (Depkes RI, 2004 dalam Cendekia, 2012).
Paritas dikelompokkan menjadi 3 golongan, yaitu (Manuaba, 2007):
a. Primipara, golongan ibu dengan paritas 1 (ibu yang telah pernah melahirkan bayi sebanyak 1 kali)
b. Multipara, golongan ibu dengan paritas 2-5 (ibu yang telah pernah
c. Grade Multipara, golongan ibu dengan paritas >5 (ibu yang telah pernah melahirkan bayi sebanyak lebih dari 5 kali).
Hasil penelitian Ismi (2011) Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,043 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan kejadian BBLR (RR=5,3; CI 95%=1,244-22,563). Hal ini menunjukkan bahwa subyek dengan paritas lebih dari sama dengan empat kali mempunyai risiko 5,3 kali untuk melahirkan BBLR dibandingkan subyek dengan paritas kurang dari empat kali.
5.Status Gizi Ibu
Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila gtatus gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil.Ibu hamil yang menderita KEK dan Anemia mempunyai resiko kesakitan yang lebih besar terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR, kematian saat persalinan, pendarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan (Zulhaida,2003)
Wanita hamil dikatakan anemia bila kadar Hb pada trimester I < 11 gr/dl, trimester II < 10 gr/dl dan trimester III < 10 gr/dl (Bobak, 2004).
Penelitian Labir 2013 menunjukkan bahwa kejadian BBLR pada ibu yang mengalami anemia trimester I adalah 10 kali lebih besar dibandingkan ibu yang
tidak anemia. Sedangkan pada Pada trimester II, terjadi kecepatan yang meningkat pada pertumbuhan dan pembentukan janin, sehingga membentuk manusia dengan organ–organ tubuh yang mulai berfungsi. Pada masa ini zat besi yang diperlukan paling besar karena mulai terjadi hemodilusi pada darah. Kebutuhan zat besi pada keadaan ini adalah 5 mg/hr dengan kebutuhan basal 0,8 mg/hari. Akibat anemia akan dapat menimbulkan hipoksia dan bekurangnya aliran darah ke uterus yang akan menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke janin terganggu sehingga dapat menimbulkan asfiksia sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin terhambat dan janin lahir dengan berat badan lahir rendah dan prematur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami anemia selama trimester II memiliki risiko 16 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan responden yang tidak anemia (Najelina,2014).
6. Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan adalah suatu pertimbangan untuk menentukan kehamilan yang pertama dengan kehamilan berikutnya (Depkes RI,2000)
Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun berpengaruh pada hehamilan berikutnya karena kondisi rahim ibu unutk hamil kembali sebelum jarak kehamilan sebelumnya kurang dari 2 tahun. Selain itu ibu juga secara psiklogis belum siap untuk hamil kembali karena anak yang sebelumnya masih memerlukan perhatian dari ibu, sehingga jika ibu hamil kembali perhatian ibu tidak lagi fokus kepada anak namun juga pada kehamilan. Oleh sebab itu kehamilan berikutnya lebih baik dilakukan setelah jarak kelahiran sebelumnya
lebih dari 2 tahun. Ibu yang baru melahirkan memerlukan waktu 2 sampai 3 tahun untuk hamil kembali agar pulih secara fisiologik dari kehamilan dan persalinan. Hal ini sangat penting untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi kehamilan berikutnya. Semakain kecil jarak antara kedua kelahiran, semakin besar risiko untuk melahirkan BBLR. Kejadian tersebut disebabkan oleh komlikasi pendarahan pada waktu hamil dan melahirkan, partus prematur dan anemia berat.( Wibowo, 1992 dalam Merzalia).
7.Pelayanan ANC
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan professional (dokter spesialis obgyn, dokter umum, bidan dan perawat) seperti pengukuran berat badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi tetanus toxoid(TT) serta pemberian tablet besi kepada ibu hamil selama masa kehamilannya. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat dari cakupan pelayan K1 dan K4. Cakupan K1 merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah melakukan kunjungan pertama ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Sedangkan cakupan K4 ibu hamil adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standard serta paling sedikit empat kali kunjungan dengan distribusi sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan kedua dan dua kali pada triwulan ketiga umur kehamilan. Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan kepada ibu hamil.(Depkes, 2014)
Berdasarkan Depkes (2008), tujuan pemeriksaan kehamilan adalah,Sebagai berikut:
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal dan sosial ibu dan bayi.
c. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
d. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan pendidikan, nutrisi, kebersihan diri, dan proses kelahiran.
e. Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medik, bedah, atau obstetric selama kehamilan.
f. Mengembangkan persiapan persalinan serta persiapan menghadapi komplikas
g. Membantu menyiapkan ibu menyusui dengan sukses, menjalankan nifas normal dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial.
Menurut Vivian dan Tri sunarsih(2011) Tujuan Kunjungan Antenatal adalah a. Mengumpulkan informasi mengenai ibu hamil untuk membantu bidan dan
membangun hubungan kepercayaan dengan ibu tersebut b. Mendeteksi komplikasi yang mungkin terjadi
c. Menggunakan data untuk menghitung usia kehamilan dan tanggal persalinan.
Merencanakan asuhan khusus yang dibutuhkan ibu
8.Merokok
Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Merokok adalah membakar tembakau kemudian dihisap. Baik menggunakan rokok maupun pipa.
Komponen yang terdapat pada asap rokok ternyata mampu melintasi barrier plasenta, sehingga dengan bebas masuk ke tubuh janin. Nikotin dan CO akan menyebabkan pengecilan diameter pembuluh darah di plasenta dan pada tali pusat bayi, dengan demikian akan mengurangi aliran darah dari ibu ke janin.
Fungsi plasenta juga akan terganggu, sehingga fungsi nutrisi ke janin juga akan mengalami gangguan, dengan demikian berbagai risiko dapat terjadi. Ketika ibu hamil terpapar asap rokok, nikotin yang ia hirup juga berpengaruh terhadap jabang bayi yang dikandungnya. Perempuan yang merokok atau terpapar asap rokok selama kehamilan beresiko mengalami:
keguguran atau bayi meninggal waktu dilahirkan
melahirkan bayi dengan berat badan sangat rendah
melahirkan bayi yang nantinya mengalami gangguan fungsi pernafasan
mempunyai anak-anak dengan resiko Sindrom Kematian Mendadak (SIDS) (TheAsianparent, 2014).
Menurut Indah (2009) dalam penelitiannya dengan judul “pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil (perokok pasif) terhadap terjadinya BBLR”
Menunjukkan bahwa pengaruh paparan asap rokok pada ibu hamil ( perokok pasif) terhadap BBLR yang signifikan dengan OR-7,36 (2,93<OR<18,84), lama
paparan asap rokok <15 menit/hari OR=6,12 (2,08-18,28), lama paparan asap rokok > 15 menit/hari OR =12,00 ( 3,50<OR<42,85), jumlah rokok suami 1-5 batang/hari OR= 7,14 (2,73<OR<18,96), mulai paparan asap rokok trimester I OR=8,70 (3,28<OR<23,63) disimpulkan bahwa paparan asap rokok pada ibu hamil (perokok pasif) dapat mennyebabkan terjadinya BBLR dan lamanya paparan berpengaruh terhadap meningkatnya resiko.
9.Riwayat Penyakit Ibu
Kesehatan dan pertumbuhan janin dipengaruhi oleh kesehatan ibu.. Bila ibu mempunyai penyakit yang berlangsung lama atau merugikan kehamilannya, maka kesehatan dan kehidupan janin pun terancam. Beberapa penyakit yang mempengaruhi kehamilan yaitu penyakit jantung, anemia berat, TBC, malaria, HIV dan infeksi. Ibu dengan keadaan tersebut harus diperiksa dan mendapat pengobatan secara teratur oleh dokter (Kemenkes RI, 2011).
Penyakit dalam kehamilan terdiri dari riwayat penyakit kronis seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, penyakit hati, penyakit ginjal dan toksemia, penyakit infeksi seperti malaria kongenital, penyakit kelamin, kandung kemih, infeksi vagina dan rubella. Penyebab lainnya adalah ketidakseimbangan hormonal pada ibu hamil. Selain dapat mengakibatkan keguguran setelah hamil besar, ketidak seimbangan hormonal juga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan BBLR (Maryunani, 2013).
BBLR juga terjadi jika Ibu menderita pre eklampsia dan eklampsia. Pre eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan / nifas yang ditandai dengan kejang dan koma. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi plasenta dan uterus karena aliran darah ke plasenta menurun sehingga terjadi gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga mudah terjadi partus prematur.
Penelitian (colti,2008) dengan nilai p = 0,03 , berarti pada α = 5% dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan persentase BBLR antara ibu yang mempunyai penyakit selama kehamilan dengan ibu yang tidak mempunyai penyakit selama kehamilan. Analisis factor risiko penyakit selama hamil didapatkan OR = 2,91 (95% CI:1,1 - 8,2) artinya ibu yang mengalami penyakit selama kehamilan mempunyai peluang melahirkan BBLR 2,91 kali dibandingkan ibu yang tidak mengalami penyakit selama kehamilan.
10.Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi kualitas dan kuantitas gizi ibu selama bulan–bulan terakhir kehamilan dan ukuran bayi pada saat lahir. Semakin buruk gizi ibu semakin kurang berat dan panjang bayinya. Ekonomi keluarga dapat menunjukkan gambaran kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan gzi ibu selama hamil yang berperan dalam pertumbuhan janin. Keadaan sosial ekonomi sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi
terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan keadaan gizi yang kurang baik dan periksa hamil (Colti, 2008)
Hasil penelitian Sandra ( 2015) Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dengan Kejadian BBLR dengan OR = 4.930 95% IK = 1.496 – 16.255 X2 = 7.798 df = 1 p = 0.005 menunjukkan ibu hamil dengan tingkat sosial ekonomi rendah (memiliki penghasilan <Rp 1.230.000,00) memiliki risiko 4.930 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil dengan tingkat sosial ekonomi tinggi (≥Rp 1.230.000,00).
11. Komplikasi Kehamilan
Komplikasi kehamilan adalah kegawat daruratan obstetrik yang dapat menyebabkan kematian pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 1999). Beberapa jenis komplikasi yang umum menyertai kehamilan seperti pra eklampsia, kehamilan ektopik, perdarahan, plasenta previa dan diabetes gestasional (Parenting Indonesia, 2014). Menurut penelitia setyo pramono (2013) pola kejadian dan determinan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia dengan kesimpulan Ibu yang mengalami komplikasi selama kehamilan mempunyai risiko 1,74 kali dibandingkan ibu yangn tidak mengalami komplikasi untuk terjadi BBLR.
12.Umur Kehamilan
Usia kehamilan atau usia gestasi (gestational age) adalah ukuran lama waktu seorang janin berada dalam rahim. Usia janin dihitung dalam minggu dari hari pertama menstruasi terakhir (HPMT) ibu sampai hari kelahiran( kamus kesehatan)
Umur kehamilan normal adalah 40 minggu atau 280 hari seperti kebiasaan orang awam 9 bulan 10 hari. Disebut matur atau cukup bulan adalah rentang 37-42 minggu, bila kurang dari 37 minggu disebut prematur atau kurang bulan, bila lebih dari 42 minggu disebut post-matur atau serotinus.
Penggolongan Umur Kehamilan Ibu Umur kehamilan digolongkan menjadi :
a. Persalinan preterm ialah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan ibu antara 20-37 minggu dihitung dari haid pertama haid terakhir.
b. Kehamilan aterm ialah usia kehamilan ibu antara 38-42 minggu.
c. Kehamilan postterm ialah kehamilan serotinus kehamilan atau kehamilan ibu > 42 minggu atau 294 hari.
Dalam WHO 1979, umur kehamilan di bagi sebagai berikut :
a. Preterm adalah umur kehamilan ibu < 37 minggu atau 259 hari.
b. Aterm adalah umur kehamilan ibu antara 38-42 minggu (259 sampai 293 hari).
c. Post-term adalah umur kehamilan ibu > 42 minggu atau 294 hari.
Berat badan bayi semakin bertambah sesuai dengan usia kehamilan. Faktor usia kehamilan mempengaruhi kejadian BBLR karena semakin pendek masa kehamilan semakin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat tubunya sehingga akan turut mempengaruhi berat badan bayi.sehingga dapat dikatakan bahwa umur kehamilan mempengaruhi kejadian BBLR (Manuaba, 2010).(dalam Merzalia 2012)
2.8 Epidemiologi BBLR
Setiap tahun di dunia diperkirakan lahir sekitar 20 juta bayi berat lahir rendah. Dalam laporan WHO yang dikutip dari State of the world’s mother 2007 (data tahun 2000-2003) dikemukakan bahwa 27% kematian neonatus disebabkan oleh bayi berat lahir rendah. Namun demikian, sebenarnya jumlah ini diperkirakan lebih tinggi karena sebenarnya kematian yang disebabkan oleh sepsis, asfiksia dan kelainan kongenital sebagian juga adalah BBLR (Depkes RI, 2008).
Data WHO 2008 menyebutkan dari kematian periode neonatal , 70%
terjadi pada BBLR sampai umur 1 tahun, kematian BBLR 20 kali bayi normal (perinasia, 2011)
Sebuah laporan oleh UNICEF menyebutkan angka BBLR di Indonesia adalah sekitar 11,1 % pada tahun 2011, termasuk tunggi dibandingkan angka BBLR di Negara tetangga seperti Vietnam (5,3%) dan Thailand (6,6%).
(theasiaparent).
Angka kejadianBBLR di Indonesia tahun 2013 cenderung menurun dari tahun 2010 tetapi masih terdapat 10,2% bayi dengan berat badan lahir rendah.
Kota Medan dari 284.524 bayi yang lahir hidup terdapat sebanyak 573 bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) atau 0,23%. Jumlah kasus BBLR menunjukkan trend penurunan dimana pada tahun 2010 tercatat sebanyak 773 bayi, tahun 2011 yaitu 743 dan tahun 2012 yaitu 733 bayi (Depkes, 2014)
2.9 Pencegahan BBLR
2.9.1 Pencegahan primordial
Pencegahan tingkat awal (primodial prevention). Upaya pencegahan tingkat awal ini adalah usaha mencegah terjadinya resiko atau mempertahankan keadaan resiko rendah kepada masyarakat terhadap penyakit secara umum. Mengkondisikan masyarakat agar penyakit tersebut tidak mendapat dukungan dari masyarakat. Upaya ini tidak hanya dari pihak petugas kesehatan saja namun dari seluruh masyarakat. Yang terlebih sasarannya adalah kelompok remaja dan usia muda,salah satu pencegahan terhadap BBLR adalah:
mendorong perawatan kesehatan remaja putri.
Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan pendidikan ibu dan status sekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama kehamilan (Proverawati dan Sulistyorini,2010).
Meningkatkan penerimaan garakan Keluarga Berencana (KB), dengan mendorong penggunaan metode kontrasepsi yang modern dan sesuai untuk menjarangkan kehamilan.
2.9.2 Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi.
Untuk menurunkan angka kejadian BBLR, pemerintah telah melakukan berbagai upaya pencegahan. Upaya untuk menurunkan angka kejadian BBLR ini akan lebih efisien apabila bumil yang mempuyai resiko melahirkan bayi BBLR dapat dideteksi sedini mungkin. Pemantauan ibu hamil adalah salah satu upaya untuk mendeteksi risiko kelahiran BBLR.
Pemanntauan ini merupakan tindakan mengikuti perkembangan ibu dan janin meningkatkan kesehatan optimmum dan diakhiri dengan kelahiran bayi yang sehat (Winkjosastro,2002).
Menurut IDAI (2004) Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan adalah langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan yaitu:
Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinan pada kurun umur reproduksi sehat (20-34 tahun).
Konseling pada suami dan istri untuk mengusahakan agar menjaga jarak antar kehamilan paling sedikit 2 tahun.
Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri
selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik
Meperbaiki status gizi ibu hamil, dengan mengonsumsi makanan yang lebih sering atau lebih banyak, dan lebih diutamakan makanan yang mengandung nutrient yang memadai.
Mengonsumsi tablet zat besi secara teratur sebanyak 1 tablet per hari.
Lakukan minimal sebanyak 90 tablet. Mintalah tablet zat besi saat bekonsultasi dengan ahli.
Menganjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati aterm atau istirahat baring bila terjadi keadaan menyimpang dari kehamilan normal.
Kurangi kegiatan yang melelahkan secara fisik semasa kehamilan.
Beristirahatlah yang cukup dan tidur lebih awal dari biasanya.
2.9.3 Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan deteksi untuk menemukan penyakit atau gangguan kesehatan setiap individu dalam populasi.
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama
1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama