• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku kesehatan, ada tiga teori yang sering menjadi acuan dalam penelitian-

penelitian kesehatan masyarakat. Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmojo

(2005), perilaku manusia dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor pokok

yaitu faktor perilaku (behavioral factors) dan faktor non-perilaku (non behavioral

Lawrence Green menganalisis bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu:

a. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang

memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors),adalah faktor-faktor yang mendorong

dan memperkuat terjadinya perilaku.

Pada saat promosi kesehatan digencarkan aksinya melalui pemberdayaan masyarakat bahwa petugas kesehatan membekali sasaran kesehatan (masyarakat) dengan pengetahuan/informasi yang bermanfaat bagaimana untuk sehat, dan walau ketersediaan sarana kesehatan memadai, tetapi tetap diperlukan dukungan dari masyarakat itu sendiri.

Snehandu B. Karr dalam Notoatmojo (2005), mengidentifikasi adanya lima

determinan perilaku, yaitu:

1. Adanya niat, (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan objek atau

stimulus diluar dirinya.

2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Di dalam

legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat, maka ia akan merasa kurang atau tidak nyaman, paling tidak untuk berperilaku kesehatan tidak menjadi gunjingan atau bahan pembicaraan masyarakat.

3. Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah tersedianya

informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil seseorang.

4. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personnal outonomi) untuk

mengambil keputusan. Di Indonesia, terutama ibu-ibu, kebebasan pribadinya masih terbatas, terutama lagi di pedesaan. Seorang istri dalam mengambil keputusan masih sangat bergantung kepada suami.

5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation). Untuk

bertindak apapun memang diperlukan kondisi dan situasi yang tepat. Kondisi dan situasi yang tepat mempunyai pengertian yang luas, baik fasilitas yang tersedia serta kemampuan yang ada.

Untuk membangun rumah sehat misalnya, jelas sangat tergantung kepada kondisi ekonomi dari orang yang bersangkutan. Meskipun faktor yang lain tidak ada masalah, tetapi apabila kondisi dan situasinya tidak mendukung, maka perilaku tersebut tidak akan terjadi.

WHO yang merumuskan determinan perilaku ini sangat sederhana. Dikatakan mengapa seseorang berperilaku, karena ada empat alasan pokok (determinan), yaitu:

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)

Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus, merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku. Didasarkan pertimbangan untung ruginya, manfaatnya dan sumber daya atau uang yang tersedia dan sebagainya.

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai

(personnal references). Di dalam masyarakat, di mana sikap paternalistik masih kuat, maka perubahan perilaku masyarakat bergantung acuan kepada tokoh masyarakat setempat.

3. Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung terjadinya

perubahan perilaku. Dalam teori Green, sumber daya ini adalah sama dengan faktor enabling (sarana, prasarana, fasilitas).

4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap

terbentuknya perilaku seseorang. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku tiap-tiap etnis berbeda-beda, karena memang masing-masing etnis mempunyai budaya yang berbeda yang khas.

Dari uraian ketiga teori di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan dan dibentuk oleh pengetahuan yang diterima. Kemudian timbul persepsi dari individu dan memunculkan sikap, niat, keyakinan/kepercayaan, yang dapat memotivasi dan mewujudkan keinginan menjadi suatu perbuatan.

Penguatan konsep mulai dari “tahu” menjadi “mau” dan “mampu”, akan terlaksana apabila ada faktor eksternal yang turut mempengaruhi situasi di luar diri individu seperti: dukungan sosial, fasilitas yang tersedia, sarana dan prasarana yang mendukung.

Persepsi untuk proses perubahan perilaku menjadi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah penilaian suatu ide atau gagasan baru yang diperkenalkan kepada individu dan diharapkan untuk diterima dan diproses oleh individu tersebut sehingga memunculkan sikap individu menerima dan memformulasikan ide tersebut menurut versi dirinya sendiri.

Perilaku hidup bersih dan sehat bukan hal yang baru bagi masyarakat. Di tengah kecanggihan teknologi pada masa sekarang, informasi dan pengetahuan mudah diakses masyarakat. PHBS adalah semua perilaku yang dapat menjadikan kita hidup sehat. Hidup sehat tidak terbatas dengan melaksanakan sepuluh indikator saja.

Tetapi indikator dengan sepuluh perilaku adalah yang dipilih sebagai penilaian apakah masyarakat sudah berperilaku hidup bersih dan sehat dan perlu dikembangkan di tengah masyarakat kita. Sepuluh indikator inilah yang dianggap hal yang baru bagi masyarakat Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin.

Dari sepuluh Indikator PHBS yang dicanangkan Depkes RI, pentingnya bersalin menggunakan tenaga kesehatan, program ASI Eksklusif apalagi Inisiasi Menyusui Dini, jamban keluarga, kesesuaian lantai dengan jumlah penghuni dan pentingnya olah raga serta makanan bervitamin dan berserat masih merupakan hal baru bagi masyarakat nelayan Bagan Kuala.

Teori Rogers tentang difusi inovasi (1983), banyak dipergunakan dalam penelitian bidang edukasi, antropologi, medikal sosiologi, marketing, geografi, dan rural sosiologi. Dalam bidang Medikal sosiologi mulai digunakan tahun 1950an.

Studi inovasi mencakup penemuan obat-obat baru (new drugs), beberapa penemuan

kesehatan dan metode keluarga berencana (family planning) atau inovasi bidang

kesehatan seperti merebus air yang akan dikonsumsi (boiling water), memerangi

penggunaan susu botol pada bayi agar memilih air susu ibu (breast feeding) dan lain-

lain.

Alasan menggunakan teori Adopsi Inovasi adalah mengapa individu sudah mendapatkan ide baru, gencar disemarakkan, tetapi justru sulit dilaksanakan atau diberdayakan. Muncul kesenjangan tentang apa yang diketahui dengan pelaksanaan (tindakan), dan butuh waktu yang lama bahwa inovasi akan diadopsi individu. Pendidikan berupa informasi kesehatan yang seharusnya membawa perubahan gaya hidup dan perilaku sehat menjadikan kehidupan lebih baik, terlihat diabaikan.

Arti inovasi sendiri adalah penemuan/ide yang membawa kemajuan, perbaikan dalam suatu bidang.

Difusi adalah proses di mana inovasi disampaikan melalui komunikasi baik melalui media khusus, yang sifatnya berulang-ulang kepada masyarakat.

Komunikasi adalah suatu proses di mana partisipan menerima dan mengembangkan informasi kepada yang lain (bersifat dua arah). Dapat disimpulkan, difusi adalah suatu bentuk yang spesial/komunikasi khusus menyampaikan pesan kepada orang lain menjadi suatu ide baru.

Ada empat elemen difus, yaitu: 1. Inovasi (the innovation)

Sebuah inovasi adalah sebuah ide, praktik atau objek yang akan diterima oleh individu bersifat masih baru. Penerimaan ide baru bagi individu akan menimbulkan reaksi pada dirinya dan memang dianggap ide tersebut memang baru didengar dan diketahui. Ini yang disebut inovasi.

2. Media komunikasi (Communication Channels)

Komunikasi adalah proses di mana partisipan berkreasi dan mengembangkan atau berbagi informasi satu sama lain agar tercapai pengertian yang memadai. Media komunikasi sendiri juga bisa diartikan sampainya pesan dari seseorang

ke orang lainnya (Interpersonal Channels). Dapat juga menggunakan media

seperti media massa, radio, televisi, dan lain-lain, yang jangkauannya luas.

Tetapi interpersonal chanel umumnya akan lebih efektif.

3. Waktu (Time)

Sebuah proses yang berjalan selama adopsi. Waktu adalah elemen terpenting dalam difusi inovasi.

4. Sistem sosial (Social System)

Didefinisikan sebagai suatu bentuk unit interelasi yang berkaitan dan ikut menyelesaikan masalah berkaitan dengan tujuan umum. Yang termasuk sistem sosial adalah sekumpulan individu (masyarakat), kelompok informal, organisasi/atau subsistemnya.

Innovation Decision Process, sebagai proses yang dialami oleh seorang individu, sejak menerima pengetahuan tentang suatu hal yang baru, membentuk sikap (attitude) terhadap ide/inovasi, memutuskan menerima atau menolak ide baru itu, kemudian mengimplementasikan ide baru, dan mengkonfirmasi keputusan tersebut.

Penduduk Desa Bagan Kuala rata-rata berpendidikan rendah. Wawancara peneliti dengan beberapa ibu rumah tangga diketahui bahwa mereka menghabiskan waktu tanpa ada kegiatan yang bermanfaat selain kegiatan rutin sebagai ibu rumah tangga. Setiap sore selepas Ashar beberapa ibu rumah tangga sering berkumpul sambil menunggu suami pulang dari laut.

Pada saat penyampaian informasi tentang PHBS oleh petugas kesehatan yang didampingi oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa inovasi berupa ide baru seperti sepuluh indikator PHBS sangat sulit diterima. Umumnya mereka baru mendengar adanya sepuluh indikator yang isinya merupakan perilaku yang membawa mereka hidup lebih sehat. Sementara anggapan mereka tanpa sepuluh indikator, mereka juga sudah merasa sehat.

Menurut kesimpulan peneliti bahwa sebenarnya keinginan untuk melaksanakan PHBS harus ada rasa akan kebutuhan tentang inovasi yang disampaikan. Sementara selama ini saluran komunikasi yang menyangkut PHBS sama sekali belum dapat dikatakan sumber pengetahuan yang memadai.

Informasi yang sampai tidak lengkap atau menurut mereka sulit dipahami. Sebagian dari ibu rumah tangga mengatakan bahwa tidak mendapat manfaat dari apa yang dikerjakan melalui kegiatan PHBS.

Sering pula hasil dari perilaku imunisasi membawa rasa “tidak menyenangkan” bagi balitanya karena demam dan rewel. Akibatnya menimbulkan pertentangan terhadap manfaat yang dirasakan.

Peran komunikasi/promosi kesehatan melalui petugas kesehatan pada situasi ini diharapkan mampu mengatasi ketidakpuasan individu. Komunikasi harus berkesinambungan dan terarah. Yaitu untuk memberikan informasi, motivasi, dan edukasi kepada individu.

Proses pembuatan keputusan tentang inovasi ini menjadi lima tahap:

1. Individu menerima informasi dan pengetahuan berkaitan dengan suatu ide

baru (tahap knowledge).

Pengetahuan timbul ketika individu dipaparkan sebuah inovasi, baik keberadaannya dan fungsinya sehingga menimbulkan minat individu ntuk mengenal lebih jauh tentang objek tersebut.

Beberapa peneliti berkesimpulan bahwa individu memainkan peran pasif dalam hal kesiapan pengetahuan tentang suatu inovasi. Kebanyakan didapatkan dari faktor tak sengaja.

Keadaan yang dianggapnya tidak ada, tetapi sebenarnya ada suatu inovasi di sana. Peran petugas, pesan-pesan yang disampaikan dan saluran komunikasi merupakan media informasi.

2. Persuasion (persuasif), yaitu tahap di mana individu membentuk suatu sikap merasa nyaman atau tidak nyaman terhadap inovasi. Pada tahap persuasif, individu secara psikologis terkait dengan inovasi, akan secara aktif mencari

tahu ide-ide baru. Terjadi perilaku-perilaku penting “dimana” (where) mencari

informasi?, Apakah (what) sebenarnya pesan-pesan yang diterima atau

disampaikan? dan bagaimana (how) menginterpretasikannya.

Semua inovasi bersifat membawa rasa ketidakpastian bagi individu, yang menurutnya hasilnya belum tentu sama seperti apa yang disampaikan.

Tahap ini dibutuhkan dukungan-dukungan sosial untuk membentuk sikap- sikap mengarah kepada ide baru. Media massa merupakan sumber yang sifatnya terlalu umum untuk sebuah informasi dalam membentuk tanggapan, belum dapat membentuk kepercayaan terhadap inovasi.

Pada tahap persuasif dan khususnya tahap keputusan (decision), individu

termotivasi mencari informasi inovasi-evaluasi dengan maksud mengurangi rasa ketidakpastian. Munculnya rasa ingin menjawab sendiri pertanyaan “Apa konsekwensi dari inovasi?” dan “Apa untung ruginya bagi diri saya?”. Dalam keadaan ini peran seseorang yang statusnya sama (dari kalangan status sosial yang sama) dan pernah mencoba inovasi serta menyampaikan keuntungan dari inovasi, akan lebih memotivasi membentuk keputusan bagi individu untuk

mengadopsi. Tahap persuasif membentuk sikap “adopsi” atau “menolak”.

3. Tahap Decision (keputusan), yaitu tahap di mana individu mengambil

keputusan berkaitan dengan aktivitas mengadopsi atau menolak. Pada saat

individu berada pada tahap melewati “innovation–decision process”, maka

ketidakpastian tentang apa yang diperolehnya dari inovasi yang diterimanya (lebih bersifat aktif).

Potensial adopter dalam hal ini dimaksudkan bagi individu yang berminat dengan pertimbangan apakah ide/inovasi ini lebih baik dari pada inovasi

sebelumnya. Di sini muncul rasa “menerima” (adoption) atau justru

“menolak” (rejection). Peran komunikasi berpengaruh penting pada tahap ini.

Media massa merupakan sumber dasar pembentukan pengetahuan, tetapi tidak sebaik hasilnya dibanding pendekatan interpersonal.

Dapat dikatakan pendekatan interpersonal dicontohkan dengan anjuran kepala keluarga, tetangga, teman dekat, petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan lain-lain. Dukungan ditambah pengetahuan yang dianggap pasti dan bermanfaat akan menjadi motivasi bagi individu untuk menerima inovasi.

Menurut Eveland, (1979) dalam kutipan Rogers, membagi penolakan

(rejection) menjadi dua tipe. Penolakan aktif dan Penolakan pasif. Penolakan

aktif (Active rejection) terdiri dari individu yang dikategorikan mencoba

memakai inovasi tetapi memutuskan tidak mengadopsi lagi. Penolakan pasif (Passive rejection) adalah individu yang sama sekali tidak pernah menggunakan inovasi.

4. Tahap Implementation (implementasi) yaitu tahap penggunaan atau tahap

perwujutan, yaitu individu menempatkan inovasi tersebut untuk dimanfaatkan atau digunakan/dipraktikkan. Implementasi adalah suatu tahap yang harus

akan memunculkan pertanyaan “Dimana (Where) saya gunakan inovasi ini?”,

“Bagaimana (How) saya menggunakannya” dan “Apakah (What) masalah-

masalah yang muncul selama saya gunakan dan bagaimana mengatasinya?”. Pada tahap ini individu bersifat aktif mencari informasi dan melakukan apa yang menjadikannya dalam bentuk tindakan.

5. Tahap Confirmation (konfirmasi), yaitu tahap penguatan, di mana individu

telah memanfaatkan dan menggunakan inovasi, tetapi masih dapat berubah jika terjadi masalah dalam penyampaian pesan, tidak puas akan hasil yang diterima atau lebih digantikan dengan ide baru lainnya (inovasi terbaru). Selama tahap konfirmasi, individu masih tetap membutuhkan pengukuhan atau ketetapan untuk terus mengadopsi inovasi. Individu akan terus belajar

dan menghindari keadaan kesenjangan (dissonance).

Bila keadaan dissonance muncul, akan membuat individu tidak nyaman dan

berusaha mengurangi atau menghilangkan keadaan ini dengan cara menambah

Secara skematis, proses adopsi inovasi dapat dilihat pada Gambar 2.1:

Communication Channel

Sumber: Rogers, M, E, 1992

Gambar 2.1. Model Proses Adopsi-Inovasi

Karakteristik masyarakat nelayan di Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin diharapkan berperilaku hidup bersih dan sehat dengan sepuluh indikatornya. Sepuluh indikator PHBS merupakan konsep baru bagi mereka. Hal tersebut tentunya membutuhkan waktu yang relatif lama untuk merubah perilaku masyarakat nelayan, karena mereka harus terlebih dahulu mengetahui tentang pentingnya PHBS, syarat- syarat PHBS, sampai kepada perilaku melaksanakan PHBS agar menjadi kebutuhan hidup sehari-hari pada masyarakat nelayan Desa Bagan Kuala.

Proses tersebut tidak terlepas dari persepsi mereka tentang PHBS dengan sepuluh indikatornya, persepsi terhadap pentingnya PHBS, dengan faktor eksternal

Knowledge Persuasion Decision Implementation Confirmation

Continue Adoption Adoption Charac De teristics of The cision Making - Sociodeconomic Characteristics Personality Variables - Communication Behavior - Perceived Characteristics of Innovation - Relative advantage - Compatibility - Complexity - Trialability - Observability Rejection Later Adoption Discontinuance Continue Rejection

berupa pengalaman, interaksi keluarga, interaksi sosial, penjelasan petugas kesehatan dan sejauh apa minat individu mengadopsi.

Penerimaan (adopsi) seseorang terhadap hidup dengan melaksanakan PHBS akan mendorong berpikir individu agar mengatasi kesenjangan yang ada. Sensitifitas seseorang dalam mengenali pentingnya PHBS tidak sama, sehingga dalam pengambilan keputusan untuk mengadopsinya menjadi bervariasi.

Dokumen terkait