• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Persepsi Dan Dukungan Sosial Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Pada Masyarakat Nelayan Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Persepsi Dan Dukungan Sosial Terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Pada Masyarakat Nelayan Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERSEPSI DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA MASYARAKAT

NELAYAN DESA BAGAN KUALA KECAMATAN TANJUNG BERINGIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh

SONDHA SARI

067012023/AKK

.

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

(2)

PENGARUH PERSEPSI DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA MASYARAKAT

NELAYAN DESA BAGAN KUALA KECAMATAN TANJUNG BERINGIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Progam Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SONDHA SARI

067012023/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERSEPSI DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA MASYARAKAT NELAYAN DESA BAGAN KUALA KECAMATAN TANJUNG BERINGIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Nama Mahasiswa : Sondha Sari

Nomor Pokok : 067012023

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Drs. Subhilhar, MA, PhD) Ketua

(Drs. Zulkifli Lubis, MA) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 24 Maret 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Drs. Subhilhar, MA, PhD

Anggota : 1. Drs. Zulkifli Lubis, MA

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PERSEPSI DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA MASYARAKAT

NELAYAN DESA BAGAN KUALA KECAMATAN TANJUNG BERINGIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2009

(6)

ABSTRAK

Salah satu bentuk perilaku kesehatan dalam masyarakat adalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). PHBS pada tatanan rumah tangga merupakan bentuk perwujudan paradigma sehat dalam budaya hidup perorangan, keluarga yang berorientasi sehat, bertujuan untuk meningkatkan, memelihara dan melindungi kesehatannya. Cakupan PHBS di Indonesia masih rendah yaitu hanya 24,38%, demikian juga di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu 55,32%.

Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan pendekatan explanatory

research bertujuan untuk menganalisis pengaruh persepsi dan dukungan sosial terhadap PHBS pada masyarakat nelayan di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat nelayan di Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai, dengan sampel 95 orang. Analisis data menggunakan uji regresi linear berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat PHBS masyarakat Nelayan di Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin 49,5% termasuk Sehat I, 45,3% termasuk Sehat II dan hanya 5,3% termasuk Sehat III. Hasil uji regresi linear berganda

menunjukkan keseluruhan variabel independen yaitu persepsi (p=0,026) dan

dukungan sosial (p=0,000) mempunyai pengaruh signifikan terhadap PHBS dan

variabel dukungan sosial merupakan variabel paling dominan mempengaruhi PHBS pada masyarakat nelayan di Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan dan Kepala Puskesmas Tanjung Beringin untuk meningkatkan peran petugas kesehatan dalam aktivitas masyarakat nelayan. Menggiatkan peran serta perangkat desa dalam setiap kegiatan-kegiatan penyuluhan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan serta peningkatan frekuensi penyuluhan kesehatan pada masyarakat nelayan.

(7)

ABSTRACT

One of the health behaviours in society is a Behaviour of Clean and Healthy Life (BCHL). The Behaviour of Clean and Healthy Life in household is a realization of health paradigm in individual living culture, a health-oriented family intended to improve, maintain and keep his/her health status, The coverage of BCHL in Indonesia is still low namely of 24,38%,similarly,in Serdang Bedagai district, it is 55,32%.

This survey study with explanatory research approach is aimed to analyze the influence of perception about Behavior of Clean and Healthy Life and social support at fisherman community of Subdistric Tanjung Beringin Serdang Bedagai. The population of this samples is the whole of the fisherman community at Bagan Kuala Village of Tanjung Beringin Subdistrict of Serdang Bedagai District, with 95 samples. Data analysis is done by using multiple linear regression test at confidence interval 95%.

The result of the study shows the grade of BCHL fisherman community of Bagan Kuala Village of Tanjung Beringin Subdistrict was 49,5% belonged to Healty I, 45,3% to Healthy II and only 5,3% belonged to Healthy III. The result of multiple linier regression showed all the variable independent of perception (p=0,026) and social support (p=0,000) is the most dominant variables to influence BCHL of fisherman community at Bagan Kuala Village of Tanjung Beringin Subdistrict of Serdang Bedagai District.

It is suggested to The Health District and The Head of Health Subdistric Tanjung Beringin of Serdang Bedagai District to improved performance of the health workers in the activity of fisherman community, persuade the rural officials in successing the health promotion activities, empowerment society especially healty field.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan KaruniaNya

penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan,

Persepsi, Dukungan Sosial terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada

Masyarakat Nelayan di Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai”.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan kepada: Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

Selanjutnya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc. selaku Direktur

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS

selaku Ketua Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Terima penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Subhilhar, MA, PhD, Drs.

Zukifli Lubis, MA selaku Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dan

meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis

dalam penyusunan tesis ini.

Terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si dan Drs. Agustrisno,

M.Si selaku penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan dan

bimbingan demi kesempurnaan tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak dr. Edwin Effendi, M.Sc, selaku

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai telah memberikan kesempatan

kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan serta memberikan bimbingan dan

arahan yang bermanfaat.

Tak terhingga terima kasih kepada anak-anak tercinta dan Ayahanda yang

telah mengizinkan dan memberi motivasi serta dukungan kepada penulis untuk

(9)

yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam

penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis

ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan

kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Januari 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sei Buluh, Serdang Bedagai 21 April 1970. Anak sulung dari

tiga bersaudara. Ibu dengan tiga anak, Milatul Aulia, Hakkam Abi Kautsar dan Sultan

Abi Azizi. Menamatkan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

tahun 1998. Sebelumnya alumnus Sekolah Menengah Atas Negeri II Medan, Sekolah

Menengah Pertama Negeri II Medan, Sekolah Dasar Negeri 060827 Medan.

Pada tahun 1998 - 2002 diangkat sebagai Dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT)

di Puskemas Rawat Jalan Hinai Kiri Kabupaten Langkat. Tahun 2003 - 2007

mengabdi sebagai Pegawai Negeri Sipil di Puskesmas Rawat Jalan Tanjung Beringin

Kabupaten Serdang Bedagai. Tahun 2007 sampai tulisan ini diselesaikan bertugas

di Puskesmas Rawat Inap Dolok Masihul, Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten

Serdang Bedagai.

(11)

DAFTAR ISI

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi PHBS ... 17

2.3. Karakteristik Masyarakat Nelayan ... 30

2.4. Landasan Teori... 32

2.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 34

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Jenis Penelitian ... 35

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 35

3.3. Populasi dan Sampel ... 35

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 36

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 39

3.6. Metode Pengukuran ... 40

(12)

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 43

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 43

4.2. Karakteristik Responden ... 44

4.3. Persepsi Responden tentang PHBS... 45

4.4. Dukungan Sosial terhadap PHBS... 47

4.5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ... 49

4.6. Analisis Statistik dengan Uji Regresi Berganda ... 51

BAB 5 PEMBAHASAN ... 53

5.1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin ... 53

5.2. Pengaruh Persepsi terhadap PHBS... 57

5.4. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap PHBS ... 61

5.5. Keterbatasan Penelitian... 64

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 66

6.1. Kesimpulan ... 66

6.2. Saran ... 67

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38

3.2. Indikator PHBS ... 41

4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik ... 44

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Prepsesi tentang PHBS ... 45

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Persepsi Responden tentang PHBS... 47

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Dukungan Sosial ... 47

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Dukungan Sosial... 49

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Indikator PHBS ... 50

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel PHBS ... 51

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Model Proses Adopsi-Inovasi ... 29

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 71

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 80

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui

pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh

penduduknya hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku sehat, serta keterjangkauan

pelayanan kesehatan yang bermutu.

Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari pembangunan nasional.

Konsepnya adalah berwawasan kesehatan yaitu memperhitungkan dengan seksama

berbagai dampak positif dan negatif setiap kegiatan berkaitan dengan kesehatan

masyarakat. Pembangunan kesehatan sendiri diprioritaskan kepada upaya

peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit di samping penyembuhan dan

pemulihan.

Arah kebijakan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan salah satunya

adalah peningkatan upaya kesehatan yang lebih ditujukan atau diprioritaskan kepada

upaya mewujudkan produktivitas kerja yang tinggi, melalui berbagai upaya

pelayanan kesehatan kerja termasuk perbaikan gizi dan kebugaran jasmani,

lingkungan pemukiman, terutama penduduk yang tinggal di daerah kumuh (R.

Hapsara H.R, 2004).

Upaya pembangunan kesehatan dikelompokkan dalam program-program yang

(17)

Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya perilaku

masyarakat yang proaktif memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan,

mencegah, melindungi diri dari penyakit serta berpartisipasi aktif dan berdaya

menolong dirinya sendiri serta mampu membudayakan Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat di dalam keluarga dan masyarakat, dalam mewujudkan Indonesia Sehat 2010.

Pengertian PHBS dalam pusat promosi kesehatan Depkes RI 2006 adalah

sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil

pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga yang dapat menolong diri

sendiri dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan

masyarakatnya.

PHBS dalam tatanan rumah tangga meliputi 10 (sepuluh) indikator, yaitu:

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.

2. Bayi diberi ASI Ekslusif.

3. Mempunyai Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

4. Ketersediaan air bersih.

5. Ketersediaan jamban sehat.

6. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni.2

7. Lantai rumah bukan lantai tanah.

8. Tidak merokok di dalam rumah.

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari.

(18)

Cakupan indikator PHBS di Indonesia bervariasi setiap indikatornya. Hasil

Survei Kesehatan Nasional (2004), pencapaian rumah tangga sehat berkisar 24,38%,

masih jauh dari target minimal yaitu 65% pada tahun 2010. Cakupan persalinan oleh

tenaga kesehatan masih sebesar 64% sedangkan target nasional adalah 90%. Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) sangat rendah yaitu sebesar 19%,

sedangkan target nasional sebesar 80%. Jenis sumber air sehat yang paling banyak

digunakan adalah air sumur terlindung (35%), rumah tangga yang menggunakan dan

memiliki jamban hanya sebesar 27% sedangkan target yang harus dicapai ditahun

2010 adalah 85%. Untuk ASI Eksklusif yang dikenal dengan Inisiasi Menyusui Dini

(IMD) baru mencapai 30%. Ditinjau gaya hidup sehat di masyarakat, perokok usia

belia 5-9 tahun meningkat secara signifikan dari 0,4% tahun 2001 menjadi 1,8% pada

tahun 2004.

Departemen Kesehatan memperkirakan total perokok aktif Indonesia telah

mencapai 70% atau berjumlah 141,44 juta dari total jumlah penduduk secara

keseluruhan. Melakukan aktivitas fisik serta mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan

hanya 60%. Indikator PHBS secara nasional masih belum menunjukkan angka yang

diharapkan (Depkes RI, 2005).

Propinsi Sumatera Utara tahun 2007 untuk cakupan PHBS dalam rumah

tangga masih sebesar 55,32%, masih di bawah target cakupan 65% yang harus

dicapai tahun 2010.

Data Survei Kesehatan Daerah (Surkesda) Kabupaten Serdang Bedagai tahun

(19)

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 57,2%, target tahun 2010 (90%).

2. ASI Eksklusif 42,31%, (80%).

3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat 31,6%, (80%).

4. Ketersediaan air bersih 63,2%, (85%).

5. Ketersediaan jamban sehat 68,2%, (85%).

6. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni 43,21%, (65%).

7. Lantai rumah bukan tanah 94,2%, (65%).

8. Tidak merokok di dalam rumah 7,32%, (65%).

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari 26,5%, (65%).

10.Kebiasaan makan buah dan sayur setiap hari 15,2%, (65%).

Kesimpulannya cakupan indikator PHBS Kabupaten Serdang Bedagai belum

mencapai target Standar Pelayanan Minimal yang harus dipenuhi tahun 2010 sesuai

Kepmenkes Nomor 1091/MENKES/SK/X/2004.

Salah satu dari tujuh belas Kecamatan di Serdang Bedagai, lima diantaranya

adalah kecamatan wilayah pantai yang umumnya rendah kesehatan lingkungan,

kesulitan air bersih, jarang menggunakan jamban karena lebih mudah menjangkau

pinggir pantai. Fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Puskesmas

Pembantu mencukupi dan mudah diakses, tetapi tidak termanfaatkan secara optimal.

Masyarakat sangat kurang partisipatif dalam program kesehatan dan tidak

memanfaatkan pelayanan posyandu.

Kecamatan Tanjung Beringin merupakan kecamatan paling rendah cakupan

(20)

hanya 42,9% dari 2.861 rumah tangga yang diperiksa. Sumber air bersih dari air

sumur terlindung 39%. Kepesertaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat

12,8%. Keadaan ini menunjukkan bahwa Kecamatan Tanjung Beringin masih

menjadi masalah utama dalam pencapaian program PHBS (Surkesda Serdang

Bedagai, 2006).

Berdasarkan sosio demografi dan budaya, Kecamatan Tanjung Beringin

berpenduduk 36.066 jiwa, dengan luas wilayah 74,170 km2 dan 8124 RT. Sejumlah

23.251 jiwa adalah warga miskin (64,46%) yang menjadi peserta Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).

Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Tanjung Beringin sebagian besar

adalah nelayan tradisionil (52,6%), petani 42,4%, pegawai instansi 3,5% dan lain-lain

sebesar 1,5%.

Perbandingan suku yaitu Melayu (61,21%), Jawa (16,89%), Banjar (11,58%)

dan suku Batak (10,32%).

Desa Bagan Kuala merupakan desa yang berada dibibir pantai. Transportasi

dianggap sulit bagi penduduk Desa Bagan Kuala. Jarak desa ke ibukota Kecamatan

Pekan Tanjung Beringin 10 kilometer, sarana jalan rusak karena pasang surut air dan

mahalnya ongkos transportasi. Kebanyakan anak usia sekolah memilih putus sekolah

karena alasan ekonomi.

Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah nelayan tradisionil (67.2%)

atau 122 KK dari 180 kepala keluarga. Sembilan puluh delapan persen bersuku

(21)

Data laporan tahunan puskesmas pembantu Bagan Kuala tahun 2007 terjadi

Kejadian Luar Biasa (KLB) campak, keracunan makanan karena ubi beracun,

persalinan masih ada yang ditolong dukun beranak.

Wawancara peneliti kepada beberapa warga diketahui alasan mengapa tidak

perlu tenaga kesehatan adalah umumnya persalinan seorang ibu mereka anggap

normal sehingga tidak harus ke bidan desa.

Alasan yang lain karena menghormati pendapat orang tua, kebiasaan turun

temurun dan terakhir masalah ekonomi. Tidak aktifnya kegiatan posyandu berdampak

kepada masih rendahnya pencapaian target imunisasi dan tingginya angka drop out.

Data laporan gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai 2007,

dijumpai gizi kurang sebanyak 12 balita dari 188 balita, padahal nelayan selalu

membawa hasil tangkapan ikan segar dari laut untuk konsumsi keluarga. Tidak

dikenal ASI Eksklusif, apalagi pelaksanaannya.

Sepuluh besar penyakit di Desa Bagan Kuala ditemukan angka diare, ISPA,

penyakit kulit, bronchitis, malaria, hipertensi dan TB Paru, gastritis dan rematik.

Kehidupan nelayan di Desa Bagan Kuala secara sosial ekonomi hidup

bergantung dari hasil tangkapan ikan. Rata-rata nelayan berpendidikan rendah dan

berpenghasilan pas-pasan. Dalam hal menangkap ikan, walaupun menggunakan bot

bermesin, nelayan (masyarakat Melayu pesisir) lebih menyukai alat penangkap ikan

yang lebih bersifat menunggu ikan seperti jaring, tukah, pancing mengikuti sifat

(22)

di laut dalam. Nelayan masih bergantung kepada alam pasang surut air, edaran bulan

dan tanda-tanda alam (Basyarsyah II, dkk, 2002).

Menurut Kusnadi 2003, masyarakat pesisir pantai secara umum merupakan

nelayan tradisional dengan penghasilan pas-pasan dan tergolong keluarga miskin

yang disebabkan faktor alamiah, yaitu semata-mata bergantung pada hasil tangkapan

dan musim. Faktor nonalamiah adalah keterbatasan teknologi alat penangkap ikan,

sehingga berpengaruh terhadap pendapatan keluarga.

Dalam profil kecamatan 2007 kategori keluarga menurut alasan ekonomi,

Desa Bagan Kuala terdiri dari 126 keluarga PraKS, 99 keluarga KS I, 6 keluarga KS

II, 3 keluarga KS III.

Berdasarkan hasil survei awal, di Desa Bagan Kuala, dari 30 rumah tangga

yang diobservasi, hanya 1 rumah tangga yang mempunyai jamban keluarga (3,33%).

Tidak mempunyai saluran pembuangan air limbah yang memadai (tidak ada septik

tank) sehingga belum dapat dikatakan jamban sehat.

Desa Bagan Kuala terdiri dari tiga dusun. Setiap dusun ada satu sumur bor

yang dibangun pemerintah. Warga menggunakannya secara bersama untuk sumber

air minum, mandi, mencuci, dan untuk persediaan air di rumah tangga

masing-masing. Tiap KK tidak punya sumur/kamar mandi yang memadai. Secara umum

saluran pembuangan air limbah hanya berbentuk selokan dan tergenang, atau

mengalirkannya ke sungai kecil dan langsung ke laut. Tidak terlihat tempat

(23)

Konstruksi rumah sebagian besar masih beratap rumbia dan seng. Lantai

rumah dari papan (Rumah Panggung) 50%, berlantai tanah 43%, sedangkan lantai

bukan tanah adalah sisanya, serta tidak mempunyai ventilasi yang cukup.

Satu rumah tinggal dapat dihuni lebih dari satu kepala keluarga. Alasan tidak

tinggal menetap atau menumpang sementara karena tergantung musim ikan atau

datangnya angin barat. Sehingga kesesuaian lantai dengan jumlah penghuni

menjadikan ruangan tidak cukup pertukaran udara pada saat berkumpul untuk tidur

dan istirahat. Keadaan tersebut mencerminkan bahwa upaya perilaku hidup bersih dan

sehat masih sangat kurang di Desa Bagan Kuala.

Wawancara dengan penduduk mengenai peran petugas Puskesmas Tanjung

Beringin diketahui bahwa petugas (Kepala Puskesmas Pembantu dan satu orang

bidan desa) aktif di pelayanan kesehatan. Biaya pemeriksaan kehamilan, persalinan

dan pengobatan terjangkau. Dari wawancara dengan petugas kesehatan diketahui

bahwa petugas sesuai jadwal mengadakan penyuluhan tentang perilaku hidup bersih

dan sehat disela-sela mengadakan pelayanan pengobatan gratis bagi penduduk dalam

rangka Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKM).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat merupakan salah satu bentuk tindakan atau

kegiatan sehari-hari individu, keluarga dan masyarakat yang tercermin dalam pola

hidup dalam menjaga kesehatannya. Upaya promosi kesehatan tentang PHBS telah

dilakukan oleh petugas puskesmas. Hal ini menurut peneliti, masyarakat nelayan

menganggap bahwa PHBS bukan merupakan suatu kebutuhan utama bagi mereka,

(24)

Terlihat seolah-olah mereka cenderung tidak peduli terhadap kondisi rumah

sebagai tempat tinggal yang tidak sehat, kesehatan ibu dan bayinya, kesehatan balita,

sanitasi lingkungan dan kebersihan diri (personal hygiene). Mereka cenderung lebih

memikirkan kebutuhan ekonomi, memenuhi kebutuhan sandang dan pangan keluarga.

Anak-anak usia sekolah banyak yang putus sekolah dasar dan umumnya jarang

menamatkan Sekolah Menengah Pertama, karena alasan ekonomi.

Peran dukungan sosial dari kepala keluarga dan tokoh masyarakat tentang

perilaku hidup bersih dan sehat dianggap peneliti kurang mendukung

dilaksanakannya PHBS. Menurut petugas kesehatan sulit mengajak para ibu rumah

tangga untuk datang pada jadwal posyandu. Datang untuk menimbang balita

di kegiatan posyandu dianggap tidak ada artinya. Banyak menolak imunisasi dengan

alasan bayi atau balita menjadi demam setelah imunisasi. Akibatnya ibu menjadi

sasaran marah mertua, dan suaminya bila demam tersebut karena efek samping

imunisasi.

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) di desa pada saat posyandu hanya

menjadi semangat semu bagi para ibu untuk datang. Kebanyakan para ibu membawa

bayi dan balita hanya untuk penimbangan saja tetapi tetap menolak diimunisasi

(25)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh persepsi dan dukungan

sosial terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada masyarakat nelayan di Desa

Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai.

Seberapa besar pengaruh persepsi dan dukungan sosial membentuk Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat yang lebih baik bagi masyarakat nelayan di Desa Bagan

Kuala. Dukungan sosial yang bagaimana sebaiknya dapat mengubah perilaku

masyarakat Desa Bagan Kuala dari “tahu” menjadi “mau” dan “mampu” untuk

terlaksananya PHBS.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh persepsi dan

dukungan sosial terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada masyarakat nelayan

Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai.

Seberapa besar pengaruh persepsi dan dukungan sosial pada masyarakat nelayan

di Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai

(26)

1.4. Hipotesis Penelitian

Persepsi dan dukungan sosial berpengaruh terhadap Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat pada masyarakat nelayan di Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung

Beringin Kabupaten Serdang Bedagai.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Membantu memecahkan masalah dan mengantisipasi masalah tentang PHBS

masyarakat nelayan di Desa Bagan Kuala dan mudah-mudahan menjadi

masukan bagi Kepala Puskesmas Tanjung Beringin dalam merumuskan

strategi peningkatan PHBS bagi masyarakat nelayan melalui program Promosi

Kesehatan.

2. Memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai

dalam perencanaan peningkatan derajat kesehatan masyarakat nelayan

di wilayah kecamatan pantai khususnya. Melalui Program PHBS dan

pemberdayaan masyarakat nelayan merujuk kepada akar budaya dan sosial

masyarakat pantai.

3. Memberikan masukan, kontribusi yang positif, kepada Dinas Sosial

Kabupaten Serdang Bedagai dalam peningkatan kesejahteraan hidup

masyarakat nelayan khususnya dalam perencanaan pembangunan rumah layak

huni bagi masyarakat pesisir pantai dan membantu adanya wadah wirausaha

(27)

4. Bagi Program Studi Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Universitas Sumatera Utara merupakan tambahan kekayaan penelitian, untuk

dapat dipergunakan dan dikembangkan.

5. Bagi peneliti sendiri sesungguhnya bermanfaat meningkatkan pengetahuan

dan pemahaman dalam pelaksanaan suatu kebijakan kesehatan yang

ditetapkan dan bagaimana suatu kebijakan dalam bidang kesehatan dalam

pelaksanaannya mendapat kendala dikaji dari teori yang ada.

6. Mudah-mudahan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang

berminat mengadakan penelitian yang berkaitan dengan bidang administrasi

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

PHBS adalah upaya memberikan pengalaman belajar bagi perorangan,

keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi,

memberikan informasi dan melakukan edukasi, guna meningkatkan pengetahuan,

sikap dan perilaku, melalui pendekatan Advokasi, Bina Suasana (SocialSupport) dan

Gerakan Masyarakat (Empowerment) sehingga dapat menerapkan cara-cara hidup

sehat, dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat

(Depkes RI 2006).

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang

dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan

seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri dalam bidang kesehatan dan

berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan pribadi dan keluarga.

Adapun sasaran program PHBS tersebut mencakup lima tatanan, yaitu:

tatanan rumah tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat umum dan sarana

kesehatan (Depkes RI, 2006).

Jenis kegiatan PHBS mencakup enam bidang yaitu: Bidang gizi, KIA

(Kesehatan Ibu dan Anak) dan KB (Keluarga Berencana), kesehatan lingkungan,

(29)

PHBS dalam bidang gizi adalah makan dengan gizi seimbang, minum tablet

besi selama hamil, memberi bayi ASI eksklusif, mengkonsumsi garam beryodium,

memberi bayi dan balita kapsul vitamin A.

PHBS bidang KIA dan KB adalah memeriksa kehamilan, persalinan ditolong

tenaga kesehatan, menimbang balita setiap bulan, mengimunisasi lengkap bayi, ikut

Keluarga Berencana, makan makanan bergizi dan ibu hamil tidak merokok.

PHBS bidang kesehatan lingkungan misalnya cuci tangan dengan sabun dan

air setelah buang air besar, menghuni rumah sehat, memiliki akses dan menggunakan

jamban, memberantas jentik nyamuk, membuang sampah ditempat sampah dan

mencuci tangan.

PHBS bidang pemeliharaan kesehatan, misalnya: memiliki jaminan

pemeliharaan kesehatan, aktif mengurus Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat

(UKBM)/sebagai kader, memanfaatkan puskesmas/sarana kesehatan.

PHBS bidang gaya hidup sehat, misalnya: tidak merokok di dalam rumah,

melakukan aktivitas fisik/olah raga setiap hari, makan sayur dan buah-buahan setiap

hari.

PHBS bidang obat dan farmasi, misalnya: memiliki tanaman obat keluarga,

tidak menggunakan napza, menggunakan obat generik, jauhkan anak dari

(30)

Tujuan PHBS di rumah tangga adalah:

1. Meningkatkan dukungan dan peran aktif petugas kesehatan, petugas lintas

sektor, media massa, organisasi masyarakat, LSM, tokoh masyarakat, tim

penggerak PKK dan dunia usaha dalam pembinaan PHBS di rumah tangga.

2. Meningkatkan kemampuan keluarga untuk melaksanakan PHBS dan berperan

aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat.

Sasaran PHBS dalam tatanan rumah tangga adalah seluruh anggota keluarga,

yaitu: pasangan usia subur, ibu hamil dan atau ibu menyusui, anak dan remaja, usia

lanjut dan pengasuh anak (Depkes RI, 2006). Penilaian rumah tangga sehat digunakan

sepuluh alat ukur (indikator) PHBS yang terdiri dari tujuh indikator PHBS dan tiga

indikator Gerakan Hidup Sehat (GHS).

Indikator PHBS tatanan rumah tangga:

1.Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.

Pertolongan pertama pada persalinan balita termuda dalam rumah tangga

dilakukan oleh tenaga kesehatan yaitu dokter, bidan dan paramedis lainnya.

2. Bayi diberi ASI Eksklusif.

Adalah bayi termuda usia 0-6 bulan mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6

(31)

3. Mempunyai Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

Anggota-anggota rumah tangga mempunyai pembiayaan praupaya kesehatan

seperti Askes, kartu sehat, dana sehat, Jamsostek, asuransi perusahaan dan

lain-lain.

4. Ketersediaan air bersih.

Rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih dan menggunakannya

untuk kebutuhan sehari-hari yang berasal dari air dalam kemasan, air leding, air

pompa, sumur terlindung, mata air terlindung dan penampungan air hujan.

Sumber air pompa, sumur gali dan mata air terlindung berjarak minimal sepuluh

meter dari tempat penampungan kotoran atau limbah.

5. Ketersediaan jamban sehat.

Rumah tangga yang memiliki atau menggunakan jamban leher angsa dengan

tangki septik atau lubang penampungan kotoran sebagai pembuangan akhir.

6. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni.

Rumah tangga yang mempunyai luas lantai rumah yang ditempati dan

digunakan untuk keperluan sehari-hari dibagi dengan jumlah penghuni (9m2 per

orang).

7. Lantai rumah bukan tanah.

Tangga yang mempunyai rumah dengan bagian bawah/dasar/alas terbuat dari

(32)

8. Tidak merokok di dalam rumah.

Penduduk/anggota rumah tangga umur sepuluh tahun keatas tidak merokok

di dalam rumah selama ketika berada bersama anggota keluarga lainnya selama

satu bulan terakhir.

9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari, adalah penduduk/anggota keluarga umur

sepuluh tahun keatas dalam satu minggu terakhir melakukan aktivitas fisik

(sedang maupun berat) minimal tiga puluh menit setiap hari.

10.Makan buah dan sayur setiap hari, adalah anggota rumah tangga umur 10 tahun

keatas yang mengkonsumsi minimal 3 porsi buah dan 2 porsi sayuran atau

sebaliknya setiap hari dalam 1 minggu terakhir.

Indikator dari nomor satu sampai nomor tujuh adalah tujuh indikator dan

definisi operasional PHBS, sedangkan nomor delapan sampai dengan sepuluh

adalah indikator Gerakan Hidup Sehat (GHS).

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi PHBS

Perilaku kesehatan, ada tiga teori yang sering menjadi acuan dalam

penelitian-penelitian kesehatan masyarakat. Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmojo

(2005), perilaku manusia dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh dua faktor pokok

yaitu faktor perilaku (behavioral factors) dan faktor non-perilaku (non behavioral

(33)

Lawrence Green menganalisis bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh

tiga faktor utama, yaitu:

a. Faktor Predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain

pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang

memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud

dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk

terjadinya perilaku kesehatan.

c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors),adalah faktor-faktor yang mendorong

dan memperkuat terjadinya perilaku.

Pada saat promosi kesehatan digencarkan aksinya melalui pemberdayaan

masyarakat bahwa petugas kesehatan membekali sasaran kesehatan (masyarakat)

dengan pengetahuan/informasi yang bermanfaat bagaimana untuk sehat, dan walau

ketersediaan sarana kesehatan memadai, tetapi tetap diperlukan dukungan dari

masyarakat itu sendiri.

Snehandu B. Karr dalam Notoatmojo (2005), mengidentifikasi adanya lima

determinan perilaku, yaitu:

1. Adanya niat, (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan objek atau

stimulus diluar dirinya.

2. Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support). Di dalam

(34)

legitimasi dari masyarakat sekitarnya. Apabila perilaku tersebut bertentangan

atau tidak memperoleh dukungan dari masyarakat, maka ia akan merasa

kurang atau tidak nyaman, paling tidak untuk berperilaku kesehatan tidak

menjadi gunjingan atau bahan pembicaraan masyarakat.

3. Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah tersedianya

informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan diambil seseorang.

4. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personnal outonomi) untuk

mengambil keputusan. Di Indonesia, terutama ibu-ibu, kebebasan pribadinya

masih terbatas, terutama lagi di pedesaan. Seorang istri dalam mengambil

keputusan masih sangat bergantung kepada suami.

5. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation). Untuk

bertindak apapun memang diperlukan kondisi dan situasi yang tepat. Kondisi

dan situasi yang tepat mempunyai pengertian yang luas, baik fasilitas yang

tersedia serta kemampuan yang ada.

Untuk membangun rumah sehat misalnya, jelas sangat tergantung kepada

kondisi ekonomi dari orang yang bersangkutan. Meskipun faktor yang lain tidak ada

masalah, tetapi apabila kondisi dan situasinya tidak mendukung, maka perilaku

tersebut tidak akan terjadi.

WHO yang merumuskan determinan perilaku ini sangat sederhana. Dikatakan

(35)

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)

Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang atau lebih tepat

diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus,

merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku. Didasarkan

pertimbangan untung ruginya, manfaatnya dan sumber daya atau uang yang

tersedia dan sebagainya.

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai

(personnal references). Di dalam masyarakat, di mana sikap paternalistik

masih kuat, maka perubahan perilaku masyarakat bergantung acuan kepada

tokoh masyarakat setempat.

3. Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung terjadinya

perubahan perilaku. Dalam teori Green, sumber daya ini adalah sama dengan

faktor enabling (sarana, prasarana, fasilitas).

4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap

terbentuknya perilaku seseorang. Hal ini dapat kita lihat dari perilaku tiap-tiap

etnis berbeda-beda, karena memang masing-masing etnis mempunyai budaya

yang berbeda yang khas.

Dari uraian ketiga teori di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang

atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan dan dibentuk oleh pengetahuan yang

diterima. Kemudian timbul persepsi dari individu dan memunculkan sikap, niat,

keyakinan/kepercayaan, yang dapat memotivasi dan mewujudkan keinginan menjadi

(36)

Penguatan konsep mulai dari “tahu” menjadi “mau” dan “mampu”, akan

terlaksana apabila ada faktor eksternal yang turut mempengaruhi situasi di luar diri

individu seperti: dukungan sosial, fasilitas yang tersedia, sarana dan prasarana yang

mendukung.

Persepsi untuk proses perubahan perilaku menjadi Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat adalah penilaian suatu ide atau gagasan baru yang diperkenalkan kepada

individu dan diharapkan untuk diterima dan diproses oleh individu tersebut sehingga

memunculkan sikap individu menerima dan memformulasikan ide tersebut menurut

versi dirinya sendiri.

Perilaku hidup bersih dan sehat bukan hal yang baru bagi masyarakat.

Di tengah kecanggihan teknologi pada masa sekarang, informasi dan pengetahuan

mudah diakses masyarakat. PHBS adalah semua perilaku yang dapat menjadikan kita

hidup sehat. Hidup sehat tidak terbatas dengan melaksanakan sepuluh indikator saja.

Tetapi indikator dengan sepuluh perilaku adalah yang dipilih sebagai

penilaian apakah masyarakat sudah berperilaku hidup bersih dan sehat dan perlu

dikembangkan di tengah masyarakat kita. Sepuluh indikator inilah yang dianggap hal

yang baru bagi masyarakat Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung Beringin.

Dari sepuluh Indikator PHBS yang dicanangkan Depkes RI, pentingnya

bersalin menggunakan tenaga kesehatan, program ASI Eksklusif apalagi Inisiasi

Menyusui Dini, jamban keluarga, kesesuaian lantai dengan jumlah penghuni dan

pentingnya olah raga serta makanan bervitamin dan berserat masih merupakan hal

(37)

Teori Rogers tentang difusi inovasi (1983), banyak dipergunakan dalam

penelitian bidang edukasi, antropologi, medikal sosiologi, marketing, geografi, dan

rural sosiologi. Dalam bidang Medikal sosiologi mulai digunakan tahun 1950an.

Studi inovasi mencakup penemuan obat-obat baru (new drugs), beberapa penemuan

kesehatan dan metode keluarga berencana (family planning) atau inovasi bidang

kesehatan seperti merebus air yang akan dikonsumsi (boiling water), memerangi

penggunaan susu botol pada bayi agar memilih air susu ibu (breast feeding) dan

lain-lain.

Alasan menggunakan teori Adopsi Inovasi adalah mengapa individu sudah

mendapatkan ide baru, gencar disemarakkan, tetapi justru sulit dilaksanakan atau

diberdayakan. Muncul kesenjangan tentang apa yang diketahui dengan pelaksanaan

(tindakan), dan butuh waktu yang lama bahwa inovasi akan diadopsi individu.

Pendidikan berupa informasi kesehatan yang seharusnya membawa perubahan gaya

hidup dan perilaku sehat menjadikan kehidupan lebih baik, terlihat diabaikan.

Arti inovasi sendiri adalah penemuan/ide yang membawa kemajuan,

perbaikan dalam suatu bidang.

Difusi adalah proses di mana inovasi disampaikan melalui komunikasi baik

melalui media khusus, yang sifatnya berulang-ulang kepada masyarakat.

Komunikasi adalah suatu proses di mana partisipan menerima dan

mengembangkan informasi kepada yang lain (bersifat dua arah). Dapat disimpulkan,

difusi adalah suatu bentuk yang spesial/komunikasi khusus menyampaikan pesan

(38)

Ada empat elemen difus, yaitu:

1. Inovasi (the innovation)

Sebuah inovasi adalah sebuah ide, praktik atau objek yang akan diterima oleh

individu bersifat masih baru. Penerimaan ide baru bagi individu akan

menimbulkan reaksi pada dirinya dan memang dianggap ide tersebut memang

baru didengar dan diketahui. Ini yang disebut inovasi.

2. Media komunikasi (Communication Channels)

Komunikasi adalah proses di mana partisipan berkreasi dan mengembangkan

atau berbagi informasi satu sama lain agar tercapai pengertian yang memadai.

Media komunikasi sendiri juga bisa diartikan sampainya pesan dari seseorang

ke orang lainnya (Interpersonal Channels). Dapat juga menggunakan media

seperti media massa, radio, televisi, dan lain-lain, yang jangkauannya luas.

Tetapi interpersonal chanel umumnya akan lebih efektif.

3. Waktu (Time)

Sebuah proses yang berjalan selama adopsi. Waktu adalah elemen terpenting

dalam difusi inovasi.

4. Sistem sosial (Social System)

Didefinisikan sebagai suatu bentuk unit interelasi yang berkaitan dan ikut

menyelesaikan masalah berkaitan dengan tujuan umum. Yang termasuk

sistem sosial adalah sekumpulan individu (masyarakat), kelompok informal,

(39)

Innovation Decision Process, sebagai proses yang dialami oleh seorang

individu, sejak menerima pengetahuan tentang suatu hal yang baru, membentuk sikap

(attitude) terhadap ide/inovasi, memutuskan menerima atau menolak ide baru itu,

kemudian mengimplementasikan ide baru, dan mengkonfirmasi keputusan tersebut.

Penduduk Desa Bagan Kuala rata-rata berpendidikan rendah. Wawancara

peneliti dengan beberapa ibu rumah tangga diketahui bahwa mereka menghabiskan

waktu tanpa ada kegiatan yang bermanfaat selain kegiatan rutin sebagai ibu rumah

tangga. Setiap sore selepas Ashar beberapa ibu rumah tangga sering berkumpul

sambil menunggu suami pulang dari laut.

Pada saat penyampaian informasi tentang PHBS oleh petugas kesehatan yang

didampingi oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa inovasi berupa ide baru seperti

sepuluh indikator PHBS sangat sulit diterima. Umumnya mereka baru mendengar

adanya sepuluh indikator yang isinya merupakan perilaku yang membawa mereka

hidup lebih sehat. Sementara anggapan mereka tanpa sepuluh indikator, mereka juga

sudah merasa sehat.

Menurut kesimpulan peneliti bahwa sebenarnya keinginan untuk

melaksanakan PHBS harus ada rasa akan kebutuhan tentang inovasi yang

disampaikan. Sementara selama ini saluran komunikasi yang menyangkut PHBS

sama sekali belum dapat dikatakan sumber pengetahuan yang memadai.

Informasi yang sampai tidak lengkap atau menurut mereka sulit dipahami.

Sebagian dari ibu rumah tangga mengatakan bahwa tidak mendapat manfaat dari apa

(40)

Sering pula hasil dari perilaku imunisasi membawa rasa “tidak

menyenangkan” bagi balitanya karena demam dan rewel. Akibatnya menimbulkan

pertentangan terhadap manfaat yang dirasakan.

Peran komunikasi/promosi kesehatan melalui petugas kesehatan pada situasi

ini diharapkan mampu mengatasi ketidakpuasan individu. Komunikasi harus

berkesinambungan dan terarah. Yaitu untuk memberikan informasi, motivasi, dan

edukasi kepada individu.

Proses pembuatan keputusan tentang inovasi ini menjadi lima tahap:

1. Individu menerima informasi dan pengetahuan berkaitan dengan suatu ide

baru (tahap knowledge).

Pengetahuan timbul ketika individu dipaparkan sebuah inovasi, baik

keberadaannya dan fungsinya sehingga menimbulkan minat individu ntuk

mengenal lebih jauh tentang objek tersebut.

Beberapa peneliti berkesimpulan bahwa individu memainkan peran pasif

dalam hal kesiapan pengetahuan tentang suatu inovasi. Kebanyakan

didapatkan dari faktor tak sengaja.

Keadaan yang dianggapnya tidak ada, tetapi sebenarnya ada suatu inovasi

di sana. Peran petugas, pesan-pesan yang disampaikan dan saluran

komunikasi merupakan media informasi.

2. Persuasion (persuasif), yaitu tahap di mana individu membentuk suatu sikap

merasa nyaman atau tidak nyaman terhadap inovasi. Pada tahap persuasif,

(41)

tahu ide-ide baru. Terjadi perilaku-perilaku penting “dimana” (where) mencari

informasi?, Apakah (what) sebenarnya pesan-pesan yang diterima atau

disampaikan? dan bagaimana (how) menginterpretasikannya.

Semua inovasi bersifat membawa rasa ketidakpastian bagi individu, yang

menurutnya hasilnya belum tentu sama seperti apa yang disampaikan.

Tahap ini dibutuhkan dukungan-dukungan sosial untuk membentuk

sikap-sikap mengarah kepada ide baru. Media massa merupakan sumber yang

sifatnya terlalu umum untuk sebuah informasi dalam membentuk tanggapan,

belum dapat membentuk kepercayaan terhadap inovasi.

Pada tahap persuasif dan khususnya tahap keputusan (decision), individu

termotivasi mencari informasi inovasi-evaluasi dengan maksud mengurangi

rasa ketidakpastian. Munculnya rasa ingin menjawab sendiri pertanyaan “Apa

konsekwensi dari inovasi?” dan “Apa untung ruginya bagi diri saya?”. Dalam

keadaan ini peran seseorang yang statusnya sama (dari kalangan status sosial

yang sama) dan pernah mencoba inovasi serta menyampaikan keuntungan dari

inovasi, akan lebih memotivasi membentuk keputusan bagi individu untuk

mengadopsi. Tahap persuasif membentuk sikap “adopsi” atau “menolak”.

3. Tahap Decision (keputusan), yaitu tahap di mana individu mengambil

keputusan berkaitan dengan aktivitas mengadopsi atau menolak. Pada saat

individu berada pada tahap melewati “innovation–decision process”, maka

(42)

ketidakpastian tentang apa yang diperolehnya dari inovasi yang diterimanya

(lebih bersifat aktif).

Potensial adopter dalam hal ini dimaksudkan bagi individu yang berminat

dengan pertimbangan apakah ide/inovasi ini lebih baik dari pada inovasi

sebelumnya. Di sini muncul rasa “menerima” (adoption) atau justru

“menolak” (rejection). Peran komunikasi berpengaruh penting pada tahap ini.

Media massa merupakan sumber dasar pembentukan pengetahuan, tetapi tidak

sebaik hasilnya dibanding pendekatan interpersonal.

Dapat dikatakan pendekatan interpersonal dicontohkan dengan anjuran kepala

keluarga, tetangga, teman dekat, petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan

lain-lain. Dukungan ditambah pengetahuan yang dianggap pasti dan

bermanfaat akan menjadi motivasi bagi individu untuk menerima inovasi.

Menurut Eveland, (1979) dalam kutipan Rogers, membagi penolakan

(rejection) menjadi dua tipe. Penolakan aktif dan Penolakan pasif. Penolakan

aktif (Active rejection) terdiri dari individu yang dikategorikan mencoba

memakai inovasi tetapi memutuskan tidak mengadopsi lagi. Penolakan pasif

(Passive rejection) adalah individu yang sama sekali tidak pernah

menggunakan inovasi.

4. Tahap Implementation (implementasi) yaitu tahap penggunaan atau tahap

perwujutan, yaitu individu menempatkan inovasi tersebut untuk dimanfaatkan

atau digunakan/dipraktikkan. Implementasi adalah suatu tahap yang harus

(43)

akan memunculkan pertanyaan “Dimana (Where) saya gunakan inovasi ini?”,

“Bagaimana (How) saya menggunakannya” dan “Apakah (What)

masalah-masalah yang muncul selama saya gunakan dan bagaimana mengatasinya?”.

Pada tahap ini individu bersifat aktif mencari informasi dan melakukan apa

yang menjadikannya dalam bentuk tindakan.

5. Tahap Confirmation (konfirmasi), yaitu tahap penguatan, di mana individu

telah memanfaatkan dan menggunakan inovasi, tetapi masih dapat berubah

jika terjadi masalah dalam penyampaian pesan, tidak puas akan hasil yang

diterima atau lebih digantikan dengan ide baru lainnya (inovasi terbaru).

Selama tahap konfirmasi, individu masih tetap membutuhkan pengukuhan

atau ketetapan untuk terus mengadopsi inovasi. Individu akan terus belajar

dan menghindari keadaan kesenjangan (dissonance).

Bila keadaan dissonance muncul, akan membuat individu tidak nyaman dan

berusaha mengurangi atau menghilangkan keadaan ini dengan cara menambah

(44)

Secara skematis, proses adopsi inovasi dapat dilihat pada Gambar 2.1:

Communication Channel

Sumber: Rogers, M, E, 1992

Gambar 2.1. Model Proses Adopsi-Inovasi

Karakteristik masyarakat nelayan di Desa Bagan Kuala Kecamatan Tanjung

Beringin diharapkan berperilaku hidup bersih dan sehat dengan sepuluh indikatornya.

Sepuluh indikator PHBS merupakan konsep baru bagi mereka. Hal tersebut tentunya

membutuhkan waktu yang relatif lama untuk merubah perilaku masyarakat nelayan,

karena mereka harus terlebih dahulu mengetahui tentang pentingnya PHBS,

syarat-syarat PHBS, sampai kepada perilaku melaksanakan PHBS agar menjadi kebutuhan

hidup sehari-hari pada masyarakat nelayan Desa Bagan Kuala.

Proses tersebut tidak terlepas dari persepsi mereka tentang PHBS dengan

sepuluh indikatornya, persepsi terhadap pentingnya PHBS, dengan faktor eksternal

Knowledge Persuasion Decision Implementation Confirmation

Continue

- Observability Rejection

Later Adoption

Discontinuance

(45)

berupa pengalaman, interaksi keluarga, interaksi sosial, penjelasan petugas kesehatan

dan sejauh apa minat individu mengadopsi.

Penerimaan (adopsi) seseorang terhadap hidup dengan melaksanakan PHBS

akan mendorong berpikir individu agar mengatasi kesenjangan yang ada. Sensitifitas

seseorang dalam mengenali pentingnya PHBS tidak sama, sehingga dalam

pengambilan keputusan untuk mengadopsinya menjadi bervariasi.

2.3. Karakteristik Masyarakat Nelayan

Karakteristik masyarakat nelayan secara geografis merupakan masyarakat

yang berdomisili di pesisir pantai, dan umumnya mempunyai plurarisme budaya.

Dilihat dari aspek demografi, umumnya merupakan penduduk yang mempunyai

pekerjaan sebagai pelaut (Kusnadi, 2002).

Dalam kebudayaan Melayu Sumatera Timur (Basyarsyah, dkk, 2002), Bagan

Kuala adalah termasuk pantai Sumatera Timur. Merupakan masyarakat Melayu yang

kuat memegang adat istiadat. Justru itu, masyarakat Melayu Sumatera Timur dalam

menjalani hidup mengikuti peraturan yang telah digariskan atau ketentuan alaminya.

Misalnya orang lelaki kewajibannya mencari nafkah memenuhi keperluan asas

keluarganya. Itu karena orang lelaki sesuai dengan kodrat mempunyai fisik yang kuat.

Bekerja mencari nafkah mesti bertenaga apalagi bekerja sebagai nelayan.

Oleh karena itu lelaki bertanggung jawab sebagai ketua keluarga bukan wanita.

Perkara tersebut sesuai dengan ajaran agama Islam, orang lelaki sebagai imam dan

(46)

anak, fungsinya sebagai suri rumah. Wanita lemah lembut sehingga bisa melayani

anak dan suami. Wanita lebih teliti dan cerewet, sehingga urusan rumah tangga

menjadi tanggung jawabnya.

Maka dalam proses sosialisasi anak-anak Melayu dalam komunitas Melayu

Pesisir Sumatera Timur telah dibedakan tugas dan kewajiban mengikut jenis kelamin

sejak kecil. Dalam hal menangkap ikan, walaupun menggunakan bot bermesin,

nelayan masyarakat Melayu Sumatera Timur masih bergantung kepada alam pasang

surut air, edaran bulan dan tanda-tanda alam.

Masyarakat Melayu Pesisir lebih menyukai alat menangkap ikan yang bersifat

menunggu ikan (alat penangkap ikan tradisionil). Menurut Chalida yang dikutip dari

Basyarsyah II, dkk, Masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur selalu menghindari

hal-hal yang cenderung kepada sikap yang radikal. Bagi mereka hidup bersifat

sementara, hidup yang kekal adalah akhirat. Segala kepastian adalah milik Allah

Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, bagi nelayan di dalam masyarakat Melayu

Pesisir Timur mencari ikan di laut bukanlah untuk kemewahan. Sesuatu yang

diperoleh mesti disyukuri dan tidak boleh tamak ataupun sombong, nafsu menguras

laut harus dikendalikan. Pandangan hidup yang seperti ini, dari positifnya menjadikan

masyarakat Melayu Sumatera Timur hidup damai, tetapi sebaliknya menimbulkan

kesan apatis yang melahirkan sifat menyerah kepada keadaan (Tarekat

Naksyabandiah).

Tarekat ini dibawa Abdul Wahab yang berasal dari Sumatera Timur dan

(47)

Walaupun orang Melayu Pesisir yang di kawasan nelayan pada umumnya

tidak menjadi ahli tarekat tersebut, tetapi sedikit banyak pengaruh Tarekat

Naksyabandiah jelas dalam sikap masyarakat yang menyerah kepada keadaan. Magis

(ilmu ghaib) dalam kehidupan Melayu Sumatera Timur mengenal adanya White

Magic. Mereka mengkategorikannya kepada magis putih yang bersifat produktif,

memberi faedah dan perlindungan dan kebahagiaan. Yaitu mengobati penyakit,

menolong orang bersalin dan mengurut.

Menurut Andiyan (2005) yang mengutip pendapat Satria (2002), bahwa

hubungan sosial masyarakat nelayan terkait dengan karakteristik sosial nelayan

tersebut. Karakteristik masyarakat nelayan dan petani berbeda secara sosiologi.

Masyarakat petani menghadapi sumberdaya terkontrol, yaitu lahan untuk produksi

suatu komoditas. Nelayan menghadapi sumberdaya yang bersifat terbuka dan

menyebabkan nelayan harus berpindah-pindah untuk memperoleh hasil maksimal.

Resiko pekerjaan yang relatif besar menyebabkan masyarakat nelayan memiliki

karakter keras, tegas, dan terbuka.

2.4. Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut di atas, maka peneliti dapat

merumuskan beberapa landasan teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat merupakan bentuk dari perilaku setiap anggota rumah tangga

(48)

dipengaruhi oleh persepsi, serta konsekuensi terhadap perubahan-perubahan sosial

dan inovasi.

Menurut Rogers (1983) decission-innovation process merupakan perwujudan

dari serangkaian proses sebelumnya yaitu diawali dari pengetahuan, kemudian

dilakukan persuasi (pendekatan) terhadap inovasi tersebut, kemudian diputuskan

untuk menggunakan inovasi tersebut, dan mulai diimplementasikan dalam

kehidupannya, dan masih terus disertai penambahan-penambahan informasi,

kegunaan, untung rugi dan pembaharuan inovasi akan berpengaruh pada tahap

(konfimasi).

Berkaitan dengan proses Perilaku Hidup Bersih dan Sehat juga merupakan

suatu inovasi yang dilalui oleh proses waktu yang panjang, selama ini konsep hidup

sehat telah dipropagandakan oleh petugas kesehatan melalui media massa,

penyuluhan di posyandu (promosi kesehatan), kemudian diterima oleh masyarakat

nelayan sebagai informasi yang benar-benar baru bagi mereka.

Masyarakat mengambil keputusan untuk mengadopsi konsep PHBS yang

tercermin dari indikator-indikator PHBS seperti hidup di dalam rumah yang sehat,

dengan memenuhi syarat-syarat rumah sehat, melakukan pemberian ASI secara

eksklusif, merubah perilaku buang air besar yang biasanya dilakukan di pinggir

pantai, menjadi buang air besar dalam jamban keluarga atau jamban umum,

menyediakan saluran pembuangan air limbah meskipun secara sederhana, serta

(49)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan rumusan teori tersebut, maka peneliti dapat merumuskan

kerangka konsep penelitian serta variabel-variabel yang akan diteliti, seperti pada

gambar berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Persepsi terhadap PHBS

Dukungan Sosial

(50)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survei dengan tipe

explanatory research untuk menjelaskan pengaruh persepsi dan dukungan sosial

terhadap perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat nelayan di Desa Bagan

Kuala Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Beringin, tepatnya di Desa

Bagan Kuala, berjarak 10 kilometer dari ibukota kecamatan. Merupakan daerah

pantai dan didominasi oleh nelayan tradisionil, dan berdasarkan hasil observasi

merupakan daerah dengan proporsi rumah sehat paling rendah, dan sanitasi

lingkungannya tidak memenuhi syarat kesehatan.

Penelitian ini membutuhkan waktu 11 (sebelas) bulan terhitung Maret 2008

sampai Januari 2009.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga yang

mempunyai balita di Desa Bagan Kuala sebanyak 95 ibu RT, dan seluruhnya menjadi

(51)

KK adalah nelayan. Sebanyak 105 KK mempunyai balita. Hanya 95 KK yang

dianggap penduduk menetap, sedangkan 10 KK merupakan penduduk yang

berpindah-pindah dari kecamatan ke kecamatan lain sesuai musim turun ke laut.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi:

Data primer, yaitu data yang diperoleh dengan cara wawancara dengan ibu

rumah tangga tentang persepsi mereka tentang PHBS, dan dukungan sosial yang telah

diberikan oleh suami, tokoh masyarakat, keluarga dan petugas kesehatan untuk

berPHBS. Observasi langsung rumah ke rumah berpedoman pada checklist tentang

kondisi rumah sehat. Kuesioner tersebut perlu dilakukan uji validitas dan reabilitas

alat ukur dan diuji cobakan pada 20 nelayan di Kecamatan Teluk Mengkudu.

Validitas alat ukur adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau

kesahihan sesuatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang

diteliti secara tepat.

Uji validitas instrumen penelitian yang digunakan adalah validitas konstruk

dengan mengetahui nilai total setiap item pada analisis reability yang tercantum pada

nilai correlation corrected item total. Suatu pertanyaan dikatakan valid atau

bermakna sebagai alat pengumpul data bila korelasi hasil hitung (r–hitung) lebih

besar dari angka kritik nilai korelasi (r-tabel), pada taraf signifikansi yang dipilih

(52)

Uji Reliabilitas bertujuan untuk melihat bahwa sesuatu instrumen cukup dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut

sudah baik. Apabila datanya memang benar dan sesuai kenyataan, maka berapa

kalipun diambil tetap akan sama. Teknik yang dipakai untuk menguji penelitian,

adalah adalah teknik Alpha Cronbach yaitu dengan menguji coba instrumen kepada

sekelompok responden pada satu kali pengukuran, juga pada taraf 5% (Riduwan,

2005). Nilai r-Tabel dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 20 orang adalah

sebesar 0,423, maka ketentuan dikatakan valid, dan realibel jika:

1. Nilai r-Hitung variabel ≥0,423 dikatakan valid dan relialibel.

2. Nilai r-Hitung variabel <0,423 dikatakan tidak valid dan relialibel.

Guna mendukung penelitian, maka diambil data sekunder yaitu data yang

dikumpulkan dari catatan dokumen perencanaan Dinas Kesehatan Serdang Bedagai

2008, dan cakupan pelayanan kesehatan di Dinas Kesehatan Serdang Bedagai, dan

Puskesmas Rawat Jalan Tanjung Beringin. Hasil pengujian dapat dilihat pada

Tabel 3.1.

(53)

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Item Pertanyaan Nilai Corrected Item Total

Persepsi 1

Nilai Alpha Cronbach 0,9957

Dukungan Sosial 1 Dukungan Sosial 2 Dukungan Sosial 3 Dukungan Sosial 4 Dukungan Sosial 5 Dukungan Sosial 6 Dukungan Sosial 7 Dukungan Sosial 8 Dukungan Sosial 9 Dukungan Sosial 10 Dukungan Sosial 11 Dukungan Sosial 12 Dukungan Sosial 13 Dukungan Sosial 14

0,8881

Nilai Alpha Cronbach 0,9907

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas pada variabel persepsi secara

keseluruhan item pertanyaan variabel persepsi juga dikatakan valid karena nilai item

corrected correlation itemnya dibawah nilai r-Tabel (<0,396), dan juga dikatakan

(54)

Dilihat dari variabel dukungan sosial secara keseluruhan item pertanyaan juga

dikatakan valid karena nilai item corrected correlation itemnya di bawah nilai r-Tabel

(0,396), dan juga dikatakan realibel dengan nilai alpha cronbach= 0,9907 yaitu

di bawah nilai r-Tabel (0,396).

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Independen

1. Persepsi adalah penilaian atau tanggapan responden terhadap pentingnya

PHBS.

2. Dukungan sosial adalah adanya interaksi sosial dalam bentuk dukungan dan

anjuran pentingnya PHBS dari kepala keluarga (suami), anggota keluarga dan

tokoh masyarakat di Desa Bagan Kuala.

3.5.2. Variabel Dependen

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah PHBS adalah suatu bentuk tindakan

dari ibu rumah tangga dan anggota keluarga berdasarkan indikator PHBS, yaitu:

a) Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.

b) Bayi diberi ASI eksklusif.

c) Mempunyai Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

d) Ketersediaan air bersih.

e) Ketersediaan jamban keluarga.

f) Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni (9 m2 per orang).

(55)

h) Tidak merokok di dalam rumah.

i) Melakukan aktivitas fisik setiap hari.

j) Makan buah dan sayur setiap hari.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Variabel Independen

1. Variabel Persepsi

Pengukuran variabel persepsi dilakukan dengan memberikan 32 (tiga puluh

dua) pertanyaan dalam kuesioner berdasarkan skala ordinal dengan alternatif

jawaban “a”, ”b” dan “c”, dengan ketentuan jika responden menjawab “a”

dikatakan benar diberi skor 3, dan jika responden menjawab “b” dan “c”

dikatakan “salah” diberi skor 1, kemudian variabel pengetahuan

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

a. Baik, jika responden menjawab dengan benar >75% dari total skor.

b. Sedang, jika responden menjawab dengan benar 45-75% dari total skor.

c. Kurang, jika responden menjawab dengan benar <45% dari total skor.

2. Variabel Dukungan Sosial

Untuk mengetahui pengetahuan responden dilakukan dengan memberikan 14

(empat belas) pertanyaan dalam kuesioner tertutup berdasarkan skala ordinal

dengan alternatif jawaban “ya” dan “tidak”, masing-masing diberi skor 2 jika

responden menjawab “ya” dan skor 1 jika responden menjawab “tidak”

(56)

a. Baik, jika responden menjawab sejumlah 7-14 jawaban (skor 13 – 28).

b. Kurang, jika responden menjawab sejumlah 1-6 jawaban (skor 1 – 12).

3.6.2. Variabel Independen

Pengukuran perilaku hidup bersih dan sehat responden dilakukan dengan

memberikan 10 (sepuluh) pertanyaan berdasarkan skala interval, dengan alternatif

jawaban “ya”, dan “tidak”, dan kemudian variabel PHBS dikategorikan menjadi tiga

kategori:

1. Tidak Sehat, jika responden menjawab Ya hanya 1 pertanyaan, dengan skor

= 1.

2. Sehat I, jika responden menjawab Ya 1-3 pertanyaan, dengan skor = 2-6.

3. Sehat II, jika responden menjawab Ya 4-6 pertanyaan, dengan skor = 7-12.

4. Sehat III, jika responden menjawab Ya 7-9 pertanyaan, dengan skor = 13-18.

5. Sehat IV, jika responden menjawab Ya 10 pertanyaan, dengan skor = 20.

Dengan perincian indikator pada tabel berikut:

Tabel 3.2. Indikator PHBS

Kategori Jlh

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

2. Bayi diberi ASI ekslusif

3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 4. Ketersediaan air bersih

5. Ketersediaan jamban sehat

6. Kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni

7. Lantai rumah bukan tanah 8. Tidak merokok di dalam rumah 9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari

10. Makan buah dan sayur setiap hari

Sehat IV 7-9 +

Dana Sehat

(57)

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji regresi linear berganda

untuk menganalisis pengaruh persepsi dan dukungan sosial terhadap perilaku hidup

bersih dan sehat pada tatanan rumah tangga di Desa Bagan Kuala Kecamatan

(58)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Bagan Kuala terdiri dari tiga dusun. Dusun 1 dan 2 lebih berdekatan dan

lebih mudah dijangkau dengan transportasi dibandingkan dusun 3 yang terpisah dan

sulit tranportasi.

Puskesmas pembantu Bagan Kuala dan posyandu berada di dusun 1. Dusun 3

yang terletak lebih jauh, biasanya dikunjungi petugas kesehatan setiap hari dengan

sepeda motor. Petugas kesehatan berjumlah 2 orang. Satu orang perawat dan satu

orang bidan desa.

Berdasarkan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas pembantu desa

Bagan Kuala sesuai laporan tahunan puskesmas tahun 2007, kunjungan rawat jalan

sebanyak 201 kunjungan. Pasien umum sebanyak 20 orang (9,95%) dan 181 pasien

menggunakan Jamkesmas (90,04%).

Berdasarkan sepuluh penyakit terbesar tahun 2007, Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA) sebanyak 20 kasus, disusul penyakit diare sebanyak 12 kasus yang

umumnya balita.

Usaha kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) di Desa Bagan Kuala hanya

terdapat satu posyandu Madya untuk tiga dusun yang dibuka sebulan sekali.

(59)

4.2. Karakteristik Responden

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik

No Karakteristik N %

4 Jumlah Anggota Keluarga

≤ 2 anak 24 25.3

> 2 anak 71 74.7

Total 95 100.0

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, menurut kelompok umur, mayoritas responden

berumur 33-41 tahun yaitu sebanyak 47 orang (49,5%). Mayoritas pendidikan

responden adalah hanya menamatkan Sekolah Dasar sebanyak 42 orang (44,2%) dari

95 responden. Berdasarkan jumlah tanggungan dalam keluarga ternyata sebanyak 71

(60)

4.3. Persepsi Responden tentang PHBS

Persepsi dalam penelitian ini adalah penilaian atau pandangan responden

tentang PHBS dan indikator-indikator yang termasuk dalam PHBS. Hasil penelitian

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

4.3.1. Indikator Persepsi Responden

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Indikator Persepsi tentang PHBS

Tidak Setuju

Kurang

Setuju Setuju Jumlah

No Indikator Persepsi

N % n % n % n % 7 Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan 51 53.7 20 21.1 24 25.3 95 100.0 8 Pencegahan Selama Hamil 52 54.7 24 25.3 19 20.0 95 100.0

22 Manfaat menggunakan kartu sehat

Gambar

Gambar 2.1. Model Proses Adopsi-Inovasi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Tabel 3.2. Indikator PHBS
+7

Referensi

Dokumen terkait

dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tentang Hasil Klasifikasi dan Pemeringkatan

kontemporer Manajemen strategik Perencanaan dan pembuatan keputusan Pengendalian manajemen dan pengendalian operasional Penyajian laporan keuangan sebagai dasar manajemen untuk

blhr.a berhubung mesatabaEn pembimbing Unil KctnLm Mrhr.is\ a (UK\4) Univcrsitas Ncgeri Yogyrkana trhun 2004 lelih lrrbrs diprndrng

Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa variabel disiplin kerja pegawai di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pasar Bayongbong Kabupaten Garut yang dilakukan kurang

Jawab soalan objektif dalam kertas jawapan objektif dan soalan subjektif di ruang yang disediakan.. Rajah yang mengiringi soalan tidak dilukiskan mengikut skala

Dari hasil pengelompokan habitat menggunakan derajat kesamaan Jaccard (Gambar 3) nampak bahwa lokasi atas air terjun terpisah menjadi zone tersendiri

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Media Video YouTube Terhadap Perilaku komunikasi Anak Usia Dini (Studi Korelasional pada Orangtua Murid di Taman Kanak-Kanak Kids R Us

Apakah menurut saudara setuju kepesertaan Bukan Penerima Upah dapat mendaftar sendiri langsung kekantor cabang BPJS Ketenagakerjaan atau mendaftar melalui