FUNGSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengaturan dan Pengawasan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengaturan dan pengawasan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan oleh Otoritas Jasa
Keuangan antara lain adalah:
1. Man (Manusia)
Man atau manusia dalam konteks ini mengacu pada pengawas yang bertugas dalam mengawasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
tersebut. Peran pengawas dalam suatu pengawasan sangatlah berpengaruh
dalam pencapaian tujuan akhir dari rencana atau perintah yang sudah
ditetapkan. Otoritas Jasa Keuangan yang berwenang untuk mengawasi Badan
125
Republik Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor:5/POJK.05/2013 tentang Pengawasan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Oleh Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 14.
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan tersebut harus memiliki
independensi yang tinggi dalam mengawasi dan memberi laporan dari hasil
pengawsannya kepada Otoritas Jasa Keuangan. Independensi berarti sikap
mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang lain, tidak
tergantung pada orang lain. Independensi dapat juga diartikan adanya
kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam
merumuskan dan menyatakan pendapatnya.126Indenpendensi merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dalam mendesain sebuah truktur
regulasi yang tepat untuk Indonesia, terutama Indepndensi dari pengaruh
politik kepentingan yang masih menjadi momok di Indonesia.127
Pengawas dalam suatu pengawasan harus profesional dalam menjalankan
pekerjaannya agar mencapai hasil yang sesuai dengan rencana yang semula
sudah ditetapkan. Profesionalisme dapat diukur dari kejujuran atau
independensi pengawas tersebut seperti yang sudah dijelaskan diatas. Selain
kejujuran, hal lain yang termasuk dalam profesionalisme adalah kedisplinan
pengawas tersebut dalam menjalankan pekerjaannya seperti disiplin waktu,
disiplin manajemen, dan lainnya. Disiplin waktu yang dimaksud adalah
pengawas dalam menjalankan pekerjaannya harus tepat waktu sesuai dengan
yang sudah direncanakan. Sedangkan disiplin manajemen ialah pengawas
dalam menjalankan pekerjaannya harus sesuai dengan prosedur-prosedur
yang sudah ditetapkan. Apabila dalam proses pengawasan tersebut ada hal
sekecil apapun yang kurang dari prosedur-prosedur yang sudah ditetapkan,
126
Mulyadi, Auditing. (edisi kelima, Salemba Empat : Jakarta, 1998), hlm.52 127
maka pengawas harus tetap mencari jalan keluar agar semua prosedur-
prosedur dapat terpenuhi.
2. Mean (Alat)
Mean atau alat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi berjalannya suatu pengawasan.128
3. Material (Objek)
Alat yang digunakan dalam pengawasan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ini misalnya komputer.
Komputer-komputer yang digunakan harus sesuai dengan standar yang sudah
ditetapkan, seperti software-software yang digunakannya harus memadai. Komputer-komputer yang digunakan harus dikontrol misalnya dalam jangka
waktu sekali dalam satu bulan untuk menghindari malfungsi yang
kemungkinan dapat terjadi dalam melakukan proses kinerja pengawasan
tersebut. Penggunaan alat tersebut juga harus dengan baik agar komputer-
komputer tersebut tidak mudah rusak atau mengalami kendala-kendala
lainnya yang dapat terjadi. Alat dalam menjalankan pengawasan sangat
berguna untuk menyimpan data-data yang dibutuhkan dalam menjalankan
pengawasan tersebut.
Selain komputer, alat-alat lain yang digunakan dalam menjalankan
pengawasan misalnya yaitu pena, pensil, buku catatan atau agenda,
penghapus, dan lain sebagainya. Pengawas dalam menjalankan pengawasan
tersebut harus menyediakan alat-alat tersebut untuk mencatat sementara atau
mendata laporan-laporan yang diperlukan dari hasil pengawasan tersebut.
128
Naomi Nasaria, “Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro Oleh Otoritas Jasa Keuangan”, Skripsi Sarjana (Jakarta: Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014), hlm.59
Material atau objek yang dimaksud disini adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan itu sendiri yang diawasi oleh Otoritas Jasa
Keuangan.129
4. Management (Pengelolaan)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan itu
sendiri merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengawasan
tersebut, dapat dilihat dari bagaimana badan ini beroperasi. Dalam beroperasi,
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan ini harus sesuai
dengan prosedur-prosedur yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undangnya.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam menjalankan
program tersebut harus dapat mencapai tujuan yang sudah direncanakan
semula yaitu salah satunya adalah menyejahterakan masyarakat miskin atau
berpenghasilan rendah.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan harus sungguh-sungguh dalam beroperasi seperti
memberikan jaminan sosial bidang ketenagakerjaan bagi seluruh pekerja di
Indonesia. Pekerja yang boleh menerima jaminan sosial bidang
ketenagakerjaan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
ialah pekerja yang telah mengikuti prosedur-prosedur yang telah ditetapkan
untuk mendaftar menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan tersebut agar dapat menghindari penyelewengan dana yang
kemungkinan dapat terjadi. Untuk itu dibutuhkan kesungguhan dan
keseriusan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam
menjalankan kegiatannya tersebut.
129
Pengelolaan juga merupakan faktor yang berpengaruh pada pengawasan.130 Yang dimaksud dari pengelolaan dalam konteks ini adalah pengelolaan yang
dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
tersebut dalam mengelola dana dalam meberikan jaminan sosial bagi peserta.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan harus dapat mengelola
dana dalam memberikan jaminan sosial bagi peserta agar dana yang
difasilitaskan tersebut dapat digunakan oleh peserta. Pengelolaan yang benar
dapat menghindari penyelewengan dana yang mungkin terjadi diantara badan
penyelenggara dan peserta yang mengklaim jaminan sosial tersebut.
130
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dalam tulisan ini maka
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan terhadap lembaga jasa keuangan
lainnya diatur dalam Pasal 6 – Pasal 9 Undang-Undang Otoritas Jasa
Keuangan. Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tersebut, Otoritas Jasa Keuangan
mempunyai wewenang utama untuk menetapkan pengaturan, menetapkan
kebijakan dan melakukan pengawasan terhadap semua aktifitas di sektor
keuangan terutama sektor lembaga jasa keuangan lainnya dengan
berdasarkan asas kepastian hukum, asas kepentingan umum, asas
keterbukaan, asas keterbukaan, asas profesionalitas, asas akuntabilitas.
Dalam melaksanakan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan bebas dari
campur tangan pihak lain, karena Otoritas Jasa Keuangan merupakan
lembaga yang independen.
2. Program Jaminan Sosial Nasional Bidang Ketenagakerjaan merupakan
bagian dari SJSN yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dengan mekanisme asuransi sosial yang
bersifat wajib (mandatory) berdasarkan UU SJSN. Manfaat Program Jaminan Sosial Nasional Bidang Ketenagakerjaan terhadap para
3. tercipta ketenangan kerja bagi pekerja/buruh, pengusaha dapat melakukan
perencanaan yang pasti untuk kesejahteraan pekerjanya, kepastian akan
perlindungan terhadap resiko-resiko dari pekerjaan terjamin, serta
terjaminnya kehidupan para pekerja setelah memasuki usia pensiun.
Pengawasan terhadap Program Jaminan Sosial Nasional Bidang
Ketenagakerjaan akan dilakukan oleh DJSN dan Lembaga Pengawas
Independen yaitu Otoritas Jasa Keuangan dan BPK. Karena dalam
pelaksanaan program jaminan sosial tersebut masih banyak potensi
kecurangan di sektor keuangan.
4. Pengawasan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Bidang
Ketenagakerjaan menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Undang-undang Nomor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor: 5/POJK.05/2013 tentang Pengawasan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Oleh Otoritas Jasa Keuangan memiliki
sinergi yang dapat dilihat dari pasal-pasal terkait pengawasan tersebut.
Uraian mengenai pasal-pasal pengawasan tersebut yang diuraikan
menunjukkan bahwa pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-undang
Badan Penyelenggara Jaminan Ketenagakerjaan berkaitan atau saling
dukung dengan pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-undang Otoritas
Jasa Keuangan serta Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. Dengan adanya
sinergi antara pengawasan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial maka
pengawasan tersebut diharapkan dapat berjalan sesuai dengan rencana
yang sudah ditetapkan agar tidak terjadinya perbuatan curang (fraud) dalam melaksanakan program yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dan juga agar tercapainya tujuan dari
BPJS Ketenagakerjaan yaitu menjamin kesejahteraan kehidupan seluruh
peserta (pekerja) di Indonesia.
B. Saran
1. OJK adalah lembaga independen yang bebas dari campur tangan
pemerintah dan pihak lain dalam menjalankan tugasnya. Tidak seharusnya
OJK memasukkan unsur ex-offcio dalam struktur keanggotaannya karena hal tersebut dapat mengganggu keindependensian OJK.
2. BPJS selaku penyelenggara program Jaminan Sosial Bidang
Ketenagakerjaan (JKK, JK, JHT, JP) hendaknya melakukan persiapan
lebih matang di segala lini terutama dalam pemberian uang santunan,
dana pensiunan, dan fasilitas kesehatan peserta untuk mencapai
keefektifitasan program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial juga harus membenahi administrasi
keuangan dan prosedur klaim yang membuat masyarakat merasa
dirugikan dan enggan untuk menggunakan layanan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
3. Walaupun Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan sudah mengatur
secara eksplisit mengenai wewenang Otoritas Jasa Keuangan dalam
mengawasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,Undang-undang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial juga harus mengatur secara spesifik
mengenai ruang lingkup pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dan DJSN
terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk menghindari
menghindari ada aspek yang tidak terawasi. Hal ini juga sangat penting