• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Ojk Dalam Melakukan Pengaturan Dan Pengawasan Terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fungsi Ojk Dalam Melakukan Pengaturan Dan Pengawasan Terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Chapter III V"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PROGRAM PENYELENGGARAAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL BIDANG KETENAGAKERJAAN

A. Pengertian Jaminan Sosial

Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk

menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang

layak. Jaminan sosial merupakan suatu sistem untuk mewujudkan kesejahteraan

dan memberikan rasa aman sepanjang hidup.55Jaminan sosial dapat diartikan secara luas dan dapat pula diartikan secara sempit. Dalam pengertiannya yang luas

jaminan sosial ini meliputi berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat

dan/atau pemerintah.56 Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui

oleh seluruh bangsa-bangsa di dunia termasuk di Indonesia. Negara ini didirikan

dengan cita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan sosial.

Kesejahteraan yang berkeadilan sosial itu dapat terwujud melalui pengembangan

sistem jaminan sosial.57

55

Kementrian Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Buku Tanya-Jawab Seputar Sistem Jaminan Sosial Nasional Bidang Ketenagakerjaan (SJSN-TK), (Jakarta, 2016), hlm.2.

56

H. Zaeni Asyhadie, S.H., M.Hum., Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm.26.

57

Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional, Mewujudkan Amanat Konstitusi, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2011), hlm.11.

Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah

dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial dibidang kesehatan

diantaranya adalah melalui PT. Askes (Persero) dan PT. Jamsostek (Persero) yang

(2)

swasta dan masyarakat miskin dan tidak mampu.58

1. Usaha-usaha yang berupa pencegahan dan pengembangan, yaitu usaha-usaha

di bidang kesehatan, keagamaan, keluarga berencana, pendidikan, bantuan

hukum, dan lain-lain yang dapat dikelompokkan dalam pelayanan sosial

(social service).

Usaha-usaha tersebut

seperti yang dikemukakan oleh Sentanoe Kertonegoro dikelompokkan dalam

empat kegiatan usaha utama, yaitu sebagai berikut:

2. Usaha-usaha yang berupa pemulihan dan penyembuhan, seperti bantuan

untuk bencana alam, lanjut usia, yatim piatu, penderita cacat dan berbagai

ketunaan yang dapat disebut sebagai bantuan sosial (social assistance).

3. Usaha-usaha yang berupa pembinaan, dalam bentuk perbaikan gizi,

perumahan, transmigrasi, koperasi, dan lain-lain yang dapat dikategorikan

sebagai sarana sosial (social infra structure).

4. Usaha-usaha dibidang perlindungan ketenagakerjaan yang khusus ditujukan

untuk masyarakat tenaga kerja yang merupakan inti tenaga pembangunan dan

selalu menghadapi resiko-resiko sosial ekonomis, digolongkan dalam

asuransi sosial (social insurance).

Keempat kegiatan usaha utama tersebut, kemudian oleh beliau

diaplikasikan dalam berbagai sistem jaminan sosial untuk mengatasi resiko

ekonomis. Sistem jaminan sosial tersebut adalah berupa:

a. Pencegahan dan penanggulangan;

b. Pelayanan dan tunjangan;

c. Bantuan sosial dan asuransi sosial;

58

(3)

d. Asuransi komersial dan asuransi sosial;

e. Peranggaran dan pendanaan.

Dalam penguraian selanjutnya, khusus dalam kaitannya dengan

ketenagakerjaan, kelima cara mengatasi resiko tersebut akan diuraikan sebagai

berikut:

1. Pencegahan dan Penanggulangan

a. Pencegahan

Pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya akibat resiko ekonomis

umumnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain sebagai berikut:59 1) Menjaga tingkat perekonomian yang tinggi. Artinya, pemerintah harus tetap

menjaga tingkat perekonomian agar tetap stabil guna mempertahankan

pendapatan perkapita penduduk (termasuk pekerja/buruh), atau daya beli

masyarakat. Dengan usaha ini setidak-tidaknya dapat mencegah akibat

resiko ekonomis

2) Meningkatkan keterampilan, keahlian, movasi, dan produktivitas

perorangan yang dalam bidang ketenagakerjaan cara ini termasuk

pembinaan keahlian dan kejuruan tenaga kerja atau pelatihan kerja.

3) Menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan,

seperti pemasangan pagar pengaman pada mesin-mesin, dan upaya-upaya

lain yang berkaitan dengan apa yang tercantum dalam peraturan

perundangan (dalam hal ketenagakerjaan maksudnya adalah UU No.13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Pencegahan jenis ini dalam hukum ketenagakerjaan bidang hubungan kerja

(hukum kerja) termasuk dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

59

(4)

b. Penanggulangan

Pencegahan terhadap resiko ekonomis dengan ketiga cara dalam (poin 1

sampai 2) di atas tidak selalu berhasil dengan memuaskan (100%). Karena yang

namanya ketidakpastian murni semuanya tidak pasti, resiko bisa saja datang

dengan sendirinya meskipun sudah ada pencegahan. Oleh karena itu, disamping

upaya pencegahan diperlukan lagi upaya lain yang disebut penanggulangan.

Penanggulangan dapat berupa penggantian terhadap biaya yang

dikeluarkan atau penghasilan yang terputus. Penggantian ini dapat berupa

pembayaran tunjangan, biaya pengobatan, dan pelayanan medis.

2. Pelayanan dan Tunjangan

Pelayanan dapat dilakukan dengan cara memberikan jasa-jasa dan barang,

misalnya jasa pemeriksaan dokter, perawatan rumah sakit, pemberian obat-obatan

ataupun alat-alat pengganti atau alat bantu dalam hal ada fisik yang cacat atau

berkurang fungsinya. Sementara itu, tunjangan dilakukan dengan cara

memberikan sejumlah uang tertentu untuk membayar jasa atau membeli barang

yang diperlukan.

3. Bantuan Sosial dan Asuransi Sosial

Bantuan Sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari

Pemerintah Daerah kepada individu, keluarga, kelompo dan/atau masyarakat yang

sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi

dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.60

60

Pengertian Bantuan Sosial dan Tata Cara Pengajuannya http://www.danasosialssm.com (diakses tanggal 24 Mei 2017).

Bantuan sosial juga merupakan usaha

(5)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).61

a. Seluruh pembiayaan ditanggung oleh pemerintah.

Dikatakan bersifat

fundamental karena resiko-resiko yang dicoba untuk diatasi melalui bantuan sosial

ini adalah resiko yang dirasakan oleh masyarakat umum (termasuk tenaga kerja

atau pekerja/buruh), seperti bencana alam, kelaparan, dan sebagainya.

Sifat pokok bantuan sosial ini dapat dikemukakan sebagai berikut:

b. Tidak ada iuran dari yang bersangkutan (masyarakat, atau

pekerja/buruh).

c. Tidak terbentuk dana karena pembiayaannya selalu dibebankan kepada

anggaran pemerintah.

d. Penerimaan jaminan diberikan sesuai dengan kebutuhan.

Sementara itu, sifat pokok asuransi sosial pada prinsipnya adalah

merupakan suatu usaha untuk mengatasi resiko ekonomis dengan cara

memperalihkan resiko tersebut kepada suatu perusahaan asuransi sosial.62

4. Asuransi Komersial dan Asuransi Sosial

Dengan

demikian, jika seseorang mengalami resiko, tanggung jawab untuk mengatasinya

atau setidak-tidaknya umtuk mengurangi akibat resiko tersebut beralih pada

perusahaan asuransi.

Selain melalui bantuan sosial atau dengan pendanaan dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penanggulangan resiko ekonomis juga

bisa dilakukan oleh yang bersngkutan dengan asuransi komersial, yaitu dengan

mempertanggungkan dirinya pada perusahaan-perusahaan asuransi komersial.

61

H. Zaeni Asyhadie, S.H., M.Hum., Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm.29

62

(6)

Perusahaan-perusahaan asuransi komersial umumnya diselenggarakan oleh badan

usaha yang lebih mementingkan profit/keuntungan daripada tujuannya untuk

mengatasi resiko ekonomis masyarakat atau tertanggung. Oleh karena itu,

diperlukan adanya asuransi sosial. Asuransi sosial sebagaimana ditetapkan dalam

Pasal 1 angka 3 UU SJSN, adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang

bersifat wajib dan berasal dari iuran guna memberikan perlindungn atas resiko

sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.63 5. Peranggaran dan Pendanaan

Penyelenggaraan program jaminan sosial sebagai salah satu usaha dalam

mengatasi resiko dapat pula dilakukan melalui penganggaran (penyediaan

anggaran) atau dapat juga melalui pendanaan (pemupukan dana).

Dengan cara penganggaran dananya akan berasal dari pemerintah yang

besarnya disesuaikan dengan jumlah yang diperlukan. Sementara itu, dengan cara

pendanaan, dananya akan berasal dari iuran peserta (berasal dari pekerja/buruh,

pengusaha dan bisa juga dari pemerintah).

Dengan mencakup usaha-usaha tersebut di atas, secara defenitif pengertian

jaminan sosial secara luas dapat dijumpai dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, Pasal 2 ayat (4)

sebagai berikut:

“Jaminan sosial sebagai perwujudan sekuritas sosial adalah selueuh sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga negara yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial”.64

63

Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Op.Cit, hlm.iii

64

(7)

Kemudian, Kenneth Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat

Jenderal International Security Assosiation (ISSA), dalam kuliahnya pada

Regional Training ISSA, Seminar tanggal 16 dan 17 Juni 1980 di Jakarta,

mengemukakan perumusan jaminan sosial sebagai berikut:

“Jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak. Adapun peristiwa-peristiwa yang biasanya dijaminkan oleh jaminan sosial adalah:

a. Kebutuhan akan pelayanan medis,

b. Tertundanya, hilangnya atau turunnya sebagian penghasilan yang disebabkan:

1) Sakit; 2) Hamil;

3) Kecelakaan kerja dan penyakit jabatan; 4) Hari tua;

5) Cacat;

6) Kematian pencari nafkah; 7) Pengangguran.

c. Tanggungjawab untuk keluarga dan anak-anak”.65

Berkaitan dengan masalah hubungan kerja, jaminan sosial bagi

pekerja/buruh diartikan secara sempit dapat dijumpai dalam berbagai kepustakaan

Huku m Kerja-Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja. Pengertian

jaminan sosial secara sempit dapat dijumpai dalam bukunya Iman Soepomo yang

merumuskan bahwa:

“Jaminan sosial adalah pembayaran yang diterima pihak buruh dalam hal

buruh di luar kesalahannya tidak melakukan pekerjaannya, jadi menjamin

65

(8)

kepastian pendapatan (income security) dalam hal buruh kehilangan upahnya karena alasan di luar kehendaknya.”66

B. Sejarah Terbentuknya Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan Bagi Pekerja

Kata “pembayaran” dalam defenisi Imam Soepomo di atas mengandung

makna bahwa pengertian yang dikemukakan oleh beliau sangatlah “sempit” jauh

dari apa yang sesungguhnya berkembang dalam praktik pemberian jaminan sosial

di Indonesia saat ini. Dalam perkembangannya sekarang, jaminan sosial bagi

pekerja/buruh bukan hanya berupa pembayaran saja, tetapi juga berupa pelayanan,

bantuan, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, dalam Pedoman Pelaksanaan Hubungan Indutrial

Pancasila (HIP), dirumuskan pengertian jaminan sosial secara luas sebagai

berikut:

“Jaminan Sosial adalah jaminan kemungkinan hilangnya pendapatan

pekerja sebagian atau seluruhnya atau bertambahnya pengeluaran karena resiko

sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia atau resiko sosial lainnya.”

Selanjutnya dalam Pasal 1 ke-1 UU Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan

Sosial Tenaga Kerja, pengertian jaminan sosial tenaga kerja dirumuskan sebagai

berikut:

“Jaminan Sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari peghasilan yang hilang atau berkurang dalam pelayanan sebagai akibat peristiwa yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.”

66

(9)

Dalam bukunya, Sentanoe Kertonegoro menguraikan sejarah terbentuknya

jaminan sosial bagi pekerja/buruh ini. Uraian tersebut oleh beliau dibagi dalam

beberapa tahap, namun dalam kaitannya dengan sejarah jaminan sosial bagi

pekerja/buruh di Indonesia akan diuraikan tiga tahap secara ringkas sebagai

berikut.

1. Tahap Permulaan

Gerakan jaminan sosial dimulai pada permulaan abad ke-19 di Eropa

Barat. Pada masa itu di negara-negara tersebut diberlakukan suatu peraturan

perundangan kemiskinan (poor laws) bagi orang-orang melarat, yang dengan peraturan tersebut orang-orang miskin, tanpa penghasilan sama sekali dapat

memperoleh bantuan dari pemerintah.

Peraturan perundangan kemiskinan ini pada mulanya dimaksudkan sebagai

alat untuk mencegah terjadinya kelaparan dan ketelantaran bagi orang-orang

miskin sehingga mengurangi terjadinya gejolak sosial. Namun, karenan

kebersamaan pada waktu itu, terjadi pula proses industrialisasi yang menimbulkan

golongan penduduk baru, yang terdiri dari para pekerja/buruh dengan upah yang

rendah, mengakibatkan peraturan poorlaws itu dituntut pula agar diberlakukan kepada mereka. Dengan diberlakukannya peraturan kemiskinan bagi kaum

pekerja/buruh ini, dimulailah momentum baru yang mendasari prinsip-prinsip

jaminan sosial bagi pekerja/buruh, yang peraturan perundangannya baru bisa

dibentuk beberapa tahun kemudian.

2. Masa Sebelum Asuransi Sosial

Dengan dimulainya tahap awal pelaksanaan jaminan sosial bagi

(10)

jaminan sosial bagi pekerja/buruh. Metode-metode tersebut adalah sebagai

berikut.

a. Metode Tabungan Kecil

Metode tabugan kecil pada prinsipnya adalah para pekerja/buruh dapat

menabung pada bank-bank pemerintah untuk mengatasi timbulnya resiko

ekonomis yang mungkin saja akan terjadi.

Namun demikian, dengan metode tabungan kecil prinsip jaminan sosial

tidak mencapai sasarannya karena hal-hal berikut:

1) Upah pekerja/buruh yang pada umumnya demikian kecil sehingga sulit

untuk disisihkan guna ditabung.

2) Resiko ekonomis sulit untuk diramalkan kapan datangnya sehinga bisa

saja terjadi pekerja/buruh yang baru hanya sedikit tabungannya resiko itu

bisa datang. Dalam keadaan demikian tabungan tidak bisa mengatasi atau

setidak-tidaknya mengurangi akibat resiko tersebut.

b. Metode Tanggung Jawab Pengusaha

Dengan metode ini, segala resiko kerja yang dialami oleh pekerja/buruh

sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengusaha (employer’s liability). Metode ini didasari atas prinsip, bahwa barangsiapa yang berani mempekerjakan tenaga

kerja (pekerja/buruh), dia harus berani pula menanggung resiko akibat

keberaniannya itu.

Resiko yang harus ditanggung oleh pengusaha adalah berupa kecelakaan

kerja yang dapat mengakibatkan pekerja/buruh menderita cacat atau meninggal

(11)

Metode tanggung jawab pengusaha mempunyai beberapa kelemahan, yaitu

sebagai berikut:67

1. Kemampuan pengusaha untuk memberikan jaminan sosial kepada

pekerja/buruhnya yang terkena resiko tergantung dari besar kecilnya

perusahaan.

Bagi pengusaha yang memiliki perusahaan yang besar bisa jadi akan

memberikan jaminan sosial yang besar, sedangkan bagi pengusaha

yang memiliki perusahaan yang kecil tentunya akan memberikan

jaminan sosial dari perusahaan yang besar. Hal ini tentunya akan dapat

menimbulkan “kecemburuan sosial” bagi mereka yang bekerja pada

perusahaan yang relatif kecil.

2. Metode tanggung jawab pengusaha umumnya dikaitkan dengan resiko

kecelakaan. Dengan demikian, resiko-resiko sosial dan/atau ekonomis

yang terjadi bukan disebabkan oleh kecelakaan tidak menjadi tanggung

jawab pengusaha.

3. Pekerja/buruh yang tertimpa kecelakaan biasanya diharuskan

mengajukan permohonan (klaim) atas tanggung jawab pengusaha.

Pengajuan permohonan bisa jadi akan menimbulkan rasa “segan” pada

pekerja/buruh atau justru karena sifatnya menuntut “hak”, bisa saja akan

menimbulkan keretakan pada hubungan kerja mereka.

Meskipun ada beberapa kelemahan dalam metode tanggung jawab

pengusaha ini, Indonesia pernah mempergunakannya berdasarkan UU Nomor 33

Tahun 1947 tentang Kecelakaan.

67

(12)

c. Metode Asuransi Komersial

Untuk meringankan beban pengusaha dalam melaksanakan tanggung

jawabnya (terhadap kewajiban untuk memberikan ganti kerugian atau jaminan)

kepada pekerja/buruhnya yang tertimpa kecelakaan, maka pada akhir abad ke-19

digunakan metode asuransi.

Pada mulanya metode ini hanyalah merupakan metode yang biasa, bahkan

dapat dikatakan primitif karena dengan metode ini awalnya para anggotanya

(pekerja/buruh) secara periodik dan teratur mengumpulkan uang untuk

memberikan bantuan pemeliharaan medis atau penguburan bagi para anggota

yang mengalami resiko.

Metode ini pada awalnya memang berhasil, namun lama kelamaan karena

adanya faktor manajemen yang tak teratur, sering jaminan yang dijanjikan tidak

terpenuhi. Oleh karena itu, pemerintah pada waktu itu turun tangan dengan

memberikan pengaturan, pengawasan dan pembatasan kegiatan pada usaha-usaha

yang dapat diajalankan secara efisien; sampai kemudian jadilah kelompok

masyarakat (pekerja/buruh) tersebut dikelola secara komesial.

Karena sudah bersifat komersial, sulit diharapkan metode ini akan

mencapai sasarannya dalam memberikan jaminan sosial karena hal-hal berikut:68 1) Besar preminya sudah tentu harus diperhitungkan sehingga dapat

menjaga stabilitas atau kelangsungan perusahaan

2) Tidak semua pekerja/buruh akan dapat dipertanggungkan pada

perusahaan asuransi komersial tersebut karena tertanggung harus

memenuhi syarat-syarat tertentu (tes kebutuhan) yang umumnya

68

(13)

menyangkut umur, kesehatan, serta jenis pekerjaan yang tidak

mengandung resiko serta klaim jaminan yang tinggi.

3) Jenis jaminan yang dapat dipertanggungkan tentunya juga terbatas,

dalam arti tidak semua resiko dapat dipertanggungkan, seperti

misalnya hari tua, kehamilan, kesehatan, dan sebagainya.

d. Metode Asuransi Sosial

Dengan adanya berbagai kelemahan metode-metode tersebut di atas,

negara Jerman di bawah pimpinan Bismark pada tahun 1880 membentuk suatu metode baru yang disebut asuransi sosial.

Jerman tampaknya menemukan metode yang tepat untuk meyelenggarakan

jaminan sosial karena tidak begitu terikat pada prinsip liberalisme ekonomi dan

laissez-faire seperti negara Eropa Barat lainnya, tetapi tetap dipengaruhi oleh tradisi Prusia yang berpaham otoritarian dan paternalistik.

Metode asuransi sosial ini ternyata merupakan metode yang mantap dan

baik dalam penyelenggaraan jaminan sosial bagi pekerja/buruh. Kelebihannya

adalah metode ini mengandung berbagai sifat utama, yaitu sebagai berikut:

a. Dibiayai dari iuran pekerja/buruh, pengusaha dan mungkin juga ada

bantuan iuran dari pemerintah.

b. Jaminan bagi pekerja/buruh dibayarkan berdasarkan iuran tersebut.

c. Hak pekerja/buruh didasarkan atas iurannya.

d. Tidak diperlukan adanya tes kebutuhan. Semua pekerja/buruh

berdasarkan peraturan perundnag-undangan dapat menjadi peserta

tanpa memandang kesehatan, umur, dan besarnya resiko tempatnya

(14)

Menyadari akan kelebihan metode asuransi sosial ini, Pemerintah

Republik Indonesia berkali-kali pernah mempergunakannya. Peraturan

perundang-undangan jaminan sosial bagi pekerja/buruh di Indonesia yang

menggunakan metode asuransi sosial adalah:

1. Peraturan Menteri Perburuhan No. 3 Tahun 1964 jo. No. 3 Tahun 1967

tentang Pertanggungan Sakit, Hamil, dan Bersalin (PERSA);

2. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial

Tenaga Kerja (ASTEK);

3. Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja (JAMSOSTEK).

Memerhatikan pihak yang wajib membayar iuran pada ketiga peraturan

perundangan di atas Peraturan Menteri Perburuhan No. 3 Tahun 1964 jo. No. 3

Tahun 1967 tentang Pertanggungan Sakit, Hamil, dan Bersalin (PERSA),

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja

(ASTEK), Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja (JAMSOSTEK), yang pada pokoknya sebagian besar iuran/preminya

ditanggung oleh pegusaha, maka dapat disimpulkan bahwa jaminan sosial bagi

pekerja/buruh di Indonesia tetap mengandung asas atau metode “Tanggung Jawab

Pengusaha”. Hanya saja, dengan ketiga peraturan perundang-undanga di atas,

tanggung jawab pengusaha dialihkan kepada badan penyelenggara yang

menyelenggarakan program peraturan tersebut. Artinya pengusaha yang

bertanggung jawab atas pekerja/buruh yang bekerja di perusahaannya diwajibkan

(15)

Dengan demikian, dari berbagai metode yang dijelaskan di atas, pada

prinsipnya Indonesia hanyalah mengenal metode tanggung jawab pengusaha, yang

mana metode ini pada akhirnya dilaksanakan dengan mekanisme asuransi, yaitu

asuransi sosial.

C. Tujuan dan Manfaat Jaminan Sosial Bagi Pekerja/Buruh

1. Tujuan

Dari beberapa defenisi jaminan sosial di atas dapat ditarik kesimpulan

bahwa tujuan jaminan sosial pada prinsipnya adalah:69

a. Sebagai sarana untuk memberikan perlindungan dasar bagi

pekerja/buruh guna mengatasi resiko-resiko ekonomis/sosial atau

peristiwa-peristiwa tertentu, seperti:

1) Kebutuhan akan pelayanan medis;

2) Tertundanya, hilangnya atau turunnya sebagian penghasilan yang

disebabkan karena:

a) Sakit;

b) Hamil;

c) Kecelakaan kerja dan penyakit jabatan;

d) Hari tua;

e) Cacat;

f) Kematian pencari nafkah.

3) Tanggung jawab untuk keluarga dan anak-anak.

b. Sebagai sarana untuk mencapai tujuan sosial dengan memberikan

ketenangan kerja bagi pekerja/buruh yang memiliki peranan besar bagi

pelaksana pembangunan.

69

(16)

2. Manfaat

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan dilaksanakannya

jaminan sosial bagi pekerja/buruh, yaitu sebagai berikut:70

a. Jaminan sosial menciptakan ketenangan kerja bagi pekerja/buruh dan

ketenangan berusaha bagi pengusaha sehingga mendorong terciptanya

produktivitas kerja.

b. Dengan adanya program jaminan sosial yang permanen, berarti

pengusaha dapat melakukan perencanaan yang pasti untuk

kesejahteraan pekerja/buruhnya, dimana biasanya

pengeluaran-pengeluaran untuk jaminan sosial ini bersifat mendadak sehingga tidak

bisa diperhitungkan terlebih dahulu.

c. Dengan adanya jaminan sosial, praktis akan menimbulkan ikatan bagi

pekerja/buruh untuk bekerja di perusahaan tersebut serta tidak

berpindah ke tempat lain.

d. Jaminan sosial juga akan ikut menciptakan ketenangan kerja serta

menciptakan hubungan yang positif antara pekerja/buruh dan

pengusaha. Hubungan yang positif ini sangat diperlukan untuk

kegairahan dan semangat kerja ke arah kenaikan produksi perusahaan

yang pada gilirannya akan menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab

dengan rasa ikut memiliki sebagaimana yang dikehendaki oleh

konsepsi Hubungan Industrial Pancasila.

e. Dengan adanya program jaminan sosial ini, kepastian akan

perlindungan terhadap resiko-resiko dari pekerjaan akan terjamin,

terutama untuk melindungi kelangsungan penghasilan pekerja/buruh

70

(17)

yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta

keluarganya.

f. Secara nasional jaminan sosial ini akan memberi kontribusi berikut:

1) Iuran selalu diterima beberapa tahun sebelum pembayaran jaminan

yang cukup besar karena adanya program berjangka panjang.

2) Dengan demikian, terjadinya pemupukan dana yang untuk

sementara sebelum digunakan untuk membayar jaminan, bisa

digunakan/dipinjam untuk dana pembangunan, baik sektoral

maupun regional. Pemupukan dana atau cadangan finansial ini

lama kelamaan akan semakin besar disebabkan karena hal-hal

berikut:

a) Pembayaran jaminan dalam jumlah yang besar biasanya baru

terjadi beberapa puluh tahun setelah terbentuknya program

tersebut.

b) Perkembangan industri akan meningkatkan kepesertaan dengan

bertambahnya jumlah perusahaan yang wajib ikut serta dalam

program tersebut.

c) Distribusi penduduk yang cenderung pada umur muda, seperti

di negara berkembang, akan memberikan peserta-peserta muda

yang lebih banyak daripada mereka yang segera berhak untuk

menerima jaminan.

Dengan demikian, tujuan dan manfaat jaminan sosial amat besar, baik bagi

(18)

pekerja/buruhnya dalam program jaminan sosial tenaga kerja, berarti pengusaha

telah bertindak:71

a. Melindungi pekerja/buruhnya sedemikian rupa dalam menghadapi

segala resiko yang mungkin saja terjadi, baik karena adanya peralatan

kerja yang serba modern dan mutakhir maupun karena penempatan

pekerja/buruh yang tidak pada tempatnya atau bukan keahliannya;

b. Mendidik para pekerja/buruhnya untuk berhemat atau menabung yang

dapat dinikmati sewaktu-waktu jika terjadi hal yang tidak diinginkan,

terutama dalam mengahadapi resiko hari tua atau pensiun;

c. Melindugi perusahaan dari keharusan memberikan jaminan sosial

(sesuai dengan prinsip tanggung jawab pengusaha) yang

kemugkinannya akan berjumlah besar karena resiko yang menimpa

beberapa pekerja/buruh sekaligus, dimana resiko ini tidak diharapkan

terjadinya;

d. Memberikan ketenangan kepada pekerja/buruh beserta keluarganya,

karena dengan terjadinya resiko yang tidak diharapkan, mereka akan

memperoleh jaminan yang memadai yang tidak sulit untuk

mengurusnya.

e. Dengan diikutsertakan pekerja/buruh dalam program jaminan sosial

tenaga kerja oleh pengusaha berarti pengusaha telah mencerminkan

iktikad baik untuk melaksanakan suatu hubungan kerja yang

berlandaskan nilai-nilai Pancasila.

71

(19)

Dampak semua tindakan pengusaha tersebut, para pekerja/buruh akan

terangsang untuk mewujudkan ketekunan dan kegairahan dalam bekerja sehingga

dengan demikian akan tercapai kelancaran roda perusahaan, keharmonisan dalam

hubungan kerja sebagaimana yang dikehendaki konsepsi “Hubungan Industrial

Pancasila”.

Jika apa yang dikembangkan dalam konsepsi Hubungan Industrial

Pancasila itu benar-benar berjalan dengan baik, pekerja/buruh bersama-sama

dengan pengusaha bisa menyatu sebagai satu kesatuan dan bertekad

bersama-sama bergotong-royong, bekerja keras dalam suasana kekeluargaan mensukseskan

misi perusahaan yang pada gilirannya akan meningkatkan pula kesejahteraan

pekerja/buruh.

Peranan pengusaha dalam memberikan atau mempertanggungkan

pekerja/buruh dalam program jaminan sosial tenaga kerja jelaslah sangat besar

karena pengusaha yang lebih dominan menentukan kebijaksanaanya dalam

menentukan arah jalannya “roda” perusahaan. Pengusaha yang bijaksana, yang

mengerti bahwa pekerja/buruh adalah partnernya dalam berusaha; yang mengerti

bahwa pekerja/buruh adalah “tulang punggung” perusahaan, yang telah

memberikan jasa dan pikirannya pada perusahaan tempatnya bekerja tentunya

akan memberikan penghargaan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan dengan

mempertanggungkannya dalam program jaminan sosial tenaga kerja.

D. Mekanisme Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan

(20)

BPJS Ketenagakerjaan adalah program pemerintah yang memberikan

jaminan sosial ekonomi kepada para pekerja yang bekerja di Indonesia, program

ini sebenarnya bukanlah program baru, tapi merupakan program peralihan dari

progam sebelumnya yaitu Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau lebih kita kenal

dengan JAMSOSTEK.72

a. Program jaminan hari tua (JHT)

Karena merupakan program peralihan dari jamsostek, program-program

BPJS ketenagakerjaan pun tidak jauh berbeda dengan program yang dimiliki oleh

jamsostek sebelumnya, namun memiliki sedikit perubahan yang meliputi:

b. Program Jaminan Pensiun (JP), ini merupakan program baru di bpjs

ketenagakerjaan yang sebelumnya tidak ada di jamsostek.

c. Program Jaminan Kematian (JKM)

d. Program jaminan kecelakaan kerja (JKK)

e. Sedangkan program Jaminan pelayanan kesehatan (JPK) yang sebelumnya

dimiliki oleh jamsostek sudah tidak lagi menjadi bagian dari progam bpjs

ketenagakerjaan, JPK saat ini sudah dialihkan menjadi BPJS kesehatan.

Secara lebih detail berikut adalah 4 program utama dari bpjs

ketenagakerjaan serta manfaat yang dapat diperoleh oleh pesertanya:

a. Program Jaminan Hari Tua (JHT)

JHT adalah salah satu program yang dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan

yang dapat memberikan jaminan sosial ekonomi salah satunya untuk pesertanya

ketika mereka menginjak masa tua.

72

Rizqia Khoirunisa, 4 Program Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) Serta

Manfaatnya,

(21)

Manfaat dari JHT adalah sebagai berikut :73

1) Pemberian uang tunai yang besarnya merupakan nilai akumulasi iuran

ditambah hasil pengembangannya, yang dibayarkan sekaligus apabila:

a) Peserta mencapai usia 56 tahun (usia pensiun)

b) Meninggal dunia

c) Cacat total tetap

d) Peserta resign atau di PHK dan tidak aktif bekerja

Hasil pengembangan JHT paling sedikit sebesar rata-rata bunga deposito

counter rate bank pemerintah.

2) Manfaat JHT sebelum mencapai usia 56 tahun dapat diambil sebagian jika

mencapai kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Diambil max 10 % dari total saldo sebagai persiapan usia pensiun

b) Diambil max 30% dari total saldo untuk uang perumahan

Pengambilan sebagian tersebut hanya dapat dilakukan sekali selama menjadi

peserta. Jika setelah mencapai usia 56 tahun peserta masih bekerja dan

memilih untuk menunda pembayaran JHT maka JHT dibayarkan saat yang

bersangkutan berhenti bekerja.

BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan informasi kepada peserta mengenai

besarnya saldo JHT beserta hasil pengembangannya 1 (satu) kali dalam

setahun.

73

Rizqia Khoirunisa, 4 Program Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) Serta

Manfaatnya,

(22)

Apabila peserta meninggal dunia, urutan ahli waris yang berhak atas manfaat

f) Pihak yang ditunjuk dalam wasiat

g) Apabila tidak ada ahli waris dan wasiat maka JHT dikembalikan ke Balai

Harta Peninggalan

Jika terjadi JHT kurang bayar akibat pelaporan upah yang tidak sesuai,

menjadi tanggungjawab perusahaan.

b. Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

JKK adalah salah satau program yang dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan

yang dapat memberikan perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan yang terjadi

dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari

rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh

lingkungan kerja.

Manfaat yang diberikan oleh jaminan kecelakaan kerja (JKK) antara lain

adalah sebagai berikut:75

1) Pelayanan Kesehatan Karena Resiko Kecelakaan

Pelayanan kesehatan (perawatan dan pengobatan), antara lain:

74

Rizqia Khoirunisa, 4 Program Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) Serta

Manfaatnya,

75

Rizqia Khoirunisa, 4 Program Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) Serta

Manfaatnya,

(23)

a) pemeriksaan dasar dan penunjang;

b) perawatan tingkat pertama dan lanjutan;

c) rawat inap dengan kelas ruang perawatan yang setara dengan kelas I

rumah sakit pemerintah;

d) perawatan intensif (HCU, ICCU, ICU);

e) penunjang diagnostic;

f) pengobatan dengan obat generik (diutamakan) dan/atau obat bermerk

(paten)

g) pelayanan khusus;

h) alat kesehatan dan implant;

i) jasa dokter/medis;

j) operasi;

k) transfusi darah (pelayanan darah); dan

l) rehabilitasi medik.

2) Santunan penggantian biaya pengangkutan

Perhitungan biaya transportasi untuk kasus kecelakaan kerja yang

menggunakan lebih dari satu jenis transportasi berhak atas biaya maksimal

dari masing-masing angkutan yang digunakan dan diganti sesuai

bukti/kuitansi dengan penjumlahan batasan maksimal dari semua jenis

transportasi yang digunakan.

Peserta yang mengalami kecelakaan kerja/penyakit akibat kerja, ke rumah

sakit dan/atau kerumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada

(24)

a) Angkutan darat/sungai/danau diganti maksimal Rp1.000.000,- (satu juta

rupiah).

b) Angkutan laut diganti maksimal Rp1.500.000 (satu setengah juta rupiah).

c) Angkutan udara diganti maksimal Rp2.500.000 (dua setengah juta rupiah).

3) Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (SSTMB)

Dibayarkan kepada pemberi kerja (sebagai pengganti upah yang diberikan

kepada tenaga kerja) selama peserta tidak mampu bekerja sampai peserta

dinyatakan sembuh atau cacat sebagian anatomis atau cacat sebagian fungsi

atau cacat total tetap atau meninggal dunia berdasarkan surat keterangan

dokter yang merawat dan/atau dokter penasehat.

Dengan perincian penggantian, sebagai berikut:

a) 6 (enam) bulan pertama diberikan sebesar 100% dari upah.

b) 6 (enam) bulan kedua diberikan sebesar 75% dari upah.

c) 6 (enam) bulan ketiga dan seterusnya diberikan sebesar 50% dari upah.

4) Santunan Kecelakaan

a) Cacat Sebagian Anatomis sebesar = % sesuai tabel x 80 x upah sebulan.

b) Cacat Sebagian Fungsi = % berkurangnya fungsi x % sesuai tabel x 80 x

upah sebulan.

c) Cacat Total Tetap = 70% x 80 x upah sebulan.

Dengan ketentuan:

a) Jenis dan besar persentase kecacatan dinyatakan oleh dokter yang merawat

atau dokter penasehat yang ditunjuk oleh Kementerian Ketenagakerjaan

(25)

b) Tabel kecacatan diatur dalam Lampiran III Peraturan Pemerintah No. 44

Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja

dan Jaminan Kematian.

5) Santunan kematian dan biaya pemakaman

a) Santunan Kematian sebesar = 60 % x 80 x upah sebulan, sekurang

kurangnya sebesar Jaminan Kematian.

b) Biaya Pemakaman Rp3.000.000,-.

c) Santunan berkala selama 24 bulan yang dapat dibayar sekaligus= 24 x

Rp200.000,- = Rp4.800.000,-.

6) Program Kembali Bekerja (Return to Work)

Berupa pendampingan kepada peserta yang mengalami kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja yang berpotensi mengalami kecacatan, mulai dari

peserta masuk perawatan di rumah sakit sampai peserta tersebut dapat

kembali bekerja.

Kegiatan Promotif dan Preventif untuk mendukung terwujudnya keselamatan

dan kesehatan kerja sehingga dapat menurunkan angka kecelakaan kerja dan

penyakit akibat kerja.

7) Rehabilitasi berupa alat bantu (Orthese)

dan/atau alat ganti (prothese) bagi Peserta yang anggota badannya hilang atau

tidak berfungsi akibat Kecelakaan Kerja untuk setiap kasus dengan patokan

harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Umum

Pemerintah ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut serta

biaya rehabilitasi medik.

(26)

bagi setiap peserta yang meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap

akibat kecelakaan kerja sebesar Rp12.000.000,- (dua belas juta rupiah) untuk

setiap peserta.Terdapat masa kadaluarsa klaim 2 tahun sejak kecelakaan

terjadi dan tidak dilaporkan oleh perusahaan.

c. Program Jaminan Kematian (JKM)

Salah satu program BPJS Ketenagakerjaan yang memberikan jaminan

kematian kepada setiap pesertanya jika meninggal dunia. Beberapa manfaat dari

JKM meliputi:76

1) Memberikan manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika

peserta meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja.

2) Manfaat jaminan kematian dibayarkan kepada ahli waris peserta, apabila

peserta meninggal dunia dalam masa aktif (manfaat perlindungan 6 bulan

tidak berlaku lagi), terdiri atas:

a) Santunan sekaligus Rp16.200.000,00 (enam belas juta dua ratus ribu

rupiah);

b) Santunan berkala 24 x Rp200.000,00 = Rp4.800.000,00 (empat juta

delapan ratus ribu rupiah) yang dibayar sekaligus;

c) Biaya pemakaman sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah); dan

d) Beasiswa pendidikan anak diberikan kepada setiap peserta yang meninggal

dunia bukan akibat kecelakaan kerja dan telah memiliki masa iur paling

singkat 5 (lima) tahun yang diberikan sebanyak Rp12.000.000,00 (dua

belas juta rupiah) untuk setiap peserta.

76

Rizqia Khoirunisa, 4 Program Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) Serta

Manfaatnya,

(27)

Besarnya iuran dan manfaat program JKM bagi peserta dilakukan evaluasi

secara berkala paling lama setiap 2 (dua) tahun.

d. Program Jaminan Pensiun (JP)

Jaminan pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk

mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta dan/atau ahli

warisnya dengan memberikan penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun,

mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

Manfaat pensiun adalah sejumlah uang yang dibayarkan setiap bulan

kepada peserta yang memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau

kepada ahli waris bagi peserta yang meninggal dunia, yang meliputi:

1) Manfaat Pensiun Hari Tua (MPHT)

Berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada peserta (yang memenuhi masa

iuran minimum 15 tahun yang setara dengan 180 bulan) saat memasuki usia

pensiun sampai dengan meninggal dunia;

2) Manfaat Pensiun Cacat (MPC)

Berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada peserta (kejadian yang

menyebabkan cacat total tetap terjadi paling sedikit 1 bulan menjadi peserta dan

density rate minimal 80%) yang mengalami cacat total tetap akibat kecelakaan

tidak dapat bekerja kembali atau akibat penyakit sampai meninggal dunia.

Manfaat pensiun cacat ini diberikan sampai dengan meninggal dunia atau peserta

bekerja kembali;

3) Manfaat Pensiun Janda/Duda (MPJD)

Berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada janda/duda yang menjadi ahli

waris (terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan) sampai dengan meninggal dunia atau

(28)

a) meninggal dunia bila masa iur kurang dari 15 tahun, dimana masa iur yang

digunakan dalam menghitung manfaat adalah 15 tahun dengan ketentuan

memenuhi minimal 1 tahun kepesertaan dan density rate 80% atau

b) meninggal dunia pada saat memperoleh manfaat pensiun MPHT.

4) Manfaat Pensiun Anak (MPA)

Berupa Uang tunai bulanan yang diberikan kepada anak yang menjadi ahli

waris peserta (maksimal 2 orang anak yang didaftarkan pada program pensiun)

sampai dengan usia anak mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun, atau bekerja,

atau menikah dengan kondisi peserta;

a) meninggal dunia sebelum masa usia pensiun bila masa iur kurang dari 15

tahun, masa iur yang digunakan dalam menghitung manfaat adalah 15

tahun dengan ketentuan minimal kepesertaan 1 tahun dan memenuhi

density rate 80% dan tidak memiliki ahli waris janda/duda atau

b) meninggal dunia pada saat memperoleh manfaat pensiun MPHT dan tidak

memiliki ahli waris janda/duda atau

c) Janda/duda yang memperoleh manfaat pensiun MPHT meninggal dunia.

5) Manfaat Pensiun Orang Tua (MPOT)

Manfaat yang diberikan kepada orang tua (bapak / ibu) yang menjadi ahli

waris peserta lajang, bila masa iur peserta lajang kurang dari 15 tahun, masa iur

yang digunakan dalam menghitung manfaat adalah 15 tahun dengan ketentuan

memenuhi minimal kepesertaan 1 tahun dan memenuhi density rate 80%.

(29)

Peserta tidak berhak atas manfaat pensiun bulanan, akan tetapi berhak

mendapatkan manfaat berupa akumulasi iurannya ditambah hasil

pengembangannya apabila:77

a) Peserta memasuki Usia Pensiun dan tidak memenuhi masa iur minimum

15 tahun

b) Mengalami cacat total tetap dan tidak memenuhi kejadian cacat setelah

minimal 1 bulan menjadi peserta dan minimal density rate 80%.

c) Peserta meninggal dunia dan tidak memenuhi masa kepesertaan minimal 1

tahun menjadi peserta dan minimal density rate 80%.

7) Manfaat Pensiun diberikan berupa manfaat pasti yang ditetapkan sebagai

berikut:

a) Untuk 1 (satu) tahun pertama, Manfaat Pensiun dihitung berdasarkan

formula Manfaat Pensiun; dan

b) Untuk setiap 1 (satu) tahun selanjutnya, Manfaat Pensiun dihitung sebesar

Manfaat Pensiun dihitung sebesar Manfaat Pensiun tahun sebelumnya

dikali faktor indeksasi.

8) Formula Manfaat Pensiun adalah 1% (satu persen) dikali Masa iur dibagi 12

(dua belas) bulan dikali rata-rata upah tahunan tertimbang selama Masa Iur

dibagi 12 (dua belas).

9) Pembayaran Manfaat Pensiun dibayarkan untuk pertama kali setelah

dokumen pendukung secara lengkap dan pembayaran Manfaat Pensiun bulan

berikutnya setiap tanggal 1 bulan berjalan dan apabila tanggal 1 jatuh pada

hari libur, pembayaran dilaksanakan pada hari kerja berikutnya.

77

Rizqia Khoirunisa, 4 Program Utama BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) Serta

Manfaatnya,

(30)

10) Dalam hal peserta telah memasuki Usia Pensiun tetapi yang bersangkutan

diperkerjakan, Peserta dapat memilih untuk menerima Manfaat Pensiun pada

saat mencapai Usia Pensiun atau pada saat berhenti bekerja dengan ketentuan

paling lama 3 (tiga) tahun setelah Usia Pensiun.

11) Penerima manfaat pensiun adalah peserta atau ahli waris peserta yang berhak

menerima manfaat pensiun.

2. Kepesertaan

Peserta adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya

dibayar oleh pemerintah.78 Undang-undang SJSN menyatakan bahwa program Jaminan Sosial bersifat wajib mencakup seluruh penduduk yang pencapaiannya

dilakukan secara bertahap. Seluruh rakyat wajib menjadi peserta tanpa terkecuali.

Program jaminan sosial ini diprioritaskan untuk mencakup seluruh penduduk

terlebih dahulu adalah program Jaminan Kesehatan.79

a. Penerima Bantuan Iuran (selanjutnya disebut PBI) kesehatan yaitu fakir

miskin dan orang tidak mampu, dimana iurannya dibayarkan oleh Undang-undang SJSN juga

menetapkan Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan. Peserta dalam program Jaminan Nasional Bidang

Ketenagakerjaan adalah setiap pekerja termasuk pekerja asing yang bekerja paling

singkat 6 (enam) bulan di indonesia yang telah membayar iuran, meliputi:

78

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 20 ayat (1) UU SJSN.

79

(31)

pemerintah ke BPJS ketenagakerjaan dan bukan PBI ketenagakerjaan

dengan rincian sebagai berikut:80

1) Peserta PBI jaminan sosial bidang ketenagakerjaan meliputi orang

yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

2) Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin

dan orang tidak mampu yang terdiri atas:

a)Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:

(1) Pegawai Negeri Sipil (PNS);

(2) anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI);

(3) anggota Polisi Republik Indonesia (POLRI);

(4) pejabat negara;

(5) pegawai pemerintah non pegawai negeri;

(6) pegawai swasta;

(7) pekerja yang tidak termasuk huruf angka (1) - (6) yang

menerima upah.

b) Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu:81

(1) pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri;

80

Paulus Ramotan Sibarani, “Wewenang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sebagai Pengawas Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional BPJS Kesehatan” Skripsi Sarjana, (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2016.), hlm.54

81

(32)

(2) pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima

upah;

(3) pekerja sebagaimana dimaksud angka (1) dan angka (2),

termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia

paling singkat 6 (enam) bulan.

c) Bukan pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:82

(1) investor;

(2) pemberi kerja;

(3) penerima pensiun;

(4) veteran;

(5) perintis kemerdekaan;

(6) bukan pekerja yang tidak termasuk angka (1)-angka (5)

yang mampu membayar iuran.

d) Penerima pensiun terdiri atas:

(1) PNS yang berhenti dengan hak pensiun;

(2) anggota TNI dan anggota POLRI yang berhenti dengan hak

pensiun;

(3) pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun;

(4) penerima pensiun lain;

82

(33)

(5) janda, duda atau anak yatim piatu dari penerima pensiun

sebagaimana dimaksud pada angka (1)-angka (5) yang

mendapat hak pensiun.83

Kepesertaan bersifat wajib dan mengikat dengan membayar iuran berkala

seumur hidup.84 Kepesertaan wajib dilaksanakan secara bertahap hingga menjangkau seluruh penduduk Indonesia.85Kepesertaan mengacu pada konsep penduduk dengan mewajibkan warga negara asing yang bekerja paling singkat

enam bulan diIndonesia untuk ikut serta.86 Kepesertaan berkesinambungan sesuai prinsip portabilitas dengan memberlakukan program di seluruh wilayah Indonesia

dan menjamin keberlangsungan manfaat bagi peserta dan keluarganya hingga

enam bulan pasca Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selanjutnya, pekerja yang

tidak memiliki pekerjaan setelah enam bulan PHK atau mengalami cacat tetap

total dan tidak memiliki kemampuan ekonomi tetap menjadi peserta dan iurannya

dibayar oleh pemerintah.87

Kesinambungan kepesertaan bagi pensiunan dan ahli warisnya akan dapat

dipenuhi dengan melanjutkan pembayaran iuran jaminan kesehatan oleh manfaat

program jaminan pensiun. Setiap peserta yang telah terdaftar di BPJS

Ketenagakerjaan berhak mendapatkan identitas peserta yang merupakan

identitas tunggal yang berlaku untuk semua program jaminan sosial. Pemutahiran

data kepesertaan menjadi kewajiban peserta untuk melaporkannya kepada BPJS

ketenagakerjaan.

83

BPJS Kesehatan, Buku Panduan Layanan Bagi Peserta BPJS Kesehatan 2015, hlm. 2. 84

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Bab V. 85

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Bab V. 86

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN, Pasal 1 angka 8.

87

(34)

3. Iuran Jaminan Sosial Bidang Ketengakerjaan

Iuran Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan adalah sejumlah uang yang

harus dibayarkan dibayarkan secara teratur oleh peserta, pemberi kerja dan/atau

pemerintah untuk program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan. Ketentuan

iuran Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan ini diatur dalam:88 a. UU SJSN Pasal 17, 34, 38 dan 46.

b. UU BPJS Pasal 19.

c. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No 1 Tahun

2016 Pasal 9 dan 10.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Pasal 16, 17, 18, 19, dan

20.

e. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 Pasal 16, 17, dan 18.

f. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 Pasal 28, dan 29.

g. Peraturan Presiden No. 111 Tahun 2013 Pasal 16, 17 dan 18. Kewajiban

membayar iuran Jaminan Sosial diatur sebagai berikut:

1) setiap peserta wajib membayar iuran;

2) setiap pemberi kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya,

menambahkan iuran yang menjadi kewajibannya dan membayarkan

iuran tersebut kepada BPJS secara berkala;

88

(35)

3) iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak

mampu dibayar oleh pemerintah, pada tahap pertama iuran yang

dibayar oleh pemerintah adalah untuk program jaminan kesehatan.89 Ketentuan umum mengenai besaran iuran adalah:90

a) besaran iuran dihitung berdasarkan persentase upah/penghasilan

untuk peserta penerima upah atau berdasarkan suatu jumlah

nominal tertentu untuk peserta yang tidak menerima upah (lihat

tabel iuran);

b) besarnya iuran yang ditanggung oleh pekerja dan pemberi kerja

ditetapkan untuk setiap jenis program secara berkala sesuai

dengan perkembangan sosial, ekonomi dan kebutuhan dasar

hidup yang layak;

c) iuran tambahan yang dikenakan kepada peserta yang

mengikutsertakan anggota keluarga yang lain, yaitu anak

keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua;

d) Iuran Jaminan sosial ketenagakerjaan bagi anggota keluarga

yang lain dibayar oleh peserta:

(1) sebesar 3% (tiga persen) dari gaji/upah peserta pekerja

penerima upah per orang per bulan;

89

Asih Eka Putri dan A.A Oka Mahendra, Himpunan Lengkap Peraturan Perundang-Undangan Jaminan Kesehatan Di Indonesia, (Tangerang Selatan:Martabat, 2014). Hlm. 72

90

(36)

(2) sesuai manfaat yang dipilih peserta pekerja bukan penerima

upah dan peserta bukan pekerja.

Ketentuan mengenai tata cara pembayaran iuran Jaminan Sosial Nasional

Bidang Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:

1. Iuran jaminan kesehatan bagi peserta PBI Jaminan Sosial Nasional Bidang

Ketenagakerjaan dibayar oleh pemerintah.

2. Iuran jaminan ketenagakerjaan bagi peserta pekerja penerima upah dibayar

oleh pemberi kerja dan pekerja.

3. Pemberi kerja selain penyelenggara negara wajib membayar iuran program

JKK bagi peserta pekerja magang, siswa kerja praktek, tenaga honorer, atau

narapidana dalam proses asimilasi sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan.91

4. Bagi peserta bukan penerima upah, wajib membayar iuran kepada BPJS

Ketenagakerjaan yang dapat dapat dilakukan secara sendiri-sendiri atau

melalui wadah atau kelompok tertentu yang dibentuk oleh peserta.92

5. Upah yang dijadikan dasar dalam membayar iuran didasarkan pada upah

terendah dari pekerja yang melakukan pekerjaan yang sama di suatu

perusahaan.93

91

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 1 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Bukan Penerima Upah, Pasal 10 ayat (1).

92

(37)

6. Pembayaran iuran setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) setiap

bulan kepada BPJS ketenagakerjaan.

7. Apabila tanggal 15 (lima belas) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan

pada hari kerja berikutnya.

8. Keterlambatan pembayaran iuran jaminan kesehatan dikenakan denda

administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang

tertunggak paling banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, dibayarkan bersamaan

dengan total iuran yang tertunggak.

9. Bila keterlambatan pembayaran iuran lebih dari tiga bulan, penjaminan dapat

dihentikan sementara.

10. Pembayaran iuran jaminan kesehatan dapat dilakukan di awal untuk 3 (tiga)

bulan, 6 (enam) bulan dan 1 (satu tahun).

11. Pengelolaan kelebihan atau kekurangan iuran:

a. BPJS Ketenagakerjaan menghitung kelebihan/kekurangan iuran jaminan

ketenagakerjaan sesuai dengan gaji atau upah peserta;

b. dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS

ketenagakerjaan memberitahukan secara tertulis kepada pemberi kerja

dan/atau peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak

diterimanya iuran;

93

(38)

c. kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan dengan

pembayaran iuran bulan berikutnya.94

Ketidakpuasan atas pelayanan yang diberikan terhadap masyarakat, peserta

yang merasa tidak puas terhadap pelayanan jaminan kesehatan yang diberikan

oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS ketenagakerjaan, maka

peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara pelayanan

jaminan sosial bidang ketenagakerjaan dan/atau BPJS ketenagakerjaan atau dapat

langsung datang ke posko BPJS di kota dan desa. Ada juga hotline servis BPJS di

nomor kontak 500-400.

E. Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

1. Sejarah BPJS Ketenagakerjaan

Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tangung

jawab dan kewajiban Negara,95

Sejarah terbentuknya PT Jamsostek (Persero) mengalami proses yang

panjang, dimulai dari UU No.33/1947 jo UU No.2/1951 tentang kecelakaan kerja,

Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No.48/1952 jo PMP No.8/1956 tentang

pengaturan bantuan untuk usaha penyelenggaraan kesehatan buruh, PMP

No.15/1957 tentang pembentukan Yayasan Sosial Buruh, PMP No.5/1964 tentang Untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi

kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara.

Indonesia seperti halnya negara berkembang lainnya, mengembangkan program

jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.

94

Ibid., hlm 95

(39)

pembentukan Yayasan Dana Jaminan Sosial (YDJS), diberlakukannya UU

No.14/1969 tentang Pokok-pokok Tenaga Kerja. Secara kronologis proses

lahirnya asuransi sosial tenaga kerja semakin transparan.

Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik menyangkut

landasan hukum, bentuk perlindungan maupun cara penyelenggaraan, pada tahun

1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting dengan dikeluarkannya Peraturan

Pemerintah (PP) No.33 tahun 1977 tentang pelaksanaan program asuransi sosial

tenaga kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja/pengusaha swasta

dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula PP No.34/1977

tentang pembentukan wadah penyelenggara ASTEK yaitu Perum Astek.

Tonggak penting berikutnya adalah lahirnya UU No.3 tahun 1992 tentang

Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Dan melalui PP No.36/1995

ditetapkannya PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga

Kerja. Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi

kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan

kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai

pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.

Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah juga menerbitkan UU

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang

itu berhubungan dengan Amandemen UUD 1945 tentang perubahan pasal 34 ayat

2, yang kini berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi

seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu

sesuai dengan martabat kemanusiaan". Manfaat perlindungan tersebut dapat

memberikan rasa aman kepada pekerja sehingga dapat lebih berkonsentrasi dalam

(40)

Kiprah Perusahaan PT Jamsostek (Persero) yang mengedepankan

kepentingan dan hak normatif Tenaga Kerja di Indonesia dengan memberikan

perlindungan 4 (empat) program, yang mencakup Program Jaminan Kecelakaan

Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan keluarganya terus

berlanjutnya hingga berlakunya UU No 24 Tahun 2011.

Tahun 2011, ditetapkanlah UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai dengan amanat undang-undang, tanggal 1

Januri 2014 PT Jamsostek akan berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT

Jamsostek (Persero) yang bertransformsi menjadi BPJS (Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan tetap dipercaya untuk menyelenggarakan

program jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi JKK, JKM, JHT dengan

penambahan Jaminan Pensiun mulai 1 Juli 2015.

Menyadari besar dan mulianya tanggung jawab tersebut, BPJS

Ketenagakerjaan pun terus meningkatkan kompetensi di seluruh lini pelayanan

sambil mengembangkan berbagai program dan manfaat yang langsung dapat

dinikmati oleh pekerja dan keluarganya.

Kini dengan sistem penyelenggaraan yang semakin maju, program BPJS

Ketenagakerjaan tidak hanya memberikan manfaat kepada pekerja dan pengusaha

saja, tetapi juga memberikan kontribusi penting bagi peningkatan pertumbuhan

ekonomi bangsa dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

2. Pembentukan

Dua Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berdasarkan UU No. 24 tahun

2014 tentang BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan (Pasal 5

(41)

Tahapan Pembentukan dan pengoperasian, yaitu:96

a. Pengundangan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang SJSN pada 19 Oktober

2004.

b. Pembacaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No.

007/PUU-III/2005 pada 31 Agustus 2005.

c. Pengundangan UU No. 24 Tahun 2011 Tentang BPJS pada 25 November

2011.

d. Pembubaran PT Askes dan PT Jamsostek pada 1 Januari 2014.

e. Pengoperasian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari

2014.

Rangkaian kronologis tersebut terbagi atas dua kelompok peristiwa, yaitu:

a. Peristiwa pertama adalah pembentukan dasar hukum BPJS, yang

mencakup pengundangan UU SJSN, pembacaan putusan Mahkamah

Konstitusi dan pengundangan UU BPJS.

b. Peristiwa kedua adalah transformasi badan penyelenggara jaminan sosial

dari badan hukum persero menjadi badan hukum publik (BPJS).

Transformasi meliputi pembubaran PT Askes dan PT Jamsostek tanpa

likuidasi dan diikuti dengan pengoperasian BPJS Kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan.

Komisaris dan Direksi PT Askes serta Komisaris dan Direksi PT

Jamsostek bertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan transformasi dan

pendirian serta pengoperasikan BPJS. Di masa peralihan, keduanya bertugas

(Pasal 56 dan Pasal 61 UU No. 24 Tahun 2011,):

96

(42)

a. Menyiapkan operasional BPJS untuk penyelenggaraan program jaminan

sosial sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b. Menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan

kewajiban Persero kepada BPJS.

Khusus untuk PT Jamsostek, menyiapkan pengalihan program, aset,

liabilitas, hak dan kewajiban JPK Jamsostek kepada BPJS Kesehatan.

3. Kronologis Waktu Pembentukan Dasar Hukum

a. 19 Oktober 2004

Pengundangan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (UU SJSN). UU SJSN memberi dasar hukum bagi PT

Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero) dan PT

Askes Indonesia (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(Pasal 5 ayat (2) dan (3) UU No. 40 Tahun 2004).

UU SJSN memerintahkan penyesuaian semua ketentuan yang mengatur

keempat Persero tersebut dengan ketentuan UU SJSN. Masa peralihan

berlangsung paling lama lima tahun, yang berakhir pada 19 Oktober 2009

(Pasal 52 ayat (1) dan (2) UU No. 40 Tahun 2004).

b. 31 Agustus 2005

Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusannya atas perkara

nomor 007/PUU-III/2005 kepada publik pada 31 Agustus 2005. MK

menyatakan bahwa Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU No. 40

Tahun 2004 tentang SJSN yang menyatakan bahwa keempat Persero

tersebut sebagai BPJS, dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar Negara R.I. Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum

(43)

MK berpendapat bahwa Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU

SJSN menutup peluang Pemerintah Daerah untuk mengembangkan suatu

sub sistem jaminan sosial nasional sesuai dengan kewenangan yang

diturunkan dari ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan ayat (5) UUD NRI 1945.

MK berpendapat bahwa Pasal 52 ayat (2) UU SJSN tidak

bertentangan dengan UUD NRI 1945. Namun Pasal 52 ayat (2) hanya

berfungsi untuk mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya Pasal 5

ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU SJSN dan menjamin kepastian hukum

karena belum ada BPJS yang memenuhi persyaratan agar UU SJSN dapat

dilaksanakan.

Dengan dicabutnya ketentuan Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU

SJSN dan hanya bertumpu pada Pasal 52 ayat (2) maka status hukum PT.

(Persero) JAMSOSTEK, PT. (Persero) TASPEN, PT. (Persero) ASABRI,

dan PT. ASKES Indonesia (Persero) dalam posisi transisi. Akibatnya,

keempat Persero tersebut harus ditetapkan kembali sebagai BPJS dengan

sebuah Undang-Undang sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat (1)

UU SJSN: “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang”. Pembentukan BPJS ini dibatasi sebagai badan penyelenggara jaminan sosial nasional yang berada di tingkat pusat.

c. 25 November 2011

Pemerintah mengundangkan UU BPJS. UU No. 24 Tahun 2011

Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) diundangkan

sebagai pelaksanaan ketentuan UU SJSN Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 ayat

(2) pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No.

(44)

UU BPJS membentuk dua BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS

Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan

berkedudukan dan berkantor di ibu kota Negara RI. BPJS dapat

mempunyai kantor perwakilan di provinsi dan kantor cabang di

kabupaten/kota.

UU BPJS membubarkan PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero)

tanpa melalui proses likuidasi, dan dilanjutkan dengan mengubah

kelembagaan Persero menjadi badan hukum publik BPJS. Peserta,

program, aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban PT Askes (Persero)

dialihkan kepada BPJS Kesehatan, dan dari PT Jamsostek (Persero)

kepada BPJS Ketenagakerjaan.

UU BPJS mengatur organ dan tata kelola BPJS. UU BPJS

menetapkan modal awal BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan,

masing-masing paling banyak Rp. 2.000.000.000.000, 00 (dua triliun

rupiah), yang bersumber dari APBN. Modal awal dari Pemerintah

merupakan kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas

saham.

UU BPJS menangguhkan pengalihan program-program yang

diselenggarakan oleh PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero) ke

BPJS Ketenagakerjaan paling lambat hingga tahun 2029.

F. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan

(45)

UU BPJS menetukan bahwa BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan

program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan menurut UU SJSN

diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip

ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaatpemeliharaan

kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. BPJS

Ketenagakerjaan menurut UU BPJS berfungsi menyelenggarakan 4 program,

yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan

jaminan kematian.97

Jaminan pensiun ini diselenggarakan berdasarkan manfaat pasti.

Sedangkan program jaminan kematian diselenggarakan secara nasional Menurut UU SJSN program jaminan kecelakaan kerja

diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, dengan

tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan

santunan uang tunai apabila seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja atau

menderita penyakit akibat kerja.

Selanjutnya program jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib, dengan tujuan untuk

menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun,

mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Kemudian program jaminan

pensiun diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial atau

tabungan wajib, untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat

peserta kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun

atau mengalami cacat total tetap.

97

Abdul Rouf, Atikel Fungsi, Tugas, dan Wewenang Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial Ketenagakerjaan,

(46)

berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk memberikan santuan

kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.

2. Tugas

Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana tersebut diatas BPJS bertugas

untuk:

a. Melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta;

b. Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja;

c. Menerima bantuan iuran dari Pemerintah;

d. Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta;

e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial;

f. Membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai

dengan ketentuan program jaminan sosial; dan

g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial

kepada peserta dan masyarakat.

Dengan kata lain tugas BPJS meliputi pendaftaran kepesertaan dan

pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk

menerima bantuan iuran dari Pemerintah, pengelolaan Dana jaminan Sosial,

pembayaran manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan dan tugas

penyampaian informasi dalam rangka sosialisasi program jaminan sosial dan

keterbukaan informasi. Tugas pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara

pasif dalam arti menerima pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan

(47)

3. Wewenang

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana diamksud di atas BPJS

berwenang:98

a. Menagih pembayaran Iuran;

b. Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan

jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,

kehati-hatian,

c. keamanan dana, dan hasil yang memadai;

d. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan

pemberi kerja dalam memanuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangundangan

e. jaminan sosial nasional;

f. Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar

pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang

ditetapkan oleh Pemerintah;

g. Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;

h. Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang

tidak memenuhi kewajibannya;

i. Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai

ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi

kewajiban lain sesuai dengan

j. ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

98

(48)

k. Melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan

program jaminan sosial.

l. Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta pembayaran

dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan pembayaran,

Kewenangan melakukan pengawasan dan kewenangan mengenakan sanksi

administratif yang diberikan kepada BPJS memperkuat kedudukan BPJS sebagai

(49)

BAB IV

FUNGSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

KETENAGAKERJAAN

A. Program Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial, secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU

BPJS adalah badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah

BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan.Kedua BPJS tersebut pada dasarnya

mengemban misi negara untuk memenuhi hak konstitusional setiap orang atas

jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan

memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia. Penyelenggaraan jaminan sosial yang kuat dan berkelanjutan

merupakan salah satu pilar negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu

pendidikan bagi semua, lapangan pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan

ekonomi yang stabil dan berkeadilan.

Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program

jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS

memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS.

Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan

sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut

Referensi

Dokumen terkait

Misi SIRCLO adalah Menciptakan layanan e-commerce yang menyeluruh dan dapat memfasilitasi penjualan online dengan mudah (SIRCLO, 2018).. Visi SIRCLO adalah Membantu

Transmission Electron Microscope (TEM) merupakan suatu teknikmikroskopi yang bekerja dengan prinsip menembakkan elektron ke lapisan tipis sampel, yang selanjutnya

Menurut James Craig didalam (http://www.tipsdesain. Ciri dari huruf ini adalah memilki sirip/kaki/ serif yang berbentuk lancip pada ujungnya. Huruf serif memiliki ketebalan

Pada dasarnya minyak bumi mengandung senyawa-senyawa sulfur, dan pada saat proses pengolahan, senyawa sulfur ini di kurangi keberadaanya untuk mendapat produk yang

Heat Exchanger Reboiler LS-E6 pada Unit RFCCU merupakan suatu alat penukar panas yang digunakan untuk memanaskan fluida pada bottom Stabilizer III dengan pemanas steam..

Mas Anandhika Muhammad Satriya Pinarcaya Soeprijadi, yang sudah membantu mendapatkan literatur skripsi dan memberikan dukungan, doa, serta apresiasinya kepada

Tidak ada korelasi yang linear antara peningkatan dosis fraksi etil asetat ekstrak etanol 96% daun alpukat (Persea Americana Mill.) dengan penurunan kadar kolesterol LDL

Para penyandang disabilitas sudah seharusnya mendapat perlakuan yang sama dengan orang normal, bahkan hal ini sudah tertulis di dalam undang-undang tentang