TINJAUAN PUSTAKA
2.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PIROLISIS Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pirolisis yaitu:
2.5.1 Kadar Air
Adanya air dalam bahan yang dipirolisis mempengaruhi proses pirolisis karena air dalam bahan akan menggunakan energi untuk menghilangkan kandungan air. Energi dari luar yang seharusnya digunakan untuk proses pirolisis digunakan sebagian untuk proses pengeringan kadar air bahan. Akibatnya kandungan air yang tinggi dalam bahan akan membutuhkan energi yang tinggi untuk proses pirolisis atau dengan kata lain pada energi yang sama bahan dengan kadar air yang tinggi menghasilkan gas yang sedikit dari pada bahan dengan kadar air rendah (Junaedi, dkk., 2019).
2.5.2 Komposisi Bahan
Komposisi bahan baku biomassa harus dipertimbangkan ketika ditujukan untuk menghasilkan hasil yang lebih tinggi dari produk tertentu karena karakteristik fisikokimia dari masing-masing komponen berbeda dalam berbagai biomassa. Lebih disukai menggunakan biomassa yang mengandung selulosa dan hemiselulosa untuk hasil bio-oil yang tinggi dan lignin untuk arang. Bahan volatil tinggi mendukung produksi tinggi bio-oil dan gas. Sementara itu, karbon tetap akan cenderung keproduk arang. Selain itu kadar air mempengaruhi stabilitas, viskositas, korosif dan pH produk cair (Bamboriya, et al., 2019).
2.5.3 Laju Pemanasan
Laju pemanasan proses pirolisis juga merupakan parameter penting yang mempengaruhi kinerja pirolisis. Pirolisis biomassa dapat dikategorikan berdasarkan laju pemanasan bersama dengan suhu reaksi lambat, dan cepat. Parameter operasi pirolisis disesuaikan untuk memenuhi persyaratan produk akhir yang diinginkan yaitu:
13
1. Untuk memaksimalkan produksi arang, gunakan laju pemanasan lambat (<0,01-2,0 °C/s), suhu akhir yang rendah, dan waktu tinggal yang lama.
2. Untuk memaksimalkan hasil cairan, gunakan laju pemanasan tinggi, suhu akhir moderat (450-600 °C), dan waktu tinggal pendek.
3. Untuk memaksimalkan produksi gas, gunakan laju pemanasan sedang hingga lambat, suhu akhir tinggi (700-900 °C), dan waktu tinggal yang lama.
Produksi arang melalui karbonisasi menggunakan langkah (1), pirolisis cepat menggunakan langkah (2) untuk memaksimalkan hasil cairan. Langkah (3) digunakan ketika produksi gas akan dimaksimalkan.
2.5.4 Ukuran Partikel
Apabila ukuran partikel meningkat maka hasil dari padatan akan meningkat pula sedangkan hasil dari volatil dan gas akan menurun. Fenomena ini adalah konsekuensi dari penurunan temperatur pada setiap posisi radial dengan adanya peningkatan pada ukuran partikel. Kosentrasi dari volatil dan gas meningkat sampai dengan nilai tertentu dan kemudian menurun sesuai dengan kenaikan ukuran partikel.
Seiring dengan kenaikan ukuran partikel maka waktu yang dibutuhkan untuk proses pirolisis pada temperatur tertentu juga akan meningkat (Udyani, dkk., 2018). Laju pemanasan seragam dalam partikel ukuran kecil akan menghasilkan bio-oil dan gas volatil lebih banyak sementara bila ukuran besar akan menghambat perpindahan panas yang nantinya akan menghasilkan pembentukan arang yang tinggi (Basu, 2018).
2.5.5 Waktu Tinggal
Waktu tinggal juga disesuaikan dengan laju pemanasan. Menurut Basu (2018), efek laju pemanasan, suhu pirolisis, dan waktu tinggal pada produk pirolisis dapat diringkas sebagai berikut:
1. Tingkat pemanasan yang lebih lambat, suhu pirolisis yang lebih rendah, dan waktu tinggal yang lebih lama memaksimalkan hasil arang padat.
2. Tingkat pemanasan yang lebih tinggi, suhu pirolisis yang lebih tinggi, dan waktu tinggal yang lebih pendek memaksimalkan hasil gas.
14
3. Tingkat pemanasan yang lebih tinggi, suhu pirolisis menengah, dan waktu tinggal yang lebih pendek memaksimalkan hasil cairan.
2.5.6 Suhu
Selama pirolisis, partikel bahan bakar dipanaskan pada laju yang ditentukan dari suhu awal hingga suhu maksimum, yang dikenal sebagai suhu pirolisis.
Temperatur pirolisis mempengaruhi komposisi dan hasil produk. Jumlah arang yang diproduksi juga tergantung pada suhu pirolisis. Suhu yang rendah menghasilkan lebih banyak arang; suhu tinggi menghasilkan lebih sedikit arang (Basu, 2018).
Arang terlihat kaya karbon pada temperatur tinggi akibat hilangnya hidrogen dan oksigen selama proses dekomposisi, arang yang kaya akan karbon akan menghasilkan sifat yang lebih baik terutama pada nilai kalor dan densitas energi arang (Rahman et al., 2015).
2.6 ARANG
Arang adalah bahan padat berpori karbon dengan tingkat aromatisasi tinggi yang dihasilkan oleh dekomposisi termal biomassa dari limbah tanaman di bawah kondisi bebas oksigen atau oksigen terbatas (Daful dan Chandraratne, 2018). Residu padat bernama char, terbentuk selama konversi biomassa dalam proses pirolisis, menghadirkan struktur polisiklik aromatic (Bamboriya, et al., 2019).
Arang memiliki daya tarik khusus dalam pengurangan gas rumah kaca karena produksinya dapat meningkatkan jumlah karbon yang tersimpan di tanah dalam bentuk yang stabil, mirip dengan apa yang dilakukan untuk penyerapan karbon. Di sisi lain, jika biomassa diubah menjadi arang, sebanyak 50% atau lebih dari karbon yang terkandung dalam biomassa dapat tinggal di tanah sebagai residu arang yang stabil. Arang memiliki sejumlah manfaat yaitu, mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, mengurangi penggunaan pupuk, dan mengurangi kehilangan unsur hara dalam tanah.
Nilai kalor arang berada pada kisaran 25-32 MJ/kg basis kering, yang jauh lebih tinggi daripada biomassa induk atau produk cairnya dan pembakaran arang dianggap lebih ramah lingkungan daripada batubara (Basu, 2018). Adapun Standar arang menurut SNI 06-4369-1996 yaitu:
15
Tabel 2.2 Standar Arang Tempurung Kelapa
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan kadar abu maksimal 5%, kadar zat mudah terbang (Volatille matter) maksimal 20%
dan memiliki nilai kalor minimal 7.000 kal/gr.
Pembakaran arang menawarkan potensi untuk mengurangi emisi CO2 dari pembangkit listrik yang menggunakan batu bara, dengan mengimbangi emisi dari bahan bakar fosil. Untuk memaksimalkan potensi penyeimbangan dari pembakaran, perlu untuk memanfaatkan biomassa dalam boiler efisiensi tinggi, yang berarti penggunaan arang dengan batubara secara bersamaan pada mesin boiler. Penggunaan kombinasi biomassa dan batubara menghadirkan banyak tantangan karena sifat kedua material ini sangat berbeda, dan oleh karena itu banyak pengembangan telah dilakukan pada proses pretreatment yang membuat berbagai jenis biomassa lebih cocok untuk digunakan bersamaan dengan batubara (Gronnow, et al., 2013).
Arang ditandai dengan luas permukaan pori yang besar. Karena itu arang memiliki jumlah besar untuk penggunaan non-bahan bakar seperti adsorpsi bahan kimia dan penyimpanan karbon di tanah (Basu, 2018). Arang juga dapat digunakan sebagai zat untuk memperbaharui tanah, oleh karena itu disebut biochar, untuk secara substansial meningkatkan kesuburan tanah (Ronsse et al., 2013).