• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pembinaan Santri Pondok Pesantren Nurul Falah

JADWAL KEGIATAN MINGGUAN PONDOK PESANTREN NURUL FALAH

C. Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Pembinaan Santri Pondok Pesantren Nurul Falah

Pondok pesantren Nurul Falah sebagai lembaga pendidikan dan lembaga sosisal sangat dibutuhkan keberadaannya bagi masyarakat, dengan potensinya mengembangkan mutu pendidikan yang berkualitas untuk perkembangan bangsa dan agama. Keberadaan pesantren ditengah-tengah masyarakat sangat dirasakan manfaatnya, terbukti dengan banyaknya orang

tua para santri dari berbagai kota bahkan dari luar jawa seperti dari daerah Lampung, Medan dan Jombang, yang antusias dalam memilih jalur pendidikan untuk putra-putrinya agar mendapatkan ilmu pengetahuan agama yang diperoleh dari pondok pesantren Nurul Falah. Kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada KH.M. Chaedar untuk mendidik dan membina para santri agar memiliki bekal keilmuan dan pedoman hidup.

Pembinaan yang dilakukan oleh pondok pesantrn Nurul Falah dalam hal ini merupakan perangkat struktural masyarakat yayasan Nurul Falah kepada santri tentunya harus mempunyai dukungan power.Yang dimaksud dengan power disini adalah faktor pendukung sebagai penunjang dalam keberhasilan pembinaandi pondok pesantren Nurul Falah. Baik dari santri itu sendiri, pimpinan pondok, maupun para guru/ustadz/ustadzah dan elemen masyarakat. Namun untuk merealisasikannya, Nurul Falah terbentur dengan suatu kendala yang dapat menghambat terhadap proses pembinaan santri di pondok pesantren Nurul Falah.

1. Faktor Pendukung

Kehadiran pondok pesantren Nurul Falah sebagai lembaga pendidikan dan sekaligus sebagai lembaga sosial kemasyarakatan dikecamatan cadasari kabupaten pandeglang ternyata mendapatkan respon positif dari masyarakat sekitar. Hal ini terbukti dari antusias para warga sekitar yang secara bersama-sama terlibat langsung dengan berupaya menyekolahkan putra-putrinya di Nurul Falah dan merekapun selalu memberikan informasi sebagai brosur berjalan kepada masyarakat lainnya

tentang keberadaan pondok pesantren Nurul Falah dalam rangka untuk melakukan sy’ar pendidikan islam yang lebih luas.

Faktor pendukung lainya terbukti dari berbagai instasi baik suasta maupun pemerintahan yang merupakan alumni Nurul Falah sangat antusias ingin memajukan pondok pesantren Nurul Falah dengan membuat

link (jaringan penggalng dana bagi para donatur) dan bantuan dari fihak lainnya guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Hal ini dibenarkan oleh Ust.Romdhon M.Ag. selaku ketua Ikatan Alumni Nurul Falah Priode 2007-2008 memberikan penjelasan sebagai berikut:

Denga upaya yang kami lakukan yaitu membentuk sebuah jaringan yang di musyawarahkan dan dideklarasikan oleh semua alumni Nurul Falah dari semua priode memberikan hasil yang cukup memuaskan, diantaranya membentuk sebuah link penggalang dana infaq dan sodaqoh yang dikoordinasi dan dikolektif oleh para alumni di berbagai daerah seperti di jakarta, bogor, tanggerang, bekasi dan sumatra. yang di kirim via rekening yayasan Nurul Falah apabila dana sudah mencapai targetnya, untuk kelangsungan kebutuhan sarana dan prasarana pondok Pesantren Nurul Falah.16

Faktor para pengurus yang tentunya sangat membantu terhadap pembinaan yang diintruksikan oleh KH.M. Chaedar untuk membina para santri demi kelancaran pelaksanaan kegiatan-kegiatan pondok pesantren Nurul Falah seperti yang di ungkapkan oleh KH.M. Chaedar dalam wawancara sebagai berikut:

Ucapan terima kasih yang tak terhingga bagi para pengurus pondok yang sangat antusias dalam menyurahkan buah fikirannya untuk kelangsungan belajar mengajar pondok pesantren Nurul Falah, organisasi yang telah

16

dibentuk merupakan sebuah kegiatan yang sangat banyak memberi pengaruh dan sangat mendukung bagi kelangsungan proses belajar santri Nurul Falah, tanpa kehadiran para pengurus, tentu saja pondok ini tidak memiliki kaki untuk berjalan mengarungi kearah maksud dan tujuan agar tercipta semua yang dicita-citakan yayasan Pondok pesantren Nurul Falah, semua melaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.17

2. Faktor Penghambat

Dalam pembinaan yang dilakukan KH.M. Chaedar terhadap para santrinya tentusaja tidak segampang dan semulus apa yang telah terselenggara sampai saat sekarang ini, tidak semudah membalikkan telapak tangan dengan kenyataan yang ada dipondok pesantren Nurul Falah, prjuangan demi perjuangan dilampaui demi berjalannya pendidikan yang bersy’arkan Islam. karena menurutnya Islam bisa tumbuh subur dan kuat dalam menanam tunas (gederasi penerus Islam) dipupuk melalui jalur pendidikan yang berbasis agama Islam akan menjadi kokoh bila di berikan pembinaan dan pendidikan. Namun dalam pembinaan pondok pesantren Nurul Falah Tak lepas dari faktor penghambat jalannya pembinaan, diantaranya.

Keterbatasan SDM (Sumber Daya Manusia) yang masih membutuhkan ilmu pengtahuan dalam hal ini tenaga pengajar yang berkopetensi di masing-masing bidangnya untuk membuat suatu sistem dan regulasi pondok pesantren Nurul Falah yang tentunya sangat memberi pengaruh bagi kemajuannya.

• Hambatan Internal

17

Kurang terciptanya konsekwensi waktu yang tercermin dalam tata tertib pembinaan pondok, yaitu kebiasaan dari luar pondok yang tidak sesuai dengan lingkungan pondok pesantrn. Ketika sistem kegiatan belajar-mengajar berjalan dengan semestinya, sering sekali terjadi para santri dan pengurus tidak mengindahkan tata tertib pondok tidak di tepati dan kurang di taati, sehingga menjadi salah satu penghambat dalam pembinaan di pondok pesantren Nurul Falah.

• Hambatan Eksternal

Sifat dan sikap Kejawaraan/premanisme yang sering terjadi dengan salahsatu warga kampung Kaung Caang salah satu santri, hanya karena masalah sepele, sehingga menyebabkan konflik yang berkepanjangan. Sampai saat sekarang ini, jika terjadi permasalahan yang dilakukan salah satu santri dengan warga, maka santripun akan di teror oleh salah satu warga masyarakat Kaung caang. Konflik inilah merupakan salah satu penghambat pembelajaran belajar-mengajar santri. Seperti yang di tuturkan oleh lurah pondok Ust. Kosyi’in sebagai berikut:

Himbauan kami terhadap para santri, agar memantapkan niat para santri yang melangkahkan kakinya kedesa Kaung Caang, khususnya di pondok pesantren Nurul Falah bukan untuk mencari permasalahan dan permusuhan, melainkan belajar mencari jati diri dan proses belajar mencrmati lingkungan yang sangat multi kompleks agar tidak kaku dan mampu dalam menghadapi keadaan objek dakwahnya dimasa yang akan datang.18

Upaya pengurus untuk mendamaikan keduabelah pihak kemeja hijau dalam artian (proses dengan jalan damai) kerap terjadi penolakan

18

atau pelecehan dari warga Kaung Caang yang bermasalah. Masih banyak hambatan-hambatan yang harus di benahi dan di selesaikan oleh KH.M. Chaedar dan para pengurusnya untuk mencapai maksud dan tujuan pondok pesantren Nurul Falah.

Dari uraian tenang pesan komunikasi KH.M. Chaedar dalam pembainaan santri di pondok pesantren Nurul Falah diatas, peneliti memberikan kesimpulan hasil penelitian sebagiberikut:

1. Pesan komunikasi KH.M. Chaedar dalam pembinaan santri di pondok

pesantren Nurul Falah lebih cenderung menggunakan pesan komunikasi verbal dan non verbal melalui terjadi proses komunikasi antara kiai dan santri.

Pesan komunikasi yang dilakukan KH.M.Chaedar terjadi ketika melakukan akrifitas dan rutinaias harian dalam bentuk pengajian yang diselenggarakan di sebuah madrasah diniyah pada hari selasa jam 14.00 s/d jam 16.30 ditempat berlangsungnya proses belajar mengajar yang dilakukan KH.M. Chaedar dan para santri dalam bentuk pengajian kitab kuning atau kitab gundul dengan kajian tafsirmunir yang dibaca kemudian

ditranslasikan (diterjemahkan) oleh KH.M. Chaedar dengan menggunakan kode verbal yaitu menggunakan bahasa sunda sebagai lambing bahasa keseharian yang digunakan agar para santri mengetahui isi pesan yang ada dalam kandungan kitab. Sedangkan pesan non verbal yang dilakukan KH.M. Chaedar dalam pembinaan santri dengan menggunakan kode “ktukan meja” dengan sebatang kayu ketika beliau menginstruksikan

untuk membaca isi halaman kitab dan mengakhiri dengan ketukan meja pula.

Hal ini melambangkan bahasa non verbal agar para santri terbiasa membaca kitab gundul dan memahami isi kandungannya dan melakukan tanya jawab oleh santri mengenai seputar permasalahan kitab dan masalah keluhan belajar sehingga terjadilah proses komunikasi yang berlangsung secara dinamis.

2. Pesan komunikasi yang diterapkan pengurus pondok pesantren Nurul

Falah dalam pembinaan santri menggabungkan antara dua komunikasi, yaitu komunikasi persuasif dan komunikasi instruktif/koersif. Komunikasi persuasif adalah komunikasi yang berisikan bujukan yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran santri bahwa apa yang disampaikan pengurus akan memberikan perubahan sikap tetapi perubahan ini atas dasar kehendak sendiri (bukan dipaksakan) pembinaan ini sangat mendomonasi dalam setiap pembinaan santri yang ada dipondok pesantren Nurul Falah. Hal ini berfungsi agar pemahaman kedisiplinan mampu diterapkan sejak dini. Komunikasi intruktif/koersif penyampaian pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi apabila santri melanggar tata tertib pondok. Bentuk yang terkenal dari penyampaian model ini adalah dengan agitasi, yaitu dengan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batian dan ketakutan dikalangan santri. Koersif dapat berbentuk perintah-perintah instruksi dan sebaginya. Program pembinaan pondok pesantren Nurul Falah. Program pembinaan pondok

pesantren Nurul falah memprioritaskan pada kalangan remaja yang harus muncul sebagai generasi winner dalam menghadapi tantangan global yang kian bersaing.

3. Faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pembinaan santri terdiri

dari faktor pendukung yaitu: adanya respon positif dari kalangan masyarakat desa kaung caang dengan keberadaan pondok pesantren Nurul Falah. Terbukti dengan antusias masyarakat setempat secara bersama- sama terlibat langsung dengan berupaya menyekolahkan putra-putrinya di nurul falah dan merekapun selalu memberikan informasi sebagai brosur berjalan kepada masyarakat lainnya tentang keberadaan pondok pesantren nurul falah dalam rangka untuk mensiarkan pendidikan Islam secara luas. Faktor pendukung lainnya ialah: terbukti dari berbagai instansi terkait baik suasta maupun pemerintahan yang merupakan alumni Nurul falah dengan

membuat link (jaringan penggalang dana) yang dikoordinatori oleh Ust.

Romdhoni M.Ag, sebagai para donatur yang ditempatkan diberbagai wilayah yang telah ditentukan.

Sedangkan faktor penghambat terdiri dari (1).Hambatan internal yaitu: kurang terciptanya konsekwensi waktu yang tercermin dalam tata tertib pembinaan pondok yaitu kebiasaan dari luar pondok yang tidak sesuai dengan lingkungan pesantren yang dilakukan oleh pengurus dan santri. (1). Hambatan eksternal yaitu: sifat kejawaraan/premanisme yang sering terjadi antara salah satu warga kampung kaung caang dengan salah satu santri nurul falah hanya karena masalah sepele sehingga menimbulkan

konflik yang berkepanjangan yang membutuhkan upaya pemulihan dengan cara mendamaikan antara kedua belah pihak.

B. Saran-Saran

Sabnagai mana yang telah diuraikan diatas, maka penulis merasa perlu untuk memberikan saran-saran yang sedikit banya menjadi masukan-masukan dalam pelaksanaan pembinaan dimasa yang akan datang. Pada poin terakhir dalam bab terakhir ini penuis menuliskan saran-saran yang menurut penulis perlu untuk pengembangan pembinaan diantaranya ialah:

1. KH.M. Chaedar kini sudah menginjak usia yang sangat sepuh, dan beliau

sampai sekarang masih eksis dalam membina dan mengamalkan keilmuannya untuk para santri dan masyarakat banyak, maka sepantasnyalah para genderasi penerus, terutama fihak keluarga yang sangat memiliki hak yang penuh untuk mengembangkan pembinaan Nurul Falah agar memiliki persiapan dan mampu mengemban amanah untuk meneruskan perjuangan beliau dimasa yang akan dating.

2. System dan program yang bermutu seperti kreatifitas dan kemandirian

para pengurus harus ditingkatkan, mengingat persaingan global yang sangat menantang, agar pembinaan pondok pesantren dapat berjalan sesuai dengan keadaan saat sekarang, dan mampu bersaing dengan pendidikan yang lain.

3. Manjadikan lulusan Nurul Falah mampu membawa nama baik almamater pesantren, agar pedoman yang didapat membawa harum nama baik almamater pondok pesantren Nurul Falah.

4. Dunia pesantren memang kurang diminati dan kurang di gemari oleh

generasi muda pada saat sekarang ini, kebanyakan diantara mereka menjadi alergi tetntang pengetahuan agama, dalam hal ini upaya pembinaan santri agar mempunyai pendekatan psikologis terhadap santri, agar bisa memahami dan mengetahui kondisi anak pada saat sekarang ini, dengan menerapkan sisterm yang lebih kreatif dan inofatif, agar para santri tidak merasa jenuh ketika mereka kembali berada di lingkungan pondok pesantren Nurul Falah.

Kanisius. 2003. Cet. Ke-1.

Ahmad Munjin Nasih, Kajian Fiqh Sosial Dalam Bahtsul Masail, (Surabaya:

Departemen Agama, 2000) cet. Ke-1

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2000), cet. Ke-3

Alo Liliweri, Komunikasi verbal dan nonverbal, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1994),Cet. Ke-1

Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta, LkiS,

2003)

Anas Madhuri, Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat, (Surabaya:

Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), cet.

Ke-4

Arni Muhammad,Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) cet. ke-4

Asmani Syukur Dasar-DasarStrategiDakwah Islam,(Surabaya: Al-IKhlas, 1983)

BP-4, Pembinaan keluarga Bahagia Sejahtera, Jakarta 1984

Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Jakarta, Indeks, 2005)

Data diperoleh dari Kelarahan Kaung Caang, Pandeglang, 27 November 2008.

Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung, Remaja

Rosdakarya, 2007)

Dedy Mulyana, Komunikasi Efektif suatu pendekatan Lintas Budaya, (Bandung,

Remaja Rosdakarya, 2005)

Departemen Agama RI, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, Proyek

Peningkatan Pondok Pesantren, 2000

Departemen Agama, 2002), cet. Ke-1

Depdaiknas, (Jakarta: Balai Pustaka 2002)

Didin Hafiduddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani, 1998), Cet 1

Dr. A. Supratiknya, Komunikasi Antar Pribadi, (Yogyakarta: KANISIUS,1999)

cet ke-10

Drs.H.M.Shulthon Masyhudi M.Pd, Drs. Moh. Khusnurdilo, M.Pd, Manajemen

PondokPesantren,DIVA PUSTAKA JAKARTA, Cet Ke-2

Ensklopedi, Nasional Indonesia, (Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1991)

H. A. Hafidz Dasuki, dkk, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van

Hoeve, 1994)

H. A. W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002)

H. M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta, Bumi Aksara, 1993), cet ke-2

H. Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,

1972)

H. TaufiqIsmail, dkk, Membangun Kemandirian Ummat Dipedesaan, (Jakarta;

PT.Abadi Publishing dan Printing, 2000).

H.A.W.Widjaja, Ilmu Komunikasi suatu Pengantar, (Jakarta, Rieneka Cipta,

2000)

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persad, 2005)

Hafied Cangera,MSc, Pengantar ilmu Komunikasi, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2006), cet. Ke-4,

Hj. Nina Winangsih Syam, M.S. Drs. Dadang Sugiana M.Si, Perencanaan pesan

dan media ( Jakarta: Dep Dik Nas Puan penerbit Modul UT, 2002) cet. Ke-4

Hj. Roudhonah, MA. IlmuKomunikasi. (Jakarta: UIN Jakarta Press 2007). Cet ke 1.

HM. Amin Haedar, dkk, Masa depan pesantren; dalam tantangan modernisasi

dantantanganKomplesitasglobal,(Jakarta;IRD Press,2004)

Jhon M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta, Gramedia, 2003)

L.Tubbs, Stewart, Moss, Sylvia, Human Communication (Prinsip-Prinsip Dasar Pengantar: Dr.Dedi Mulyana M.A ) PT. Remaja Rosdakarya, bandung 200, cet ke-3

Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2004)

Lihat dalam Muhammad Naquid Al-Attas, KonsepPendidikanDalamIslam, Satu

RangkaPikerPembinaan FilsafatPendidikan Islam, terj. Haidar Bagir, cet. Ke-4, (Bandung: Mizan, 1992). Lihat juga Dawam Raharjo, Ensiklopedi Islam, TafsirSosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, cet Ke-1, (Jakarta: 1996)

M. Dawam Raharjo, Perkembangan Masyarakat dalam Perspektif Pesantren

dalam Pergulatan Dunia Pesantren, (Jakarta: P3m, 1985)

M.Dawam Raharjo, Perkembangan pesantren dalam Prespektif Pesantren

“dalam Pergaulan dunia Pesantren,(jakarta: P3m)

Masdar F. Mas’ud, Direktori Pesantren, (Jakarta: P3M, 1986)

Mashud, Sulthon. Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta: Diva Pustaka, 2003)

Miftah Tahaha, Pembinaan Organisasi,( Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada), Cet Ke-3

Nasution, Mengajar dengan Khusus, (Bandung, I Jemmars)

Netty hartati Msi, Islam dan Pisikolog i ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), cet ke-1

Nurdin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,

2004).

Onong Uchana Effendy, Dimanika Komunikasi, (Jakarta: Remaja Rosdakarya,

2000)

Onong Uchana Effendy, Dmensi-dimensi Komunikasi, (Bandung: Alumni, 1986)

Onong Uchana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003)

Onong Uchana Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, (Jakarta: Remaja

Onong Uchana Effendy. Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi.bandung: PT. Citra Aditya bakti.2003.Cet Ke-3

PendidikanIslamTradisional, cet. Ke-1, (Jakarta: Ciputat Press, 2002)

Petersalim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, ( Jakarta

Moderen English, 1991

Phil Astrid Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Bina

Cipta, 1988)

Puis A. Partanto, M. Dahlan Al-Barry,Kamus Ilmiah Populer,(Surabaya,

Arkola,1994)

Rakhmat. Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Rosda Karya,

2000)

Rohadi Abdul fatah, Manajemen Dakwah di Era Global; Sebuah Pendekatan

Metodologi.(Jakarta: CV. Fauzan Inti Kreasi, 2004), h. 27

Sodjoko Prasadjo, Profil Pesantren, (Jakarta: P3M, 1982)

Sr. Maria Assumpte Rumanti OSF, Dasar-dasar Publik Relations Teori dan Praktek, (Jakarta: Grasindo, 2002)

W.J.S Poerwajarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

2005), cet ke-3

Wanancara Pribadi dengan KH. M. Chaedar, Pandeglang, 26 November 2008 Wawancara pribadi dangan KH.M. Chaedar, Pandeglang 23 Oktober 2008 Wawancara Pribadi Dengan Drs. Nahrowi M.Ag, Pandeglang, 20 Oktober 2008 Wawancara Pribadi dengan Drs. Yayan Mozayan, Pandeglang 21 November 2008 Wawancara Pribadi dengan KH. M. Chaedar. Pandeglang,

Wawancara Pribadi dengan Salahsatu Santri Nurul Falah, Pandeglang 22 Oktober 2008

Wawancara pribadi dengan Ust. Khosy’in, Pandeglang, 24 November 2008. Wawancara Pribadi Dengan Ust. M. Isya Pandeglang 21 November 2008 Wawancara pribadi dengan Ust. Romdhon, Pandeglang, 22 Oktober 2008

Wawancara Pribadi Dengan Ust.Drs. yayan Muzayan. CH. Pandeglang, 24 November 2008

Wawancara pribadi dengan Ust.Khosyi’in, Pandeglang 23 Oktober 2008 Widaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000)

Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: PT.Rieneke Cipta, 2000) Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta, Grasindo, 2005), Cet. Ke-2.

Yasmadi M.A, Modernisasi Pesantren, KritikanNurcholisMajidTrehadap

Yasmadi,Organisasi Pesantren Kritik Nurcholis Majid Terhadap Pendidikan

islam Tradisional,(Jakarta; Ciputat Press, 2002). Cet. Ke-1

Yayasan Pondok Pesantren Nurul Falah, Buku Pedoman dan Pegangan KegiatanSantri. h. 9

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta: LP3ES, 1983)

adanya tiga fungsi pesantren yitu: (1) Transmisi dan transfer ilmu-ilmu islam, (2) Pemeliharaan tradisi islam dan (3) reproduksi ulama.( Drs.H.M. Shulthon Masyhudi M.Pd, Drs. Moh. Khusnurdilo, M.Pd, Manajemen Pondok Pesantren,DIVA PUSTAKA JAKARTA, Cet Ke-2 h90)

Lembaga pendidikan yang memainkan peranya di Indonesia, jika dilihat darui struktur internal prndidikan islam serta praktek-praktek pendidikan yng dilaksanakan, ada empat ktegori. Pertama, Pendidikan pondok pesantrenyaitu pendidikan islsm yang

diselenggarakan secara tradisional, bertolak dari pengajaran Al-Qur’an dan Hadits dan merancang segenap kegiatan pendidikannya untuk mengajarkan kepada siswa islam sebagai cara hidup atau wayof life. Kedua, pendidikan madrasah yakni pendidikan islamyng diselenggarakan di lembaga-lemba modern bara,yang mempergunakan metode klasikal,dan berusaha menanamkan islamsebagai landasan hidup kedalamdiri parasiswa. Ketiga, pendidikan umum yng bernafaskan islam,yaitu pendidikan islam yang di lakukan melalui pengembanga suasana pendidikan yng bernafaskan islam dilembaga-lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan yang bersifat

umum.keempat,pelajaran agama islam yng diselenggarakan dilembaga-lembaga

pendidikan umumsebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja.( Drs. Yasmadi, MA .MA,Modernisasi Pesantren, Sebuah kritik Nurcholis Majid Terhadap Pendidikan Islam tradisional, Jakarta, Ciputat Press, h.-59).

Pembinaan

Pembinaaan adalah suatu tindakan proses, hasil, atau pernyataan menjadi lebih baik , dalam hal ini menunjukan adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan evaluasi atas berbagai kemungkinan, berkembang atau peningkatan atas sesuatu.

Ada dua unsure dari pemngertian ini yitu pembinaan itu sendiri bias berupa suatu tindakan, proses, atau pernyataan dari suatu tujuan, dan keedua pembinaan itu bias menunjukan kepada “perbaikan” atas sesuatu.( pembimaan organisasi,Miftah Thaha, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Cet ke-3. h.-7.)

Pembinaan dalam kamus bahasa Indonesia kontempoer ialah: “Proses” Membina, membangun dan menyempurnakan, upya mendapat hasil yng lebi baik ( Petersalim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, ( Jakarta Moderen English, 1991, h.205)Begitu Pula Pembinaan dapat mengandung arti:Usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara evisien dan efektgif untuk memperolah hasilyang lebih

baik.(Departemen Pendidikan Nasional, KAmus Besar Bahasa Indonesia,Kdisi Ketiga, Jakarta Balai Pustaka, t.t, h.152.)

Pengertian lain dari Pembinaan ialah:Suatu upaya, usaha yng terus menerus untuk memperbaiki, meningkatkan, menyempurnakan, mengarahkan dan mengembangkan kemampuan unyuk mencapai tujuan yaitu: agarsasaran pembinaan mampu mwnghayati dan mengamalkan ssuatu. (BP-4, Pembinaan keluarga Bahagia Sejahtera, Jakarta 1984, h. 8)

santrinya. agarproses penyampain pesan berjalan sengan baik, diperlukan keterampilan yang maib pula oleh seorang kiai dalam menciptakan suasana yang baik agar para santri dapat mengikuti kegiatan dan terciptanya hubungan baik bagi santri dan kiai.

Tujuan dari komunikasi yang dilakukan oleh kiai dan santri adalah untuk menciptakan adanya hubungan timbale balik diantara keduanya. santri menganggap kiak seolah-olah seperti orangtuanya sendiri, dan kiai menganggap santri bagaikan anak sendiri sikap dan timbale balik ini untuk menimbulkan suasana akrab dan kebutuhan untuk saling

berdekatan secaraterus menerus.1

1

HM. Amin Haedar, dkk, Masadepanpesantren; dalamtantanganmodernisasidantantangan komplesitasglobal,(Jakarta;IRD Press,2004), h.35.

Dokumen terkait