• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor di laboratorium yang mempengaruhi penyesuaian warna pada mahkota keramik-logam, antara lain: ketebalan lapisan porselen, teknik kondensasi porselen, siklus pembakaran porselen, siklus glazing porselen, jenis porselen, perbandingan antara bubuk porselen dengan cairan pada saat pengadukan, jenis logam dan ketebalan lapisan porselen porselen (Lakatos dkk. 2007; Janardanan 2012; Anitha dkk. 2013; Chaiyabutr dkk. 2011; Xie dkk. 2009; Cheung dkk. 2002; Marquez dkk. 2008; Naik dkk. 2011; Jacobs dkk. 1987; Kourtis dkk. 2004; Jarad dkk. 2006; Corciolani dkk. 2006a, 2009b, 2010c; Fazi dkk. 2009; Ozcelik dkk. 2008; Reddy dkk. 2012; O’Brien dkk. 1994; Woolsey dkk. 1984; Wood 2007; Hammad dkk.1996). 2.4.3.1 Ketebalan Lapisan Porselen

Gigitiruan keramik terdiri dari beberapa lapisan porselen yang berbeda keopakan, warna dan ketebalannya untuk memperoleh penampilan alami. Lapisan porselen terdiri atas tiga bagian, yaitu: lapisan opak, lapisan dentin (body porcelain), dan apisan enamel (incisal porcelain) (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004). Woolsey dkk (1984) menyatakan bahwa keopakan alami lapisan opak terlihat pada ketebalan lapisan di bawah 0.5 mm, dan konsentrasi oksida logam pada lapisan opak biasanya lebih kecil dari 15%. Barghi

dkk. & Terrada dkk. (dikutip dari Kourtis dkk. 2004) menyatakan bahwa ketebalan lapisan opak 0,2-0,3 mm dapat menutup oksida logam, dan ketebalan lapisan opak lebih dari 0,3 mm tidak mempengaruhi perubahan warna porselen. Corciolani dkk. (2006) menyatakan bahwa restorasi keramik-logam sebaiknya di bawah 1.5 mm, dan ketebalan lapisan warna (opak dan dentin) berkisar 0,2-0,4 mm. Chiche, dkk (dikutip dari Fazi dkk. 2009) menyatakan bahwa ketebalan lapisan opak sebaiknya setipis mungkin (0,10-0,15 mm) dapat menutup koping logam. Jacob dkk. (1987) mengevaluasi perubahan nilai hue, value dan chroma secara visual dan instrumental dengan alat spektrofotometer terhadap lapisan porselen dentin dengan ketebalan 0,5; 1,0; dan 1,5 mm, pada spesimen gold-platinum-palladium, high palladium, Ni-Cr dengan ketebalan logam 0,5 mm, dan lapisan opak dengan ketebalan antara 0,09-0,12 mm. Dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa lapisan porselen dentin dengan ketebalan 1 mm menghasilkan warna yang lebih baik pada ketiga jenis logam. Corciolani dkk. (2010) mengevaluasi pengaruh ketebalan lapisan porselen terhadap warna yang dihasilkan, dengan memvariasikan ketebalan lapisan base dentin (0,25; 0,30, 0,35; 0,40; 0,45; 0,70; 0,75; 0,90 mm), transparant dentin (0,35; 0,40; 0,45; 0,50; 0,45; 0,65; 0,75 mm), dan lapisan enamel (0,15; 0,20; 0,30; dan 0,50 mm), ketebalan logam 0,3 mm, serta ketebalan lapisan opak 0,15 mm. Lapisan base dentin yang lebih tebal menghasilkan warna kromatik yang lebih tinggi.Chiche, dkk (dikutip dari Fazi dkk. 2009) menyatakan bahwa ketebalan lapisan porselen translusen (dentin dan enamel) sebaiknya 1,0 mm untuk menghasilkan warna yang sesuai dengan shade

dengan peningkatan ketebalan lapisan transparant dentin dan enamel akan menurunkan nilai chroma. Peningkatan ketebalan lapisan enamel akan menurunkan nilai lightness (value).

2.4.3.2 Teknik Kondensasi Porselen

Kondensasi porselen merupakan salah satu proses yang harus diperhatikan pada proses pembuatan gigitiruan porselen di laboratorium, karena dapat mempengaruhi porositas dan warna lapisan poselen dentin (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004).

Ada tiga teknik kondensasi porselen, yaitu:

a. Teknik getaran

Metode ini sangat berguna untuk membuang kelebihan air pada saat pelapisan porselen. Teknik getaran dapat secara manual maupun dengan ultrasonik. Kondensasi secara ultrasonik menghasilkan struktur porselen yang lebih homogen, karena mempunyai kontrol yang lebih baik pada saat proses pelapisan setiap lapisan porselen.

b. Spatulation technique

Spatula kecil digunakan untuk menghaluskan partikel porselen dan sekaligus menghilangkan kelebihan air pada porselen yang sedang dilapisi.

c. Brush technique

Bubuk porselen kering ditambahkan pada permukaan porselen dengan bantuan brush

2.4.3.3 Siklus Pembakaran Porselen

Siklus pembakaran porselen meliputi dua bagian, yaitu:

1. Proses pembakaran logam

Pembakaran logam disebut oksidasi. Hampir semua logam pada mahkota keramik-logam dioksidasi (degassing, outgasing dan preoxidatiton) terlebih dahulu sebelum pengaplikasian lapisan porselen untuk menghilangkan udara yang terperangkap pada logam, menghilangkan kotoran-kotoran dan membentuk lapisan oksida. Proses oksidasi dilakukan pada temperature 960-980°C sesuai instruksi pabrik. Lapisan oksida menyebarkan dan memantulkan cahaya sehingga berfungsi menutup warna logam di bawahnya, serta menyatukan logam dengan lapisan opak pada saat siklus pembakaran. Keberhasilan proses pembakaran merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan dan warna mahkota keramik-logam. (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004).

2. Proses pembakaran lapisan porselen.

Setelah pembakaran logam selesai, dilanjutkan dengan pembakaran lapisan opak, lapisan dentin, dan lapisan enamel. Proses pembakaran porselen juga sangat mempengaruhi warna porselen yang dihasilkan. (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004; Cheung & Darvell 2002; Marquez dkk. 2008; Naik dkk. 2011).

2.4.3.4 Jenis logam

Sifat mekanis mahkota keramik-logam sangat tergantung pada ketebalan koping logam. Dalam bidang kedokteran gigi, aplikasi logam biasanya digunakan

dalam bentuk aloi. Aloi adalah bahan yang memiliki bahan dasar dua atau lebih logam, biasanya sedikitnya 4-8 bahan logam. Logam yang dipergunakan pada mahkota keramik-logam harus bersifat biokompatibel, dapat diproses di laboratorium, dan kompatibel terhadap porselen. Ekspansi panas, kekuatan perlekatan dan komposisi logam sangat mempengaruhi perlekatan antara logam dengan porselen. (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004). Kourtis dkk. 2004, menyatakan bahwa warna yang dihasilkan pada spesimen keramik-logam dipengaruhi oleh jenis koping logam dan porselen yang dipakai. Klasifikasi logam yang dipakai pada pembuatan mahkota keramik-logam, berdasarkan American Dental Assosiation (ADA), dikelompokkan atas tiga bagian, antara lain (Shillingburg dkk. 2012):

1. Aloi high noble (gold-platinum-palladium, gold-palladium-silver, dan gold-palladium).

Logam ini memiliki kandungan logam noble lebih besar dari 60% dan 40% emas.

Koefisien ekspansi panas emas sangat tinggi (14 x 10-6 0C), sedangkan koefisien

ekspansi panas porselen sangat rendah (2-4 x 10-6 0C), sedangkan porselen yang akan melekat dengan koping logam harus mempunyai temperatur pembakaran dan koefisien ekspansi panas yang hampir sama, sehingga untuk menyeimbangkan koefisien ekspansi panas keduanya, perlu penambahan palladium atau platinum pada logam emas. Mahkota keramik-logam dengan bahan logam emas memiliki hasil warna yang lebih sesuai dengan warna gigi asli, tahan terhadap korosi, tidak terjadi perubahan warna karena tidak mengandung silver, lebih lunak jika dibandingkan dengan logam lainnya sehingga waktu pengerjaan di laboratorium lebih cepat, namun logam emas harganya sangat

mahal. Ozcelik TB., dkk., 2008, menyatakan bahwa ketebalan lapisan opak 0,1 mm yang diaplikasikan pada logam Ni-Cr dan Co-Cr tidak dapat memberikan perubahan warna pada gigitiruan keramik-logam, namun terdapat perbedaan warna yang signifikan jika lapisan opak 0,1 mm diaplikasikan pada logam Au-Pd yang berfungsi sebagai kelompok kontrol. Janardanan dkk. (2012) menyatakan bahwa pembuatan mahkota keramik-logam dengan bahan campuran keramik-logam dengan emas (Au) dan bahan porselen Vita Omega, menghasilkan warna yang paling sesuai dengan shade guide yang dipakai. 2. Aloi noble (palladium-silver dan high palladium), terdiri dari logam noble 25%. Logam

ini cenderung lebih murah dibandingkan dengan logam emas, tahan terhadap korosi, modulus elastik lebih tinggi, namun memiliki kekurangan yaitu memiliki kecenderungan untuk berubah warna karena mengandung silver.

3. Predominately base metal aloi (Ni-Cr, Ni-Cr-berillium, Co-Cr, dan titanium). Logam ini

terdiri dari < 25% logam noble. Logam ini memiliki kekerasan yang lebih tinggi jika

dibandingkan dengan logam noble dan harganya lebih murah. Kekuatan untuk menahan

korosi sangat tergantung pada sifat kimianya. Oleh karena itu logam ini sebaiknya dioksidasi untuk menutup permukaan logam sehingga meminimalkan korosi (Rosentiel dkk. 2004).

Hampir semua logam pada mahkota keramik-logam dioksidasi (degassing, outgasing

dan preoxidatiton) terlebih dahulu sebelum pengaplikasian lapisan porselen untuk

menghilangkan udara yang terperangkap pada logam, menghilangkan kotoran-kotoran dan membentuk lapisan oksida. Proses oksidasi dilakukan pada temperatur 960-980°C sesuai instruksi pabrik. Lapisan oksida menyebarkan dan memantulkan cahaya sehingga dapat

menutup warna logam di bawahnya, serta berfungsi untuk menyatukan logam dengan lapisan porselen pada saat siklus pembakaran. (Rokni & Baradaran 2007; Rathi dkk. 2011).

2.4.3.5 Jenis Porselen

Jenis porselen, seperti Vita Omega, Vita VMK, Shofu Vintage, Ivoclar, dan lain-lain. Jenis porselen yang berbeda menghasilkan warna yang berbeda (Lakatos dkk. 2007). Reddy dkk. (2012) meneliti perbedaan warna yang dihasilkan oleh dua jenis porselen yang berbeda (Vita dan Ivoclar) dengan ketebalan lapisan dentin dan enamel 0,5; 1,0 dan 1,5 mm, ketebalan lapisan opak 0,1 mm, pada logam Ni-Cr dengan ketebalan 0,4 mm. Total ketebalan gigitiruan keramik-logam menjadi 1,0 mm, 1,5 mm dan 2,0 mm. Dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa jenis porselen Ivoclar dengan ketebalan 2 mm menghasilkan warna yang lebih sesuai dengan shade guide.

2.4.3.6 Perbandingan Bubuk dengan Cairan Porselen

Pengadukan antara bubuk porselen dengan cairannya bertujuan untuk menghasilkan bentuk pasta, kemudian dilakukan pengaplikasian lapisan porselen di atas permukaan koping logam. Pengadukan lapisan porselen dapat dilakukan dengan dua metode, antara lain: metode satu kali pengadukan dan metode pengadukan lapis demi lapis (incremental), yaitu dengan beberapa kali pengadukan (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004).

2.4.3.7 Siklus Glazing Porselen

Glazing merupakan suatu proses penambahan bahan pewarna untuk

porselen terhadap fraktur (Shillingburg dkk. 2012; Anusavice 2004; O’Brien 2002; Rosentiel dkk. 2004; Hammad dan Al-Wazzan 1996).

2.7 Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh ketebalan lapisan opak 0,2 mm dengan lapisan dentin 0,5; 0,7;

dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota keramik-logam.

2. Ada pengaruh ketebalan lapisan opak 0,3 mm dengan lapisan dentin 0,5; 0,7;

dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota keramik-logam.

3. Ada perbedaan pengaruh ketebalan lapisan opak 0,2 dan 0,3 mm dengan lapisan

dentin 0,5; 0,7; dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota keramik-logam.

4. Ada perbandingan pengaruh ketebalan lapisan opak 0,2 dan 0,3 mm dengan

lapisan dentin 0,5; 0,7; dan 1,0 mm terhadap kesesuaian warna pada mahkota keramik-logam.

Dokumen terkait