• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru

Nilai KVP merupakan suatu gambaran dari fungsi sistem pernafasan. Penurunan fungsi paru dapat terjadi secara bertahap dan bersifat kronis sehingga frekuensi lama seseorang bekerja pada lingkungan tempat kerja yang berdebu dan faktor-faktor internal yang terdapat pada diri pekerja (karakteristik pekerja) merupakan hal utama yang berhubungan dengan KVP (Widodo, 2007). Adapun faktor-faktor tersebut adalah:

1) Lingkungan Tempat Kerja

Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Kesehatan Nomor 1 Tahun 1970 dikatakan bahwa tempat kerja merupakan tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau

sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Adapun sumber bahaya yang berhubungan dengan nilai KVP pekerja khusunya perusahaan pengadaan bahan baku keramik adalah debu.

Debu yang memapar pekerja dapat dilihat dari ukuran partikelnya, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama paparan serta bentuk dari debu itu sendiri. Pada dasarnya tingkat kelarutan debu pada air dapat mengindikasikan tingkat bahan dalam debu larut dan dengan mudah dapat masuk pembuluh darah kapiler alveoli. Bila debu tidak mudah larut tetapi ukurannya kecil maka partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dinding alveoli. Semakin tinggi konsentrasi debu, maka semakin besar pula kemungkinan menimbulkan keracunan maupun gangguan terhadap paru (Faridawati, 1995).

2) Karakteristik Pekerja

Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja didalam hubungan kerja pada pengusaha dengan menerima upah sebagai hasil dari kerjanya. Karakteristik pekerja merupakan hal-hal yang ada pada diri pekerja yang akan berdampak pada hasil kerja dan dalam hal ini kesehatan individu itu sendiri. Adapun yang termasuk hal-hal yang termasuk kedalam karakteristik pekerja yang berhubungan dengan KVP adalah:

Usia merupakan variabel yang penting dalam hal terjadinya gangguan fungsi paru karena usia mempengaruhi kekenyalan paru sebagaimana jaringan lain dalam tubuh. Semakin tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru terutama yang disertai dengan kondisi lingkungan yang buruk serta faktor lain yang akan memperburuk kondisi paru. Penurunan KVP dapat terjadi setelah usia 30 tahun, tetapi penurunan KVP akan cepat setelah usia 40 tahun. Faal paru sejak masa kanak-kanak bertambah volumenya dan akan mencapai nilai maksimum pada usia 19 sampai 21 tahun. Setelah usia tersebut nilai faal paru akan terus menurun sesuai dengan pertambahan usia (Budiono, 2007).

Berdasarkan penelitian Mengkidi (2006), pada populasi pekerja pabrik semen di Sulawesi Selatan yang terpapar dengan debu semen menunjukkan bahwa usia merupakan faktor risiko untuk terjadinya gangguan fungsi paru. Selain itu juga, pada keadaan normal usia juga mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernapasan pada orang dewasa antara 16-18 kali permenit, pada anak- anak sekitar 24 kali permenit sedangkan pada bayi sekitar 30 kali permenit. Walaupun pada orang dewasa pernapasan frekuensi pernapasan lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak dan bayi, akan tetapi KVP pada orang dewasa lebih besar dibanding anak-anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah misalnya akibat

dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya (Syaifudin, 1997).

b. Jenis Kelamin

Menurut Guyton (1997) volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis. Menurut Tambayong (2001) disebutkan bahwa kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8L dibandingkan pada wanita yaitu 3,1L.

c. Kebiasaan merokok

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernapasan dan jaringan paru. Apabila kondisi lingkungan kerja seorang perokok memiliki tingkat konsentrasi debu yang tinggi maka maka dapat menyebabkan gangguan fungsi paru yang ditandai dengan penurunan fungsi paru (VC, FVC dan FEV1). Debu yang tertimbun dalam paru akan menyebabkan fibrosis (pengerasan jaringan paru), sehingga dapat menurunkan KVP. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa pertahun adalah 28,7 mL untuk non perokok, 38,4mL untuk bekas perokok dan 41,7 mL untuk perokok aktif (Anshar, 2005).

Pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok (Depkes, 2003). Tenaga kerja yang merokok dan berada dilingkungan yang berdebu cenderung mengalami gangguan saluran pernapasan dibanding dengan tenaga kerja yang berada pada lingkungan yang sama tetapi tidak merokok (Mengkidi, 2006). Selain itu juga menurut Gold et al (2005) juga menyatakan bahwa kebiasaan merokok pada pekerja yang terpapar oleh debu memperbesar kemungkinan untuk terjadinya gangguan fungsi paru.

Adapun untuk mengukur derajat berat merokok biasanya dilakukan dengan menghitung indeks Brinkman, yaitu perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari kemudian dikalikan dengan lama merokok dalam tahun. Nilai yang dihasilkan dari perhitungan tersebut akan dimasukkan kedalam tiga kategori yaitu:

Ringan : 0-200

Sedang : 200-600

Berat : > 600

Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik.Gangguan faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga, sebaliknya latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal paru. Seseorang yang aktif dalam latihan akan mempunyai kapasitas aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi serta kapasitas paru yang meningkat (Sahab, 1997).

Kapasitas Vital Paru (KVP) dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang melakukan olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas vital pada seorang atlet lebih besar daripada orang yang tidak pernah berolahraga (Hall, 1997). Menurut Guyton (1997), kebiasaan olah raga akan meningkan kapasitas paru dan akan meningkat 30-40%.

Secara umum semua cabang olahraga, permainan dan aktifitas fisik sedikit banyak membantu meningkatkan kebugaran fisik. Namun terdapat perbedaan dalam tingkat dan komponen-komponen kebugaran fisik yang ditingkatkan.

Tabel 2.3

Kategori Tingkat Kebugaran Aktivitas Fisik/Kegiatan Olahraga No Tingkat Kebugaran Jenis Kegiatan Olahraga

1. Sangat Baik Tarian aerobic Bersepeda

Bulutangkis Basket

Jogging/lari Sepak bola

Bolanet Berenang

No Tingkat Kebugaran Jenis Kegiatan Olahraga

2. Baik Beladiri Sepak takraw

Latihan berirama Bola voli

Tenis meja Berjalan

Tenis

3. Minimal Golf Binaraga

Bowling

Kebugaran aerobik*: Kebugaran dari paru, jantung dan peredaran darah. Kebiasaan berolahraga tersebut dilakukan 3-5 kali seminggu. Sumber: Giam.C.K (1996)

e. Status Gizi

Kesehatan dan daya kerja erat hubungannya dengan status gizi seseorang. Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan dan respon imunologis terhadap penyakit dan keracunan. Status gizi juga berperan terhadap kapasitas paru. Orang dengan postur kurus panjang biasanya kapasitas vital paksanya lebih besar dari orang dengan postur gemuk pendek.

Tanpa makan dan minum yang cukup kebutuhan energi untuk bekerja akan diambil dari cadangan sel tubuh. Kekurangan makanan

Menurut Sridhar (1999) secara fisiologis seseorang dengan status gizi yang kurang maupun lebih dapat mengalami penurunan KVP yang pada akhirnya dapat mempengaruhi terjadinya gangguan fungsi paru.

Adapun status gizi diukur menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT).

IMT = BB (kg)

TB2(m)

Tabel 2.4

Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia Kategori

IMT

IMT

Kurus Kekurangan BB tingkat berat Kekurangan BB tingkat rendah

< 17 17.0-18.5

Normal >18.5-25.00

Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan Kelebihan BB tingkat berat

25.00-27.00 >27.0 (Supariasa, 2001)

f. Riwayat penyakit Saluran Pernafasan

Kondisi kesehatan saluran pernafasan dapat mempengaruhi KVP seseorang. Kekuatan otot-otot pernapasan dapat berkurang akibat sakit (Ganong, 2002). Nilai kapasitas paru otomatis akan berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru) dan pada kelemahan otot pernapasan (Price, 1995). Selain itu

juga, adanya riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan pneumunokiosis dan salah satu pencegahannya dapat dilakukan dengan menghindari diri dari debu dengan cara memakai masker saat bekerja (Suma’mur, 1996).

g. Penggunaan Masker

Pekerja yang aktivitas pekerjaannya banyak terpapar oleh partikel debu memerlukan alat pelindung diri berupa masker untuk mereduksi jumlah partikel yang kemungkinan dapat terhirup. Masker berguna untuk melindungi masuknya debu atau partikel-partikel yang lebih besar ke dalam saluran pernafasan. Masker dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu agar risiko paparan debu yang dapat terinhalasi ke paru-paru sehingga terjadi pengendapan partikel dan akhirnya mengurangi nilai KVP dapat diminimalisir (Carlisle, 2000).

h. Masa Kerja

Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja (pada suatu kantor, badan dan sebagainya) (KBBI, 2001). Penelitian Yuli (2005) dalam lingkungan kerja yang berdebu, masa kerja dapat mempengaruhi dan menurunkan kapasitas fungsi paru yang salah satu didalamnya adalah nilai KVP pada pekerja. Menurut Morgan dan Parkes dalam Faridawati (1995) waktu yang dibutuhkan seseorang

yang terpapar oleh debu untuk terjadinya gangguan KVP kurang lebih 10 tahun.

Masa kerja dapat dikategorikan menjadi:

1. masa kerja baru ( < 5 tahun )

2. masa kerja lama ( ≥ 5 tahun )

Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja

tersebut (Suma’mur, 1996).

i. Riwayat Pekerjaan

Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat

menyebabkan gangguan paru (Suma’mur, 1996). Hubungan antara

penyakit dengan pekerjaan dapat diduga dengan adanya riwayat perbaikan keluhan pada akhir minggu atau hari libur diikuti peningkatan keluhan untuk kembali bekerja, setelah bekerja ditempat yang baru atau setelah digunakan bahan baru di tempat kerja. Riwayat pekerjaan dapat menggambarkan apakah pekerja pernah terpapar dengan pekerjaan berdebu, hobi, pekerjaan pertama, pekerjaan pada musim-musim tertentu, dan lain-lain (Ikhsan, 2002).

3) Karakteristik Pekerjaan

a. Jumlah Jam Kerja per Minggu (waktu kerja)

Data jumlah jam kerja per minggu pada aktivitas pekerja yang terpapar debu dapat digunakan sebagai perkiraan kumulatif paparan yang diterima oleh seorang pekerja. Rendahnya KVP pada pekerja tergantung pada lamanya paparan serta konsentrasi debu lingkungan kerja. Paparan dengan konsentrasi rendah dalam waktu lama mungkin tidak akan segera menunjukkan adanya penurunan nilai KVP dibandingkan dengan paparan tinggi dalam waktu yang singkat (Budiono, 2007)

b. Beban kerja

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban kerja, sehingga beban kerja merupakan kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Beban kerja dapat berupa beban fisik dapat mempengaruhi nilai dari KVP seseorang.

Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernapasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbondioksida tersebut (Guyton & Hall, 1996).

c. Sikap kerja

Pengertian sikap kerja merupakan kesiapan mental maupun fisik untuk bekerja dengan cara tertentu yang dapat dilakukan dalam kecenderungan tingkah laku pekerja dalam menjalankan aktivitasnya sebagai upaya memperkaya kecakapan dan kelangsungan hidup (Maryani, 2005).

Dokumen terkait