• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemakaian APD

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

2.3.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan (sebagian besar diperoleh dari indra mata dan telinga) terhadap objek tertentu. Menurut Notoatmodjo (1997) pengetahuan merupakan domain yang paling penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) dan pengetahuan dapat diukur dengan melakukan wawancara. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran.

Pengetahuan yang mencakup di dalamnya 6 (enam) tingkatan yaitu (Notoatmodjo, 1993):

1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

2. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui.

3. Aplikasi (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang real (sebenarnya).

4. Analisis (Analysis) diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan atau materi suatu objek terhadap komponen-komponennya tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi. (Evaluation) hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo ,1993).

2.3.1.2 Sikap

Menurut Notoatmodjo (1993) sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (1997) bahwa

sikap merupakan kesiapan/kesediaan seseorang untuk bertindak sebagai objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Menurut Ahmadi (1990) yang dikutip oleh Notoadmodjo (1997) sikap dibedakan menjadi:

a. Sikap positif, yaitu: sikap yang menunjukan atau memperlihatkan menerima atau mengakui, menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

b. Sikap negatif yaitu: menunjukan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan, yakni (Notoatmodjo, 1993):

1. Menerima (Receiving) diartikan orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (Responding) diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (Valuing) diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan dan mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung-jawab (Responsible) adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu

objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan–pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden

2.3.1.3 Umur

Menurut Gilmer yang dikutip oleh Suwita (2001) yang menyatakan bahwa ada pengaruh antara umur terhadap penampilan kerja dan seterusnya akan berkaitan dengan tingkat kinerja. Dalam perkembangannya manusia akan mengalami perubahan fisik dan mental akan digunakan tergantung dari jenis pekerjaan. Pada umumnya tenaga yang telah berusia tua relatif tenaga fisiknya lebih terbatas dari tenaga kerja yang masih muda.

2.3.1.4 Pendidikan

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi

pekerjaan. De Partie Santis (1996) dikutip oleh Laurenta (2001) dimana dalam penelitiannya membuktikan bahwa pendidikan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan dan cara kerja seseorang.

Faktor pendidikan adalah salah satu hal yang sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan produktivitas kerja yang dilakukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin besar kemungkinan tenaga kerja dapat bekerja dan melaksanakan pekerjaannya (Ravianto, 1990).

2.3.1.5 Masa Kerja

Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah sesuai dengan usia, masa kerja diperusahaan dan lamanya bekerja ditempat kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk beluk pekerjaan dan keselamatannya, selain itu tenaga kerja baru sering mementingkan selesainya sejumlah pekerjaan yang diberikan kepada mereka sehingga keselamatan tidak cukup mendapatkan perhatian mereka. Dalam suatu perusahaan pekerja-pekerja baru yang kurang pengalaman sering mendapat kecelakaan sehingga perhatian khusus perlu diberikan kepada mereka. Lama kerja seseorang dapat dikaitkan dengan pengalaman yang didapatkan di tempat kerja. Semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pengalaman dan semakin tinggi pengetahuannya dan keterampilannya (Silalahi, 1985).

Masa kerja sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap pekerjaan dan lingkungan dimana ia bekerja, semakin lama ia bekerja semakin banyak pengalamannya. Hal ini akan mempengaruhi persepsi, sikap, melakukan pekerjaan yang lebih terkontrol (Ravianto, 1990). Menurut Pandji ( 2001) tenaga kerja yang mempunyai masa kerja yang lama akan lebih terampil dan berpengalaman di dalam mengerjakan pekerjaannya sehingga hasilnya akan lebih baik dan aman.

2.3.2 Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya.

2.3.2.1 Sarana

Dibutuhkan pedoman tertentu tentang penempatan fasilitas dan penanganannya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan seseorang, asas keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai (Nurdin, 1992). Keserasian perbandingan antara manusia dengan alat kerja sehingga turut menjamin adanya suasana kerja yang menggairahkan. Peralatan dan perlengkapan harus tepat guna dan tidak mewah. Setiap alat dan perlengkapan harus diadakan sesuai dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan (Laurenta, 2001).

2.3.3 Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan prilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan prilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan.

2.3.3.1 Kebijakan K3

Kebijakan adalah arah yang ditentukan untuk dipatuhi dalam proses kerja dan organisasi perusahaan. Kebijakan yang ditetapkan manajemen menuntut partisipasi dan kerjasama semua pihak. Setiap peserta diberikan pengarahan dan pemikiran yang akan membantu mencapai sasaran dan hasil (Silalahi dkk,1985)

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996 Kebijakan adalah pernyataan tertulis yang dapat dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang memuat keseluruhan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3 kerangka dan program kerja perusahaan yang bersifat umum dan operasional yang ditandatangani oleh pengusaha atau pengurus.

Awal penerapan K3 di perusahaan harus dilandasi dengan kebijakan K3 dari manajemen perusahaan yang merupakan komitmen Top Manajemen terhadap kebijakan Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja sebagai usaha perlindungan terhadap aset perusahaan. Kebijakan K3 merupakan komponen dasar kebijakan manajemen yang akan memberi arah bagi setiap pertimbangan yang menyangkut aspek operasional dari kualitas, volume dan lingkungan kerja.

Adapun yang termasuk kedalam kebijakan K3 di perusahaan meliputi: kebersihan rumah tangga perusahaan, penggunaan mesin-mesin, penggunaan APD, prosedur pemeliharaan, laporan kecelakaan, P3K, pencegahan kebakaran, pembatasan peralatan listrik, merokok dan minum, larangan bersenda gurau, izin masuk pabrik lain-lain diterapkan ditempat kerja (Widjanarko, 1997 cit Laurenta, 2001).

2.3.3.2 Penilaian

Salah satu lagi tugas pimpinan adalah evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan dalam upaya pencapaian tujuan. Evaluasi yang digunakan berdasarkan pada efektivitas dan efisiensi. Ada dua kategotri evaluasi yaitu kesesuaian

(appropriateness) yang dihubungkan dengan kebutuhan memenuhi tujuan program dan prioritas pilihan dan nilai-nilai yang tersedia, dan kecukupan (adequency) yang berhubungan dengan masalah dapat terselesaikan melalui kegiatan yang telah diprogramkan (Syamsi, 2001).

Dokumen terkait