TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Air Susu Ibu (ASI)
2.7 Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif
2. Kedekatan bayi dan ibu yang terus menerus akan menjadi dasar yang kuat 3. Membangun hubungan psikososial yang kuat dalam keluarga
4. Hemat dan mengurangi biaya pengobatan karena bayi jarang sakit 5. Tidak memerlukan dana khusus
6. Keluarga menjadi bahagia karena ibu dan anak sehat
- Manfaat Bagi Negara
Pemberian ASI akan dapat menghemat pengeluaran negara untuk pemberian susu formula, perlengkapan menyusui serta biaya menyiapkan susu. Menyusui juga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi serta mengurangi subsidi rumah sakit untuk perawatan ibu dan anak, sehingga menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membangun negara (Roesli, 2009).
- Manfaat ASI Bagi Lingkungan
ASI akan mengurangi bertambahnya sampah dan polusi udara. Dengan hanya memberi ASI manusia tidak memerlukan kaleng susu, karton dan kertas pembungkus, botol plastik dan dot karet. Karena untuk membuat ASI tidak memerlukan pabrik yang mengeluarkan asap dan tidak memerlukan alat trasportasi (Roesli, 2009).
2.7 Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Eksklusif
Lawrence Green (1980) menganalisis determinan perilaku kesehatan dan menyebutkan ada 3 faktor yang menjadi penyebab perilaku yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Setiap faktor tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap perilaku.
21
1. Faktor predisposisi (predisposing factors) merupakan faktor yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Faktor predisposisi meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan faktor demografi seperti usia, pendidikan dan pekerjaan.
2. Faktor pemungkin (enabling factors) mencakup berbagai keterampilan dan sumber daya yang perlu untuk melakukan perilaku kesehatan. Sumber daya meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, keterjangkauan berbagai sumber daya, biaya, jarak, ketersediaan transportasi, jam buka, dan keterampilan petugas kesehatan.
3. Faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat bergantung pada tujuan dan jenis program. Faktor penguat terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
22
Gambar. 2.1
Teori Determinan Perilaku menurut Green (1980) Faktor Predisposisi Pengetahuan Keyakinan Nilai Sikap Variabel Demografi Faktor Penguat Keluarga Teman Guru Majikan Tenaga Kesehatan Masyarakat Faktor Pemungkin Ketersediaan sumber daya
kesehatan
Aksesbilitas sumber daya kesehatan (biaya, jarak, transportasi, jam buka)
Komitmen masyarakat /
pemerintah terhadap kesehatan
Keterampilan petugas kesehatan
23
2.7.1 Umur Ibu
Umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan. Umur sangat menentukan kesehatan maternal dan berkaitan dengan kondisi kehamilan, persalinan dan nifas serta cara mengasuh dan menyusui bayinya. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun masih belum matang dan belum siap dalam hal jasmani dan sosial dalam menghadapi kehamilan, serta persalinan. Sedangkan ibu yang berumur 20-30 tahun disebut masa dewasa, dimana pada masa ini diharapkan telah mampu memecahkan masalah yang dihadapi dengan tenang secara emosional, terutama dalam menghadapi kehamilan, nifas dan merawat bayinya nanti, serta keterpaparan mengenai informasi ASI eksklusif cenderung lebih besar. Sedangkan pada usia >30 tahun informasi yang didapat kurang, karena pada usia tersebut sebagian besar ibu dianjurkan tidak hamil lagi untuk mencegah terjadinya komplikasi (Depkes RI, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Sariyanti (2015) menunjukkan bahwa umur berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,022), dengan proporsi responden yang berumur 20 – 30 tahun pada pemberian ASI eksklusif sebesar 62,9% sedangkan responden yang berumur <20 dan >30 tahun pada pemberian ASI eksklusif sebesar 30,6%.
2.7.2 Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup di luar rahim. Semakin banyak anak yang dilahirkan akan mempengaruhi produkvitias ASI karena berhubungan dengan status kesehatan ibu dan kelelahan. Pikiran, perasaan dan sensasi seorang ibu sangat mempengaruhi peningkatan atau penghambat pengeluaran oksitosin yang sangat berperan dalam pengeluaran ASI (Roesli, 2005). Menurut Neil, WR yang dikutip oleh Ramadani (2009), jumlah persalinan yang pernah dialami memberikan
24
pengalaman pada ibu dalam memberikan ASI kepada bayi. Penelitian di Brazil menyebutkan bahwa paritas mempengaruhi dalam pemberian ASI eksklusif, yaitu ibu dengan paritas 1 (primipara) mempunyai kecenderungan mengalami permasalahan dalam menyusui bayi yang dilahirkannya, masalah yang paling sering muncul adalah puting susu yang lecet akibat kurangnya pengalaman yang dimiliki atau belum siap menyusui secara fisiologis (Venancio, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Ida (2012) bahwa paritas berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,043), dengan proporsi responden yang mempunyai paritas lebih dari 1 kali pada pemberian ASI eksklusif sebesar 31,4% sedangkan responden yang mempunyai paritas 1 kali pada pemberian ASI eksklusif sebesar 16,4%.
2.7.3 Pendidikan Ibu
Pendidikan adalah segala upaya yang di rencanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan, sedangkan pendidikan kesehatan adalah aplikasi pendidikan dibidang kesehatan (Lawrence Green: 1980 dalam Notoatmodjo 2007). Menurut Notoatmodjo (2007), Tingkat pendidikan seseorang akan membantu orang tersebut untuk lebih mudah menangkap dan memahami suatu informasi. Mereka yang berpendidikan tinggi akan berbeda dengan mereka yang berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan seorang ibu yang rendah memungkinkan ia lambat dalam mengadopsi pengetahuan baru khususnya hal-hal yang berhubungan dengan ASI Eksklusif. Hasil penelitian (Anggriani, 2013) menunjukkan ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,024), dengan proporsi responden yang
25
berpendidikan tinggi pada pemberian ASI eksklusif sebesar 44,4%, sedangkan responden yang berpendidikan rendah pada pemberian ASI eksklusif sebesar 20,4%.
2.7.4 Pekerjaan Ibu
Bagi ibu yang bekerja, upaya pemberian ASI eksklusif sering kali mengalami hambatan lantaran singkatnya masa cuti hamil dan melahirkan. Sebelum pemberian ASI eksklusif berakhir secara sempurna, dia harus kembali bekerja. Kegiatan atau pekerjaan ibu sering kali dijadikan alasan untuk tidak memberikan ASI eksklusif, terutama yang tinggal di perkotaan (Prasetyono, 2009). Di kota besar ada kecendrungan makin banyak ibu yang tidak memberi ASI pada bayi nya dengan alasan ibu bekerja. Walaupun sebenarnya ibu bekerja dapat memberikan ASI eksklusif pada bayinya bila ibu tersebut memiliki pengetahuan tentang menyusui, memerah ASI serta menyimpan ASI (Soetjiningsih, 1997). Peningkatan jumlah angkatan kerja wanita ini menyebabkan banyak ibu yang harus meninggalkan bayi sebelum usia 6 bulan karena masa cuti sudah habis (Depkes, 2005). Hasil penelitian (Madani, 2013) menunjukkan ada hubungan bermakna antara pekerjaan dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,001), dengan proporsi responden yang tidak bekerja pada pemberian ASI eksklusif sebesar 41,5%, sedangkan responden yang bekerja pada pemberian ASI eksklusif sebesar 9,8%.
2.7.5 Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Over
26
Behavior). Pengalaman penelitian menyatakan ternyata perilaku yang disadari oleh pengetahuan lebih baik dari pada perilaku yang tidak disadarai oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian Septia (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pengetahuan ibu dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,003), dengan proporsi responden yang berpengetahuan baik pada pemberian ASI eksklusif sebesar 38,9% sedangkan ibu yang berpengetahuan kurang pada pemberian ASI eksklusif sebesar 11,8%.
2.7.6 Sikap Ibu terhadap ASI Eksklusif
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek dan manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2007). Seorang ibu yang tidak pernah mendapat nasehat atau pengalaman, penyuluhan tentang ASI dan seluk beluknya dari orang lain, maupun dari buku - buku bacaan dapat mempengaruhi sikapnya pada saat ibu tersebut harus menyusui. Sikap seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan yang dipunyainya dan ia akan memberikan sikap negatif terhadap ASI, jika pengetahuan tentang hal itu kurang (Haryati, 2006). Ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya dengan pengetahuan dan pengalaman cara pemberian ASI secara baik dan benar akan menunjang laktasi berikutnya. Sebaliknya, kegagalan menyusui pada masa lalu akan mempengaruhi sikap seorang ibu terhadap penyusuan sekarang. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan motivasi dalam diri ibu dalam menyusui anaknya. Pengetahuan tentang ASI, nasehat, pengalaman, penyuluhan, bacaan, pandangan dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat akan membentuk sikap ibu yang positif
27
terhadap menyusui (Depkes RI, 2005). Penelitian Rubinem (2012) menunjukkan hubungan bermakna antara sikap dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,01), dengan proporsi responden yang positif pada pemberian ASI eksklusif sebesar 34,7% sedangkan responden dengan sikap negatif pada pemberian ASI eksklusif sebesar 11,8%.
2.7.7 Pendapatan Keluarga
Tingkat ekonomi dalam kehidupan sosial memegang peranan penting karena tingkat ekonomi sosial yang baik atau cukup akan memberi kemudahan akses terhadap pelayanan dan fasilitas kesehatan serta tingkat konsumsi makan bergizi dalam keluarga yang berkaitan dengan produksi dan kualitas pemberian ASI eksklusif oleh ibu menyusui sedangkan jika keluarga memiliki tingkat ekonomi sosial yang rendah akan mengakibatkan kurangnya daya beli untuk mencukupi kebutuhan keluarga, hal ini akan berdampak kurangnya tingkat kecukupan gizi dan produksi ASI bagi ibu menyusui (Depkes RI, 2005). Hasil penelitian Fatmawati (2013) menunjukkan terdapat hubungan status ekonomi dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,041), dengan proporsi responden yang mempunyai status ekonomi tinggi pada pemberian ASI eksklusif sebesar 24,2% sedangkan responden yang mempunyai status ekonomi rendah pada pemberian ASI eksklusif sebesar 10,5%.
2.7.8 Inisiasi Menyusu Dini
Inisiasi Menyusu Dini atau permulaan menyusu dini adalah bayi menyusu segera setelah lahir. Bayi diletakkan diatas perut ibunya sehingga terjadi kontak kulit langsung dengan kulit ibunya setidaknya dalam satu jam segera setelah lahir dengan cara bayi merangkak mencari payudara. Pada jam pertama, bayi berhasil menemukan payudara ibu yang merupakan awal hubungan menyusui antara bayi dan ibunya, yang akhirnya
28
berkelanjutan dalam kehidupan ibu dan bayi. IMD dapat melatih motorik bayi, dan sebagai langkah awal untuk membentuk ikatan batin antara ibu dan bayi. Untuk melakukan IMD, dibutuhkan waktu, kesabaran, serta dukungan dari keluarga (Roesli, 2008). Cara bayi melakukan inisisiasi menyusu dini ini dinamakan the breast crawl atau merangkak mencari payudara. Berkaitan dengan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan, proses IMD ini menjadi salah satu faktor penentu keberhasilannya. Dengan mempraktekkan IMD, maka produksi ASI akan terstimulasi sejak dini, sehingga tidak ada
lagi alasan “ASI kurang”, atau “ASI tidak keluar” yang seringkali menjadi penghambat
ibu untuk menyusui bayinya secara eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan. (Depkes RI, 2008). Dengan IMD, ibu semakin percaya diri untuk tetap memberikan ASI-nya sehingga tidak merasa perlu untuk memberikan makanan/minuman apapun kepada bayi karena bayi bisa nyaman menempel pada payudara ibu segera setelah lahir (Fikawati S, 2009). Penelitian Ida (2012) menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara IMD dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,024), proporsi responden yang melakukan IMD pada pemberian ASI eksklusif sebesar 36,7% sedangkan responden yang tidak melakukan IMD pada pemberian ASI eksklusif sebesar 19,6%.
2.7.9 Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupakan faktor pendukung yang pada prinsipnya adalah suatu kegiatan baik bersifat emosional maupun psikologis yang diberikan kepada ibu menyusui dalam memberikan ASI. Seorang ibu yang tidak pernah mendapatkan nasehat atau penyuluhan tentang ASI dari keluarganya dapat mempengaruhi sikapnya ketika ia harus menyusui sendiri bayinya (Lubis, 2000). Dari semua dukungan bagi ibu menyusui dukungan suami adalah dukungan yang berarti bagi ibu. Suami dapat berperan aktif dalam
29
keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Suami cukup memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan praktis seperti mengganti popok dan lain-lain (Roesli, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Septia (2012) menunjukkan terdapat hubungan dukungan keluarga baik dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,005), dengan proporsi responden dengan dukungan keluarga baik pada pemberian ASI eksklusif sebesar 40,4% sedangkan responden yang kurang mendapat dukungan keluarga pada pemberian ASI eksklusif sebesar 8,3%.
2.7.10 Dukungan Petugas Kesehatan
Semua fasilitas kesehatan memiliki peranan penting untuk mendukung menyusui. Tidak hanya unit perawatan persalinan yang memiliki tanggung jawab. Petugas kesehatan bisa berbuat banyak untuk mendukung dan mendorong wanita yang ingin menyusui bayinya. Bila petugas tidak secara aktif mendukung menyusui, maka mereka mungkin secara tidak sengaja telah menghalanginya (Depkes RI, 2009). Setiap kontak yang dimiliki seorang petugas kesehatan dengan seorang ibu adalah merupakan kesempatan untuk mendorong dan mempertahankan menyusui. Saat menimbang bayi, penting sekali mendiskusikan tentang menyusui (Roesli, 2001). Penelitian Rubinem (2012) menunjukkan hubungan bermakna antara dukungan petugas kesehatan dengan pemberian ASI eksklusif (p = 0,004), dengan proporsi responden yang mendapat dukungan petugas kesehatan pada pemberian ASI eksklusif yaitu 33,9% sedangkan responden yang kurang mendapat dukungan petugas kesehatan pada pemberian ASI eksklusif yaitu 7,3%.