• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyembuhan luka post op Appendiksitis

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 26-35)

a. Faktor Umur

Gustia (2010), dalam detikhealth.com, menjelaskan penelitian

terbaru yang menyebutkan bahwa seseorang berhenti menjadi muda

di usia 35 tahun dan mulai masuk kategori tua saat usia 58 tahun.

Pengkategorian usia ini sangat penting untuk mengklasifikasikan

gaya hidup yang sesuai untuk usia seseorang.

Semakin tua atau semakin meningkatnya usia, dihubungkan

dengan lambatnya pemulihan dan menurunnya kemampuan

penyembuhan jaringan. Menurut Butler (2006), usia tua akan

berhubungan dengan perubahan pada penyembuhan luka yang

tertunda, penurunan sintesis dan degradasi kolagen serta penurunan

kecepatan epitelisasi.

Hal ini juga didukung penelitian mengenai hubungan antara usia

dengan masa penyembuhan luka yang dipaparkan oleh Valencia

(2013), pada usia tua dan muda (dewasa, remaja, dan anak).

Penelitian tersebut menyatakan bahwa semakin tua usia pasien maka

angka ke-morbiditasannya akan meningkat. Respon terhadap fase

inflamasi, fase proliferasi dan maturasi mengalami perubahan

dengan pengaruh usia. Pada proses penyembuhan luka akanlebih

lambat dibanding dengan usia muda, usia yang mempengaruhi

proses lambatnya penyembuhan luka lebih kurang dimulai pada usia

38 tahun keatas karena pada perode ini sudah mulai memperlihatkan

kemunduran atau perlambatan metabolisme tubuh yang berkaitan

dengan sirkulasi organ-organ tubuh dalam bekerja secara fisiologis

sudah mulai menurun, termasuk dalam proses kerapatan jaringan

seperti proses penyembuhan luka.

b. Faktor Mobilisasi Dini

Mobilisasi adalah suatu kebutuhan dasar manusia yang

diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang

berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupun

(2000), mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan

kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita

untuk mempertahankan fungsi fisiologis. Mobilisasi dini yang dapat

dilakukan yaitu ROM, napas dalam dimana tujuannya adalah untuk

mengaktifkan kembali fungsi neuromuskular. Masih banyak pasien

yang mempunyai kekhawatiran jika tubuh digerakkan pada posisi

tertentu pasca operasi akan mempengaruhi luka operasi yang belum

sembuh. Padahal tidak sepenuhnya masalah ini dikhawatirkan,

bahkan justru hampir semua jenis operasi membutuhkan mobilisasi

atau pergerakan badan sedini mungkin. Asalkan rasa nyeri dapat

ditoleransi dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan,

dengan bergerak, masa pemulihan untuk mencapai level kondisi

seperti pra pembedahan dapat dipersingkat. Hal ini tentunya akan

mengurangi waktu rawat di rumah sakit, menekan pembiayaan serta

juga dapat mengurangi stress psikis (Majid, 2011).

Dengan bergerak, hal ini akan mencegah kekakuan otot dan

sendi sehingga mengurangi nyeri, menjamin kelancaran peredaran

darah, memperbaiki metabolisme, mengembalikan kerja fisiologis

organ-organ vital yang pada akhirnya akan mempercepat proses

Menggerakkan badan atau melatih otot-otot dan sendi pasca

operasi di sisi lain akan menyehatkan pikiran dan mengurangi

dampak negatif dari beban psikologis yang tentu saja berpengaruh

baik terhadap pemulihan fisik. Hasil penelitian mengatakan bahwa

keberhasilan mobilisasi dini tidak hanya mempercepat proses

pemulihan luka pasca pembedahan namun juga mempercepat

pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan (Akhrita,

2011).

Mobilisasi sudah dapat dilakukan sejak 8 jam setelah

pembedahan, tentu setelah pasien sadar atau anggota gerak tubuh

dapat digerakkan kembali setelah dilakukan pembiusan regional.

Pada saat awal pergerakan fisik bias dilakukan di atas tempat tidur

dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau

diluruskan, mengkontraksikan otot-otot dalam keadaan statis

maupun dinamis termasuk juga menggerakkan badan lainnya,

miring ke kiri atau miring ke kanan.

Pada 12 jam sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal

lagi badan sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun

tidak dan fase selanjutnya duduk diatas tempat tidur dengan kaki

yang dijatuhkan atau ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakkan.

kamar atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik untuk berjalan,

seharusnya sudah biasa berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau

keluar kamar, misalnya berjalan sendiri ke toilet atau kamar mandi

dengan posisi infus yang tetap terjaga.

Bergerak pasca operasi selain dihambat oleh rasa nyeri

terutama di sekitar lokasi operasi, bisa juga oleh karena beberapa

selang yang berhubungan dengan tubuh, seperti infuse, kateter, pipa

nasogastrik (nasogastric tube), selang drainase, kabel monitor, dan

lain-lain. Perangkat ini pastilah berhubungan dengan jenis operasi

yang dijalani. Namun paling tidak dokter bedah akan menginstruksi

perawat untuk membuka atau melepas perangkat itu tahap demi

tahap seiring dengan perhitungan masa mobilisasi ini.

Operasi yang dilakukan di daerah abdomen, tidak ada alasan

untuk berlama-lama berbaring di tempat tidur. Perlu diperhatikan

kapan diet makanan mulai diberikan, terutama untuk jenis operasi

yang menyentuh saluran pencernaan, yang luka operasinya

melibatkan saluran kemih dengan pemasangan kateter dan atau pipa

drainase sudah akan memberikan keleluasaan untuk bergerak sejak

c. Perawatan Luka

Fokus perawatan luka adalah mempercepat penyembuhan

luka dan meminimalkan komplikasi, lama perawatan dan biaya

perawatan. Manajemen luka pada ruang perawatan meliputi

perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan. Umumnya luka

jahitan pada kulit dilepaskan tiga sampai lima hari pasca operasi.

Idealnya balutan luka diganti setiap hari dan diganti menggunakan

bahan hidrasi yang baik. Pembersihan yang sering harus dihindari,

karena hal tersebut menyebabkan jaringan vital terganggu dan

memperlambat penyembuhan dan memperpanjang perawatan di

rumah sakit (Majid, 2011).

Perawatan luka appendiksitis adalah tindakan pemberian

keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pada klien

post op appendiksitis yang telah disusun. Setiap tindakan

keperawatan yang dilaksanakan dicatat dalam catatan keperawatan,

agar tindakan keperawatan terhadap klien berkelanjutan. Prinsip

dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan

pada klien efektif, tehnik komunikasi terapeutik serta penjelasan

untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien. Dalam

melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap, yaitu :

Tindakan keperawatan secara independen adalah suatu

tindakan yang di laksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan

perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Interdependen

adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kerjasama

dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi,

fisioterapi dan dokter. Sedangkan tindakan dependen adalah tindakan

yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis.

Keterampilan yang harus dimiliki oleh perawat dalam melaksanakan

tindakan keperawatan yaitu kognitif, sikap dan psikomotor. Dalam

melakukan tindakan keperawatan khususnya klien dengan

appendiktomi yang harus diperhatikan adalah penanganan terhadap

nyeri dengan melakukan tehnik relaksasi napas dalam dan distraksi,

mengobservasi keadaan cairan, meningkatkan masukan cairan,

perawatan luka dengan cara ganti balutan, serta melakukan tindakan

dengan tehnik septik dan antiseptik. (Istianah, 2011).

Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam perawatan luka

appendiktomi adalah :

1) Pengertian

Suatu penanganan luka yang terdiri dari membersihkan luka,

mengangkat jahitan, menutup dan membalut luka sehinga dapat

2) Tujuan

a) Mencegah terjadinya infeksi.

b) Mempercepat proses penyembuhan luka.

c) Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis.

3) Persiapan

a) Verifikasi data, cocokan dengan gelang identitas pasien

b) Persiapan alat: Troly atau nampan berisi :

(1) Set ganti balut

(2) Kasa steril dalam tempatnya, kapas lidi steril

(3) Cairan pembersih luka dalam botol spray (Nacl 9% atau

Water steril, sesuai advis dokter).

(4) Obat-obat luka sesuai keadaan luka dan advis dokter

(5) Plester dan gunting

(6) Zeil pengalas

(7) Bengkok dan kantong plastik

(8) Sarung tangan bersih dan steril

(9) Cairan handrub

4) Pelaksanaan

a) Berikan salam

c) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien dan

keluarga.

d) Tanyakan kesiapan pasien

e) Cuci tangan

f) Dekatkan peralatan

g) Pasang pengalas

h) Pakai sarung tangan bersih kemudian buka balutan

i) Masukan bekas balutan kedalam plastik

j) Dekatkan bengkok ke daerah luka

k) Ganti sarung tangan steril dan bersihkan luka deangan Nacl

0,9% atau water steril.

l) Keringkan luka dengan kasa steril

m) Berikan obat sesuai advis dokter (betadine sol)

n) Tutup luka dengan kasa steril, kemudian diplester atau opsite

0) Rapikan kembali pasien senyaman mungkin

p) Bereskan alat-alat dan peralatan bekas pakai direndam

dengan cairan desinfektan

q) Lepas sarung tangan, cuci tangan

r) Lakukan evaluasi tindakan yang dilakukan

s) Jelaskan rencana tidak lanjut

u) Cuci tangan

v) Dokumentasikan semua kegiatan yang dilakukan dan kondisi

lukanya.

5) Penampilan :

a) Ketenangan selama melakukan tindakan

b) Lakukan komunikasi terapeutik

c) Ketelitian selama melakukan tindakan

d) Keamanan kenyamanan klien selama tindakan

(Istianah, 2011).

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 26-35)

Dokumen terkait