a. Faktor Umur
Gustia (2010), dalam detikhealth.com, menjelaskan penelitian
terbaru yang menyebutkan bahwa seseorang berhenti menjadi muda
di usia 35 tahun dan mulai masuk kategori tua saat usia 58 tahun.
Pengkategorian usia ini sangat penting untuk mengklasifikasikan
gaya hidup yang sesuai untuk usia seseorang.
Semakin tua atau semakin meningkatnya usia, dihubungkan
dengan lambatnya pemulihan dan menurunnya kemampuan
penyembuhan jaringan. Menurut Butler (2006), usia tua akan
berhubungan dengan perubahan pada penyembuhan luka yang
tertunda, penurunan sintesis dan degradasi kolagen serta penurunan
kecepatan epitelisasi.
Hal ini juga didukung penelitian mengenai hubungan antara usia
dengan masa penyembuhan luka yang dipaparkan oleh Valencia
(2013), pada usia tua dan muda (dewasa, remaja, dan anak).
Penelitian tersebut menyatakan bahwa semakin tua usia pasien maka
angka ke-morbiditasannya akan meningkat. Respon terhadap fase
inflamasi, fase proliferasi dan maturasi mengalami perubahan
dengan pengaruh usia. Pada proses penyembuhan luka akanlebih
lambat dibanding dengan usia muda, usia yang mempengaruhi
proses lambatnya penyembuhan luka lebih kurang dimulai pada usia
38 tahun keatas karena pada perode ini sudah mulai memperlihatkan
kemunduran atau perlambatan metabolisme tubuh yang berkaitan
dengan sirkulasi organ-organ tubuh dalam bekerja secara fisiologis
sudah mulai menurun, termasuk dalam proses kerapatan jaringan
seperti proses penyembuhan luka.
b. Faktor Mobilisasi Dini
Mobilisasi adalah suatu kebutuhan dasar manusia yang
diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupun
(2000), mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan
kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita
untuk mempertahankan fungsi fisiologis. Mobilisasi dini yang dapat
dilakukan yaitu ROM, napas dalam dimana tujuannya adalah untuk
mengaktifkan kembali fungsi neuromuskular. Masih banyak pasien
yang mempunyai kekhawatiran jika tubuh digerakkan pada posisi
tertentu pasca operasi akan mempengaruhi luka operasi yang belum
sembuh. Padahal tidak sepenuhnya masalah ini dikhawatirkan,
bahkan justru hampir semua jenis operasi membutuhkan mobilisasi
atau pergerakan badan sedini mungkin. Asalkan rasa nyeri dapat
ditoleransi dan keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan,
dengan bergerak, masa pemulihan untuk mencapai level kondisi
seperti pra pembedahan dapat dipersingkat. Hal ini tentunya akan
mengurangi waktu rawat di rumah sakit, menekan pembiayaan serta
juga dapat mengurangi stress psikis (Majid, 2011).
Dengan bergerak, hal ini akan mencegah kekakuan otot dan
sendi sehingga mengurangi nyeri, menjamin kelancaran peredaran
darah, memperbaiki metabolisme, mengembalikan kerja fisiologis
organ-organ vital yang pada akhirnya akan mempercepat proses
Menggerakkan badan atau melatih otot-otot dan sendi pasca
operasi di sisi lain akan menyehatkan pikiran dan mengurangi
dampak negatif dari beban psikologis yang tentu saja berpengaruh
baik terhadap pemulihan fisik. Hasil penelitian mengatakan bahwa
keberhasilan mobilisasi dini tidak hanya mempercepat proses
pemulihan luka pasca pembedahan namun juga mempercepat
pemulihan peristaltik usus pada pasien pasca pembedahan (Akhrita,
2011).
Mobilisasi sudah dapat dilakukan sejak 8 jam setelah
pembedahan, tentu setelah pasien sadar atau anggota gerak tubuh
dapat digerakkan kembali setelah dilakukan pembiusan regional.
Pada saat awal pergerakan fisik bias dilakukan di atas tempat tidur
dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau
diluruskan, mengkontraksikan otot-otot dalam keadaan statis
maupun dinamis termasuk juga menggerakkan badan lainnya,
miring ke kiri atau miring ke kanan.
Pada 12 jam sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal
lagi badan sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun
tidak dan fase selanjutnya duduk diatas tempat tidur dengan kaki
yang dijatuhkan atau ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakkan.
kamar atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik untuk berjalan,
seharusnya sudah biasa berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau
keluar kamar, misalnya berjalan sendiri ke toilet atau kamar mandi
dengan posisi infus yang tetap terjaga.
Bergerak pasca operasi selain dihambat oleh rasa nyeri
terutama di sekitar lokasi operasi, bisa juga oleh karena beberapa
selang yang berhubungan dengan tubuh, seperti infuse, kateter, pipa
nasogastrik (nasogastric tube), selang drainase, kabel monitor, dan
lain-lain. Perangkat ini pastilah berhubungan dengan jenis operasi
yang dijalani. Namun paling tidak dokter bedah akan menginstruksi
perawat untuk membuka atau melepas perangkat itu tahap demi
tahap seiring dengan perhitungan masa mobilisasi ini.
Operasi yang dilakukan di daerah abdomen, tidak ada alasan
untuk berlama-lama berbaring di tempat tidur. Perlu diperhatikan
kapan diet makanan mulai diberikan, terutama untuk jenis operasi
yang menyentuh saluran pencernaan, yang luka operasinya
melibatkan saluran kemih dengan pemasangan kateter dan atau pipa
drainase sudah akan memberikan keleluasaan untuk bergerak sejak
c. Perawatan Luka
Fokus perawatan luka adalah mempercepat penyembuhan
luka dan meminimalkan komplikasi, lama perawatan dan biaya
perawatan. Manajemen luka pada ruang perawatan meliputi
perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan. Umumnya luka
jahitan pada kulit dilepaskan tiga sampai lima hari pasca operasi.
Idealnya balutan luka diganti setiap hari dan diganti menggunakan
bahan hidrasi yang baik. Pembersihan yang sering harus dihindari,
karena hal tersebut menyebabkan jaringan vital terganggu dan
memperlambat penyembuhan dan memperpanjang perawatan di
rumah sakit (Majid, 2011).
Perawatan luka appendiksitis adalah tindakan pemberian
keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pada klien
post op appendiksitis yang telah disusun. Setiap tindakan
keperawatan yang dilaksanakan dicatat dalam catatan keperawatan,
agar tindakan keperawatan terhadap klien berkelanjutan. Prinsip
dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan
pada klien efektif, tehnik komunikasi terapeutik serta penjelasan
untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien. Dalam
melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap, yaitu :
Tindakan keperawatan secara independen adalah suatu
tindakan yang di laksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan
perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Interdependen
adalah tindakan keperawatan yang menjelaskan suatu kerjasama
dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi,
fisioterapi dan dokter. Sedangkan tindakan dependen adalah tindakan
yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis.
Keterampilan yang harus dimiliki oleh perawat dalam melaksanakan
tindakan keperawatan yaitu kognitif, sikap dan psikomotor. Dalam
melakukan tindakan keperawatan khususnya klien dengan
appendiktomi yang harus diperhatikan adalah penanganan terhadap
nyeri dengan melakukan tehnik relaksasi napas dalam dan distraksi,
mengobservasi keadaan cairan, meningkatkan masukan cairan,
perawatan luka dengan cara ganti balutan, serta melakukan tindakan
dengan tehnik septik dan antiseptik. (Istianah, 2011).
Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam perawatan luka
appendiktomi adalah :
1) Pengertian
Suatu penanganan luka yang terdiri dari membersihkan luka,
mengangkat jahitan, menutup dan membalut luka sehinga dapat
2) Tujuan
a) Mencegah terjadinya infeksi.
b) Mempercepat proses penyembuhan luka.
c) Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis.
3) Persiapan
a) Verifikasi data, cocokan dengan gelang identitas pasien
b) Persiapan alat: Troly atau nampan berisi :
(1) Set ganti balut
(2) Kasa steril dalam tempatnya, kapas lidi steril
(3) Cairan pembersih luka dalam botol spray (Nacl 9% atau
Water steril, sesuai advis dokter).
(4) Obat-obat luka sesuai keadaan luka dan advis dokter
(5) Plester dan gunting
(6) Zeil pengalas
(7) Bengkok dan kantong plastik
(8) Sarung tangan bersih dan steril
(9) Cairan handrub
4) Pelaksanaan
a) Berikan salam
c) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada pasien dan
keluarga.
d) Tanyakan kesiapan pasien
e) Cuci tangan
f) Dekatkan peralatan
g) Pasang pengalas
h) Pakai sarung tangan bersih kemudian buka balutan
i) Masukan bekas balutan kedalam plastik
j) Dekatkan bengkok ke daerah luka
k) Ganti sarung tangan steril dan bersihkan luka deangan Nacl
0,9% atau water steril.
l) Keringkan luka dengan kasa steril
m) Berikan obat sesuai advis dokter (betadine sol)
n) Tutup luka dengan kasa steril, kemudian diplester atau opsite
0) Rapikan kembali pasien senyaman mungkin
p) Bereskan alat-alat dan peralatan bekas pakai direndam
dengan cairan desinfektan
q) Lepas sarung tangan, cuci tangan
r) Lakukan evaluasi tindakan yang dilakukan
s) Jelaskan rencana tidak lanjut
u) Cuci tangan
v) Dokumentasikan semua kegiatan yang dilakukan dan kondisi
lukanya.
5) Penampilan :
a) Ketenangan selama melakukan tindakan
b) Lakukan komunikasi terapeutik
c) Ketelitian selama melakukan tindakan
d) Keamanan kenyamanan klien selama tindakan
(Istianah, 2011).