• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor – faktor yang Memengaruhi Deindustrialisasi di Indonesia

RIWAYAT HIDUP

DAFTAR LAMPIRAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5 Faktor – faktor yang Memengaruhi Deindustrialisasi di Indonesia

Analisis data panel untuk mengestimasi faktor-faktor yang memengaruhi deindustrialisasi di Indonesia menggunakan data 26 provinsi selama periode 2000-2009. Model yang digunakan dalam penelitian ini merupakan model yang independen satu sama lain, sehingga untuk meyakinkan bahwa masing-masing persamaan dapat diestimasi secara terpisah maka perlu dilakukan uji

independence. Uji independence yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

Breusch-Pagan dancorrelation matrix.

Hasil uji Breusch-Pagan memperlihatkan bahwa hipotesis nol tidak ditolak, yang artinya bahwa persamaan 3.19 – 3.21 mempunyai disturbance terms yang independen (χ2(3) = 3,874; P = 0,275). Matriks korelasi (correlation matrix)

memperlihatkan hasil bahwa persamaan 3.19 dan 3.20 yang melihat efek tidak langsung (indirect effect model), mempunyai korelasi yang cukup kuat (r = 0,1287). Akan tetapi persamaan utama (3.21) tidak berkorelasi (independen) dengan persamaan lainnya (r = -0,000 dengan persamaan 3.19 dan r = -0,000 dengan persamaan 3.20). Gabungan hasil dari uji Breusch-Pagan dan matriks korelasi disturbance terms memperlihatkan bahwa setiap persamaan dapat dilakukan estimasi secara terpisah.

Pemilihan metode regresi perlu dilakukan sebelum menentukan model estimasi yang terbaik. Uji hausman dilakukan untuk mengetahui metode regresi yang terbaik antara metode fixed effects model dan random effects model dalam

61

model estimasi data panel. Statistik uji hausman yang mengikuti distribusi chi square (χ2) dengan derajat bebas sebanyak jumlah variabel bebas dalam model digunakan untuk mengetahui metode yang tepat antara fixed effects model dan

random effecst model. Berdasarkan hasil uji hausman diperlihatkan bahwa

random effects modelditolak ( P > χ2= 0.000 ). Hal ini menunjukkan bahwafixed effects model lebih konsisten untuk mengestimasi model yang mempengaruhi faktor-faktor deindustrialisasi.

Regresi data panel juga harus memenuhi asumsi dasar bahwa estimasi parameter dalam model regresi harus bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimate), yaitu bebas dari heteroskedastisitas dan autokorelasi. Uji wald

digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas, dimana hasilnya menunjukkan ada heteroskedastisitas dalam data yang digunakan (P > χ2= 0,000). Untuk mendeteksi adanya autokorelasi, maka dilakukan ujiWooldridge. Hasil dari

Wooldridge test menunjukkan bahwa ada autokorelasi dalam data panel (P > F = 0,1373).

Berdasarkan hasil uji pemilihan metode regresi memberikan kesimpulan bahwa metode Fixed Effects Model lebih konsisten dan efisien untuk model estimasi faktor-faktor yang memengaruhi deindustrialisasi di Indonesia. Akan tetapi dalam data panel yang digunakan ternyata terdapat heteroskedastisitas dan autokorelasi sehingga keadaan ini perlu diatasi agar diperoleh model yang efisien tetapi bersifatunbiaseddan konsisten. Adanya heteroskedatisitas dan autokorelasi dalam data panel dapat diatasi dengan menggunakan metode General Least Square dalam melakukan estimasi. Secara keseluruhan estimasi model yang digunakan setelah melakukan pemilihan metode regresi dan melihat keberadaan heteroskedastisitas serta autokorelasi maka metode Fixed Effecst Generalized Least Square (FE-GLS).

Keakuratan dari estimasi model dapat ditingkatkan dengan melakukan pemeriksaan akan keberadaan outlier dari data panel. Hasil dari pemeriksaan ternyata terdapat outlier yang berasal dari variabel pendapatan perkapita untuk tiga provinsi yaitu provinsi Riau, DKI Jakarta, dan Kalimantan Timur, sehingga semua data ketiga provinsi tersebut dikeluarkan. Model yang digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang memengaruhi deindustrialisasi di Indonesia pada

62

akhirnya menggunakan data panel yang terdiri dari 23 provinsi selama periode 2000 sampai 2009. Metode regresi yang digunakan untuk mengetahui faktor- faktor yang memengaruhi deindustrialisasi di Indonesia adalah Fixed Effects General Least Square (FE-GLS).

Tabel 12. Hasil Regresi Panel Data dengan Variabel Dependen Relative Manufacturing Employment

Variabel Independen Domestic Causes

(Model 1)

Global Causes

(Model 2)

4,16738*** PDRB per kapita (NA)

(0,77555) -0,31214***

(PDRB per kapita)2(NA2)

(0,06213) -0,13651*** Pertumbuhan produktivitas (PG) (0,03363) 0,00095** (Pertumbuhan produktivitas)2(PG2) (0,00043) 0,05793*** Openness (opnguna) (0,01083) 98,22012***

PMA /Foreign Direct Investment

(27,70653) 0,07254 Human Capital (HC) (0,04579) -0,03146 Unemployment (Un) (0,08741) -3,04235 1,41734 Konstanta (C) (2,18360) (1,55316) Wald χ2 46,13 61,11

Sumber: Hasil pengolahan dengan Stata 9.0

Keterangan: Angka dalam kurung merupakan nilai standar error. Variabel dependen adalah

relative manufacturing employment. * = P < 0,05 ; ** = P < 0,01 ; *** = P < 0,001

Berdasarkan Tabel 12, berikut ini diberikan ulasan untuk masing-masing model estimasi faktor-faktor yang memengaruhi deindustrialisasi dengan memisahkan antara faktor domestik (pendapatan per kapita dan pertumbuhan produktivitas) serta faktor global (keterbukaan ekonomi dan penanaman modal asing):

Model 1 :Domestic Causes Deindustrialization

Model pertama merupakan model estimasi untuk melihat faktor domestik yang diperkirakan memengaruhi deindustrialisasi. Berdasarkan dari hasil estimasi, diperlihatkan bahwa variabel pendapatan per kapita dan pertumbuhan

63

produktivitas secara statistik signifikan memengaruhi deindustrialisasi. Variabel pendapatan per kapita menunjukkan hubungan positif, artinya bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan meningkatkan share pekerja manufaktur. Tetapi kuadrat pendapatan per kapita mempunyai hubungan negatif, artinya bahwa peningkatan pendapatan per kapita selanjutnya hingga mencapai tingkat tertentu akan menurunkan share pekerja manufaktur. Sedangkan pertumbuhan produktivitas mempunyai hubungan yang negatif tetapi kuadrat pertumbuhan produktivitas mempunyai hubungan yang positif. Seperti halnya pendapatan per kapita, peningkatan produktivitas pada awalnya akan menurunkan share pekerja manufaktur. Akan tetapi peningkatan produktivitas berikutnya akan meningkatkanshare pekerja manufaktur. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan per kapita dan pertumbuhan produktivitas sektor manufaktur mempunyai hubungan jangka panjang dengansharepekerja manufaktur.

Model 2 :Global Causes Deindustrialization

Model kedua merupakan model estimasi untuk melihat faktor globalisasi ekonomi yang diperkirakan memengaruhi deindustrialisasi. Berdasarkan hasil estimasi dari model kedua, diperoleh bahwa faktor globalisasi ekonomi yang diwakili dengan tingkat keterbukaan ekonomi (openness) dan investasi asing langsung (foreign direct investment)– selanjutnya disebut sebagai penanaman modal asing (PMA) mempunyai hubungan yang positif dan secara signifikan memengaruhishare pekerja manufaktur (relative manufacturing employment). Hal ini menandakan bahwa semakin terbuka suatu perekonomian daerah dan semakin banyak investasi asing masuk maka akan meningkatkansharepekerja manufaktur. Artinya faktor globalisasi ekonomi yaitu openness dan foreign direct investment memengaruhi terjadinya deindustrialisasi. Selain itu, variabel tenaga kerja terampil (human capital) mempunyai hubungan yang positif walaupun secara statistik tidak signifikan. Sehingga peningkatan jumlah tenaga kerja terampil akan meningkatkan share pekerja manufaktur. Sedangkan variabel pengangguran (unemployment) mempunyai hubungan negatif tetapi tidak signifikan, artinya peningkatan jumlah pengangguran akan diikuti dengan penurunansharepekerja manufaktur.

64

Sedangkan kedua model estimasi (indirect model) berikut untuk melihat pengaruh globalisasi ekonomi yang secara tidak langsung diduga memengaruhi terjadinya deindustrialisasi di Indonesia (Tabel 13).

Model 3

Model 3 (indirect model) merupakan model estimasi untuk melihat hubungan antara globalisasi ekonomi dengan kesejahteraan daerah (yang didekati dengan PDRB per kapita). Berdasarkan hasil estimasi diperoleh bahwa variabel

openness dan human capital mempunyai hubungan positif dan signifikan secara statistik dengan pendapatan per kapita. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kedua variabel tersebut maka akan meningkatkan kesejahteraan (pendapatan per kapita). Adapun variabel investasi asing langsung (PMA) dan variabel unemployment (pengangguran) mempunyai hubungan positif dengan pendapatan per kapita akan tetapi tidak signifikan secara statistik. Artinya bahwa peningkatan investasi dan pengangguran akan menyebabkan kesejahteraan daerah (pendapatan per kapita) juga meningkat.

Tabel 13. Hasil Estimasi Panel Data untukIndirect Effect Model

Indirect Effect Variabel Independen Model 3 (Y1) Model 4 (Y2) 0,02966*** 0,21073*** Openness (opnguna) (0,00454) (0,05039) 5,89644 -58,98787 PMA /Foreign Direct Investment

(11,62214) (128,86650) 0,09972*** 0,24594 Human Capital (HC) (0,01921) (0,21298) 0,02183 2,10108*** Unemployment (Un) (0,03666) (0,40654) 0,7636 -22,74487** Konstanta (C) (0,65151) (7,22395) Wald χ2 70,53 43,91

Sumber: Hasil pengolahan dengan Stata 9.0

Keterangan: Angka dalam kurung merupakan nilai Standar Error. Variabel dependen

masing-masing adalah Y1=national affluence; Y2=productivity growth.Variabel kontrol

dimasukan ke dalam semua model.

65

Model 4

Adapun model 4 (indirect model) merupakan model estimasi yang ingin melihat hubungan antara pertumbuhan produktivitas dengan globalisasi ekonomi. Variabel openness dan unemployment mempunyai hubungan yang positif dan signifikan memengaruhi pertumbuhan produktivitas. Hal ini memperlihatkan bahwa keterbukaan ekonomi (openness) yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan dalam produktivitas di sektor manufaktur, artinya sektor manufaktur dapat mencapai efisiensi dalam proses produksi serta mampu bersaing di pasar global. Dan peningkatan pengangguran (unemployment) akan menyebabkan produktivitas sektor manufaktur juga meningkat, artinya bahwa sektor manufaktur lebih banyak pada aktivitas industri yang padat modal. Misal dengan menerapkan

automationataulabor-saving technologies. Sedangkan variabelhuman capital

menunjukkan hubungan yang positif tetapi tidak signifikan secara statistik. Dengan adanyalabor-saving technologies maka diperlukan tenaga kerja yang terampil. Sehingga permintaan akan tenaga kerja tidak terampil menurun, keadaan ini pada akhirnya menyebabkan terjadinya pengangguran. Adapun variabel investasi asing (PMA) menunjukkan hubungan yang negatif (tidak sesuai harapan) dan tidak signifikan secara statistik. Hal ini dapat dijelaskan dengan menurunnya investasi asing (PMA) yang masuk ke Indonesia. Selain itu proporsi investasi asing (PMA) yang masuk di sektor sekunder (industri) lebih kecil dibandingkan proporsi investasi asing (PMA) yang ditanamkan di sektor tersier (jasa).

Berdasarkan Tabel 14, merupakan model estimasi faktor-faktor yang memengaruhi deindustrialisasi baik secara langsung maupun tidak langsung (combined model):

Model 5 :Combined model

Berdasarkan hasil estimasi terhadap model 5 (combined model), diperoleh bahwa hampir semua variabel independen menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik pada taraf nyata (α) 5 persen dan sejalan dengan penelitian- penelitian terdahulu (Rowthorn dan Ramaswamy, 1997,1999; Alderson,

66

1997,1999; Saeger, 1997; Kollmeyer, 2009). Hanya variabel human capital

mempunyai hubungan yang positif tetapi tidak signifikan berpengaruh terhadap relative manufacturing employment. Sedangkan variabel

unemployment (pengangguran) mempunyai hubungan positif tetapi signifikan pada taraf nyata 5 persen dalam memengaruhi relative manufacturing employment. Hasil dari estimasi model menunjukkan bahwa globalisasi ekonomi memengaruhi deindustrialisasi secara langsung dengan besaran koefisien yang cukup besar.

Tabel 14. Hasil Estimasi Model Faktor-faktor yang Memengaruhi Deindustrialisasi di Indonesia, Tahun 2000–2009

Variabel Independen Combined Model Elastisitas

3,72805*** PDRB per kapita (NA)

(0,69528) 3,66

-0,31598*** (PDRB per kapita)2 (NA2)

(0,05468) -4,9 -0,17660*** Pertumbuhan produktivitas (PG) (0,03035) -0,71 0,00146*** (Pertumbuhan produktivitas)2(PG2) (0,00036) 1,04 0,08957*** Openness/ (opnguna) (0,00994) 0,84 62,06371** PMA/Foreign Direct Investment

(24,02833) 0,09 0,04541 Human Capital (HC) (0,04265) 0,21 0,19477* Unemployment (Un) (0,08208) 0,14 -9,81584*** Konstanta (C) (2,11140) - Wald χ2 186,98 -

Sumber: Hasil pengolahan dengan Stata 9.0

Keterangan : Angka dalam kurung merupakan nilai Standar Error. * = P < 0,05 ; ** = P < 0,01 ; *** = P < 0,001

Berikut ini akan diberikan ulasan untuk masing-masing variabel independen yang memengaruhirelative manufacturing employment berdasarkan pada estimasi

67

a. Pendapatan Per Kapita

Berdasarkan hasil estimasi model 5 (combined model) diperoleh hubungan non linear antara pendapatan per kapita dengan proporsi pekerja manufaktur yaitu membentuk kurva U-terbalik (inverted U-shape). Hal ini mengindikasikan bahwa provinsi-provinsi dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita, akan meningkatkan proporsi pekerja manufaktur. Tetapi pada batas kemakmuran tertentu penambahan peningkatan pendapatan per kapita akan menurunkan proporsi pekerja manufaktur. Keadaan ini menandakan bahwa secara keseluruhan perekonomian di Indonesia mengalami perlambatan dikarenakan mengalami sejumlah goncangan (shock) dalam sistem perekonomian. Hasil ini mendukung analisis deskriptif Aswicahyono (2004) yang menyatakan bahwa terjadinya proses deindustrialisasi di Indonesia bukanlah dampak dari keberhasilan pembangunan ekonomi melainkan disebabkan karena adanya sejumlah goncangan (shock) dalam sistem perekonomian. Berdasarkan hasil penelitian ini, sejumlah guncangan perekonomian terhadap sistem perekonomian yang mendorong terjadinya proses deindustrialisasi di Indonesia adalah turunnya investasi asing langsung (foreign direct investment) dan menurunnya kinerja perdagangan luar negeri. Langkah penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan kembali peranan sektor manufaktur adalah dengan mengatasi guncangan tersebut sehingga tidak memperburuk kondisi perekonomian Indonesia. Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa beberapa provinsi di Indonesia selama periode 2000-2009 telah mencapai titik balik (turning point) dalam pendapatan per kapitanya. Selama periode penelitian, pendapatan per kapita masing-masing provinsi di Indonesia mencapaiturning pointsebesar 5,89 juta per kapita. Pada tahun 2000, terdapat tujuh provinsi yang telah mencapai

turning point yaitu provinsi Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Nangroe Aceh Darussalam dan Papua. Dibandingkan pada tahun 2000, pada tahun 2009 terdapat dua belas provinsi yang mencapai turning point, sehingga terdapat lima provinsi baru yang mencapai turning point yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,

68

Kalimantan Barat, Jawa Barat, Bali dan Sumatera Barat. Secara keseluruhan pendapatan per kapita masing-masing provinsi selama tahun 2000-2009 terus mengalami peningkatan, akan tetapi cukup banyaknya provinsi yang mencapai turning point menandakan bahwa perekonomian Indonesia secara keseluruhan mengalami perlambatan. Hal ini terlihat dari hubungan non linear antara proporsi pekerja sektor manufaktur dengan pendapatan per kapita (national affluence) yang membentuk kurva U-terbalik (Gambar 11).

0 .0 0 5 .0 0 1 0 .0 0 1 5 .0 0 2 0 .0 0 2 .0 0 4 .0 0 6 .0 0 8 .0 0 1 0 .0 0 1 2 .0 0 N A O b s e rv e d Q u a d ra tic R M E

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Gambar 11. Scatter Plot National Affluence dan Relative Manufacturing Employment, Tahun 2000-2009

b. Pertumbuhan Produktivitas

Seperti halnya pendapatan per kapita, variabel pertumbuhan produktivitas juga menunjukkan hubungan non linear antara pertumbuhan produktivitas dengan proporsi pekerja manufaktur dengan membentuk kurva U. Hal ini mengindikasikan bahwa provinsi-provinsi dengan pertumbuhan produktivitas sektor manufaktur yang rendah akan menurunkan proporsi pekerja manufaktur. Akan tetapi seiring dengan peningkatan produktivitas sektor manufaktur akan meningkatkan proporsi pekerja manufaktur. Relatif cepatnya

69

peningkatan pertumbuhan produktivitas sektor manufaktur berhubungan dengan peningkatan value added (nilai tambah) sektor manufaktur, sehingga permintaan akan tenaga kerja sektor manufaktur juga meningkat.

0 .0 0 5 .0 0 1 0 .0 0 1 5 .0 0 2 0 .0 0 0 .0 0 5 0 .0 0 1 0 0 .0 0 1 5 0 .0 0 P G O b s e rv e d Q u a d ra tic R M E

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Gambar 12. Scatter Plot Productivity Growth dan Relative Manufacturing Employment, Tahun 2000-2009

Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa selama periode 2000-2009 Indonesia telah mencapai titik balik (turning point) dalam hal pertumbuhan produktivitas. Selama periode penelitian, pertumbuhan produktivitas masing-masing provinsi di Indonesia mencapai turning point

sebesar 60,49 dan belum ada satupun provinsi yang telah mencapai turning point produktivitasnya (Gambar 12). Hal ini membuktikan bahwa produktivitas sektor manufaktur di Indonesia secara keseluruhan masih rendah yang menyebabkan proporsi pekerja sektor manufaktur juga rendah. Akan tetapi selama periode tersebut terdapat dua provinsi yang hampir mencapai turning point produktivitasnya yaitu provinsi Nangroe Aceh Darussalam sebesar 60,22 pada tahun 2000 dan provinsi Sumatera Selatan sebesar 55,20 pada tahun 2009.

70

c. Keterbukaan Ekonomi (Openness)

Tingkat keterbukaan ekonomi (openness) yang diukur dengan ekspor ditambah impor mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan proporsi pekerja sektor manufaktur. Nilai elastisitas variabelopennesssebesar 0,84. Artinya bahwa peningkatan openness sebesar 1 persen, ceteris paribus

akan meningkatkan proporsi pekerja manufaktur sebesar 0,84 persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa suatu daerah yang lebih terbuka dalam perekonomiaannya akan lebih baik dibandingkan perekonomian yang tertutup. Semakin meningkat keterbukaan ekonomi (openness) suatu daerah atau negara mengindikasikan bahwa kinerja perdagangan daerah atau negara tersebut meningkat. Dengan meningkatnya kinerja perdagangan terutama ekspor manufaktur, secara tidak langsung mengindikasikan bahwa produk- produk manufaktur lokal dapat bersaing. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan proporsi pekerja manufaktur semakin meningkat seiring dengan meningkatnyademand produk manufaktur.

d. Investasi Asing Langsung (Foreign Direct Investment)

Investasi asing langsung (Foreign Direct Investment) yang didekati dengan nilai realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) mempunyai hubungan yang positif dan signifikan dengan proporsi pekerja manufaktur. Nilai elastisitas PMA sebesar 0,09. Hal ini berarti bahwa peningkatan 1 persen pada investasi asing, ceteris paribus akan meningkatkan proporsi pekerja manufaktur sebesar 0,09 persen. Sehingga semakin banyak investasi asing yang masuk ke dalam suatu daerah atau negara, terutama di sektor manufaktur mengakibatkan proporsi pekerja manufaktur semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa investasi asing yang ditanamkan di sektor manufaktur memberikan efek yang positif dengan menyerap banyak tenaga kerja.

e. Human Capital

Variabel human capital mempunyai hubungan yang positif dengan proporsi pekerja manufaktur, akan tetapi tidak signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat ketrampilan tenaga kerja yang tersedia, maka proporsi pekerja manufaktur semakin meningkat. Artinya bahwa tenaga kerja yang terampil mampu meningkatkan produktivitas, karena

71

efisiensi dapat tercapai dalam proses produksi sehingga output meningkat. Oleh karenanya meningkatkan ketrampilan tenaga kerja merupakan salah satu bentuk investasi jangka panjang.

f. Pengangguran (Unemployment)

Hubungan variabel unemployment (pengangguran) dengan proporsi pekerja manufaktur menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan secara statistik pada taraf nyata 5 persen. Nilai elastisitas variabel unemployment

sebesar 0,21 artinya bahwa apabila pengangguran meningkat sebesar 1 persen,

ceteris paribusakan meningkatkan proporsi pekerja manufaktur sebesar 0,21 persen. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Alderson (1997,1999) dan Kollmeyer (2009), yang menyimpulkan bahwa peningkatan pengangguran akan menyebabkan deindustrialisasi di negara-negara maju. Akan tetapi hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Kassem (2010) dengan judul ”Premature Deindustrialization–The Case Of

Colombia”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perlambatan kegiatan

perekonomian tidak selalu diterjemahkan dengan pengangguran, karena peraturan atau hukum yang tidak fleksibel menyebabkan biaya tinggi bagi perusahaan untuk menyesuaikan perubahan permintaan tenaga kerja terhadap pengangguran. Bazen dan Thirlwall (1989) menyebutkan bahwa fokus terhadap pekerja sektor manufaktur sangat berguna untuk melihat peningkatan pendapatan pada level produktivitas pekerja dan hubungan antara industrialisasi dan penciptaan tenaga kerja. Sehingga deindustrialisasi positif tidak menyebabkan bertambahnya pengangguran dan sebaliknya deindustrialisasi negatif dapat menyebabkan bertambahnya jumlah pengangguran (Jalilian dan Weiss, 2000). Gambar 13 juga memperkuat argumen tersebut, bahwa sejak tahun 2004 laju pertumbuhan pengangguran cenderung mempunyai pola yang sama dengan laju pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di sektor industri. Selama periode 2004-2009, rata-rata pertumbuhan tenaga kerja di sektor industri sebesar 2,76 persen lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan jumlah angkatan kerja (2,44 persen) dan pengangguran (-1,35 persen). Hal ini menyiratkan bahwa penyerapan tenaga kerja di sektor industri semakin meningkat akan tetapi peningkatan jumlah

72

tenaga kerja relatif konstan. Selain itu, rata-rata pertumbuhan tenaga kerja sektor industri informal (3,87 persen) lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan tenaga kerja sektor industri formal (2,76 persen) selama periode 2004-2009. -20 -10 0 10 20 30 40 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Pengangguran Naker Industri Formal

Naker Total Naker Industri Informal

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Gambar 13. Laju Pertumbuhan Angkatan Kerja dan Pengangguran di Indonesia, Tahun 2001 2009

Dokumen terkait