• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kunjungan (Antenatal care)

Menurut Fizben dan Ajzen, 1989 (dalam Padila, 2014) peran serta ibu hamil di dalam memanfaatkan pelayanan antenatal care dipengaruhi perilaku individu dalam penggunaan pelayanan kesehatan, adanya pengetahuan tentang manfaat pelayanan antenatal care selama kehamilan akan menyebabkan sikap yang positif. Selanjutnya

sikap positif akan memengaruhi niat untuk ikut serta dalam melakukan kunjungan antenatal care. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah disebut perilaku.

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012) mengatakan kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku dan di luar perilaku. Selanjutnya perilaku individu dipengaruhi atau terbentuk oleh beberapa faktor yaitu:

2.2.1 Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor predisposisi mencakup pengetahuan, sikap, umur, pendidikan, pekerjaan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

A. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Notoatmodjo (2010) tingkat pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan : tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Tingkat pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Pengetahuan tentang kehamilan harus dimiliki ibu hamil untuk dapat menyiapkan fisik atau mental agar sampai akhir kehamilannya sama sehatnya, bilamana ada kelainan fisik atau psikologis bisa ditemukan secara dini dan diobati, serta melahirkan tanpa kesulitan dengan bayi yang sehat.

Hasil penelitian Zainal di dalam penelitian Arihta (2012) menunjukkan adanya hubungan bermakna antara pengetahuan dengan pemeriksaan kehamilan.

Menurut penelitian Nurul, Balqis, dan Rahmiani (2014) menyatakan bahwa

pengetahuan ibu hamil berhubungan dengan keteraturan melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan. Penelitian Rohana (2009) juga menunjukkan ada pengaruh pengetahuan, ibu hamil dengan kunjungan antenatal care.

B. Sikap

Tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh sikap (attitude) yaitu suatu tingkat efek (perasaan) baik yang positif (menguntungkan) maupun negatif (merugikan). Sikap belum tentu merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan

“predisposisi” tindakan atau perilaku (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Prawirohardjo (2005) sikap merupakan potensi tingkah laku seseorang terhadap sesuatu keinginan yang dilakukan. Maka dapat dikatakan seorang ibu hamil yang bersikap positif terhadap perawatan kehamilan (ANC) cenderung akan mempunyai motivasi tinggi untuk melakukan ANC. Hal ini dikarenakan informasi, pengetahuan dan pemahaman ibu hamil yang baik mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan (ANC) selama kehamilan dapat mencegah bahaya dan risiko yang mungkin terjadi selama hamil.

Sikap ibu terhadap pelayanan antenatal care berperan dalam pemeriksaan kehamilan secara teratur. Hasil penelitian Simanjuntak menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan antenatal K4 sesuai standar. Penelitian Rohana (2009) juga menunjukkan ada pengaruh sikap ibu hamil dengan kunjungan antenatal care.

Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan Nurul (2014) menunjukkan ibu hamil akan bersikap positif terhadap pemeriksaan kehamilan dan akan memengaruhi perilakunya untuk memanfaatkan pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan antenatal care dengan dukungan keluarga yang cukup dikarenakan suami/keluarga mengingatkan mereka akan jadwal pemeriksaan kehamilan dan bersedia mengantarkan ibu hamil menuju puskesmas untuk memeriksakan kehamilannya.

C. Umur

Umur adalah umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja (Nursalam, 2003). Dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin baik, sehingga akan termotivasi dalam memeriksakan kehamilan, dan mengetahui akan pentingnya antenatal care. Umur sangat berguna untuk menentukan suatu kesehatan ibu, ibu dikatakan beresiko tinggi apabila hamil di bawah 20 tahun dan dia atas 35 tahun.

Menurut Winkjosastro (2005) menyatakan bahwa dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun.

Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Menurut

penelitian Priani (2012) ibu hamil dengan usia 20-34 lebih baik dalam memanfaatkan pelayanan antenatal care dibandingkan kategori umur lainnya.

D. Paritas

Menurut Winkjosastro (2005) paritas adalah jumlah janin yang dilahirkan ibu dengan berat 500 gram atau lebih, yang dilahirkan hidup atau mati. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetri lebih baik, sedangkan paritas lebih dari 3 dapat dikurangi atau dicegah keluarga berencana. Paritas sangat memengaruhi kunjungan antenatal. Menurut penelitian Fithriany (2011) paritas sangat berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan.

E. Pendidikan

Pendidikan dapat diartikan suatu proses di mana seseorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat dan kebudayaan. Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula tingkat pengetahuannya (Notoatmodjo, 2003). Menurut penelitian Rohana (2009) menunjukkan bahwa ada pengaruh antara pendidikan dengan kunjungan antenatal care.

F. Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Menurut Wawan dan Dewi (2011) pekerjaan bukanlah sumber kesenangan,

tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang harus, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu, bekerja bagi ibu-ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

Menurut penelitian Nurlaelah (2014) ada hubungan antara status bekerja dengan kunjungan antenatal care sebesar 0,317 artinya seseorang yang tidak bekerja memiliki waktu lebih banyak melakukan kunjungan antenatal care dengan optimal.

2.2.2 Faktor Pendukung (Enabling Factor)

Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, keterjangkauan fasilitas, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, dan sebagainya.

2.2.3 Faktor Pendorong (Reinforcing Factor)

Faktor pendorong yang terwujud dalam perilaku masyarakat dan partisipasi masyarakat, dan sebagainya. Menurut Istiarti, 2000 (dalam Padila, 2014) faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang dikarenakan adanya sikap dan perilaku yang lain seperti sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan.

Sikap suami yang positif dapat diwujudkan dengan memberikan dukungan kepada ibu hamil untuk meningkatkan kesehatannya dengan teratur melakukan kunjungan antenatal care.

Dokumen terkait