• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis mengenai tingkat pertumbuhan lahan luas lahan sawah dan tegal dapat dilakukan secara parsial maupun kontinu. Analisis secara parsial digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan luas lahan sawah dari tahun ke tahun sehingga dapat diketahui laju alih fungsi lahan dari tahun ke tahun. Sedangkan analisis secara kontinu digunakan untuk mengetahui tingkat perkembangan luas lahan selama jangka waktu tertentu, dalam hal ini selama kurun waktu tahun 1996-2010 atau selama 15 tahun di Kabupaten Karanganyar. Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan luas lahan dan tingkat perkembangan luas lahan sawah dan tegal secara parsial dari tahun ke tahun.

commit to user

Tabel 15. Luas Lahan dan Perubahan Luas Lahan Sawah dan Tegal, 1996- 2010

Tahun Luas Lahan (Ha)

Total Luas Penyusutan Tingkat perkembangan lahan (%)

Sawah Tegal (Ha) Sawah Tegal

1996 23406.93 16685.08 77378,64 142.84 -0.50 -0.16 1997 23406.93 17897.23 77378,64 109.12 -1.37 7.26 1998 23085.66 17882.11 77378,64 3.37 0.05 -0.08 1999 23097.41 17921.04 77378,64 -38.93 0.00 0.22 2000 23061.94 17890.06 77378,64 66.45 -0.15 -0.17 2001 22956.75 17976.69 77378,64 18.56 -0.46 0.48 2002 22912.49 17945.49 77378,64 75.46 -0.19 -0.17 2003 22868.21 17929.88 77378,64 59.89 -0.19 -0.09 2004 22856.33 17952.44 77378,64 -10.68 -0.05 0.13 2005 22844.26 17937.02 77378,64 27.49 -0.05 -0.09 2006 22831.34 17918.64 77378,64 31.30 -0.06 -0.10 2007 22478.56 17891.72 77378,64 379.70 -1.55 -0.15 2008 22474.91 17863.40 77378,64 31.97 -0.02 -0.16 2009 22465.11 17847.48 77378,64 25.72 -0.04 -0.09 2010 22459.80 17836.49 77378,64 16.30 -0.02 -0.06 Rata-Rata 62.57 -0.31 0.45

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar, 2011

Berdasarkan tabel 15 dapat dilihat luas lahan sawah dan tegal di Kabupaten Karanganyar selama tahun 1996 sampai dengan tahun 2010 menunjukan adanyapenyusutan lahan dari tahun ke tahun, artinya terdapat kondisi dimana alih fungsi lahan ke sektor non pertanian terjadi selama kurun waktu tersebut. Sementara itu berdasarkan tabel 15 dapat dilihat pula bahwa rata-rata tingkat perkembangan lahan sawah dan tegal di Kabupaten Karanganyar adalah -0,31% dan 0.45% pertahun. Artinya jumlah rata-rata lahan sawah berkurang 0.31% setiap tahun. Kemudian laju alih fungsi lahan sawah tertinggi adalah pada tahun 2006 dengan nilai laju alih fungsi sebesar 1.55 % dan laju alih fungsi lahan sawah terendah pada tahun 2008 dan 2010 dengan nilai sebesar 0.02 %. Kemudian laju alih fungsi lahan tegal tertinggi pada tahun 2000 dengan nilai alih fungsi sebesar 0.17 % dan nilai alih fungsi lahan terendah pada tahun 2010 dengan nilai 0.06%. Rata-rata alih fungsi lahan sawah sebesar 0.31% pertahun di Kabupaten Karanganyar mengakibatkan peningkatan luas lahan tegal di Kabupaten Karanganyar dikarenakan proses pengeringan

commit to user

dari lahan sawah tersebut. Proses pengeringan lahan sawah tidak lepas pemberian IPPT (Izin Pemanfaatan Penggunaan Tanah)kepada pengguna tanah dimana izin tersebut merupakan suatu perijinan untuk merubah status tanah dari tanah sawah atau tegal menjadi tanah pekarangan yang bertujuan untuk rumah tinggal maupun peruntukan lain. Manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan IPPT adalah status tanah yang sudah menjadi pekarangan akan meningkatkan harga tanah menjadi lebih mahal, sebagai syarat didirikanya bangunan sehingga tidak melanggar aturan yang berlaku, sebagai syarat mengajukan IMB ( ijin mendirikan Bangunan ), dan sebagai syarat pemecahan tanah sawah (sawah tidak bisa di pecah kecuali tanah warisan). Sebagai syarat dalam pengajuan IPPT menurut BPN adalah formulir permohonan yang memuat identitas pemilik, luasan (untuk perorangan maksimal 700 m2) dan pengunaan tanah yang dimohon, pernyataan tanah tidak bersengketa dan penyataan tanah dikuasai secara fisik. Syarat selanjutnya adalah surat kuasa apabila dikuasakan, fotocopy dasar penguasaan tanah, SPPT PBB dan NPWP tahun berjalan dan proposal rencana kegiatan teknis derta sketsa dari penggunaan lahan. Apabila syarat tersebut telah terpenuhi maka IPPT akan diberikan dalam jangka waktu 14 hari. Akan tetapi untuk memperoleh syarat-syarat pengajuan IPPT tersebut dibutuhkan waktu minimal tiga bulan, apabila terdapat ketidaksesuaian dalam syarat IPPT dengan RTRW maka waktu pengajuan izin dapat mencapai satu tahun. Dalam jangka waktu relatif lama tersebut, sawah yang dialihfungsikan untuk menjadi pekarangan atau bangunan akan berubah penggunaannya menjadi tegal terlebih dahulu dengan tujuan untuk memulihkan sifat fisik tanah, terutama daya dukung tanah untuk didirikan bangunan, akibatnya proses ini akan meningkatkan jumlah luasan lahan tegal yang ada, misalnya di Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar. Kemudian apabila IPPT sudah diberikan kepada pemilik lahan maka lahan sawah maupun tegal yang dimiliki pemilik akan berubah menjadi lahan pekarangan dan siap untuk mengajukan ijin mendirikan bangunan (IMB). Tujuan diperlukannya IMB adalah untuk

commit to user

menjaga ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri terhadap penghuninya maupun lingkunan sekitarnya. Selain itu IMB juga diperlukan dalam pengajuan kredit bank apabila pemilik lahan akan menjaminkannya untuk memperoleh pinjaman. Sebagai syarat dalam pengajuan IMB adalah identitas pemilik, surat kuasa apabila dikuasakan ke pihak lain, bukti pelunasan PBB dan bukti kepemilikan tanah yang sah, gambar arsitektur dan situasi lahan sertan telah trdaftar sebagai pemegang IPPT. Secara prinsip, bila dokumen tersebut terpenuhi, maka 5-7 hari kemudian akan diterbitkan Ijin Pembangunan (IP). Ijin Pembangunanatau IP dapat digunakan untuk memulai mendirikan bangunan, sambil menunggu IMB yang keluar 20-30 hari kemudian.IMB memiliki masa berlaku 1 tahun. Sebagai akibat dalam pemberian IP dan IMB tersebut luasan lahan tegal yang sebelumnya berasal dari lahan sawah tersebut akan menurun karena beralih fungsi dari lahan pertanian menjadi bangunan atau pabrik maupun sektor non pertanian yang lain.

Analisis laju konversi lahan selain diperoleh dengan cara parsial dapat juga dilakukan secara kontinu. Sepanjang tahun 1996 hingga 2010 laju secara kontinu konversi dari lahan sawah menjadi wilayah terbangun sebesar 2.73 % dari kondisi awal pada tahun 1996.Hal ini berarti di Kabupaten Karanganyar telah terjadi perubahan fungsi tata guna lahan akibat pembangunan sektor non pertanian misalnya pemukiman dan industri sebanyak 2.73 % selama kurun waktu 15 tahun dari luasan lahan tahun 1996 hingga 2010. Konversi lahan tersebut tidak hanya diakibatkan oleh pembangunan pemukiman namun juga bisa terjadi akibat pembangunan materi-materi non pemukiman lainnya, seperti jalan dan kawasan pertokoan, dan lain-lain. Hasil analisis laju konversi lahan sawah dapat dilihat pada persamaan berikut ini :

LnY = 2.33 - 2.73 t

Laju alih fungsi lahan tegal di Kabupaten Karanganyar secara kontinu terjadi sebesar 0.551 %. Hal ini berarti kurun waktu 15 tahun sejak

commit to user

tahun 1996 - 2010 telah terjadi penambahan luas lahan tegal sebesar 0.551% yang diakibatkan oleh proses pengeringan lahan sawah (IPPT) dan proses IMB. Hasil analisis laju alih fungsi lahan tegal terhadap luasan sektor non pertanian dapat dilihat pada persamaan berikut ini :

LnY = 3.18 + 0.551 t

Berdasarkan analisi secara kontinu alih fungsi lahan sawah cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan alih fungsi lahan tegal di Kabupaten Karanganyar. Hal ini disebabkan perusahaan maupun pelaku yang bekerja diluar sektor pertanian memilih untuk membangun lokasi usaha baik untuk sektor industri, perumahan maupun sektor yang lain pada daerah-daerah persawahan yang memiliki kriteria tanah subur dengan lokasi dekat dengan sumber bahan baku untuk produksi, dekat dengan sumber tenaga kerja, dekat dengan pasar, tersedianya fasilitas-fasilitas lain seperti pengairan, listrik dan tempat pembuangan limbah serta kebijaksanaan pemerintah yang mendukung tumbuh berkembangnya usaha di wilayah tersebut. Tingginya minat dari pelaku dari luar sektor pertanian terhadap lahan sawah mengakibatkan tingginya permintaan akan lahan sawah untuk kepentingan di luar sektor pertanian seperti industri dan perumahan, padahal apabila dialihfungsikan biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk membangun pertanian terutama sarana irigasi tidaklah kecil. Selama kurun waktu tahun 1976 - 1980 pengeluaran infrastruktur pertanian mencapai 15.76% dari total keseluruhan pengeluaran untuk pembangunan hingga sampai mengecil menjadi 2.47% selama kurun waktu tahun 2001 – 2005. Dari sebaran fasilitas irigasi sebagian besar berada di wilayah Pulau Jawa dan Sumatera mencapai 75%, kemudian dari sejumlah luasan tersebut sejumlah 22% atau 1.5 juta hektar keseluruhan jaringan irigasi di Indonesia dalam kondisi rusak berat dimana 72% juga berada di Pulau Jawa dan Sumatera (Darsono, 2009:163). Berdasarkan fakta tersebut alih fungsi lahan pertanian terutama pada daerah-daerah yang mempunyai ketersediaan sarana irigasi yang baik akan merugikan sektor pertanian tidak hanya dikarenakan jumlah luasan lahan untuk

commit to user

bercocok tanam yang semakin berkurang tetapi untuk membangun atau memperbaiki kembali sarana irigasi yang baik memerlukan biaya yang tidak kecil.

2. Jumlah Penduduk

Menurut data BPS Karanganyar tahun 2010, jumlah penduduk, angka pertumbuhan penduduk dan perubahan luas lahan sawah dan tegal di Kabupaten Karanganyar adalah sebagai berikut:

Tabel 16. Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Karanganyar, 1996-2010 Tahun Jumlah Penduduk Petumbuhan Penduduk)

Tingkat perkembangan lahan (%) (Tabel 15)

(Jiwa) (%) Sawah Tegal

1996 760.618 1,30 -0.50 -0.16 2000 793.575 1,22 -0.15 -0.17 2005 838.182 0,91 -0.05 -0.09 2006 844.634 0,75 -0.06 -0.10 2007 851.366 0,85 -1.55 -0.15 2008 865.580 1,67 -0.02 -0.16 2009 871.756 0,84 -0.04 -0.09 2010 878.210 0.74 -0.02 -0.06

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar, 2011

Berdasarkan tabel 16 dapat diketahui bahwa dari tahun ke tahun perubahan jumlah penduduk di Kabupaten Karanganyar semakin meningkat dari tahun ke tahun yang diikuti dengan berkurangnya tingkat perkembangan alih fungsi lahan pertanian. Pada tahun 1996 pertumbuhan penduduk sebesar 1,30% di Kabupaten Karanganyar memacu alih fungsi lahan pertanian sebesar 0,5% untuk lahan sawah dan 0,16% untuk lahan tegal. Kemudian angka pertumbuhan penduduk tersebut dapat ditekan pada tahun 2010 hingga menjadi 0,74% yang mengakibatkan alih fungsi lahan sawah sebesar 0.02% dan lahan tegal sebesar 0.06%. Hal ini menunjukan bahwa laju pertumbuhan penduduk mempengaruhi besar kecilnya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang ada di Kabupaten Karanganyar.

Semakin tinggi jumlah penduduk maka tingkat kebutuhan penduduk seperti pangan, sandang dan kebutuhan rumah serta biaya

commit to user

sekolah anak semakin besar, sementara apabila petani mempunyai lahan yang sempit akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan tersebut apabila tidak dicukupi dengan bekerja pada sektor perekonomian yang lain. Petani dengan penghasilan kecil biasanya akan menjual lahan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan hal tersebut akan mempersulit keadaan pertanian di Kabupaten Karanganyar, apalagi yang bertindak sebagai pembeli adalah warga yang bukan berasal dari wilayah Kabupaten Karanganyar sehingga kemungkinan untuk dipertahankan sebagai tanah pertanian sangatlah kecil, kondisi seperti ini banyak terjadi di wilayah Kecamatan Colomadu dan Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar.

Selain dari akibat proses jual beli untuk memenuhi kebutuhan hidup petani, sistem pewarisan tanah merupakan faktor yang paling dominan terhadap proses alih fungsi lahan pertanian. Hal ini dikarenakan sebagian besar pembagian warisan menurut keyakinan masyarakat Kabupaten Karanganyar yang beragama islam mengikuti pola pembagian warisan berdasarkan keyakinan yang mereka yakini. Berdasarkan wawancara dengan responden yang melakukan alih fungsi lahan pertanian, didapatkan bahwa sebagian besar responden meperoleh tanah yang berasal dari tanah warisan yang ditunjukan gambar dibawah ini:

Berdasarkan gambar mengenai prosentase status asal tanah responden didapatkan bahwa sebagian besar dari responden tersebut yang

Warisan, 90% Warisan dan

membeli, 7% Membeli, 3%

commit to user

mencapai 90% dari keseluruhan total responden mempunyai tanah yang berasal dari tanah warisan. Sementara yang berasal dari proses jual beli hanya sekitar 3% serta yang mempunyai tanah warisan dan membeli sekitar 7%. Pembagian tanah warisan yang terfragmentasi akan memecah sejumlah tanah dengan luasan tertentu menjadi tanah dengan luasan yang semakin mengecil. Rata-rata dari sejumah responden tersebut membangun rumah dan mendirikan usaha di atas tanah hasil pemberian orang tua yang diwariskan kepada mereka dan sangat jarang sekali digunakan untuk kegiatan usaha tani. Hal ini disebabkan untuk mengelola usaha tani dengan sejumlah luasan lahan yang sempit akan menyebabkan biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan penerimaan yang nantinya akan diterima petani. Berdasarkan hal tersebut pola pewarisan secara tidak langsung berperan besar terhadap alih fungsi lahan pertanian.

3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto merupakan nilai tambah yang terbentuk dari keseluruhan kegiatan ekonomi dalam suatu wilayah dalam rentang waktu tertentu. Berikut ini adalah perkembangan PDRB Kabupaten Karanganyar berdasarkan atas dasar harga konstan (ADHK). Tabel 17. PDRB Kabupaten Karanganyar Atas Dasar Harga

Konstan(dalam jutaan rupiah), 1996-2010

Tahun

PDRB (Jutaan Rupiah)

Total Pertanian Pertanian (%) Non Pertanian

(%) 1996 1.210.112,30 237.565,83 19,63 80,37 2000 1.193.085,08 233.210,06 19,55 80,45 2005 4.188.330,50 824.366,11 19,68 80,32 2006 4.401.301,74 858.106,43 19,50 80,50 2007 4.654.054,50 905.914,29 19,47 80,53 2008 4.921.454,72 988.203,76 20,08 79,92 2009 5.076.549,83 996.230,41 19,62 80,38 2010 5.452.435,49 1.147.090,09 21,04 78,96

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar, 2011

Pertumbuhan ekonomi menyebabkan kebutuhan akan lahan untuk berbgai kegiatan ekonomi dan sosial semakin meningkat. Desakan perkembangan sektor industri dan jasa menyebabkan persaingan dalam

commit to user

pemanfaatan lahan semakin ketat. Dalam hal ini sektor pertanian cenderung dikorbankan untuk sektor di luar sektor pertanian. Berdasarkan tabel 17 dapat dilihat bahwa pekembangan ekonomi yang terjadi di Kabupaten Karanganyar semakin meningkat. Sektor pertanian menyumbang sekitar 19% dari tahun ke tahun terhadap perekonomian di Kbupaten Karanganyar, artinya sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian di Kabupaten Karanganyar. Perkembangan atau pertumbuhan ekonomi yang baik dapat meningkatkan minat investor untuk menanamkan modal dan membuka usaha. Menurut Badan Pusat Statistik saat ini di Kabupaten Karanganyar memiliki 10.312 orang yang bekerja sebagai pengusaha. Kegiatan membuka usaha dan menanamkan modal dari investor tersebut selain dapat menyerap tenaga kerja dan menggerakan roda ekonomi suatu wilayah akan berakibat secara tak langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian. Hal ini dikarenakan dalam membuka usaha para pengusaha tersebut akan mendirikan pabrik, toko, perumahan maupun gudang sesuai dengan tujuan ekonomi masing-masing diatas lahan pertanian yang sudah ada. Efek selanjutnya dari pendirian pabrik dan fasilitas yang lain tersebut adalah berubahnya daerah disekitar kanan kiri pabrik tersebut menjadi sektor non pertanian diantaranya untuk membuka warung makan tempat kos dan perumahan karyawan. Efek seperti ini sangat umum terjadi sebab apabila dinilai secara ekonomi berusaha membuka warung maupun tempat kos karyawan lebih menguntungkan dibandingkan dengan apabila lahan tersebut digunakan untuk lahan pertanian.

Berkembangnya sektor perekomian yang ditandai dengan bertambahnya nilai PDRB di Kabupaten Karanganyar akan berimplikasi terhadap peningkatan pendapatan yang akan di terima oleh masing-masing masyarakat yang berada di Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan data statistik pada tahun 1996 pendapatan perkapita penduduk Kabupaten Karanganyar adalah Rp 1.590.959.-dan meningkat pada tahun 2010 menjadi Rp 6.208.578,-. Perubahan pendapatan yang positif atau semakin

commit to user

meningkat akan mengakibatkan pemilik tanah enggan untuk menjual tanah yang mereka miliki dan bahkan berpeluang menambah luas lahan yang mereka miliki dengan membeli tanah baik untuk perumahan, memperluas usaha maupun sekedar investasi jangka panjang. Hal ini dikarenakan tanah merupakan investasi yang sangat menarik sebab nilai atau harga tanah tidak akan pernah turun. Walaupun sekedar investasi tak jarang lahan pertanian yang dibeli tersebut dibiarkan begitu saja dan tidak dimanfaatkan untuk lahan pertanian atau dengan kata lain lahan tersebut sengaja untuk dikeringkan seperti yang banyak terjadi di Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, akan tetapi dalam kasus tertentu seperti yang terjadi di Kecamatan Gondangrejo, masyarakat justru menjual lahan yang mereka miliki kepada sektor non pertanian dan bekerja pada sektor non pertanian tersebut untuk meningkatkan pendapatan. Pada umumnya di Kecamatan Gondangrejo dijual karena lokasinya merupakan daerah tadah hujan dan kurang cocok untuk pertanian sehingga akan merugi apabila digunakan untuk usaha tani.

4. Sarana Infrastuktur

Pembangunan sarana transportasi untuk mendukung perekonomian masyarakat menuntut perubahan luas lahan yang tidak sedikit. Berikut ini adalah tabel mengenai panjang jalan aspal dan kerikil di Kabupaten Karanganyar.

Tabel 18. Panjang Jalan Aspal dan Kerikil di Kabupaten Karanganyar, 1996-2010

Tahun

Panjang Jalan Aspal dan Kerikil (Km)

Tingkat perkembangan lahan (%) (Tabel 15)

Panjang Perubahan (%) Sawah Tegal

1996 680.10 0 -0.50 -0.16 2000 764.33 0 -0.15 -0.17 2005 817.20 0.16 -0.05 -0.09 2006 817.90 0.09 -0.06 -0.10 2007 815.90 0.24 -1.55 -0.15 2008 815.90 0.00 -0.02 -0.16 2009 815.90 0.00 -0.04 -0.09 2010 841.62 3.15 -0.02 -0.06

commit to user

Sarana infrastruktur yang diduga berpengaruh terhadap alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Karanganyar adalah perkembangan panjang jalan aspal dan kerikil. Dalam hal ini panjang jalan aspal dan kerikil menggambarkan pelaksanaan pembangunan yang telah terjadi di suatu wilayah dalam hal ini adalah Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan tabel 18 dapat dilihat bahwa perkembangan panjang jalan aspal dan kerikil di Kabupaten Karanganyar dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan pada tahun 2010 meningkat hingga 3.15% dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukan bahwa semakin berkembangnya mobilitas penduduk dan pembangunan daerah yang terjadi di Kabupaten Karanganyar.

Pembangunan daerah terutama dengan pembangunan jalan akan mendorong tumbuhnya pemukiman-pemukiman penduduk dan lokasi usaha di sekitar jalan serta memacu adanya alih fungsi lahan pertanian. Hal ini seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Karanganyar, akibat pembangunan jalan tol dari Kabupaten Karanganyar menuju Provinsi Jawa Timur yang melewati Kecamatan Gondangrejo dan Kebakkramat serta dibangunnya jalan tembus dari Tawangmangu-Magetan. Setiap pembangunan fasilitas jalan raya dari pemerintah biasanya diikuti pembebasan lahan pertanian dan secara otomatis bahwa daerah disekitar pembangunan jalan raya akan berubah menjadi tanah kering baik yang sebelumnya diperuntukan untuk sawah maupun tegalan sejauh radius beberapa meter dari jalan. Oleh karena perubahan menjadi tanah kering tersebut maka akan mendorong terjadi alih fungsi lahan yang lebih besar dari lahan pertanian menuju non pertanian baik itu digunakan untuk sektor industri maupun jasa atau perumahan.

5. Sewa Lahan

Economic rent sama dengan surplus ekonomi (residual income) yang merupakan kelebihan nilai produksi total diatas biaya total. Dalam hal ini perhitungan nilai sewa lahan sawah didekati dengan nilai residual income usaha tani sawah dan perhitungan nilai sewa lahan tegal dihitung

commit to user

dengan residual income usaha tani jagung pada tahun yang bersangkutan (Ani, 2009:17).

Tabel 19. Nilai Sewa Lahan Pertanian Sawah dan Tegal di Kabupaten Karanganyar, 1996-2010

Tahun Sewa Lahan (Rp/Ha)

Sawah Tegal 1996 843.663 473.544 2000 2.028.122 1.917.873 2005 3.031.912 2.804.716 2006 4.131.322 2.646.016 2007 5.262.538 2.085.022 2008 4.969.067 3.312.523 2009 5.448.053 10.050.544 2010 6.720.000 6.776.010

Sumber : BPS dan Struktur Ongkos dan Biaya Usaha Tani, 2011

Berdasarkan tabel 19 dapat diketahui bahwa nilai sewa lahan sawah di Kabupaten Karanganyar semakin mahal dari tahun ke tahun meskipun pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 cenderung fluktuatif pada kisaran 4-5 juta rupiah. Sementara nilai sewa lahan tegal pada tahun 1996- 2010 juga meningkat dari tahun ke tahun, bahkan pada tahun 2009 mencapai 10 juta rupiah per tahun. Hal ini disebabkan produktifitas dan harga produksi dari tanaman jagung yang rata-rata mendominasi jenis tanaman di lahan tegal pada tahun tersebut yang sangat tinggi, akibatnya nilai sewa lahan pertanian untuk lahan tegal pada tahun 2009 mencapai harga yang sangat tinggi. Selain itu nilai sewa lahan tegal pada tahun 2009 dan 2010 lebih besar daripada nilai sewa lahan sawah. Selain dari sisi produktifitas tanaman pada usaha tanai tegal yang lebih tinggi, hal ini juga disebabkan oleh sebagian besar peminat penyewa lahan baik untuk pertanian maupun industri atau jasa lebih memilih lahan tegal terutama dengan lokasi yang strategis. Kondisi ini disebabkan karena pada lahan tegal tidak diperlukan biaya untuk mengeringkan lahan apabila lahan tersebut disewa untuk keperluan non pertanian, sehingga dapat menghemat biaya pendirian usaha yang akan dijalankan.

Nilai sewa lahan sawah di tiga kecamatan tempat penelitian yaitu Kecamatan Colomadu, Kebakkramat dan Tasikmadu adalah berada pada

commit to user

kisaran Rp 6000.000 – Rp 7000.000 per hektar per musim tanam.Sedangkan di Kecamatan Gondangrejo berada pada kisaran Rp 3000.000 – Rp 4000.000 per hektar per musim tanam dan lahan tegal berada pada kisaran Rp 2000.000 – Rp 2.500.000 per hektar per musim tanam.Perbedaan nilai sewa lahan sawah pada masing-masing kecamatan tersebut lebih diakibatkan oleh kondisi kesuburan tanah dan kondisi pengairan yang ada di kecamatan tersebut. Semakin subur maka akan semakin produktif lahan yang ditanami dan akan menyebabkan nilai sewa lahan semakin tinggi. Kemudian semakin baik jaringan irigasi dan lokasi lahan yang berdekatan dengan sumber air untuk irigasi, maka nilai sewa lahan akan semakin tinggi. Nilai sewa lahan di Kecamatan Gondangrejo lebih kecil dibandingkan dengan Kecamatan Colomadu, Kebakkramat dan Tasikmadu disebabkan oleh kondisi tanah yang didominasi tanah lempungan dengan ciri apabila basah berat untuk diolah dan sangat kering apabila musim kemarau dan sistem pengairan yang mengandalkan dari jumlah air hujan atau tadah hujan.

Nilai land rent atau nilai sewa lahan yang tinggi lebih diakibatkan oleh produktivitas lahan pertanian yang tinggi dan harga produk pertanian ditingkat petani yang baik kemudian diimbangi dengan penurunan biaya produksi untuk menghasilkan sejumlah barang hasil pertanian. Berdasarkan hal tersebut maka residual income dalam kegiatan pertanianpun meningka dari tahun ke tahun. Peningkatan residual income tersebut akan memberikan nilai tawar yang lebih tinggi bagi petani apabila mereka ingin menyewakan lahan yang mereka miliki untuk sektor pertanian sehingga petani semakin enggan untuk mengalihfungsikan lahan yang mereka miliki. Akan tetapi terdapat banyak faktor yang menyebabkan alih fungsi lahan pertanian meskipun terdapat nilai sewa lahan yang tinggi apabila lahan pertanian tersebut disewakan.Diantaranya berbagai macam faktor tersebut adalah harga lahan apabila lahan tersebut di jual, tingkat kebutuhan masing-masing rumah tangga petani, dan adanya proyek pembangunan yang menyebabkan alih fungsi lahan pertanian wajib

commit to user

dilakukan demi kepentingan masyarakat. Berikut ini adalah nilai adalah tabel yang menunjukan harga dan alasan 30 petani yang mengalih fungsikan lahan yang mereka miliki.

Tabel 20. Harga Jual dan Alasan Menjual Lahan Pertanian Responden

Harga Jual (M2) Jumlah % Alasan

Menjual/Menyewakan Jumlah % <50000 4 13.3 Biaya Sekolah 4 13.3 50000-100000 5 16.7 Biaya Kesehatan 2 6.7 100001-200000 7 23.3 Membangun Usaha 5 16.7 200001-300000 2 6.7 Membayar Hutang 3 10.1 300001-400000 1 3.4 Membangun Rumah 4 13.3 400001-500000 4 13.3 Proyek Pemerintah 5 16.7

(Disewakan) 7 23.3 Tidak Mampu

Mengolah 7 23.3

Jumlah 30 100 Jumlah 30 100

Sumber : Analisis Data Primer (Lampiran 1)

Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui berbagai macam harga jual yang diterima pemilik lahan pertanian saat menjual lahannya dan alasan mengapa lahan pertanian tersebut dialihfungsikan ke lahan sektor non

Dokumen terkait