• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Cadangan Devisa

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006, impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean sedangkan ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Apabila nilai ekspor semakin naik dan kenaikannya melebihi dari nilai impor maka selisih dari nilai ekspor dan impor akan menghasilkan devisa yang juga akan menaikkan cadangan devisa nasional.

Inflasi merupakan perkembangan harga dan jasa pada periode tertentu.

Semakin tinggi inflasi biasanya menggambarkan keadaan naiknya harga barang dan jasa yang relatif tinggi. Untuk menekan laju inflasi, ekspor dan impor melakukan perannya untuk menjaga stabilitas ekonomi, yakni dengan menjaga kebutuhan dalam negeri melaui impor dan meningkatkan kegiatan ekonomi melalui perluasan ekspor yang ditopang oleh suplai impor bahan baku industri. [7]

7 2.3 Data Runtun Waktu dan Stasioneritas

Data runtun waktu adalah data yang diobservasi atau direkam secara beruntun dalam periode waktu tertentu. Periode tersebut biasanya dapat berupa harian, bulanan, kuartalan, tahunan, maupun satuan waktu lainnya. Dari data runtun waktu tersebut dapat dilihat bagaimana perubahan pola suatu data dari masa lampau untuk pengambilan keputusan di masa mendatang.

Data runtun waktu dikatakan stasioner apabila menunjukkan pola variasi kenaikan dan penurunan atau fluktuasi yang tidak mecolok dari waktu ke waktu.

Ada dua perilaku stasioneritas data yaitu mean stationery dimana data bersifat stasioner pada nilai tengahnya dan variance stationery dimana data bersifat stasioner pada variansnya. [8]

Salah satu uji untuk menguji kestasioneran data yaitu menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) untuk memastikan adanya akar unit atau tidak dalam model. Diberikan persamaan regresi AR(𝑝) sebagai berikut. [9]

π‘Œπ‘‘= 𝑐𝑑+ πœ™π‘¦π‘‘βˆ’1+ βˆ‘π‘βˆ’1𝑖=1πœ™π‘–βˆ†π‘Œπ‘‘βˆ’π‘–+ 𝑒𝑑 (2.1) dimana π‘Œπ‘‘ adalah data runtun waktu pada waktu ke-𝑑, 𝑐𝑑 adalah fungsi deterministik pada waktu ke-𝑑 dimana 𝑐𝑑 dapat bernilai 0 atau konstan atau 𝑐𝑑= πœ”0+ πœ”1𝑑, πœ™π‘– adalah koefisien regresi AR, 𝑖 = 1, 2, … , 𝑝 dan 𝑒𝑑 adalah residual pada waktu ke-𝑑.

Dari persamaan diatas, untuk menguji adanya akar unit diberikan hipotesis sebagai berikut.

𝐻0 : πœ™ = 1 (artinya terdapat akar unit, tidak stasioner) 𝐻1 : πœ™ < 1 (artinya tidak terdapat akar unit, stasioner)

𝐴𝐷𝐹 βˆ’ 𝑑𝑒𝑠𝑑 = πœ™Μ‚ βˆ’1

𝑠𝑑𝑑 (πœ™Μ‚ ) (2.2)

dimana πœ™Μ‚ adalah estimasi least square dari πœ™, dimana πœ™ adalah akar unit.

Kriteria Uji :

8 Jika 𝐴𝐷𝐹 βˆ’ 𝑑𝑒𝑠𝑑 β‰₯ 𝑑(π‘›βˆ’1,𝛼) atau 𝑝-value < 𝛼 maka tolak 𝐻0.

Dimana 𝑛 adalah banyaknya data dan 𝛼 adalah taraf signifikansi.

Ketika data belum stasioner dalam rata-rata setelah uji ADF maka perlu distasionerkan dengan differencing. Misal diberikan model AR(1)

π‘Œπ‘‘= πœ™ π‘Œπ‘‘βˆ’1+ 𝑒𝑑 (2.3)

Persamaan 2.3 harus memenuhi πœ™ < 1 agar model stasioner. Jika πœ™ = 1, maka AR(1) akan menjadi persamaan sebagai berikut.

π‘Œπ‘‘= π‘Œπ‘‘βˆ’1+ 𝑒𝑑 (2.4)

Sehingga dapat ditulis

βˆ‡π‘Œπ‘‘ = 𝑒𝑑 (2.5)

Dimana βˆ‡π‘Œπ‘‘= π‘Œπ‘‘βˆ’ π‘Œπ‘‘βˆ’1 adalah differencing pertama dari π‘Œπ‘‘. [11]

Kemudian untuk menguji apakah data stasioner dalam varians menggunakan transformasi Box-Cox dengan melihat nilai πœ† yang merupakan parameter transformasi yang memberikan residual mean square error terkecil. Berikut persamaan yang diberikan untuk transformasi Box-Cox dan tabel transformasi untuk nilai tertentu, ditampilkan pada Persamaan 2.3 dan Tabel 2.1. [10]

𝑋𝑑 β†’ π‘Œπ‘‘ =π‘‹π‘‘πœ†βˆ’1

πœ† (2.6)

dimana 𝑋𝑑 adalah data runtun waktu ke-𝑑, π‘Œπ‘‘ adalah data runtun waktu hasil transformasi waktu ke-𝑑, dan πœ† adalah parameter transformasi.

Tabel 2.1 Transformasi Untuk Nilai Lambda Tertentu

Nilai Lambda Transformasi

βˆ’1,0 1

𝑋𝑑

βˆ’0,5 1

βˆšπ‘‹π‘‘

9

0,0 ln 𝑋𝑑

0,5 βˆšπ‘‹π‘‘

1,0 𝑋𝑑 (tanpa transformasi)

2.4 Model Autoregressive (AR)

Model Autoregressive (AR) adalah model yang meregresikan observasi pada waktu ke-𝑑 dengan observasi pada waktu sebelumnya, 𝑑 βˆ’ 1, 𝑑 βˆ’ 2, … , 𝑑 βˆ’ 𝑝.

Bentuk umum proses AR(𝑝) adalah sebagai berikut. [9]

π‘Œπ‘‘= πœ™1π‘Œπ‘‘βˆ’1+ πœ™2π‘Œπ‘‘βˆ’2+ β‹― + πœ™π‘π‘Œπ‘‘βˆ’π‘+ 𝑒𝑑 (2.8) Dimana π‘Œπ‘‘ adalah data runtun waktu ke-𝑑, πœ™π‘– adalah parameter dari π‘Œπ‘‘βˆ’π‘– dengan 𝑖 = 1, 2, … , 𝑝 dan 𝑒𝑑 adalah residual waktu ke-𝑑.

2.5 Model Vector Autoregressive (VAR)

Model Vector Autoregressive (VAR) merupakan pengembangan dari model AR. Keunggulan model VAR ini dapat digunakan untuk peramalan data finansial jangka panjang maupun jangka menengah panjang dan tidak perlu membedakan variabel eksogen atau endogen karena semua variabel dianggap endogen dan berhubungan. Secara umum model VAR(𝑝) dituliskan sebagai berikut. [9]

π‘Œπ‘‘= πœ™0+ πœ™1π‘Œπ‘‘βˆ’1+ β‹― + πœ™π‘π‘Œπ‘‘βˆ’π‘+ 𝑒𝑑 (2.9) Dimana π‘Œπ‘‘ adalah vektor π‘š Γ— 1 data runtun waktu ke-𝑑, πœ™π‘– adalah vektor π‘š Γ— π‘š parameter dari π‘Œπ‘‘βˆ’π‘– dengan 𝑖 = 1, 2, … , 𝑝 dan 𝑒𝑑 adalah vektor π‘š Γ— 1 residual waktu ke-𝑑.

2.6 Model Threshold Autoregressive (TAR)

Model Threshold Autoregressive (TAR) merupakan pengembangan dari model AR yang dikembangkan oleh Tong (1987, 1983, 1990) dan Tong dan Lim (1980) dengan menambahkan nilai ambang batas atau threshold di dalamnya.

Untuk menentukan model ini dibutuhkan juga penentuan banyaknya submodel linear yang terbentuk atau yang dikenal sebagai rezim dan mekanisme pemilihan

10 adalah delay dan π‘Ÿ adalah threshold atau nilai ambang batas.

2.7 Model Threshold Vector Autoregressive (TVAR)

Model Threshold Vector Autoregressive (TVAR) adalah model VAR yang dikembangkan dengan memasukkan threshold di dalamnya, dimana memiliki tujuan yang sama seperti model VAR namun dapat menangkap non-linearity seperti peralihan rezim (pengelompokkan data), efek asimetris, dan multiple equilibria.

Peralihan rezim yang dimaksud adalah pengelompokan data yang dibagi oleh threshold atau nilai ambang batas, efek asimetris adalah perbedaan pengaruh pada volatilitas tertentu, dan multiple equilibria adalah adanya lebih dari satu solusi dalam kesetimbangan.[12] Model TVAR(𝑝) dirumuskan sebagai berikut. [11]

π‘Œπ‘‘= { dan π‘Ÿ adalah threshold atau nilai ambang batas.

Di setiap pembagian rezim proses mengikuti model autoregressive linear, namun proses mengikuti model autoregressive non linear ketika ada paling sedikit dua rezim dengan model linear yang berbeda. [10]

11 2.8 Kriteria Pemilihan Lag Optimum

Untuk menentukan lag optimum, pemilihan lag optimum berdasarkan kriteria pemilihan lag terbaik dari π‘Œπ‘‘ yang merupakan vektor 𝐾 Γ— 1 adalah Akaike Information Criterion, Hannan Quinn, Schwarz Criterion, dan Final Prediction Error terkecil. [10]

a. Akaike Information Criterion AIC(β„“) = ln(πœŽΜ…β„“2) +2β„“

𝑇 𝐾2 (2.12)

Dimana T adalah banyaknya observasi dan πœŽΜ…β„“2 adalah estimasi maximum likelihood.

b. Hannan Quinn

HQ(β„“) = ln(πœŽΜ…β„“2) +2β„“ln (ln(𝑇))

𝑇 𝐾2 (2.13)

Dimana T adalah banyaknya observasi dan πœŽΜ…β„“2 adalah estimasi maximum likelihood.

c. Schwarz Criterion SC(β„“) = ln(πœŽΜ…β„“2) +β„“ln (𝑇)

𝑇 𝐾2 (2.14)

Dimana T adalah banyaknya observasi dan πœŽΜ…β„“2 adalah estimasi maximum likelihood.

d. Final Prediction Error 𝐹𝑃𝐸(β„“) = (𝑇+β„“

π‘‡βˆ’β„“)𝐾(πœŽΜ…β„“2) (2.15)

Dimana T adalah banyaknya observasi dan πœŽΜ…β„“2 adalah estimasi maximum likelihood.

2.9 Kenonlinearan

Secara umum sistem non linear adalah suatu sistem yang sifatnya berubah-ubah. Seperti yang telah dijelaskan dalam Subbab 2.7, TVAR merupakan pendekatan yang dapat menangkap kenonlinearan dalam model. Setelah menangkap kenonlinearan tersebut lalu akan didapatkan banyaknya threshold yang membagi ke beberapa rezim.

12 Untuk menguji linearitas, Lo dan Zivot (2001) mengembangkan uji yang dikembangkan oleh Hansen (1999), dimana uji linearitas Hansen adalah pengujian Threshold Autoregressive (TAR) yang membandingkan hipotesis TAR(1) atau linear TAR dengan hipotesis alternatif model TAR(𝑖), dimana 𝑖 adalah jumlah banyaknya rezim. Uji yang digunakan Lo dan Zivot adalah uji Likelihood Ratio dengan hipotesis sebagai berikut. [22]

𝐻0 : Linear VAR (artinya model VAR dengan satu rezim) 𝐻1: TVAR(𝑖) (artinya model VAR membagi 𝑖 rezim) Uji statistik :

𝐿𝑅𝑖𝑗 = 𝑇(ln|Σ̂𝑖|) βˆ’ ln(|𝛴̂𝑗|) (2.16)

Dimana Σ̂𝑖 dan 𝛴̂𝑗 dinotasikan sebagai estimasi residual matriks kovarians, 𝑇 adalah batas atas dan 𝑖 βˆ’ 1 adalah banyaknya threshold.

Kriteria Uji :

Jika 𝑝-value < 0.05 maka 𝐻0 ditolak.

2.10 Threshold dan Delay

Threshold atau yang biasa dikenal sebagai nilai ambang batas adalah sebuah pergantian hubungan kelinieran atau titik belok. Misal diberikan partisi garis bilangan real 𝑅 kedalam π‘˜ interval atau rezim, 𝑅 = ⋃ π‘…π‘˜ 𝑖

𝑖 dimana 𝑅1 = (βˆ’βˆž, π‘Ÿ1), 𝑅𝑖 = (π‘Ÿπ‘–βˆ’1, π‘Ÿπ‘–) untuk 𝑖 = 2, … , π‘˜ βˆ’ 1, π‘…π‘˜ = (π‘Ÿπ‘˜, ∞), dan βˆ’βˆž < π‘Ÿ1 < β‹― < π‘Ÿπ‘˜βˆ’1<

∞ adalah threshold. [10] Sedangkan delay adalah bilangan bulat positif yang menotasikan rata-rata waktu eksekusi yang diperlukan dengan lag-𝑗 dimana 𝑗 = 1, 2, … , π‘˜. [22]

Selanjutnya untuk mendapatkan estimasi nilai threshold, Hansen (1999) merekomendasikan estimasi threshold menggunakan Least-Square yang dapat meminimumkan jumlah kuadrat error sehingga estimasi threshold menggunakan Least-Square dirumuskan sebagai berikut.

13

𝛾̂ = π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘šπ‘–π‘›(𝑆1(𝛾)) (2.17)

Dimana 𝑆1(𝛾) adalah jumlah kuadrat error dan 𝛾 adalah threshold. [19]

Menurut Chan et al. (2004), penentuan parameter delay ditentukan dari 𝑑 ≀ 𝑝 dimana 𝑝 adalah orde ke-𝑝. Misalkan sebuah threshold pada π‘§π‘‘βˆ’π‘‘ yang diasumsikan stasioner yang bergantung pada observasi sebelumnya π‘Œπ‘‘βˆ’π‘‘. Sebagai contoh, diberikan

π‘§π‘‘βˆ’π‘‘ = πœ”β€²π‘Œπ‘‘βˆ’π‘‘ (2.18)

dimana πœ” adalah vektor dimensional π‘š Γ— 1. Ketika πœ” = (1, 0, … , 0)β€² maka threshold pada variabel π‘§π‘‘βˆ’π‘‘ = 𝑦1,π‘‘βˆ’π‘‘. Ketika πœ” = (1

𝑠,1

𝑠, … ,1

𝑠), sehingga threshold pada variabel, π‘§π‘‘βˆ’π‘‘ adalah rata-rata dari semua elemen π‘Œπ‘‘βˆ’π‘‘. [23]

2.11 Estimasi Model

Dalam mengestimasi model, cara yang paling sering digunakan adalah dengan metode Least Square atau metode kuadrat terkecil untuk mendapatkan nilai-nilai penduga parameter model regresi. Dengan metode Least Square diperoleh nilai dugaan dengan cara meminimumkan jumlah kuadrat residual.

Setelah dilakukan estimasi parameter model, selanjutnya dilakukan pengujian signifikansi parameter, dalam hal ini yang diuji adalah koefisiennya. Pengujian ini dilakukan dengan uji t. Pengujian signifikansi ini dilakukan untuk mengetahui parameter mana saja yang signifikan terhadap model untuk peramalan. [11]

2.12 Diagnosis Model

Setelah dilakukan identifikasi model dan estimasi model, langkah selanjutnya adalah diagnosis model terhadap residualnya.

2.12.1 Plot Distribusi Residual

Dari plot distribusi residual terhadap waktu ke-𝑑, jika plot memadai diharapkan plot dapat menunjukkan penyebaran dalam bidang sekitar garis horizontal nol tanpa adanya trend. [11]

14 2.12.2 Uji Distribusi Normalitas Residual

Uji ini dilakukan untuk menilai apakah sebaran residual berdistribusi normal atau tidak. Pengujian dilakukan dengan uji Saphiro-Wilk. [11]

Hipotesis:

𝐻0: residual berdistribusi normal 𝐻1: residual tidak berdistribusi normal

Statistik uji yang digunakan dalam uji Saphiro-Wilk adalah sebagai berikut.

π‘Š = (βˆ‘ π‘Žπ‘–π‘₯𝑖

𝑛 𝑖=1 )2

βˆ‘π‘›π‘–=1(π‘₯π‘–βˆ’π‘₯Μ…)2 (2.19)

dimana π‘Žπ‘– adalah indeks Shapiro-Wilk, π‘₯𝑖 adalah sampel data yang sudah diurutkan dari yang terkecil hingga terbesar.

Kriteria uji:

Jika π‘Šβ„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘›π‘” < π‘Šπ›Ό atau 𝑝 βˆ’ π‘£π‘Žπ‘™π‘’π‘’ < 𝛼 maka 𝐻0 ditolak.

2.12.3 Uji Autokorelasi Residual

Dalam pengujian ini, diharapkan jika model memadai maka residual akan mengikuti white noise, dimana autokorelasi residualnya tidak berkaitan dan berdistribusi normal. Selain melihat adanya korelasi residual antar masing-masing lag, diperlukan juga uji yang memperhitungkan korelasi residual antar masing-masing lag sebagai sebuah kelompok. Ljung dan Box (1978) memperkenalkan uji Ljung-Box. [11]

Uji signifikansi pada uji Ljung-Box adalah sebagai berikut.

𝑄 = 𝑛(𝑛 + 2) (π‘ŸΜ‚1

15 Dimana 𝑄~πœ’πΎβˆ’π‘š2 dimana π‘š = 𝑝 + π‘ž, p adalah orde 𝑝 dari AR(𝑝) dan orde π‘ž dari MA(π‘ž), 𝐾 βˆ’ 𝑝 βˆ’ π‘ž merupakan derajat kebebasan dengan 𝑗 < 𝐾, 𝑛 adalah banyaknya observasi dan π‘ŸΜ‚π‘– adalah estimasi residual dengan 𝑖 = 1,2, … , π‘˜.

Kriteria uji:

Jika 𝑄 > πœ’π‘‘π‘Žπ‘π‘’π‘™2 atau 𝑝 βˆ’ π‘£π‘Žπ‘™π‘’π‘’ < 𝛼 maka 𝐻0 ditolak.

2.13 Kriteria Pemilihan Model

Setelah melakukan uji diagnosis model dilakukan pemilihan model berdasarkan kriteria pemilihan terbaik untuk π‘Œπ‘‘ yang merupakan vektor 𝐾 Γ— 1, diantaranya adalah Akaike Information Criterion (AIC) dan Bayesian Information Criterion (BIC) berdasarkan nilai AIC dan BIC terkecil. [10]

e. Akaike Information Criterion

AIC(β„“) = ln(πœŽΜ…β„“2) +2ℓ𝑇 𝐾2 (2.21)

Dimana T adalah banyaknya observasi dan πœŽΜ…β„“2 adalah estimasi maximum likelihood.

f. Bayesian Information Criterion BIC(β„“) = ln(πœŽΜ…β„“2) +β„“ln (𝑇)

𝑇 𝐾2 (2.22)

Dimana T adalah banyaknya observasi dan πœŽΜ…β„“2 adalah estimasi maximum likelihood.

2.14 Volatilitas

Dalam data finansial umumnya data tersebut cenderung berubah-ubah dari waktu ke waktu dan mengalami fenomena volatility clustering (pengelompokan volatilitas) dimana fenomena tersebut memperlihatkan perubahan besar untuk periode waktu yang lama diikuti oleh periode dimana ada relatif tenang. Volatilitas menunjukkan varians data finansial runtun waktu yang beragam dari waktu ke waktu. Sebagai contoh inflasi, untuk beberapa pembuat keputusan variabilitas dari inflasi membuat perencanaan finansial menjadi sulit. Bagi eksporter atau importer, volatilitas yang tinggi dapat berarti keuntungan atau kehilangan yang besar. [13]

16 2.15 Akurasi Prediksi

Untuk menunjukkan keakurasian model, data runtut waktu dibagi menjadi data in-sample dan data out-sample. Data in-sample digunakan untuk membentuk model dan data out-sample digunakan udah memvalidasi keakuratan model terbaik.

Salah satu cara untuk memvalidasi keakuratan model digunakan mean absolute prediction error (MAPE). [14] MAPE umumnya dirumuskan sebagai berikut.

𝑀𝐴𝑃𝐸 =1

π‘βˆ‘ |π‘Œπ‘‘βˆ’π‘ŒΜ‚π‘‘

π‘Œπ‘‘ | Γ— 100

𝑁𝑑=1 (2.18)

Dimana N adalah banyaknya data, π‘Œπ‘‘ adalah data aktual dan π‘ŒΜ‚ adalah data hasil 𝑑 prediksi.

17

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder bulanan dari cadangan devisa, Indonesia, ekspor Indonesia, impor Indonesia, dan nilai inflasi Indonesia pada periode Januari 2010 sampai dengan Juli 2019 sebanyak 115 data.

Data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia [15], International Monetary Fund (IMF) [16], dan Badan Pusat Statistik [17]. Data dibagi menjadi dua bagian dengan persentase berturut-turut yaitu 80% data training (in-sample) dan 20% data testing (out-sample).

3.2 Metode Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan software R untuk mengolah dan menganalisis data. Langkah-langkah analisis yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Menyiapkan data yang akan diteliti dan melakukan statistik deskriptif pada data.

2. Menguji kestasioneran data dalam mean dan varians dengan uji ADF dan transformasi Box-Cox, jika data belum stasioner dalam mean maka dilanjutkan dengan differencing dan jika belum stasioner dalam varians maka dilanjutkan dengan transformasi Box-Cox.

3. Membuat plot data ekspor, impor, dan inflasi terhadap cadangan devisa.

4. Menentukan nilai lag optimum yang akan digunakan pada pemodelan VAR dengan kriteria AIC, HQ, SC, dan FPE terkecil.

5. Melakukan estimasi model VAR dengan nilai lag optimum yang telah diperoleh.

6. Membuat plot residual model dengan Q-Q plot untuk melihat penyebaran residual dari model VAR yang mengikuti garis linear.

18 7. Menguji asumsi distribusi normalitas residual model VAR dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk, jika memenuhi asumsi ini maka model memadai.

8. Menguji asumsi autokorelasi residual white noise dari model VAR dengan menggunakan uji Portmanteau (Ljung-Box), jika tidak terdapat autokorelasi antar residual maka model memadai.

9. Melakukan uji kenonlinearan model VAR dan estimasi threshold tebaik dengan uji Likelihood Ratio, jika terdapat kenonlinearan dalam model VAR maka dilanjutkan dengan model TVAR dengan kandidat satu threshold atau dua threshold.

10. Mendapatkan kandidat model TVAR dengan nilai threshold terbaik dengan melihat AIC dan BIC terkecil.

11. Melakukan uji diagnostik model TVAR dengan nilai threshold terbaik dengan menggunakan uji Portmanteau (Ljung-Box), jika tidak terdapat autokorelasi residual maka model memadai.

12. Melakukan estimasi model TVAR dengan threshold terbaik.

13. Melakukan validasi dan prakiraan dengan menggunakan model TVAR dengan threshold terbaik.

14. Melakukan akurasi prakiraan dengan melihat nilai MAPE.

15. Melakukan prakiraan menggunakan model TVAR dengan threshold terbaik untuk periode enam bulan mendatang.

19 Data Training Data Testing

Apakah residual

Catatan : Untuk pemodelan TVAR data yang diinput adalah data aktual dan diasumsikan tsDyn package memang sudah mengakomodasi data non stasioner.

Ya

20

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Deskriptif Data

Deksriptif data digunakan untuk melihat gambaran umum dari data yang akan diolah dan infomasi awal untuk mengetahui karakteristik data yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan cadangan devisa Indonesia, nilai ekspor Indonesia, nilai impor Indonesia dengan satuan juta dollar AS (USD) dan nilai inflasi Indonesia dalam periode Januari 2010 sampai dengan Juli 2019. Banyaknya data penelitian adalah 115 data yang dibagi menjadi 92 data untuk data training dan 23 data untuk data testing. Gambaran umum data dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 4.1. berikut.

Tabel 4.1. Deskriptif Data

Variabel Nilai

Minimum

Nilai

Maksimum Rata-rata Standar

Deviasi Cadangan

Devisa 69562.47 131979.63 109344.51 13416.76757 Nilai Ekspor 9649.50 18647.83 14350.56 1815.186234 Nilai Impor 9017.16 18297.15 13833.81 2167.128341

Nilai Inflasi 0.0248 0.0879 0.0489 0.01675

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa cadangan devisa Indonesia paling rendah terjadi pada bulan Januari 2010 sebesar 69562.47 juta dolar AS dan cadangan devisa tertinggi pada bulan Januari 2018 sebesar 131979.63 juta dollar AS dengan rata-rata sebesar 109344.51 juta dollar AS. Sedangkan nilai ekspor tertinggi terjadi pada bulan Agustus 2011 sebesar 18647.83 juta dollar AS dan terendah sebesar 9649.50 juta dollar AS pada bulan Juli 2016 dengan rata-rata

21 14350.56 juta dollar AS. Untuk nilai impor tertinggi terjadi pada bulan Juli 2018 sebesar 18297.15 juta dollar AS dan nilai impor terendah sebesar 9017.16 juta dollar AS pada bulan Juli 2016 dengan rata-rata sebesar 13833.81 juta dollar AS.

Terlihat bahwa pada bulan Juli 2016 nilai ekspor dan nilai impor terendah secara bersamaan. Selanjutnya nilai inflasi terendah terjadi pada bulan Maret 2019 sebesar 0.0248 dan tertinggi pada bulan Agustus 2013 sebesar 0.0879 dengan rata-rata sebesar 0.0489. Secara berturut-turut standar deviasi yang digunakan untuk mengukur keberagaman data memperlihatkan nilai sebesar 13416.76757 juta dollar AS untuk cadangan devisa, 1815.186234 juta dollar AS untuk nilai ekspor, 2167.128341 juta dollar AS untuk nilai impor, dan 0.01675 untuk nilai inflasi.

4.2 Stasioneritas

Untuk melihat apakah data sudah stasioner, langkah awal yang dilakukan adalah dengan membuat plot dari masing-masing variabel sehingga akan lebih mudah untuk melihat kestasioneran data.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.1. Plot Cadangan Devisa, Ekspor, Impor, dan Inflasi Indonesia

22 Berdasarkan Gambar 4.1 terlihat bahwa pada grafik cadangan devisa (a), grafik ekspor (b), grafik impor (c), dan grafik inflasi (d) periode Januari 2010 sampai dengan Agustus 2017 sebanyak 92 data mengalami fluktuasi. Untuk dapat memodelkan data runtun waktu tersebut dilihat apakah data sudah stasioner berdasarkan varians dan rata-ratanya. Terlihat bahwa cadangan devisa, ekspor, impor dan inflasi belum stasioner dalam rata-rata dan masih belum bisa diketahui apakah sudah stasioner dalam variansi.

Untuk menguji kestasioneran variansi, selain dengan melihat plot dapat digunakan transformasi Box-Cox dengan melihat nilai lambda untuk memastikan perlu atau tidaknya transformasi agar data menjadi stasioner dalam variansi. Dari pengujian menggunakan transformasi Box-cox didapatkan nilai lambda sebagai berikut.

Tabel 4.2. Transformasi Box-Cox

Variabel Nilai Lambda (𝝀) Keterangan

Cadangan Devisa 1.00 Stasioner

Nilai Ekspor 1.00 Stasioner

Nilai Impor 1.00 Stasioner

Nilai Inflasi -0.4 Belum stasioner

Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa nilai lambda dari cadangan devisa, nilai ekspor, nilai impor menunjukkan πœ† = 1 artinya tidak perlu dilakukan transformasi dan sudah stasioner dalam variansi, namun nilai lambda dari variabel nilai inflasi diperoleh πœ† = -0.4 yang berarti belum stasioner dalam variansi, maka perlu dilakukan transfromasi pada nilai inflasi untuk menstasionerkan variansinya.

Selanjutnya, untuk menguji kestasioneran dalam rata-rata dilakukan uji akar unit menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller diperoleh hasil sebagai berikut.

23 Tabel 4.3. Uji Augmented Dickey-Fuller

Variabel 𝒑-value Keterangan

Cadangan Devisa 0.1462 Tidak stasioner

Nilai Ekspor 0.2936 Tidak stasioner

Nilai Impor 0.2972 Tidak stasioner

Nilai Inflasi 0.3732 Tidak stasioner

Berdasarkan Tabel 4.3. diperoleh 𝑝-value > 𝛼 dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0.05 untuk masing-masing variabel cadangan devisa, nilai ekspor, nilai impor, dan nilai inflasi sehingga terima 𝐻0 yang artinya data memiliki akar unit atau tidak stasioner dalam rata-rata. Untuk menstasionerkan rata-rata harus dilakukan differencing.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4.2. Plot Data Hasil Differencing

24 Berdasarkan Gambar 4.2 menunjukkan plot masing-masing variabel cadangan devisa, nilai ekspor, nilai impor dan nilai inflasi sudah stasioner dalam rata-rata dan variansi. Selanjutnya nilai 𝑝-value dari masing-masing dari uji Augmented Dickey-Fuller disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.4. Uji Augmented Dickey Fuller pada Differencing

Variabel

stasioner 0.01 Stasioner

Nilai Ekspor 0.01 Stasioner - -

Nilai Impor 0.01 Stasioner - -

Nilai Inflasi 0.01 Stasioner - -

Berdasakan Tabel 4.4 diperoleh masing-masing variabel nilai ekspor, impor dan inflasi menunjukkan 𝑝-value = 0.01 < 𝛼 dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0.05 sehingga tolak 𝐻0 yang artinya data tidak memiliki akar unit atau sudah stasioner.

Namun, cadangan devisa pada differencing pertama dengan 𝑝-value = 0.05197 < 𝛼 dengan 𝛼 = 0.05 sehingga terima 𝐻0 yang artinya cadangan devisa memiliki akar unit atau tidak stasioner, sehingga harus dilakukan differencing kedua. Setelah dilakukan differencing kedua diperoleh 𝑝-value = 0.01 < 𝛼 dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0.05 yang artinya data sudah stasioner.

4.3 Lag Optimum VAR

Untuk mengetahui orde 𝑝 yang akan digunakan pada pemodelan VAR maka dipilih lag optimum yang memenuhi kriteria informasi, hasilnya didapatkan sebagai berikut.

25 Tabel 4.5. Penentuan Lag Optimum

Lags AIC HQ SC FPE

1 4.224054e+01 4.247775e+01 4.283176e+01 2.213641e+18 2 4.224807e+01 4.267504e+01 4.331227e+01 2.237192e+18 3 4.230650e+01 4.292324e+01 4.384368e+01 2.389706e+18 4 4.246112e+01 4.326762e+01 4.447127e+01 2.828973e+18 5 4.253426e+01 4.353053e+01 4.501740e+01 3.114822e+18 6 4.266004e+01 4.384607e+01 4.561615e+01 3.657280e+18 7 4.276466e+01 4.414046e+01 4.619375e+01 4.266866e+18 8 4.288166e+01 4.444722e+01 4.678373e+01 5.133889e+18 9 4.281344e+01 4.456877e+01 4.718849e+01 5.251804e+18 10 4.276650e+01 4.471159e+01 4.761452e+01 5.647156e+18

Dari Tabel 4.5, berdasarkan kriteria informasi AIC, HQ, SC, dan FPE, diperoleh nilai AIC terkecil pada lag ke-1 yaitu sebesar 4.224054e+01, nilai HQ terkecil pada lag ke-1 sebesar 4.247775e+01, nilai SC terkecil pada lag ke-1 sebesar 4.283176e+01 dan nilai FPE terkecil pada lag ke-1 sebesar 2.213641e+18, sehingga dipilih lag optimum terbaik pada lag ke-1, maka didapatkan orde VAR(𝑝) dengan orde 𝑝 = 1.

4.4 Estimasi Model VAR

Dari model VAR(1) yang terbentuk didapatkan model cadangan devisa saat ini (π‘ŒΜ‚1,𝑑), yang dipengaruhi oleh variabel cadangan devisa satu bulan sebelumnya (π‘Œ1,π‘‘βˆ’1), variabel nilai ekspor satu bulan sebelumnya (π‘Œ2,π‘‘βˆ’1), variabel nilai impor satu bulan sebelumnya (π‘Œ3,π‘‘βˆ’1), dan variabel nilai inflasi (π‘Œ4,π‘‘βˆ’1) dengan persamaan sebagai berikut.

π‘ŒΜ‚1,𝑑 = 24.53601 βˆ’ 0.44187 π‘Œ1,π‘‘βˆ’1βˆ’ 0.66403 π‘Œ2,π‘‘βˆ’1+ 0.40438 π‘Œ3,π‘‘βˆ’1+

1272.43297 π‘Œ4,π‘‘βˆ’1 (4.1)

Berdasarkan model VAR(1) untuk cadangan devisa saat ini pada Persamaan 4.1 terlihat bahwa cadangan devisa satu bulan sebelumnya berpengaruh negatif sebesar 0.44187 terhadap cadangan devisa saat ini, nilai ekspor satu bulan

26 sebelumnya berpengaruh negatif sebesar 0.66403 terhadap cadangan devisa saat ini, nilai impor satu bulan sebelumnya berpengaruh positif sebesar 0.40438 terhadap cadangan devisa saat ini, dan nilai inflasi satu bulan sebelumnya berpengaruh positif sebesar 1272.43297 terhadap cadangan devisa saat ini.

Tahapan selanjutnya setelah menduga seluruh parameter dalam model yaitu pengujian signifikansi pada masing-masing parameter untuk melihat parameter apa saja yang signifikan terhadap model VAR untuk cadangan devisa saat ini.

Pengujian signifikansi parameter menggunakan uji t dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0.05. Hasil uji signifikansi dari penduga parameter model ditampilkan dalam tabel berikut.

Tabel 4.6. Uji Signifikansi Parameter VAR

Parameter Standard

Error 𝒕-value 𝒑-value Kesimpulan

πœ™Μ‚11 0.09686 -4.562 1.69e-05 Signifikan

πœ™Μ‚21 0.44782 -1.483 0.142 Tidak

signifikan

πœ™Μ‚31 0.38535 1.049 0.297 Tidak

signifikan

πœ™Μ‚41 970.64915 1.311 0.193 Tidak

signifikan

Berdasarkan Tabel 4.6, terlihat bahwa parameter yang berpengaruh signifikan pada model VAR(1) untuk cadangan devisa saat ini hanya satu parameter yaitu parameter πœ™Μ‚11 dimana cadangan devisa periode bulan sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap cadangan devisa saat ini. Walaupun parameter lainnya tidak signifikan, karena peneliti ingin mendapatkan informasi parameter yang tidak signifikan, peneliti tetap memasukan parameter yang tidak signifikan ke dalam model VAR untuk cadangan devisa saat ini, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Rosyida et al. (2017) [24]. Karena tujuan membentuk model dalam penelitian

27 ini adalah untuk peramalan, maka pengujian signifikansi diabaikan, karena yang terpenting adalah kemampuan model untuk peramalan. [20]

4.5 Plot Distribusi Residual

Untuk melihat plot residual dilakukan dengan melihat penyebaran residual pada Q-Q plot yang digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4.3. Plot Distribusi Residual

Dari Gambar 4.3 terlihat pada Q-Q plot bahwa penyebaran residual masih mengikuti garis linear, namun ada beberapa data yang menjauhi garis linear sehingga diperlukan uji untuk memastikan residual berdistribusi normal yang akan dijelaskan pada Sub Bab 4.6.

4.6 Uji Distribusi Normalitas Residual

Pengujian distribusi normalitas residual dilakukan dengan menggunakan uji multivariat Saphiro Wilk dengan hasil sebagai berikut.

Tabel 4.7. Uji Distribusi Normalitas Residual

Stat 𝒑-value Keterangan

0.87428 0.07816 Terima 𝐻0

28 Dari Tabel 4.7. diperoleh nilai 𝑝-value = 0.07816 > 𝛼 dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0.05 maka 𝐻0 diterima yang artinya residual berdistribusi normal.

4.7 Uji Autokorelasi Residual

Pengujian autokorelasi residual dilakukan dengan menggunakan uji multivariat Portmanteau (Ljung-Box) diperoleh hasil sebagai berikut.

Pengujian autokorelasi residual dilakukan dengan menggunakan uji multivariat Portmanteau (Ljung-Box) diperoleh hasil sebagai berikut.

Dokumen terkait