• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio

TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio

Dividend Payout Ratio adalah perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan dan biasanya disajikan dalam bentuk persentase. Semakin tinggi dividend payout ratio akan menguntungkan para investor tetapi dari pihak perusahaan akan memperlemah internal financial karena memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya dividend payout ratio semakin kecil akan merugikan para pemegang saham dan

internal financial perusahaan semakin kuat (Gitosudarmo, 1992)

Sundaja dan Barlian (2002) menyatakan bahwa pengertian rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) adalah presentase dari setiap rupiah yang dihasilkan dibagikan

kepada pemilik dalam bentuk tunai; dihitung dengan membagi dividen kas per saham dengan laba per saham.

Keown, Scott, Martin and Petty (1999) menyatakan “Dividend payout ratio indicates the amount of dividends relative to the company’s net or earning per share

Menurut Gitosudarmo (2002) besar kecilnya dividend payout ratio dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini :

1. Faktor Likuiditas, semakin tinggi likuiditas akan meningkatkan dividend payout ratio

dan sebaliknya semakin rendah likuiditas akan menurunkan dividend payout ratio

2. Kebutuhan dana untuk melunasi utang, semakin besar dana untuk melunasi utang baik untuk obligasi, hipotik dalam tahun tersebut yang diambilkan dari kas maka akan berakibat menurunkan dividend payout ratio dan sebaliknya.

3. Tingkat ekspansi yang direncanakan, semakin tinggi ekspansi yang direncanakan oleh perusahaan berakibat mengurangi dividend payout ratio karena laba yang diperoleh diprioritaskan untuk penambahan aktiva.

4. Faktor pengawasan, semakin terbukanya perusahaan akan memperkuat modal sendiri sehingga mengakibatkan kenaikan dividend payout ratio dan sebaliknya semakin tertutupnya perusahaan akan menurunkan dividend payout ratio.

5. Ketentuan-ketentuan dari pemerintah, ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan laba perusahaan maupun pembayaran dividen.

6. Pajak kekayaan/penghasilan dari pemegang saham, apabila para pemegang saham adalah ekonomi lemah yang bebas pajak maka dividend payout ratio lebih tinggi disbanding apabila pemegang saham para ekonomi kuat yang kena pajak.

Menurut Sinuraya (1999) menyatakan bahwa dalam menentukan pembagian dividen, faktor yang harus dipertimbangkan ada kemungkinan pengurangan pembayaran dividen disebabkan proyek perusahaan memburuk atau menghadapi kesempatan investasi yang menguntungkan dan pembayaran yang stabil atas dividend payout ratio. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebagai berikut :

1. Faktor Likuiditas

2. Biaya pengeluaran saham baru (emisi saham), karena penerbitan saham baru selalu mengakibatkan pengeluaran biaya, sekalipun secara kritis pembayaran dividen bisa diganti dengan penerbitan saham baru. Emisi saham mengakibatkan biaya modal baru akan lebih tinggi daripada biaya modal laba ditahan. Umumnya dividend payout ratio

(DPR) berkorelasi negatif dengan kebutuhan dana investasi.

3. Pengendalian, kalau perusahaan emisi saham, maka pemilik saham lama akan mempunyai proporsi perusahaan yang berkurang sehingga pengendalian terhadap perusahaan akan berkurang.

4. Stabilitas keuntungan dan kebangkrutan, apabila perusahaan memperoleh keuntungan yang relatif stabil.

5. Biaya transaksi dan kebutuhan permodal, secara teoritis kenaikan harga saham akan sama dengan jumlah dividen yang dibagikan, meskipun demikian hal ini bisa menyulitkan pemilik saham kalau tiba-tiba perusahaan memperkecil pembayaran dividennya, kalau hal ini dihubungkan dengan pola kebutuhan dana dari modal tersendiri.

Alasan pemilihan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi dividend payout ratio

1. Cash Ratio

Menurut Riyanto (1997), para pemakai laporan keuangan dapat menggunakan rasio likuiditas untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi. Salah satu rasio yang termasuk dalam rasio likuiditas adalah cash ratio. Rasio ini dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar hutang yang harus segera dipenuhi (hutang lancar) dari kas yang tersedia dalam perusahaan dan dari surat berharga yang dapat segera diuangkan. Rasio ini mencerminkan kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang lancarnya lebih tepat waktu dibandingkan current ratio maupun quick ratio.

Hal ini disebabkan karena current ratio mengandung akun piutang dagang dan persediaan sedangkan quick ratio mengandung akun piutang dagang dimana kedua akun tersebut relatif lama untuk berubah menjadi kas.

Menurut Sawir (2005), rumus dalam perhitungan cash ratio, yaitu:

Cash + Marketable Securities Cash Ratio =

Current Liabilities

Holder, Langrehr, dan Hexter (1998) dalam Suhartono (2004) menyatakan bahwa apabila masih ada peluang investasi yang bias diambil, perusahaan akan lebih baik menggunakan dana dari aliran kas intern untuk membiayai investasi dan cenderung membayar dividen yang rendah.

Sedangkan dividen merupakan cash outflow maka dengan digunakannya seluruh kas yang tersedia untuk membayar hutang lancar perusahaan, maka dapat mengakibatkan penghasilan pemegang saham (dividen) menurun atau bahkan tidak dapat dividen sama sekali. Ada hubungan negatif antara cash ratio dengan pembayaran dividen.

Menurut Riyanto (1997), salah satu rasio yang termasuk dalam rasio solvabilitas /

leverage adalah Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini digunakan untuk mengetahui berapa bagian dari setiap modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan hutang (modal asing) perusahaan atau untuk menilai banyaknya hutang yang digunakan perusahaan.

Aturan struktur finansiil konservatif memberikan batas imbangan yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan mengenai besarnya modal asing dan modal sendiri. Diasumsikan bahwa pembelanjaan yang sehat itu pertama-tama harus dibangun dari modal sendiri yaitu modal yang tahan risiko, maka aturan finansiil tersebut menetapkan bahwa besarnya modal asing dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh melebihi besarnya modal sendiri. Koefisien hutang yaitu angka perbandingan antara jumlah modal asing dengan modal sendiri tidak boleh melebihi 1:1.

Jika perusahaan menggunakan modal yang berasal dari pinjaman maka akan menimbulkan beban tetap berupa bunga pinjaman. Namun jika perusahaan menggunakan modal yang berasal dari pemilik perusahaan (modal sendiri), maka perusahaan wajib memberikan balas jasa pada mereka dalam mereka dalam bentuk dividen. Jadi, semakin besar pembelanjaan perusahaan yang menggunakan modal dari para pemegang sahamnya maka semakin besar pula dividen yang harus dibagikan.

Para kreditur umumnya senang bila rasio ini rendah. Semakin rendah rasio tersebut berarti semakin tinggi tingkat pembelanjaan perusahaan yang disediakan oleh para pemegang saham dan semakin besar tingkat perlindungan kreditur dari kehilangan uang yang diinvestasikan ke perusahaan tersebut.

Menurut Sawir (2005), rumus untuk menghitung debt to equity ratio yaitu: Total Utang

Debt to Equity Ratio =

Semakin kecil rasio ini semakin baik. Untuk keamanan pihak luar rasio terbaik jika jumlah modal lebih besar dari jumlah utang atau minimal sama. Jika dihubungkan dengan pembayaran dividen maka akan berlaku hubungan yang berlawanan (negatif), artinya semakin tinggi rasio ini maka akan semakin kecil pembayaran dividen dan sebaliknya.

Penelitian Harahap (2004) di Bursa Efek Jakarta periode tahun 1999 hingga 2001 terhadap 28 perusahaan manufaktur menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mampu menjelaskan DPR pada perusahaan manufaktur adalah Debt to Equity Ratio (DER).

3. Net Present Margin (NPM)

Menurut Riyanto (1997) tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan perusahaan dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut, atau dengan kata lain menghitung rentabilitasnya. Menurut Sawir (2005) NPM adalah rasio yang membandingkan net income dengan penjualan bersih operasi (sales), dapat digambarkan dalam formula sebagai berikut :

Net Income Net Profit Margin =

Sales

Crutchley dan Hansen (1989) dalam Suhartono (2004) menemukan bukti bahwa earning volatility berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Volatilitas keuntungan berkaitan erat dengan rasio dividen. Apabila tingkat keuntungan perusahaan semakin stabil maka perusahaan dapat memprediksi keuntungan-keuntungan dimasa yang akan datang dengan ketepatan yang lebih tinggi. Dengan demikian perusahaan tersebut bisa mempertahankan pembayaran sebagian besar dari keuntungannya dalam bentuk dividen.

Semakin tinggi nilai NPM mengindikasikan bahwa semakin baik perusahaan menghasilkan laba sehingga semakin tinggi pula dividen yang dapat dibayarkan oleh perusahaan. Ada hubungan positif rasio profitabilitas ini dengan pembayaran dividen.

4. Return on Investment (ROI)

Menurut Husnan dan Pudjiastuti (1998) rasio return on investment (ROI) menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan atau mencerminkan tingkat keuntungan perusahaan atas penggunaan investasi asset – assetnya.

ROI atau ROA merupakan rasio dalam bentuk yang paling mudah dianalisis profitablitasnya yang menghubungkan laba bersih (pendapatan bersih) yang dilaporkan terhadap total aktiva di neraca (Helfert, 1997). Rumus yang digunakan untuk menghitung ROI adalah sebagai berikut :

Net Income Return on Investment =

Total Asset

Menurut kuswadi (2006) ROI sama dengan ROA (Return on Asset), karena total investasi (I) tidak lain adalah total utang ditambah modal, yang besarnya tercermin dalam nilai total harta (Assets). Rasio ini dapat memberikan indikasi tentang baik buruknya manajemen dalam melaksanakan kontrol biaya ataupun pengelolaan hartanya. ROI merupakan salah satu rasio profitabilitas sehingga jika dihubungkan dengan pembayaran dividen ada hubungan positif antara ROI dan pembayaran dividen. Semakin tinggi nilai ROI berarti semakin tinggi pula dividen yang dapat dibayarkan.

Perubahan peraturan perpajakan dalam setiap periode akan mempengaruhi kebijakan dividen dan pembayaran dividen itu sendiri, sehingga tarif pajak yang berubah-ubah dan tarif yang tinggi mendorong perusahaan untuk menghindarinya.

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Perpajakan No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, khususnya pasal 17 ayat (1) yang mengatur tarif pajak yang ditetapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp. 50.000.000,00 10%

diatas Rp. 50.000.000,00 sampai dengan Rp. 100.000.000,00 15%

diatas Rp.100.000.000,00 30%

Sumber : Undang-undang Pajak Tahun 2000

Seluruh perusahaan manufaktur yang menjadi sampel memiliki penghasilan sebelum pajaknya lebih dari Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah), maka berdasarkan ketentuan tersebut cara menghitung rasio tax rate adalah :

Tax Rate = (EBT–Rp100.000.000) x 30%)+Rp.12.500.000

EBT Keterangan : Rp. 12.500.000 diperoleh dari : 10% x Rp.50.000.000 = Rp. 5.000.000 15% x Rp.50.000.000 = Rp. 7.500.000 Rp.12.500.000

Diketahui bahwa antara Tax Rate dan pembayaran dividen terdapat hubungan negative yang artinya semakin tinggi Tax Rate mengindikasikan semakin turun pembayaran dividen kepada pemegang saham.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dividen telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya seperti Nasution (2004), Nasrul (2004), Hariani (2005) dan Fitriyani (2002). Penelitian terhadap dividen payout ratio yang dilakukan oleh Nasution (2004) berjudul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Manufaktur Go-Public di Bursa Efek Jakarta”. Variabel bebas (independent variable) pada penelitian ini adalah posisi kas (cash position), potensi pertumbuhan (growth), ukuran perusahaan (firm size), rasio hutang terhadap modal (debt to equity ratio) dan profitabilitas (profitability). Jumlah sampel 37 perusahaan yang ditentukan oleh metode

purposive sampling dengan batasan waktu dari tahun 1999 hingga tahun 2001 (3 tahun). Metode analisis data dengan regresi linier berganda, cross section dan time series.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas secara simultan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Variabel rasio Debt to Equity Ratio (DER) saja yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratio.

Penelitian yang dilakukan oleh Nasrul (2004) mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio (DPR) namundengan variabel bebas yang berbeda, yaitu Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Net Profit Margin (NPM) dan

Return on Investment (ROI) untuk periode1999 hingga 2001. 9

Teknik pengambilan sampel yang digunakan teknik sampling jenuh karena jumlah populasi yang relatif kecil yaitu sebesar 28 perusahaan manufaktur. Metode regresi linear berganda yang digunakan sebagai analisis data pada penelitian ini. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan secara serempak antara CR, DER, NPM dan ROI terhadap DPR. Current Ratio (CR) dan Return on Investment (ROI) yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap dividend payout ratio secara parsial.

Variabel-variabel yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada perusahaan publik di Indonesia juga diteliti oleh Hariani (2005) dengan batas waktu penelitian dari tahun 2001 hingga tahun 2003 yaitu selama 3 tahun. Sampel yang digunakan 37 perusahaan dan ada 7 (tujuh) variabel bebas (independent variable) antara lain posisi kas (cash position), potensi pertumbuhan (growth), ukuran perusahaan (firm size), rasio hutang terhadap modal (debt to equity ratio), profitabilitas (profitability), tax rate dan time interest earned. Analisis data yang digunakan adalah metode regresi linear berganda dan pengujian asumsi klasik.

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa posisi kas (cash position), potensi pertumbuhan (growth), ukuran perusahaan (firm size), rasio hutang terhadap modal (debt to equity ratio), profitabilitas (profitability), tax rate dan time interest earned tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratio secara simultan. Hanya variabel rasio hutang terhadap modal (debt to equity ratio) dan profitabilitas (profitability) yang memiliki pengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratio secara parsial.

Penelitian ini juga dilakukan oleh Fitriyani (2002) dengan judul “Analisis Variabel-variabel Yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio Pada Industri Manufaktur Di Bursa Efek Jakarta” selama tahun 1997 sampai tahun 1999 menggunakan sampel sebanyak 55 perusahaan. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari Cash Ratio (CR), Return on

Investment (ROI), Return on Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), firm size (FS) dan

Dividend Payout Ratio tahun sebelumnya (DPR t-1) sebagai variabel independen dan variabel dependennya adalah Dividend Payout Ratio tahun ini (DPRt). Metode analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda dan pengujian asumsi klasik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembagian dividen tahun ini Dividend Payout Ratio tahun ini (DPRt) dipengaruhi oleh tingkat keuntungan yang tampak dari Return on Investment (ROI) dan Dividend Payout Ratio (DPRt-1) tahun sebelumnya.

2.8 Rasio Keuangan

2.8.1 Pengertian dan Jenis-jenis Rasio Keuangan

Salah satu cara untuk mengetahui kesehatan keuangan atau kinerja suatu perusahaan dan masalah-masalah yang sedang dihadapinya adalah dengan melalui analisis rasio keuangan. Analisis rasio keuangan dapat membantu perusahaan dalam mendeteksi masalah-masalah yang dihadapi sehingga dapat dilakukan perbaikan-perbaikan untuk mencegah semakin memburuknya kondisi atau kesehatan perusahaan.

Harahap (2004) menyatakan bahwa rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan. Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya, sehingga kita dapat menilai secara tepat hubungan antara pos tadi dan dapat membandingkan dengan rasio lain.

Keown, Scott, Martin and Petty (1999) Financial ratios is restating the accounting data in relative terms to identify some of financial strengths and weaknesses of a company. The ratios give us two ways of making meaningful comparisons of a firm’s financial data: (1) we can examine the ratios across time (say for the last 5 years) to identify any trends; and (2) we can compare the firm’s ratios with those of other firms.

Pernyataan ini menjelaskan bahwa rasio keuangan adalah keadaan factual perusahaan dengan mengidentifikasikan kekuatan-kekuatan keuangan dan kelemahan-kelemahan keuangan suatu perusahaan. Rasio keuangan akan memberi cara bagi analisis untuk membuat perbandingan yang berarti dari data keuangan perusahaan melalui : 1) waktu yang berbeda, artinya membandingkan rasio-rasio perusahaan yang sama dari laporan keuangan terdahulu, 2) perusahaan lain yang berbeda, yang mempunyai skala dan lingkungan yang kurang lebih sama.

Menurut Keown, Scott, Martin and Petty (1999) we use financial ratios to answer questions about a firm’s operations and to evaluate the company’s financial performance. Specifically, we can address for important questions:

5. How liquid is the firm?

6. Is management generating adequate operating profits on the firm’s assets? 7. How is the firm financing its assets?

8. Are the owners (stokeholders) receiving an adequate return on their investment?

Rasio keuangan memberikan dasar untuk menjawab beberapa pertanyaan penting berkaitan dengan kegiatan operasi perusahaan dan evaluasi kinerja keuangan perusahaan, antara lain : 5. Bagaimana likuidasi perusahaan? Likuiditas berkaitan dengan kemampuan

perusahaan untuk memenuhi segenap utang atau kewajibannya.

6. Apakah manajemen menghasilkan cukup keuntungan dari aktiva perusahaan? Karena tujuan utama pembelian aktiva ialah menciptakan keuntungan, analis perlu memiliki pedoman atas tingkat keuntungan perusahaan. Jika tingkat keuntungan itu tidak memadai dibandingkan dengan investasinya, maka perlu diadakah telaah lebih lanjut untuk mengungkapkan penyebabnya.

7. Bagaimana manajemen perusahaan membiayai investasinya? Keputusan ini mempunyai pengaruh langsung terhadap tingkat hasil bagi para pemegang saham umum.

8. Apakah pemegang saham umum menerima laba yang cukup dari investasinya? Tingkat hasil yang diperoleh investaor merupakan pertimbangan pokok para investor dalam membeli saham perusahaan.

Sedangkan menurut Kuswadi (2006) biasanya analisis rasio keuangan dibedakan menjadi 5 (lima) , yaitu :

6. Rasio Kemampulabaan (Profitability Ratio)

Rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba secara relatif. Relatif disini artinya laba tidak diukur dari besarnya secara mutalk tetapi diperbandingkan dengan unsure-unsur atau tolak ukur lainnya. Tolak ukur yang dipakai biasanya Pendapatan, Dana dan Modal. Beberapa jenis rasio profitabilitas ini dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) Rasio Laba atas Penjualan (Net Profit Margin), 2) Rasio Laba Sebelum Bunga dan Pajak atas Penjualan 3) Rasio Laba Kotor atas Penjualan (Gross Profit Margin), 4) Rasio Laba Operasi atas Total Investasi (Return on Investment), 5) Rasio Laba atas Modal (Return on Equity).

7. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)

Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio-rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva lancar dan utang lancar. Beberapa rasio likuiditas

ini adalah sebagai berikut :1) Rasio Lancar (Current Ratio), 2) Rasio Cair (Quick Ratio/Acid Test Ratio) dan 3) Rasio kas (Cash Ratio).

8. Rasio Aktivitas (Activity Ratio)

Rasio ini menggambarkan kinerja perusahaan dalam pengelolaan persediaan dan piutangnya, rasio ini dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu : 1) Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turn Over), 2) Rasio Hari Persediaan (Inventory Period), 3) Rasio Perputaran Piutang (Account Receivable Turn Over), dan 4) Rasio Periode Pengumpulan Piutang (Average Collection Period).

9. Rasio Efektivitas Penggunaan Dana dan Biaya

Rasio ini untuk melihat sampai seberapa jauh efisiensi dan efektivitas penggunaan dana dan biaya. Biasanya biaya tersebut diperbandingkan dengan hasil penjualan. Rasio ini dibagi menjadi 5, yaitu : 1) Rasio Harga Pokok Penjualan atas Penjualan, 2) Rasio Harga Pokok Penjualan dan Beban Operasi atas Penjualan, 3) Rasio Beban Penjualan atas Penjualan dan 4) Rasio Beban Administrasi dan 5) Rasio Beban Keuangan.

10. Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos-pos yang sifatnya jangka panjang seperti aktiva tetap dan utang jangka panjang. Rasio solvabilitas antara lain : 1) Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Harta/ Aktiva (Debt To Asset Ratio), 2) Rasio KewajibanJangka Panjang atas Modal (Debt To Equityt Ratio) dan 3) Rasio Kewajiban Jangka Panjang atas Kapitalisasi.

2.8.2 Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan

e. Kesulitan dalam mengidentifikasi kategori industri dari perusahaan yang dianalisis apabila perusahaan tersebut bergerak di beberapa bidang.

f. Rasio disusun dari kata akuntansi dan data tersebut dipengaruhi oleh cara penafsiran yang berbeda dan bahkan bias merupakan hasil manipilasi.

g. Perbedaan metode akuntansi akan menghasilkan perhitungan yang berbeda, misalnya metode penyusutan atau metode penilaian persediaan.

h. Informasi rata-rata industri adalah data umum dan hanya merupakan perkiraan

Sedangkan menurut Kuswadi (2006) Analisis rasio keuangan memiliki keterbatasan-keterbatasan atau kelemahan-kelemahan, antara lain :

f. Mutu analisis rasio akan bergantung pada akurasi dan validitas angka-angka yang digunakan, sebagian besar diambil dari neraca dan laporan laba rugi perusahaan (selain dari buku-buku pembantu).

g. Biasanya, analisis rasio terutama digunakan untuk memprediksikan masa depan serta mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan, tetapi sering tidak mengungkap penyebab-penyebabnya. Hal itu terjadi karena data yang digunakan umumnya berasal dari data masa lalu (data historis). Data historis ini mungkin bukan merupakan hasil atau kesimpulan yang akurat dari kondisi keuangan dan kinerja perusahaan.

h. Apabila jumlah jumlah penyusutan dan amortisasi relatif cukup besar (signifikan), angka rasio laba dapat menyesatkan

i. Informasi-informasi penting justru sering kali tidak tercantum dalam laporan keuangan. Kebijakan pemerintah dan aktivitas serikat pekerja, perubahan manajemen, perubahan industri, perkembangan teknologi dan aktifitas para pesaing juga perlu

dipertimbangkan dalam penilaian kinerja perusahaan, termasuk sumber daya manusianya.

j. Sulitnya mencapai komprabilitas yang tinggi diantara perusahaan-perusahaan dalam industri tertentu yang sedang diperbandingkan. Kesulitan tersebut terjadi karena : • Terdapat perbedaan mendasar dalam pelaksanaan prinsip dan prosedur akuntansi

yang digunakan.

• Prinsip, prosedur, dan asumsi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan sering berubah sehingga sulit untuk membuat penilaian yang akurat terhadap maju mundurnya perusahaan.

2.9 Dividen

2.9.1 Pengertian Dividen dan Bentuk-Bentuk Dividen

Keuntungan yang diperoleh investor atau pemegang saham dapat berupa capital gains dan dividen. Capital gains adalah perolehan keuntungan dari selisih lebih antara harga jual dengan harga beli saham, sedangkan dividen merupakan pendapatan yang diterima pemegang saham secara periodik dari sebagian laba bersih yang disisihkan oleh perusahaan. Dividen juga sebagai harapan bagi para investor, artinya pada titik tertentu para investor mengharapkan adanya pembagian laba dari laba yang diperoleh perusahaan.

Dapat disimpulkan bahwa pengertian dasar dividen adalah pembayaran yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham sehubungan dengan keuntungan/laba yang diperoleh perusahaan

Sundjaja dan Barlian (2002) menyatakan bahwa dividen tunai yang diharapkan merupakan variabel pengembalian utama dimana pemilik dan investor akan menentukan nilai saham. Dividen tunai adalah sumber dari aliran kas untuk pemegang saham dan

memberikan informasi tentang kinerja perusahaan saat ini dan akan datang. Sedangkan Kieso dan Weygandt (1995) menyatakan bahwa pembagian dividen umumnya didasarkan pada akumulasi laba yaitu ditahan atau pada pos modal lainnya seperti tambahan modal disetor. Dividen yang tidak didasarkan pada laba ditahan (dividen likuidasi) harus dijelaskan secukupnya pada lampiran pesan kepada pemegang saham sehingga tidak terjadi kesalahpahaman tentang sumbernya.

Kieso dan Weygandt (1995) mengungkapkan bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada pemegang sahamnya dapat berbentuk:

5. Cash dividend yaitu pembayaran dividen dalam bentuk tunai.

6. Stock dividend yaitu pembayaran dividen dalam bentuk saham dengan proporsi tertentu. 7. Script dividend (promisory notes) yaitu hutang dividen dalam bentuk script atau

pembayaran dividen pada masa yang akan datang.

Dokumen terkait