• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi fiksasi nitrogen secara biologis

II. PENDEKATAN MASALAH DAN PEMBAHASAN

2.3 Penyediaan Unsur Nitrogen melalui Fiksasi Nitrogen secara Biologis pada

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi fiksasi nitrogen secara biologis

Pada prinsipnya terdapat 3 faktor yang mempengaruhi fiksasi Nitrogen secara biologis yaitu tanah, tanaman, dan rhizobium. Ketiga faktor ini saling berkaitan satu sama lain.

Tanah menyediakan unsur hara yang berguna bagi pertumbuhan tanaman.

Penyediaan unsur hara bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor: yaitu faktor fisik, kimia, dan biologi tanah. Faktor fisik meliputi tekstur, strutur tanah, suhu, kelembaban, dan sebagainya. Organisme yang ada di dalam tanah juga merupakan faktor yang mempengaruhi keadaan tanah. Kondisi yang ada di dalam tanah diharapkan yang dapat menunjang kehidupan tanaman maupun bakteri rhizobium yang akan bersimbiose.

Tanaman akan menentukan berhasilnya suatu bakteri rhizobium dalam bekerjasama, karena tanaman menghasilkan fotosintat yang dibutuhkan rhizobium untuk membentuk enzim nitrogenase. Hal ini semua belum ada artinya jika jenis rhisobium yang ada tidak sesuai/cocok dengan tanaman. Jadi jenis rhizobium yang serasi hubungannya dengan

14

tanaman akan mempengaruhi simbiose ini. Selanjutnya Sitompul,(1991) mendapatkan beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan fiksasi ini secara fisiologis adalah :

Oksigen dan energi ATP

Enzim nitrogenase sangat sensitif terhadap oksigen. Konsentrasi oksigen seperti yang terdapat di atmosfeer (21%) akan menghambat kerja enzim nitrogenase dalam mereduksi N2 menjadi NH3+. Sebaliknya fiksasi nitrogen membutuhkan energi ATP yang disintesa, terutama melalui proses oksidasi fosforilasi yanf berarti membutuhkan oksigen. Untuk mengatasi kebutuhan yang berlawanan ini maka leghaemoglobin berperan membantu dengan jalan mengikat, mentransfer, dan menyediakan oksigen pada proses respirasi.

Reduktan dan fotosintat

Sumber elektron dari nitrogenase beraasal darijenis reduktan (sumber elektron), yaitu peredoksin dan flafodoxin, dimana sumberawal dari reduktan dan ATP adalah fotosintat. Senyawa ini dihasilkan dalam daun melalui proses fotosintesis, yang kemudian dikirim ke bintil akar. Fotosintat tersebut melalui proses metabolisme akan menghasilkan reduktan dan amino (Sitompul, 1991).

Untuk mengatasi faktor-faktor yang demikiankompleksnya, maka beberapa cara yang diperlukan adalah :

15 2.3.4 Inokulasi Rhizobium pada Kedelai

Inokulasi dengan rhizobium merupakan upaya yang bertujuan untuk menyediakan strain rhizobium yang paling serasi pada penanamn sesuatu jenis leguminosa. Kehadiran strain rhisobium yang serasi merupakan syarat utama untuk menjamin terbentuknya bintil akar yang efektif. Hal ini akan tercapai jika faktor-faktor dalam tanah dan lingkungan turut mendukung (Kang et al.,1977)

Inokulasi dengan rhizobium pada umumnya diperlukan untuk:

a) Penanaman suatu jenis leguminosa (tanaman kedelai) di tanah yang belum mengandung populasi rhizobium yang serasi atau di tanah yang baru untuk pertama kali ditanami tanaman tersebut.

b) Penanaman suatu jenis (varietas) leguminosa (kedelai) baru di suatu daerah. Sebagai inokulan digunakan strain-strain rhizobium yang paling serasi untuk jenis (varietas) tanaman tersebut.

c) Penanaman suatu jenis leguminosa pada tanah yang mengandung faktor-faktor yang menganggu perkembangan rhizobium dan bintil akar. Dalam hal ini, inokulasi merupakan upaya yang khusus, yaitu berupa kombinasi yang terdiri dari pemberian inokulum rhizobium dan penambahan bahan-bahan yang berpengaruh positif terhadap perkembangan rhizobium dalam rizossfer (Brockwell, 1984).

Pembahasan lebih lanjut ditekankan pada pengertian ketiga yang menekankan pentingnya inokulasi pada tanah-tanah yang mengalami gangguan pada perkembangan rhizobium dan bintil akar. Dalam hal ini pada tanaman kedelai yang ditanam pada lahan sawah, seperti yang telah disebutkan di atas.

16

Tanaman kedelai biasanya di tanam pada lahan sawah pada akhir musim hujan atau pada awaltanam padi dan ditanami polowijo akan mengakibatkan terganggunya populasi bakteri rhizobium , sehingga jumlah nitrogen yang dapat difiksasi juga menurun. Pada pemberian bakteri rhizobium (inokulasi) akan meningkatkan kembali populas bakteri rhizobium yang efektif. Menurut Sitompul (1990), bahwa bakteri rhizobium yang efektif lebih toleran terhadap kekurangan air pada batas-batas tertentu.

Selanjutnya menurut Go (1990), bahwa lahan sawah di Indonesia pada umumnya sakit, karena penggenangan yang terus-menerus akan membuat struktur tanah menjadi padat, dengan aerasi yang jelek, dan infiltrasi yang lambat, apalagi di tambah dengan perlakuan pemupukan yang melampaui rekomendasi. Untuk itu suatu alternatif yang digunakan dalam mengatasi penyediaan unsur hara, khususnya nitrogen adalah fiksasi nitrogen secara biologi dengan jalan inokulasi bakteri rhizobium.

Dengan rhizobium akan menghasilkan NH3+ , jika telah masuk kedalam tanaman.

Seperti yang telah dikemukakan di bagian depan, bahwa untuk mereduksi N2 menjadi NH3 dibutuhkan suatu hasil fotosintat dari tanaman,untuk itu pada awal pertumbuhan tanaman membutuhkan unsur-unsur hara, terutama unsur hara nitrogen. Untuk mengatasi hal ini maka perlu adanya pemberian pupuk awal dengan jumlah yang relatif sedikit. Pada saat rhizobium sudah mampu memfiksasi nitrogen, maka pemberian nitrogen tidak akan ada manfaatnya, bahkan jika dosis nitrogen tersebut berlebihan, maka akan dapat menghambat fikasi nitrogen (Kuwahara,1986).

Lebih lanjut Sumadi (1985) meneliti tentang tanggapan tentang tanaman kedelai terrhadap inokulasi rhizobium dan pemupukan nitrogen di Taman Bago dan Tulang Bawang.

Dari hasil pernelitian di kebun percobaan Taman Bago, ke dua perlakuan dengan inokulasi menghasilkan jumlah bintil akar yang sangat nyata lebih tinggi daripada ke dua perlakuan

17

yang tanpa inokulasi, baik pada saat tanaman kedelai berumur 4 minggu setelah tanam, maupun pada saat periode pengisian polong (Gambar 2). Perlakuan inokulasi tanpa pupuk nitrogen, menghasilkan jumlah bintil akar yang terbanyak. Pada pemberian nitrogen tanpa inokulasi menghasilkan jumlah bintil akar yang sama dengan perlakuan kontrol.

Selanjutnya dari hasil penelitian di Tulang Bawang dengan perlakuan inokulasi juga berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar pada tanaman kedelai pada saat tanaman berumur 4 hari setelah tanam. Dari hasil penelitian di kebun percobaan Taman Bago dan di Tulang Bawang, maka ada kecenderungan jumlah bintil akar tanaman kedelai tertinggi didapatkan pada tanaman yang diinokulasi tanpa pupuk nitrogen, diikuti oleh perlakuan di inokulasi dan di beri pupuk nitrogen pada saat tanam. Hal ini sesuai dengan hasil beberapa penelitian seperti bahwa dengan pemberian sedikit nitrogen pada waktu tanam, maka akan dapat menstimulir pembentukan bintil akar dan apabila terlalu banyak akan menghambat.

Hal ini diduga pada penelitian ini dengan pemberian 25 kg N/ha terlalu banyak, sehingga dapat menghambat pembentukan bintil akar. Gambar 2 dibawah ini menunjukkan rata-rata jumlah bintil akar tanaman kedelai pada umur 4 hari setelah tanam dan pada saat pengisian polong.

18

Gambar 2. Rata-rata jumlah bintil akar pada umur 4 minggu setelah tanam dan saat pengisian polong

Sedangkan pengaruh hasil berat biji kering kedelai (t/ha) di Kebun Penelitian Taman Bago dan di Tulang Bawang dapat dilihat pada Tabel 2. dibawah ini.

Tabel 2. Pengaruh Inokulasi Rhizoum dan Pemupukan N terhadap Berat Bijin Kering Kedelai (t/ha). Di KP Taman Bago dan Tulang Bawang, Lampung

Perlakuan Taman Bago Tulang Bawang Tanpa inokulasi (kontrol) 0,16 0,73 Di inokulasi, tanpa pupuk N 0,23 0,75 Di inokulasi, dengan pupuk N saat tanam 0,20 0,76 Tidak di inokulasi, dengan pupuk N,

Saat awak dan 5 mst 0,19 0,72 BNJ 5% 0,07 0,02 KK (%) 35,03 20,95

19

Dengan perlakuan inokulasi memberikan pengaruh yang baik dan dapat meningkatkan produksi tanaman kedelai di daerah tropik maupun sub tropik, hal ini telah diteliti di beberapa negara dan telah dihimpun oleh Graham (1983) seperti pada Tabel 3.

dibawah ini.

Tabel 3. Respon Inokulasi di Daerah Tropik dan Sub Tropik

Negara Tambahan hasil (%) *) Peneliti Australia 22 - 63 Bashby et al.(1983) Bangladesh 22 - 38 Sobhan (1978) Brazil 22 - 61 Freire (1978) Nigeria 22 - 88 Kang et al.(1975) Phillippines 130 - 160 Paterno et l. (1979) Tanzania 130 - 102 Chowdhury (1977) U S A 130 - 64 Scudder (1979)

*) tambahan hasil jika dibandingkan dengan tanpa di inokulasi

20

III. KESIMPULAN

Dari uraian makalah yang telah disusun ini , maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Dengan pemberian bakteri rhizobium yang efektif dapat meningkatkan fiksasi nitrogen secara biologis.

2. Pemberian pupuk nitrogen secara berlebihan dapat menghambat aktifitas bakteri rhizobium dalam memfiksasi nitrogen

3. Dengan pemberian bakteri rhizobium dapat mengatasi ketersediaan unsur hara nitrogen pada lahan sawah.

SARAN

Diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk mengetahui: sejauh mana penyediaan nitrogen untuk tanaman kedelai dapat diatasi dengan dilakukannya inokulasi rhizobium pada kondisi air yang berfluktuasi, baik pada lahan sawah maupun pada lahan kering.

21

DAFTAR PUSTAKA

Brockwell, J. , 1984. Environmental Interactions Influencing Innovative Practices in Legume Inoculation. Aust. J. Agric. Res. 37 : 29-47.

Cox, W. J. & G.O. Jolliff. 1986. Growth and Yield of Sun Flawer and Soybean Under Soil Water Deficit.

Fagi, A. M., 1987. Status Report Kelompok Kerja Efisiensi Pupuk Bidang Lahan Sawah.

Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk. Cipayung, 16-17 Nopember 1990.

Go Ban Hong, 1990. Syarat tanah untuk Pemupukan Efektif dan Efisiensi. Lokakarya Nasional Efisinsi Pupuk. Cisarua. 12 – 13 Nopember 1990.

Graham, P. H. 1984. Problems of Soybean Inoculation in the Tropics. In Proceedings of a World Soybean Research Conference III. IOWA State University. P. 951 -962.

Kang, B. T., D. Nangju, A. Ayanaba, 1975. Effect of fertilizer Use on Cowpea and Soybean Nodulation and Nitrogen Fixation in the Lowland Tropics. P. 205 -216. In A Ayanaba and P. J. Dart, ed Biological Nitrogen Fixation in Farming System of the Tropics. John Willey and Sons, New York.

Pasaribu, D., dan Suprapto, S. 1985. Pemupukan NPK pada Kedelai, dalam KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal 159 -170.

Rochayati, S., Mulyadi dan Ardiningsih, J. S. 1990. Penelitian Efisiensi Penggunaan Pupuk di Lahan Sawah. Lokakarya Nasional Effisiensi penggunaan Pupuk V. Cisarua. 12 -13 Nopember 1990.

22

Setyati , H.,M. M., 1979. Pengantar Agronoi. P T Gramedia, Jakarta. Hal 91 -109.

Sihombing, D. A. 1985. Prospek dan Kendala Pengembanagan Kedelai di Indonesia dalam KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor hal. 1 – 36.

Sitompul, S. M. , Salisbury, J. M., dan Aspinall, D. 1988. The Regulation of Nitrogenase Activity in Response to Water Stress. Twenty-eight. Annual General Meeting of The Australian Plant Phisiologist. P. 23.

Sitompul, S. M. 1989. Nitrogen Fixation and Water Stress. Infaba bean (Vicia faba L). Ph. D.

Desertasi. Departement of Agronomy Waite Agricultural Research Institute. University of Adelaide. P. 244.

Sitompul, S. M. 1991. Biokimia Tanaman Metabolisme Nitrogen. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, hal. 92.

Soeharsono dan Adisarwanto, 1985. Budidaya dan Pola Tanaman Kedelai di Lahan Sawah dalam KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembanagan Tanaman Pangan. Bogor. Hal. 121 – 134.

Sprent, J., 1979. The Effect of Water Stress on Nitrogen Fixation Root Nodules. I. Effects on The Physiology of Detached SoybeanNodules. New Phytol.,70 : 9 – 17.

Sumadi, S., 1985. Tanggapan Kedelai Terhadap Inokulasi Rhizobium dan Pemupukan Nitrogen. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Hal. 137 – 140.

Supardi, G., 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Insitut Pertanian Bogor. Hal. 591..

Wetselaar, R., N. Mulyani, Hadiwahyono,J. Prawira Sumantri dan A. M. Damdam. 1984.

Deep Ponit – Placed Urea in a Flooded Soil: Research Result in West Java. Makalah

23

disampaikan dalam The Workshop on Urea Deep Placement Tehnology. AARD – IFDC Spec. Publ. Sp - Dec.

Yutono, 1995. Inokulasi Rhizobium pada Kedelai dalam KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Bogor. Hal. 217 – 230.

Suastika, K., 1987. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Bagian Fisiologi Tumbuhan. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.

Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. Academic Press Inc, London Ltd.

674 p.

Dokumen terkait