• Tidak ada hasil yang ditemukan

FIKSASI NITROGEN SECARA BIOLOGIS SUATU ALTERNATIF PENYEDIAAN UNSUR HARA NITROGEN PADA TANAMAN KEDELAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FIKSASI NITROGEN SECARA BIOLOGIS SUATU ALTERNATIF PENYEDIAAN UNSUR HARA NITROGEN PADA TANAMAN KEDELAI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

FIKSASI NITROGEN SECARA BIOLOGIS SUATU ALTERNATIF PENYEDIAAN UNSUR HARA NITROGEN PADA TANAMAN KEDELAI

Oleh Ir. UTAMI, MS.

NIP. : 1954 0527 1983 032001 PRODI : AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA

2018

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terimakasih penulis panjatkan ke Hadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul: Fiksasi Nitrogen Secara Biologis Merupakan Alternatif Penyediaan Unsur Nitrogen pada Tanaman Kedelai. Karya ilmiah ini diambil dari beberapa buku tentang fisiologi tumbuhan dan beberapa studi pustaka.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan petunjuk yang mengarah pada penyempurnaan karya ilmiah ini. Selanjutnya besar harapan penulis semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Denpasar, 13 Juli 2018

Penulis

(4)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

II. PENDEKATAN MASALAH DAN PEMBAHASAN ... 4

2.1 Metabolisme Hara ... 4

2.2 Kendala-Kendala Penyediaan Unsur Nitrogen pada Tanaman Kedelai ... 5

2.3 Penyediaan Unsur Nitrogen melalui Fiksasi Nitrogen secara Biologis pada Tanaman Kedelai ... 8

2.3.1 Fiksasi nitrogen secara biologis ... 8

2.3.2 Peranan mikrobia dalam penyediaan dan penyerapan hara ... 12

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi fiksasi nitrogen secara biologis ... 13

2.3.4 Inokulasi rhizobium pada tanaman kedelai ... 15

III. KESIMPULAN ………... 20

IV DAFTAR PUSTAKA ... 21

(5)

iv DAFTAR TABEL

NO Judul Tabel HAL.

1 Pengaruh Pemupukan N terhadap Tinggi Tanaman, Jumlah Polong Isi, dan

Hasil Kedelai di KP Muara ……….. 6

2 Pengaruh Inokulasi Rhizobium dan Pemupukan N terhadap Berat Biji Kering

Kedelai (t/ha) KP Tanan Bago dan Tulang Bawang ……….. 18 3 Respon Inokulasi di Daerah Tropik dan Sub Tropik ………... 19

(6)

v

DAFTAR GAMBAR

NO Teks Hal 1 Tahapan Proses Pembentukan Organ Fiksasi Nitrogen pada sistem

Simbiose Leguminosa dengan Legume dengan Rhizobium ……… 11 2 Rata-rata Jumlah Bintil Akar pada Umur 4 Minggu setelah Tanam dan

Saat Pengisian Polong ……… 18

(7)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu jenis tanaman pangan dari kelompok leguminosa yang penting di Indonesia sebagai sumber karbohidrat dan protein. Tanaman kedelai diusahakan secara luas dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik pada penanaman lahan kering dan terutama pada lahan basah pada musim kering.

Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka tingkat kebutuhan akan kedelai juga semakin bertambah pula. Untuk memenuhi kebutuhan ini, ternyata di negara kita masih diperlukan produk dari luar negeri yaitu impor kedelai. Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan akan kedelai tersebut,maka produksi kedelai dalam negeri harus lebih ditingkatkan. Peningkatan produksi kedelai dapat dilakukan secara ekstensifikasi dan intensifikasi. Tetapi dengan terbatasnya lahan baru yang dapat dibuka untuk areal pertanian tanaman pangan, maka usaha peningkatan produksi tanaman kedelai hanya dapat dilakukan dengan jalan intensifikasi.

Untuk dapat meningkatkan produktivitas kedelai, maka harus dilakukan suatu usaha menekan faktor-faktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai. Salah satu faktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai adalah penyediaan unsur hara nitrogen. Unsur hara nitrogen merupakan unsur hara essensiil utama yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang relatif banyak. Adapun fungsi unsur nitrogen dalam pertumbuhan tanaman adalah :sebagai penyusun protein, penyusun enzim, dan transfer energi. Jika unsur nitrogen terdapat dalam keadaan kurang, maka pertumbuhan dan produksi tanaman akan terganggu (Dwijoseputro, 1980, Sitompul, 1991).

(8)

2

Tanaman kedelai banyak diusahakan pada lahan sawah setelah tanaman padi yang bersamaan dengan awal musim kemarau. Penanaman biasanya dilakukan dengan cara menyebar biji atau dengan sistem tugal tanpa pengolahan tanah terlebih dulu (Soeharsono,et al.,1985). Selanjutnya Soeharsono (1985) mengatakan, bahwa tanah sawah yang tidak diolah menyebabkan terbentuknya suatu lapisan yang keras, sehingga perakaran sulit untuk menembus lapisan tersebut. Hal ini menyebabkan ketersediaan unsur hara khususnya nitrogen akan sulit didapat, meskipun dengan pemberian pupuk. Tanah yang tidak diolah menyebabkan ketersediaan unsur hara, khususnya nitrogen akan sulit didapat jika deberikan melalui pemupukan. Penempatan pupuk diatas tanah tidak akan efektif, karena jauh dari daerah perakaran yang aktif menyerap unsur hara, dan tidak efisien karena akan cepat hilang akibat adanya penguapan. Dalam keadaan demikian tanaman akan tergantung pada kandungan unsur hara N dalam tanah yang sering keberadaannya tidak mencukupi bagi tanaman (Sitompul, 1991).

Sebaliknya jika tanah tersebut diolah, maka permasalahan yang dihadapi adalah semakin banyaknya evaporasi. Pada hal tanpa evaporasi yang tinggi, permasalahan air sudah dihadapi karena penanaman terjadi pada musim kemarau. Kurangnya jumlah air menyebabkan tidak efektifnya pemberian pupuk nitrogen, karena tidak ada media yang memudahkan pengambilan unsur hara tersebut.

Atas dasar permasalahan tersebut, maka suatu cara yang sesuai untuk mendapatkan nitrogen selain dari pemupukan perlu dikaji dan diteliti. Salah satu cara untuk mendapatkan tambahan unsur nitrogen dalam tanah adalah dengan meningkatkan fiksasi nitrogen secara biologis, dengan cara memberikan bakteri Rhizobium kedalam tanah. Sehingga dengan demikian tanah mendapatkan tambahan hara dari adanya aktivitas bakteri rhizobium, selain dari perlakuan pemberian pupuk yang ada.

(9)

3 1.2 Tujuan

Pada penulisan ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji pemberian rhizobium dalam usaha peningkatan fiksasi nitrogen secara biologis.

2. Untuk mendapatkan informasi tentang hal yang berkaitan dengan pengaruh pemberian rhizobium terhadap fiksasi nitrogen secara biologis.

(10)

4

II PENDEKATAN MASALAH DAN PEMBAHASAN

2.1 Metabolisme Hara

Bentuk unsur hara nitrogen yang umum diserap oleh tanaman adalah NO3- dan NH4+. Berdasarkan hal tersebut assimilasi nitrogen dibedakan antara assimilasi nitrat (NO3- ) dan assimilasi amonium (NH4+). Assimilasi nitrat pada kebanyakan tumbuhan tinggi lebih banyak di daun, sedangkan assimilasi amonium lebih banyak terjadi di bagian akar. Dalam assimilasi nitrat, maka nitrat yang diabsorpsi direduksi menjadi amonium melalui dua reaksi berturut-turut yaitu: 1) nitrat menjadi nitrit dengan enzim nitrat reduktase, 2) nitrit direduksi menjadi amonium dengan enzim nitrit reduktase. Secara garis besar urutan reaksi assimilasi nitrat sampai menjadi protein adalah sebagai berikut :

NO3- NO2- NH3(NH4) amida asam amino protein nitrat reduktase nitrit reduktase

Pupuk nitrogen merupakan hara essensiil yang paling banyak dibutuhkan tanaman.

Oleh karena itu satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemupukan nitrogen adalah pengaruhnya terhadap penggunaan karbohidrat dalam tubuh tanaman. Pada umumnya pemupukan nitrogen dalam jumlah banyak menyebabkan konsentrasi karbohidrat menurun, sebaliknya pada pemberian nitrogen yang tepat maka kandungan karbohidrat dapat meningkat.

Pupuk nitrogen secara komersial sudah dapat diproduksi secara sintesis (pabrik).

Dalam fiksasi nitrogen (N) secara mutlak harus ada enzim nitrogenase. Aktivitas nitrogenase dapat dideteksi dengan dua cara yaitu: 1) dideteksi dari etilen, dan 2) dideteksi dari ada tidaknya leg hemogloben (warna pink). Kalau ada warna pink berarti bakterinya aktif.

(11)

5

Diteksi dari etilen maksudnya adalah menangkap gas H2 yang dihasilkan dari proses pengubahan N2 menjadi NH3 dengan gas etilen (C2H2) sehingga gas itu berubah menjadi C2H4 (etilen).

2.2 Kendala-Kendala Penyediaan Unsur Nitrogen pada Tanaman Kedelai

Nitrogen merupakan unsur hara essensiil utama yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak, sebagai penyusun protein, enzim, transfer energi, dan penyusun asam nukleat. Apabila unsur ini terdapat dalam keadaan kurang, maka aktifitas metabolisme yang terkait akan terganggu, sehingga pertumbuhan tanaman tersebut terhambat dan hasil tanaman menjadi rendah pula (Sitompul, 1991).

Menurut Setyati (1979) menjelaskan bahwa jumlah nitrogen dalam tanah tidak tetap, sehingga banyak tanaman sering mengalami kekurangan unsur nitrogen. Dijelaskan lebih lanjut bahwa jumlah unsur nitrogen yang terbawa oleh bagian tanaman yang dipanen cukup banyak dan disamping itu sebesar 60-75 kg N/ha hilang akibat proses pencucian, 40- 50 kg N/ha hilang akibat denitrifikasi oleh bakteri tertentu dan sebesar 20-25 kg N/ha hilang akibat adanya proses erosi.

Hasil penelitian yang dilaksanakan di Sukamandi menunjukkan bahwa kehilangan nitrogen melalui volatilisasi NH3 lebih dari 70% dari urea yang digunakan (Wetselaar et al.

1984). Mineral tanah tidak ada yang mengandung nitrogen, sehingga pada umumnya ketersediaan unsur hara nitrogen lahan-lahan pertanian di daerah tropis sangat sedikit.

Oleh karenanya, pemberian unsur hara nitrogen melalui pemupukan mempunyai efek yang nyata dan cepat diketahui perubahannya (Supardi, 1983).

(12)

6

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu dkk., 1985, bahwa pemberian pupuk nitrogen (N) dapat meningkatkan hasil kedelai, selanjutnya hasil dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Pemupukan N terhadap Tinggi Tanaman, Jumlah Polong Isi, dan Hasil Kedelai di KP Muara

Pupuk N Tinggi tanaman Polong isi Hasil (kg/ha) (Cm) (buah) (t/ha) 0 52,6 35,5 1,46 45 55,4 39,3 1,55 90 60,1 43,6 1,67 Sumber : (Pasaribu dkk., 1985).

Dengan adanya peningkatan hasil dari adanya respon tanaman terhadap pemberian pupuk nitrogen (N), maka banyak petani yang menggunakan pupuk tersebut melampaui dosis rekomendasi. Beberapa faktor lain penyebab penggunaan dosis pupuk nitrogen secara berlebihan adalah tersedianya urea yang cukup banyak, mudah didapat dan harganya juga relatif murah (Rochayati,1990).

Selanjutnya dengan penggunaan pupuk urea di lahan sawah telah jauh melampaui dosis rekomendasi, sehingga dari hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi pupuk urea pada lahan sawah umumnya masih rendah.

Para petani di beberapa lokasi telah menggunakan urea dengan takaran 300-400 kg urea/ha, melampaui takaran rekomendasi, yaitu 200-250 kg urea/ha. Baru-baru ini pihak pemerintah secara tidak langsung, sedikit-demi sedikit mengurangi subsidi pupuk dengan menaikkan harga pupuk urea dari Rp. 185,-/kg menjadi Rp. 200,-/kg. Petani yang telah

(13)

7

menggunakan takaran pupuk tinggi, khususnya nitrogen akan menghadapi masalah, yaitu apakah para petani akan menurunkan takaran, dengan konsekwensi produksi menurun, ataukah tetap menggunakan takaran pupuk yang tinggi dengan harga pokok yang harus naik (Fagi, 1987).

Dengan penggunaan pupuk buatan yang terus-menerus, apalagi dengan dosis yang melampaui batas pada tanah-tanah sawah di Indonesia maka akan merusak struktur tanah yang dapat mengakibatkan produktifitas tanah menjadi menurun (G0, 1980).

Tanaman kedelai banyak diusahakan pada lahan sawah setelah tanaman padi yang bersamaan dengan awal musim kemarau. Biji kedelai biasanya di sebar langsung atau ditugal tanpa pengolahan tanah terlebih dahulu. Lahan sawah yang demikian jika tidak dilakukan pengolahan tanah maka tanah akan mengeras, sehingga perakaran tanaman sulit untuk mengambil unsur hara, terutama terhadap pupuk buatan sebagai sumber nitrogen (N) (Cox et al., 1986 ).

Dengan pemberian pupuk buatan pada kondisi lahan yang demikian menurut Go,(1990), maka akan sulit diambil oleh akar tanaman. Hal ini disebabkan karena unsur hara nitrogen mudah mengalami penguapan. Permasalahan yang dihadapi adalah kandungan air tanah. Seperti kita ketahui, bahwa pada tanaman kedelai kebanyakan ditanam pada musim kemarau, sehingga dapat dipastikan bahwa air menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman. Apalagi bila lahan tersebut diolah, maka sumber air yang sedikit akan terkuras adanya penguapan yang sangat tinggi, Pada tanah-tanah yang mempunyai kondisi persediaan air yang terbatas, maka persediaan nitrogen seperti juga padaunsur hara yang lain melalui proses mass flow (arus massa) dan diffusi akan mengalami banyak hambatan, karena tidak adanya air sebagai media yang membantu berlangsungnya proses-proses tersebut (Sitompul,1991; Suastika,1987).

(14)

8

2.3 Penyediaan Unsur Nitrogen melalui Fiksasi Nitrogen secara Biologis 2.3.1 Fiksasi nitrogen secara biologis

Unsur nitrogen sebenarnya banyak terdapat di udara yaitu dengan prosentase N2=78%, CO2= 0,03%, dan O2 = 21%. Dari jumlah yang cukup besar ini ternyata nitrogen (N) ini dalam bentuk yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman secara langsung (N2).

Bakteri tertentu dapat menambat N udara menjadi amoniak (Nh3). Menurut perkiraan maka jumlah N yang terfiksasi secara biologi oleh bakteri dan ganggang hijau biru adalah 3-4 kali lebih banyak yaitu kurang lebih 5x107 ton/tahun dibanding dengan N yang terfiksasi secara buatan (pabrik). Selanjutnya menurut Sitompul (1991) di atas 1 hektar tanah diperkirakan terdapat kurang-lebih 3,5x105 mg/ha N. Jumlah ini cukup untuk kebutuhan tanaman yang diperkirakan 100-200 kg/ha N.

Kerjasama antara bakteri rhizobium dengan tanaman akan menghasilkan suatu enzim nitrogenase yang dapat merubah N2 menjadi NH3+, peristiwa ini dikenal dengan fiksasi nitrogen secara biologis. Menurut hubungannya dengan tanaman, Evans dan Barber (1977 dalam Marshner,1986) mengelompokkan mikroorganisme yang mampu memfiksasi N2 darin udara menjadi 3 kelompok, yaitu: 1) Kelompok yang hidup bersimbiosis dengan tanaman legum (rhizobium) memiliki kontribusi yang paling besar dalam menyumbang N tanah (57.600 kg N/ha/tahun), 2) Kelompok yang hidup berasosiasi dengn tanaman (Azospirillum, Azotobacter) hanya memberi kontribusi N sebesar 12.313 kg/N/tahun, dan 3) Kelompok yang hidup bebas di dalam tanah, merupakan kelompok yang memberi kontribusi terkecil yaitu 0,125 kg N/ha/tahun.

Secara global fiksasi N secara biologis memberi kontribusi sebesar kurang lebih 140 juta ton senyawa N yang setara dengan 78 juta ton pupuk N. Fiksasi N adalah pengikatan N2 (nitrogen an organik) kepada bentuk organik melalui proses kimia , fisika, dan biologis.

(15)

9

Pentingnya fiksasi N karena N sering sebagai faktor pembatas dalam produksi tanaman budidaya. Rata-rata biomas tanaman mengandung 1-2 % dan sumber n selama ini didominasi oleh proses kimia-fisik (urea) sementara N banyak terdapat di atmosfer ( 78 % adalah N). Disamping itu tanah pertanian selalu kurang N karena sifat N sangat labil, mudah tercuci, dan selalu diambil tanaman. Fiksasi N dapat mengurangi polusi udara dan mengurangi pemberian pupuk urea.

Sebagai syarat terjadinya fiksasi N adalah harus ada enzim nitrogenase, harus anaerob, harus ada reduktan (sumber elektron), harus ada ATP, dan tidak ada inhibitor.

Organisme pemfiksasi N2 terdiri atas orgasisme asimbiotik (hidup bebas), simbiotik (pembentuk bintil) dan simbiotik (tidak membentuk bintil). Golongan asimbiotik (hidup bebas) terdiri atas bakteri (bakteri aerobik seperti Azotobacter dan Azospirillum serta bakteri anaerob seperti clostridium pasteureanum, Rhodospirilum dan Chromatium) dan ganggang hijau biru (Nostoc dan Anabaena). Golongan simbiotik (pembentuk bintil) terdiri atas Rhizobium (berhubungan dengan legume), Actinomycetes, ganggang hijau biru dan pembentuk bintil daun (filoster) pada tanaman berkayu di hutan tropis. Sedangkan golongan simbiotik (tidak membentuk bintil) terdiri atas ganggang hijau biru, berasosiasi dengan paku-pakuan Azolla) dan dengan lumut, bakteri (Azotobactreacea) berasosiasi dengan rumput-rumputan contohnya Azotobacter paspali dan Azospirillum brasilence.

Pada tanaman kedelai seperti pada jenis tanaman leguminose lainnya,sesungguhnya mampu mengikat nitrogen atmosfeer melalui kerjasama dengan bakteri Rhizobium.

Selanutnya Sitompul,1989) mengatakan bahwa fiksasi nitrogen mempunyai kemampuan untuk menahan water stres ringan, sedangkan faktor utama yang mempengaruhi respon fiksasi nitrogen terhadap water stres adalah suplai fotosintat.

(16)

10

Dari kajian diatas ini, maka penyediaan unsur hara nitrogen pada tanaman kedelai di lahan sawah pada musim kemarau ataupun di lahan kering diharapkan dapat menggunakan fiksasi nitrogen secara biologis.

Penjelasan tentang apa dan bagaimana fiksasi nitrogen secara biologis berlangsung, serta faktor=faktor yang mempengaruhi sebagian telah dijelaskan, dan usaha-usaha untuk meningkatkan fiksasi nitrogen secara biologis akan dibahas lebih lanjut, khususnya pada tanaman kedelai. Proses ini cukup toleran terhadap kondisi kekurangan air dan dapat berlangsung, asal saja kondisi stres air tidak melebihi water potensial daun sebesar 0,7 Mpa (Sitompul et al. 1988). Dalam Sitompul (1989) lebih lanjut mendapatkan bahwa faktor utama yang mengontrol proses ini dalam keadaan kekurangan air adalah penyediaan fotosintat dari tajuk tanaman (shoot) ke nodul bintil akar), yang merupakan tempat proses pengikatan nitrogen udara. Jadi bukan air langsung atau difusi oksigen ke nodul.

Fiksasi nitrogen dari udara merupakan terminal dari suatu rangkaian proses yang kompleks, meliputi multiplikasi dari bakteri di daerah perakaran, penempelan bakteri ke permukaan akar, pembengkokan dan percabangan akar,penarikan bakteri yang sesuai dengan tanaman inang, pembentukan benang infeksi, pembentukan bintil akar,perkembangan sel terinfeksi, pembentukan bakteroid, sintesa nitrogenase dan leghaemoglobin. Tahapan proses ini dapat dilihat secara skematis pada Gambar 1 berikut.

(17)

11

Gambar 1 Tahapan proses pembentukan organ fiksasi nitrogen pada sistem simbiose leguminosa dengan Rhizobium (Paul dan Clark, 1989 dalam Sitompul 1991).

Selanjutnya Sitompul (1991) mengatakan bahwa bakteri yang masuk kedalam sel akar disebut dengan bakteroid, mempunyai sifat yang berbeda dengan bakteri yang hidup bebas dalam tanah. Bakteroid mensintesa enzim nitrogenase yang bertanggung jawab terhadap reduksi N2 menjadi NH3+ (ammonium). Enzim nitrogen ini dapat dimiliki oleh bakteri jika sudah memasuki sel tanaman(jika sudah menjadi bakteroid). Bakteri rhizobium yang belum memasuki sel tanaman tidak dapat mensintesis enzim nitrogenase. Enzim nitrogenase terdiri dari dua komponen m yaitu :

Komponen I : MoFe protein (Protein I) yang disebut dengan Dinitrogenase.

Komponen II : Fe Protein (Protein II) yang disebut dengan Dinitrogenase reduktase.

(18)

12

Agar enzim ini berfungsi, maka kedua komponen ini harus ada. Perbandingan diantara kedua komponen ini menentukan laju fiksasi nitrogen. Perbedaan perbandingan diantara kedua komponen tersebut dapat terjadi pada tanaman selama perkembangannya.

2.3.2 Peranan Mikoriza dalam Penyediaan dan Penyerapan Hara Mineral

Peranan umum dari mikoriza tanah adalah sebagai penghancur organik sehingga dapat membantu proses mineralisasi dan mineral yang dilepaskan dapat diambil kembali oleh tanaman. Disamping itu terdapat beberapa jenis mikrobia yang berperan spesifik dalam memacu pertumbuhan tanaman seperti cendawan mikoriza, rhizobium, dan Frankia.

Para peneliti menyarankan menggunakan mikoriza berdasarkan penelitiannya bahwa tanaman yang diinokulasikan lebih baik pertumbuhannya dari pada yang tidak. Selain itu telah banyak ditunjukkan bahwa jenis fungi yang diinokulasikan lebih efektif daripada infeksi yang terjadi secara alami.

Mikoriza adalah fungi (cendawan) pada tanah yang hidup membentuk hubungan asosiasi mutualistik atau hubungan simbiosis mutualisme antara cendawan dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi. Dalam hubungan ini cendawan tidak merusak atau membunuh tanaman inangnya, bahkan terjadi proses timbal balik yang kompleks atau memberikan suatu keuntungan dimana tanaman inang memperoleh hara dari mikoriza sedangkan mikoriza memperoleh karbohidrat dan faktor pertumbuhan lainnya dari tanaman inang, Berdasarkan struktur tubuhnya dan cara infeksinya pada sistem perakaran inang maka mikoriza dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu: ektomikoriza, endomikoriza, dan ektendomikoriza.

(19)

13

Adapun peran dan manfaat mikoriza (MVA) adalah sebagai berikut :

Terdapat beberapa peran dan manfaat yang diperoleh tanaman inang dengan adanya asosiasi dengan tanaman inang:1) Dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, mikoriza dapat secara efektif meningkatkan penyerapan unsur hara makro: N, P, K, Ca, Mg, dan Fe;

juga beberapa unsur hara mikro : Ca, Mn, Zn. .2) Dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia bagi tanaman,3) Dapat meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan. 4) Dapat tahan terhadap serangan patogen akar,dan 4) Dapat menghasilkan hormon dan zat pengatur tumbuh.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fiksasi Nitrogen secara Biologis

Pada prinsipnya terdapat 3 faktor yang mempengaruhi fiksasi Nitrogen secara biologis yaitu tanah, tanaman, dan rhizobium. Ketiga faktor ini saling berkaitan satu sama lain.

Tanah menyediakan unsur hara yang berguna bagi pertumbuhan tanaman.

Penyediaan unsur hara bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor: yaitu faktor fisik, kimia, dan biologi tanah. Faktor fisik meliputi tekstur, strutur tanah, suhu, kelembaban, dan sebagainya. Organisme yang ada di dalam tanah juga merupakan faktor yang mempengaruhi keadaan tanah. Kondisi yang ada di dalam tanah diharapkan yang dapat menunjang kehidupan tanaman maupun bakteri rhizobium yang akan bersimbiose.

Tanaman akan menentukan berhasilnya suatu bakteri rhizobium dalam bekerjasama, karena tanaman menghasilkan fotosintat yang dibutuhkan rhizobium untuk membentuk enzim nitrogenase. Hal ini semua belum ada artinya jika jenis rhisobium yang ada tidak sesuai/cocok dengan tanaman. Jadi jenis rhizobium yang serasi hubungannya dengan

(20)

14

tanaman akan mempengaruhi simbiose ini. Selanjutnya Sitompul,(1991) mendapatkan beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan fiksasi ini secara fisiologis adalah :

Oksigen dan energi ATP

Enzim nitrogenase sangat sensitif terhadap oksigen. Konsentrasi oksigen seperti yang terdapat di atmosfeer (21%) akan menghambat kerja enzim nitrogenase dalam mereduksi N2 menjadi NH3+. Sebaliknya fiksasi nitrogen membutuhkan energi ATP yang disintesa, terutama melalui proses oksidasi fosforilasi yanf berarti membutuhkan oksigen. Untuk mengatasi kebutuhan yang berlawanan ini maka leghaemoglobin berperan membantu dengan jalan mengikat, mentransfer, dan menyediakan oksigen pada proses respirasi.

Reduktan dan fotosintat

Sumber elektron dari nitrogenase beraasal darijenis reduktan (sumber elektron), yaitu peredoksin dan flafodoxin, dimana sumberawal dari reduktan dan ATP adalah fotosintat. Senyawa ini dihasilkan dalam daun melalui proses fotosintesis, yang kemudian dikirim ke bintil akar. Fotosintat tersebut melalui proses metabolisme akan menghasilkan reduktan dan amino (Sitompul, 1991).

Untuk mengatasi faktor-faktor yang demikiankompleksnya, maka beberapa cara yang diperlukan adalah :

a) Pemberian strain rhizobium yang serasi dengan tanaman inangnya dengan jalan inolulasi rhizobium.

b) Menciptakan kondisi yang masih dapat ditolerir oleh tanaman maupun rhizobium, Jika kondisi tidak sesuai bagi tanaman, terutama pada saat awal pertumbuhan tanaman , maka fotosintat yang dihasilkan kurang, hal ini akan berpengaruh terhadap proses reduksi N2 menjadi NH3+.

(21)

15 2.3.4 Inokulasi Rhizobium pada Kedelai

Inokulasi dengan rhizobium merupakan upaya yang bertujuan untuk menyediakan strain rhizobium yang paling serasi pada penanamn sesuatu jenis leguminosa. Kehadiran strain rhisobium yang serasi merupakan syarat utama untuk menjamin terbentuknya bintil akar yang efektif. Hal ini akan tercapai jika faktor-faktor dalam tanah dan lingkungan turut mendukung (Kang et al.,1977)

Inokulasi dengan rhizobium pada umumnya diperlukan untuk:

a) Penanaman suatu jenis leguminosa (tanaman kedelai) di tanah yang belum mengandung populasi rhizobium yang serasi atau di tanah yang baru untuk pertama kali ditanami tanaman tersebut.

b) Penanaman suatu jenis (varietas) leguminosa (kedelai) baru di suatu daerah. Sebagai inokulan digunakan strain-strain rhizobium yang paling serasi untuk jenis (varietas) tanaman tersebut.

c) Penanaman suatu jenis leguminosa pada tanah yang mengandung faktor-faktor yang menganggu perkembangan rhizobium dan bintil akar. Dalam hal ini, inokulasi merupakan upaya yang khusus, yaitu berupa kombinasi yang terdiri dari pemberian inokulum rhizobium dan penambahan bahan-bahan yang berpengaruh positif terhadap perkembangan rhizobium dalam rizossfer (Brockwell, 1984).

Pembahasan lebih lanjut ditekankan pada pengertian ketiga yang menekankan pentingnya inokulasi pada tanah-tanah yang mengalami gangguan pada perkembangan rhizobium dan bintil akar. Dalam hal ini pada tanaman kedelai yang ditanam pada lahan sawah, seperti yang telah disebutkan di atas.

(22)

16

Tanaman kedelai biasanya di tanam pada lahan sawah pada akhir musim hujan atau pada awaltanam padi dan ditanami polowijo akan mengakibatkan terganggunya populasi bakteri rhizobium , sehingga jumlah nitrogen yang dapat difiksasi juga menurun. Pada pemberian bakteri rhizobium (inokulasi) akan meningkatkan kembali populas bakteri rhizobium yang efektif. Menurut Sitompul (1990), bahwa bakteri rhizobium yang efektif lebih toleran terhadap kekurangan air pada batas-batas tertentu.

Selanjutnya menurut Go (1990), bahwa lahan sawah di Indonesia pada umumnya sakit, karena penggenangan yang terus-menerus akan membuat struktur tanah menjadi padat, dengan aerasi yang jelek, dan infiltrasi yang lambat, apalagi di tambah dengan perlakuan pemupukan yang melampaui rekomendasi. Untuk itu suatu alternatif yang digunakan dalam mengatasi penyediaan unsur hara, khususnya nitrogen adalah fiksasi nitrogen secara biologi dengan jalan inokulasi bakteri rhizobium.

Dengan rhizobium akan menghasilkan NH3+ , jika telah masuk kedalam tanaman.

Seperti yang telah dikemukakan di bagian depan, bahwa untuk mereduksi N2 menjadi NH3 dibutuhkan suatu hasil fotosintat dari tanaman,untuk itu pada awal pertumbuhan tanaman membutuhkan unsur-unsur hara, terutama unsur hara nitrogen. Untuk mengatasi hal ini maka perlu adanya pemberian pupuk awal dengan jumlah yang relatif sedikit. Pada saat rhizobium sudah mampu memfiksasi nitrogen, maka pemberian nitrogen tidak akan ada manfaatnya, bahkan jika dosis nitrogen tersebut berlebihan, maka akan dapat menghambat fikasi nitrogen (Kuwahara,1986).

Lebih lanjut Sumadi (1985) meneliti tentang tanggapan tentang tanaman kedelai terrhadap inokulasi rhizobium dan pemupukan nitrogen di Taman Bago dan Tulang Bawang.

Dari hasil pernelitian di kebun percobaan Taman Bago, ke dua perlakuan dengan inokulasi menghasilkan jumlah bintil akar yang sangat nyata lebih tinggi daripada ke dua perlakuan

(23)

17

yang tanpa inokulasi, baik pada saat tanaman kedelai berumur 4 minggu setelah tanam, maupun pada saat periode pengisian polong (Gambar 2). Perlakuan inokulasi tanpa pupuk nitrogen, menghasilkan jumlah bintil akar yang terbanyak. Pada pemberian nitrogen tanpa inokulasi menghasilkan jumlah bintil akar yang sama dengan perlakuan kontrol.

Selanjutnya dari hasil penelitian di Tulang Bawang dengan perlakuan inokulasi juga berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar pada tanaman kedelai pada saat tanaman berumur 4 hari setelah tanam. Dari hasil penelitian di kebun percobaan Taman Bago dan di Tulang Bawang, maka ada kecenderungan jumlah bintil akar tanaman kedelai tertinggi didapatkan pada tanaman yang diinokulasi tanpa pupuk nitrogen, diikuti oleh perlakuan di inokulasi dan di beri pupuk nitrogen pada saat tanam. Hal ini sesuai dengan hasil beberapa penelitian seperti bahwa dengan pemberian sedikit nitrogen pada waktu tanam, maka akan dapat menstimulir pembentukan bintil akar dan apabila terlalu banyak akan menghambat.

Hal ini diduga pada penelitian ini dengan pemberian 25 kg N/ha terlalu banyak, sehingga dapat menghambat pembentukan bintil akar. Gambar 2 dibawah ini menunjukkan rata-rata jumlah bintil akar tanaman kedelai pada umur 4 hari setelah tanam dan pada saat pengisian polong.

(24)

18

Gambar 2. Rata-rata jumlah bintil akar pada umur 4 minggu setelah tanam dan saat pengisian polong

Sedangkan pengaruh hasil berat biji kering kedelai (t/ha) di Kebun Penelitian Taman Bago dan di Tulang Bawang dapat dilihat pada Tabel 2. dibawah ini.

Tabel 2. Pengaruh Inokulasi Rhizoum dan Pemupukan N terhadap Berat Bijin Kering Kedelai (t/ha). Di KP Taman Bago dan Tulang Bawang, Lampung

Perlakuan Taman Bago Tulang Bawang Tanpa inokulasi (kontrol) 0,16 0,73 Di inokulasi, tanpa pupuk N 0,23 0,75 Di inokulasi, dengan pupuk N saat tanam 0,20 0,76 Tidak di inokulasi, dengan pupuk N,

Saat awak dan 5 mst 0,19 0,72 BNJ 5% 0,07 0,02 KK (%) 35,03 20,95

(25)

19

Dengan perlakuan inokulasi memberikan pengaruh yang baik dan dapat meningkatkan produksi tanaman kedelai di daerah tropik maupun sub tropik, hal ini telah diteliti di beberapa negara dan telah dihimpun oleh Graham (1983) seperti pada Tabel 3.

dibawah ini.

Tabel 3. Respon Inokulasi di Daerah Tropik dan Sub Tropik

Negara Tambahan hasil (%) *) Peneliti Australia 22 - 63 Bashby et al.(1983) Bangladesh 22 - 38 Sobhan (1978) Brazil 22 - 61 Freire (1978) Nigeria 22 - 88 Kang et al.(1975) Phillippines 130 - 160 Paterno et l. (1979) Tanzania 130 - 102 Chowdhury (1977) U S A 130 - 64 Scudder (1979)

*) tambahan hasil jika dibandingkan dengan tanpa di inokulasi

(26)

20

III. KESIMPULAN

Dari uraian makalah yang telah disusun ini , maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Dengan pemberian bakteri rhizobium yang efektif dapat meningkatkan fiksasi nitrogen secara biologis.

2. Pemberian pupuk nitrogen secara berlebihan dapat menghambat aktifitas bakteri rhizobium dalam memfiksasi nitrogen

3. Dengan pemberian bakteri rhizobium dapat mengatasi ketersediaan unsur hara nitrogen pada lahan sawah.

SARAN

Diperlukan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk mengetahui: sejauh mana penyediaan nitrogen untuk tanaman kedelai dapat diatasi dengan dilakukannya inokulasi rhizobium pada kondisi air yang berfluktuasi, baik pada lahan sawah maupun pada lahan kering.

(27)

21

DAFTAR PUSTAKA

Brockwell, J. , 1984. Environmental Interactions Influencing Innovative Practices in Legume Inoculation. Aust. J. Agric. Res. 37 : 29-47.

Cox, W. J. & G.O. Jolliff. 1986. Growth and Yield of Sun Flawer and Soybean Under Soil Water Deficit.

Fagi, A. M., 1987. Status Report Kelompok Kerja Efisiensi Pupuk Bidang Lahan Sawah.

Lokakarya Nasional Efisiensi Pupuk. Cipayung, 16-17 Nopember 1990.

Go Ban Hong, 1990. Syarat tanah untuk Pemupukan Efektif dan Efisiensi. Lokakarya Nasional Efisinsi Pupuk. Cisarua. 12 – 13 Nopember 1990.

Graham, P. H. 1984. Problems of Soybean Inoculation in the Tropics. In Proceedings of a World Soybean Research Conference III. IOWA State University. P. 951 -962.

Kang, B. T., D. Nangju, A. Ayanaba, 1975. Effect of fertilizer Use on Cowpea and Soybean Nodulation and Nitrogen Fixation in the Lowland Tropics. P. 205 -216. In A Ayanaba and P. J. Dart, ed Biological Nitrogen Fixation in Farming System of the Tropics. John Willey and Sons, New York.

Pasaribu, D., dan Suprapto, S. 1985. Pemupukan NPK pada Kedelai, dalam KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal 159 -170.

Rochayati, S., Mulyadi dan Ardiningsih, J. S. 1990. Penelitian Efisiensi Penggunaan Pupuk di Lahan Sawah. Lokakarya Nasional Effisiensi penggunaan Pupuk V. Cisarua. 12 -13 Nopember 1990.

(28)

22

Setyati , H.,M. M., 1979. Pengantar Agronoi. P T Gramedia, Jakarta. Hal 91 -109.

Sihombing, D. A. 1985. Prospek dan Kendala Pengembanagan Kedelai di Indonesia dalam KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor hal. 1 – 36.

Sitompul, S. M. , Salisbury, J. M., dan Aspinall, D. 1988. The Regulation of Nitrogenase Activity in Response to Water Stress. Twenty-eight. Annual General Meeting of The Australian Plant Phisiologist. P. 23.

Sitompul, S. M. 1989. Nitrogen Fixation and Water Stress. Infaba bean (Vicia faba L). Ph. D.

Desertasi. Departement of Agronomy Waite Agricultural Research Institute. University of Adelaide. P. 244.

Sitompul, S. M. 1991. Biokimia Tanaman Metabolisme Nitrogen. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, hal. 92.

Soeharsono dan Adisarwanto, 1985. Budidaya dan Pola Tanaman Kedelai di Lahan Sawah dalam KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembanagan Tanaman Pangan. Bogor. Hal. 121 – 134.

Sprent, J., 1979. The Effect of Water Stress on Nitrogen Fixation Root Nodules. I. Effects on The Physiology of Detached SoybeanNodules. New Phytol.,70 : 9 – 17.

Sumadi, S., 1985. Tanggapan Kedelai Terhadap Inokulasi Rhizobium dan Pemupukan Nitrogen. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Hal. 137 – 140.

Supardi, G., 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Insitut Pertanian Bogor. Hal. 591..

Wetselaar, R., N. Mulyani, Hadiwahyono,J. Prawira Sumantri dan A. M. Damdam. 1984.

Deep Ponit – Placed Urea in a Flooded Soil: Research Result in West Java. Makalah

(29)

23

disampaikan dalam The Workshop on Urea Deep Placement Tehnology. AARD – IFDC Spec. Publ. Sp - Dec.

Yutono, 1995. Inokulasi Rhizobium pada Kedelai dalam KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Bogor. Hal. 217 – 230.

Suastika, K., 1987. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Bagian Fisiologi Tumbuhan. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.

Marschner, H. 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. Academic Press Inc, London Ltd.

674 p.

(30)

Gambar

Tabel  1.    Pengaruh  Pemupukan  N  terhadap  Tinggi  Tanaman,  Jumlah  Polong  Isi,  dan  Hasil   Kedelai di KP Muara
Gambar 1   Tahapan proses pembentukan organ fiksasi nitrogen pada sistem simbiose  leguminosa dengan Rhizobium (Paul dan Clark, 1989 dalam Sitompul 1991)
Gambar 2. Rata-rata jumlah bintil akar pada umur 4 minggu setelah tanam dan saat  pengisian polong
Tabel 3. Respon Inokulasi  di Daerah Tropik dan Sub Tropik

Referensi

Dokumen terkait

1. Rapat dilaksanakan pada hari Jurriat tanggal 24 April 2015 di ruang rapat EIS lantai 3 Gedung Balaikota DKI Jakarta, pUkul 15.00 s.d 16.30 WIB. Dipimpin oleh Kepala

Secara keseluruhan pernyataan responden terhadap motivasi kerja pegawai pada kantor badan pemberdayaan masyarakat desa (BPMD) Kabupaten Musi Rawas Utara dapat dikatakan

Tingkat keparahan korban yang mengalami kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu contoh kasus yang melibatkan variabel respon dengan dua atau lebih kategori

Motivasi Intrinsik Belajar Tokoh dalam Novel “Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo.Motivasi intrinsik adalah motivasi untuk belajar yang berasal

305 Kapela Wanam Kampung Wanam Kampung Kimaam Utara. 306 Kapela Bamol I Bamol I

Prosedur analisa untuk menentukan kadar emas dan perak secara fire assay baik yang dilakukan peleburan memakai tungku dengan bahan bakar gas maupun dengan bahan bakar solar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul PENINGKATAN KUANTITAS DAN KUALITAS PERTANYAAN SEBAGAI

Beberapa bangunan telah berubah fungsinya dan memanfaatkannya untuk bangunan komersil, namun beberapa bangunan masih memiliki bentuk asli dan tidak terawat serta tidak