• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan kerja

Menurut Almigo (2004 )ada lima karakteristik penting yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :

a. Pekerjaan, sampai sejauh mana tugas kerja dianggap menarik dan memberikan kesempatan untuk belajar dan menerima tanggung jawab.

b. Upah atau gaji, yaitu jumlah yang diterima dan keadaan yang dirasakan dari upah atau gaji.

c. Penyelia atau pengawasan kerja yaitu kemampuan penyelia untuk membantu dan mendukung pekerjaan.

d. Kesempatan promosi yaitu keadaan kesempatan untuk maju.

e. Rekan kerja yaitu sejauhmana rekan kerja bersahabat dan berkompeten.

Demikian halnya menurut As’ad (2003), bahwa salah satu faktor yang memberikan kepuasan kerja adalah faktor utama dalam pekerjaan, yang meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungamn sosial didalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.

Sedangkan menurut Robbins (1996) ada empat faktor penting yang mendorong kepuasan kerja adalah kerja yang secara mental menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, dan rekan kerja yang mendukung dan kesesuaian pribadi dengan pekerjaan.

Pekerjaan yang secara mental menantang cenderung lebih disukai pegawai, karena akan memberikan kepada mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Sebaliknya pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak menantang

menciptakan frustasi dan perasaan gagal, dan pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan pegawai akan mengalami kesenangan dan kepuasan.

Ganjaran yang pantas merupakan keinginan pegawai akan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja tidak semua orang mengejar uang, banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dilokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang menautkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan, lebih penting adalah persepsi keadilan. Serupa pula, pegawai berusaha mendapatkan praktik promosi yang adil, karena promosi memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan.

Rekan sekerja yang mendukung mengandung pengertian bahwa orang- orang mendapatkan lebih dari pada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja, tetapi kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial, sehingga sangat penting bagi mereka untuk memiliki rekan kerja yang mendukung dan dapat bekerja sama dengan baik. Selain pengaruh teman sekerja juga pengaruh atasan pada kepuasan kerja, seperti perhatian atasan akan tingkat kesejahteraan para pegawai,

bimbingan dan bantuan dalam melaksanakan pekerjaan, komunikatif, serta mau melibatkan diri dalam pekerjaan.

Kesesuaian antara kepribadian dengan pekerjaan adalah satu unsur yang penting yang perlu ditambahkan, karena unsur tersebut merupakan unsur yang cukup berperan dalam menentukan kepuasan kerja, yaitu bahwa pegawai cenderung akan merasa puas apabila ada kecocokan antara kepribadiannya dengan pekerjaannya. Pada hakikatnya orang-orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya merasakan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka, dengan demikian lebih besar kemungkinannya untuk lebih berhasil pada pekerjaan-pekerjaan tersebut, dan karena sukses inilah boleh jadi lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi.

Selanjutnya menurut Luthans (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain adalah sebagai berikut :

1. Pekerjaan itu sendiri (The work it self).

Kesenangan individu terhadap pekerjaannya merupakan sumber utama dari kepuasan kerja. Beberapa unsur yang penting dari kepuasan kerja adalah pekerjaan yang tidak monoton, bervariasi sehingga tidak menimbulkan kebosanan bagi pekerja.

2. Imbalan (Pay).

Mengenai gaji, upah dan tunjangan-tunjangan, semuanya adalah penting, tetapi merupakan faktor-faktor yang komplek (rumit), multidimensi dalam kepuasan

kerja. Uang tidak hanya membantu individu dalam memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup, tetapi juga merupakan alat (instrumen) dalam menaikkan tingkat kepuasan. Pegawai sering memandang imbalan sebagai sebuah cerminan dari pada cara pandang manajemen dalam menilai kontribusi pegawai kepada organisasi. Keuntungan bagi pegawai rendahan adalah perlu, walaupun mereka tidak terpengaruh, karena mereka tidak mengetahui nilai yang mereka sumbangkan bagi organisasi untuk memperoleh keuntungan. Bagaimanapun juga, penelitian terakhir menunjukkan jika semua pegawai mengikuti beberapa pilihan keuntungan yang fleksibel, mereka lebih menyukai paket menyeluruh, disebut rencana keuntungan yang fleksibel, ini merupakan suatu pengaruh yang nyata dari semua kepuasan yang diperoleh, dan keseluruhan dari kepuasan kerja.

3. Promosi (Promotion).

Kesempatan untuk dipromosikan merupakan sebuah variasi dampak dalam kepuasan kerja, karena promosi mengakibatkan perbedaan bentuk dan memperoleh bermacam-macam tunjangan dari perusahaan untuk level manajer, lain halnya apabila promosi pada pegawai biasa karena pengalaman kerjanya atau senioritas yang telah dimiliki. Dengan demikian kepuasan akan lebih besar bagi individu yang mendapat promosi untuk menduduki suatu jabatan, dibandingkan pegawai yang dipromosikan karena senioritasnya sehingga memperoleh kenaikan imbalan.

4. Pengawasan (supervision).

Pengawasan adalah sumber lain yang cukup penting dari kepuasan kerja. Sampai saat ini, bagaimanapun terdapat dua dimensi dari gaya pengawasan yang mempengaruhi kepuasan kerja. Pegawai yang bekerja bukan dikantor pusat dan kinerjanya dinilai oleh pengawas untuk menentukan besarnya imbalan yang ia peroleh, tentunya kan berpengaruh terhadap personal interens karena menentukan jumlah yang akan mereka peroleh. Pegawai di Amerika umumnya memprotes para pengawas yang tidak bekerja dengan baik pada pekerjaannya. Suatu survey skala besar menemukan bahwa lebih dari setengah responden merasa supervisor mereka secara reguler menampung umpan balik atau mencoba untuk memecahkan masalah mereka.

5. Kelompok pekerja (Work Group).

Sifat dasar kelompok kerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Keramahan, kerja sama dalam kelompok kerja semuanya merupakan sumber terhadap kepuasan kerja bagi pegawai. Kelompok kerja dapat menjadi sumber bagi para pekerja untuk memperoleh dukungan, bantuan (hukum), saran/nasihat, dan tempat bertanya.

6. Kondisi tempat kerja (Working Conditions).

Merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Jika kondisi tempat kerja baik (bersih, sekelilingnya menarik), para pekerja dapat dengan mudah membawa hasil pekerjaan, dan sebaliknya apabila tempat

kerjanya jelek. Bagaimanapun tahun-tahun terakhir, karena meningkatnya perbedaan kekuatan kerja, kondisi tempat kerja baru menjadi penting.

II.2.2.1. Lingkungan Kerja

Kondisi lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai. Lingkungan kerja merupakan suatu lingkungan dimana para pegawai bekerja dan dapat mempengaruhi mereka dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Faktor-faktor yang termasuk lingkungan kerja adalah pewarnaan, kebersihan, pertukaran udara, penerangan, musik, kebisingan, ruang gerak dan hubungan antara pegawai atau pegawai dengan atasan

Lingkungan kerja yang baik akan memberikan kenyamanan pribadi maupun dalam membangkitkan semangat kerja pegawai sehingga dapat mengerjakan tugas-tugas dengan baik. Disamping itu pegawai akan lebih senang dan nyaman dalam bekerja apabila fasilitas yang ada dalam keadaan bersih, tidak bising, pertukaran udara yang cukup baik dan peralatan yang memadai serta relatif modern.

Kondisi kerja yang mendukung diartikan sebagai kepedulian pegawai akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas dengan baik, mereka cenderung lebih menyukai lingkungan fisik yang aman dan nyaman. Temperatur, cahaya, derau dan faktor-faktor lingkungan lainnya, seharusnya tidak terlalu ekstrem (terlalu banyak atau terlalu sedikit) seperti misalnya terlalu panas, terlalu remang-remang. Secara umum kondisi lingkungan

biasanya tidak terlalu berpengaruh terhadap kepuasan kerja selama tidak benar-benar buruk.

Nitisemito (2000) mendefinisikan bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan.

Selanjutnya Sedarmayanti (2001) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b) lingkungan kerja non fisik. Lingkungan kerja fisik diantaranya adalah: penerangan/cahaya, temperatur/suhu udara, kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, setaran mekanis, bau tidak sedap, tata warna, dekorasi, musik dan keamanan di tempat kerja. Sedangkan lingkungan kerja non fisik diantaranya adalah hubungan sosial di tempat kerja baik antara atasan dengan bawahan atau hubungan antara bawahan.

Sedangkan Jaya (2005) mengatakan bahwa lingkungan kerja adalah keseluruhan atau setiap aspek dari gejala dan sosial-kultural yang mengelilingi atau mempengaruhi individu. lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas- tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, interaksi ssosial pegawai dan lain-lain

Berdasarkan definisi tersebut dapat dinyatakan lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar pegawai bekerja yang mempengaruhi pegawai dalam melaksanakan beban tugasnya. Masalah lingkungan kerja dalam suatu

organisasi sangatlah penting, dalam hal ini diperlukan adanya pengaturan maupun penataan faktor-faktor lingkungan kerja dalam penyelenggaraan aktivitas organisasi.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja bahwa Lingkungan kerja perkantoran meliputi semua ruangan, halaman dan area sekelilingnya yang merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja untuk kegiatan perkantoran. Persyaratan kesehatan lingkungan kerja dalam keputusan ini diberlakukan baik terhadap kantor yang berdiri sendiri maupun yang berkelompok.

Kondisi lingkungan kerja yang sesuai dengan persyaratan kesehatan, sebagaimana ketentuan tersebut diatas adalah:

1. Tersedianya air bersih dengan kapasitas minimal 40 liter /orang/hari

2. Kualitas air bersih memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan fisika, kimia, mikrobiologi dan radioaktif sesuai Permenkes No. 416 tahun 1990 tentang Pengawasan dan Persyaratan Kualitas Air.

3. Suhu dan Kelembaban : - Suhu : 18 – 26 0C

- Kelembaban : 40% - 60% 4. Debu

Kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan dalam pengukuran rata- rata 8 jam adalah: debu total dengan konsentrasi maksimal o,15mg/m3.

0, 283 m3 / menit / orang dengan laju ventilasi : 0, 15 – 0, 25 m/ detik 6. Limbah padat/ sampah :

a. Setiap perkantoran harus dilengkapi dengan tempat sampah. Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya serta dilengkapi dengan penutup.

b. Sampah kering dan sampah basah ditampung dalam tempat sampah yang terpisah dan dilapisi kantong plastik berwarna hitam.

c. Sampah dibuang setiap hari atau apabila 2/3 bagian tempat sampah telah terisi oleh sampah.

d. Tersedia tempat pengumpulan sampah sementara. Sampah dari tempat penampungan sementara harus diangkut setiap hari.

7. Intensitas cahaya di ruang kerja minimal 1000 Lux dalam rata-rata pengukuran 8 jam.

8. Tingkat kebisingan ruangan di ruang kerja maksimal 85 dBA dalam rata-rata pengukuran 8 jam.

9. Bangunan kuat, terpelihara, bersih dan tidak memungkinkan terjadinya gangguan kesehatan dan kecelakaan.

10.Lantai terbuat dari bahan bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin dan bersih.

12.Dinding bersih dan berwarna terang. Permukaan dinding yang selalu terkena percikan air terbuat dari bahan yang kedap air.

13.Langit-langit kuat, bersih, berwarna terang, ketinggian minimal 2,50 m dari lantai.

14.Atap kuat dan tidak bocor.

15.Luas jendela, kisi-kisi atau dinding gelas kaca untuk masuknya cahaya minimal 1/6 kali luas lantai.

16.Instalasi listrik, pemadam kebakaran, air bersih, air kotor, air limbah, air hujan harus dapat menjamin keamanan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku. 17.Bangunan kantor yang lebih tinggi dari 10 meter atau lebih tinggi dari

bangunan lain disekitarnya harus dilengkapi dengan penangkal petir.

18.Setiap kantor harus memiliki toilet dengan jumlah wastafel, jamban dan peturasan minimal seperti ditunjukkan pada Tabel berikut.

Tabel II.1

Standar Jumlah Toilet dengan Jumlah Wastafel, Jamban dan Peturasan Jumlah Pegawai Jumlah Wastafel Jumlah Jamban Jumlah Peturasan 1 -15 1 1 1 16 - 30 2 2 2 31 - 45 3 3 3 46 - 60 4 4 4 61- 80 5 5 5 80 - 100 6 6 6

Setiap Penambahan 100 pegawai harus ditambah 1 wastafel, 1 jamban dan 1Peturasan

II.2.2.2. Gaji

Tujuan manusia dalam bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Motivasi inilah yang membuat faktor finansial menjadi variabel yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Pada umumnya, faktor pertama kali yang menjadi perhatian dari calon pegawai untuk masuk ke dalam suatu perusahaan adalah faktor finansial yang meliputi sistem dan besar gaji, jaminan sosial serta kesempatan untuk meniti karier. Kebijakan-kebijakan yang menyangkut masalah finansial misalnya gaji, bonus, tunjangan dan asuransi menjadi perhatian penting dan krusial bagi perusahaan.

Gaji yang memberikan rasa puas adalah gaji yang mampu mencukupi kebutuhan hidup sehingga menimbulkan rasa aman bagi para pegawai. Mereka tidak perlu mencari tambahan penghasilan di luar pekerjaan pokok, karena penghargaan hasil kerja yaitu gaji telah mampu membiayai kebutuhan hidupnya. Di samping itu, para pegawai juga mengharapkan bahwa gaji yang diterima sesuai dengan hasil kerjanya. Sistem insentif merupakan upah/gaji yang berbeda, tetapi bukan berdasarkan pada evaluasi jabatan namun ditentukan karena perbedaan prestasi kerja untuk dapat meningkatakan organisasi/perusahaan.

Menurut Hariandja dalam Maretta (2005) mendefenisikan gaji sebagai pembayaran serta balas jasa yang diberikan kepada pegawai, tata usaha dan manajer sebagai konsekwensi dari sumbangan yang diberikannya dalam pencapaian tujuan perusahaan. Perusahaan dalam memberikan imbalan harus membedakan gaji dan upah karena gaji merupakan sesuatu yang diberikan organisasi berdasarkan tingkat

pendidikan, jabatan, dan masa kerja seorang pegawai tetapi upah didasarkan pada waktu kerja dan volume atau output yang dihasilkan oleh seseorang pegawai

II.2.2.3. Reward

Sejak 1959 aparatur negara diberikan penghargaan untuk berbagai jenis sesuai dengan prestasinya. Sebut saja satya Lencana Kemerdekaan, Satya Lencana Pembangunan, Satya Lencana Wira Karya, Satya Lencana Karya Satya dan Piagam Pelita. Namun banyak diantara anugerah tersebut ditanggapi dingin karena bentuknya yang berkurang memberi manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan. Puluhan tahun lalu, Abraham Maslow menenggarai tentang penghargaan sejenis itu yang hanya bisa dinikmati kelompok masyarakat mapan. Sementara jika dilihat dari pendapatan mayoritas aparatur pemerintah saat ini, untuk menutup kebutuhan pokok saja tidak cukup. Intinya, kenutuhan akan sandang, pangan, papan lebih berarti dari sebuah penghargaan atas kesetiaan, prestasi dan darma bhakti yang diberikan. Untuk itu diperlukan usaha-usaha dari pemerintah untuk mengevaluasi kembali mengenai bentuk dan manfaat dari penghargaan yang akan diberikan (Nugroho 2006)

Sedangkan menurut Heidjrachman dan Husnan (2002) beberapa faktor mengenai kebutuhan dan keinginan pegawai, yakni: gaji yang baik, pekerjaan yang aman, rekan sekerja yang kompak, penghargaan terhadap pekerjaan, pekerjaan yang berarti, kesempatan untuk maju, pimpinan yang adil dan bijaksana, pengarahan dan perintah yang wajar, dan organisasi atau tempat kerja yang dihargai oleh masyarakat.

Penghargaan terhadap pekerjaan atau reward menurut Effendi (2002) didefenisikan sebagai bentuk penghargaan langsung atau tidak langsung yang didasarkan atau dikaitkan langsung dengan kinerja dan gain sharing akibat peningkatan produktivitas. Individu-individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil kemungkinanan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.

Sistem Imbalan (Reward System) menurut Ruvendi (2005) merupakan pemberian kepada pegawai atau sesuatu yang diterima pegawai sebagai balas jasa atas prestasinya kepada perusahaan dalam melaksanakan pekerjaan. Imbalan ekonomi biasanya diberikan dalam bentuk gaji, upah, tunjangan, bonus, insentif, dan lain-lain.

Umumnya imbalan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu imbalan intrisik dan imbalan ekstrinsik. Imbalan intrinsik adalah imbalan yang bersumber dari diri para pegawai sendiri seperti penyelesaian tugas, prestasi, otonomi, perkembangan pribadi. Sedangkan imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang berasal dari luar pegawai seperti gaji dan tunjangan, interpersonal (status dan pengakuan), serta promosi. Disamping itu, reward atau penghargaan yang diperoleh atau diharapkan akan diperoleh sebagai konsekwensi dari apa yang mereka kerjakan akan merubah perilaku manusia secara fundamental, sehingga dapat mengendalikan cara kerja seseorang dalam organisasi. Ada 3 sifat dalam membangun sistem reward yaitu; (a) mengaitkan sistem reward dengan tujuan organisasi, (b) memperluas sistem reward yang melampui batas-batas perusahaan, (c) mendorong orang-orang dalam organisasi menentukaan reward sendiri.

Tujuan dan ukuran perusahaan saling berkaitan dimana reward sebagai pengikat. Idealnya reward mencerminkan tujuan perusahaan dan berkaitan dengan ukuran yang bersifat multidimensi yang akan mendorong kinerja orang dan organisasi secara keseluruhan. Seberapa jauh seseorang memberikan konstribusi terhadap pencapai tujuan perusahaan sesuai dengan ukuran, visi dan misi organisasi menjadi dasar dalam menentukan sistem reward seseroang.

Memperluas sistem reward melampui batas-batas perusahaan mengandung arti bahwa sistem reward dikaitkan dengan jaringan di luar organisasi seperti mitra kerja. Pada perusahaan manufaktur misalnya, reward tidak semata-mata ditekankan pada seberapa besar kuota yang dicapai oleh seseorang, tetapi juga dikaitkan dengan seberapa tinggi kepuasan pelanggan. Demikian juga dengan pemasok, seberapa besar prestasi seorang bagian produksi misalnya dikaitkan dengan tingkat kelancaran pasokan bahan baku yang diterima oleh perusahaan. Seperti juga terhadap pekerja, reward terhadap stakeholder.

Seperti juga reward terhadap pekerja, pegawai juga akan memiliki motivasi tinggi atau rendah, tergantung kepada bagaimana organisasi memperlakukan mereka. Oleh karenanya dalam praktek, reward terhadap external stakeholder ini per definisi sulit dan bersifat tidak langsung. Kendati demikian, beberapa bentuk yang mungkin diberikan antara lain memberikan penghargaan (award), pelibatan dalam pertemuan atau berbagai seremoni perusahaan. Kuncinya adalah bagaimana bentuk-bentuk reward ini dikomunikasikan sehingga dirasakan oleh penerima sebagaimana yang diharapkan organisasi. Misalnya saja dengan mendorong orang-orang untuk

menentukan reward-nya sendiri, karena setiap organisasi secara implisit memberi beban berupa sekumpulan tugas (a pack) pada pundak setiap orang, sebagai dasar partisipasi mereka dalam organisasi.

Dokumen terkait