• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Manfaat Teoritis

2.1. Kesejahteraan Keluarga

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga

Berbagai macam kebutuhan dan kesungguhan dalam memenuhi kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan keluarga tidak sama bagi semua keluarga. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor internal, eksternal dan unsur manajemen keluarga. Faktor internal keluarga yang mempengaruhi kesejahteraan meliputi: pendapatan, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, umur, kepemilikan

aset dan tabungan; sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kesejahteraan adalah kemudahan akses finansial pada lembaga keuangan, akses bantuan pemerintah, kemudahan akses dalam kredit barang/peralatan dan lokasi tempat tinggal. Sementara itu, unsur manajemen sumber daya keluarga yang mempengaruhi kesejahteraan adalah perencanaan, pembagian tugas dan pengontrolan kegiatan (Iskandar, 2011:138-139). Hal tersebut sependapat dengan pernyataan BPS (Badan Pusat Statistik) bahwa indikator yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga adalah pendidikan isteri, kepemilikan asset, pendapatan, pekerjaan kepala keluarga dan perencanaan keluarga.

Tidak jauh berbeda dengan pernyataan BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) bahwa kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh variabel demografi (jumlah anggota keluarga dan usia), ekonomi (pendapatan, pekerjaan, kepemilikan asset dan tabungan), manajemen sumber daya keluarga dan lokasi tempat tinggal.

Sunarti (2011) menyatakan bahwa faktor-faktor kesejahteraan keluarga lebih luas, faktor-faktor tersebut diantaranya: (1) kemiskinan; hasil korelasi menunjukkan semakin tinggi prosentase warga terkategori miskin di suatu wilayah maka semakin tinggi prosentase keluarga terkategori tidak sejahtera; (2) kepadatan penduduk; ketika suatu wilayah memiliki kepadatan penduduk yang semakin tinggi maka akses terhadap sumber daya ekonomi dan kesempatan berusaha serta kesempatan memperoleh layanan semakin terbatas sehingga pemenuhan kebutuhan pokok penduduk terbatas; (3) PDRB migas dan non migas; dimana semakin tinggi prosentase keluarga sejahtera maka semakin kecil

sumbangan PDRB migas maupun non migas; (4) Pasangan usia subur ber-KB; kondisi semakin tinggi keluarga tidak sejahtera maka di suatu wilayah semakin rendah pasangan usia subur ber-KB; (5) Rataan jumlah anggota keluarga, ketika semakin besar prosentase keluarga tidak sejahtera maka semakin besar rataan jumlah angota keluarga; (6) sanitasi rumah; ketidak sejahteraan keluarga dicerminkan pada prosentase penduduk dengan sanitasi yang tidak layak dan sebaliknya; (7) standard luas rumah penduduk; keluarga yang mimiliki lahan kurang dari 7m2 berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga; (8) laju pertumbuhan penduduk dan pengangguran; faktor ini menunjukkan hasil korelasi yang tidak signifikan dengan kesejahteraan keluarga; (9) indeks pembangunan manusia; semakin besar tingkat keluarga tidak sejahtera maka semakin rendah indeks pembangunan manusianya.

Dalam sebuah keluarga untuk memenuhi kebutuhan erat dengan besaran pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan dan dikeluarkan sebagai bentuk konsumsi untuk mencapai kesejahteraan. Sebagaimana penelitian oleh Wagle et al. (2006:75), menyatakan :

“Income and consumption are straight forward and extremely useful measures of economic welfare, as they capture the means by which individuals and households can achieve human well-being. Income and consumption tend to highly correlate with each other because consumption derives from income and income is essential for consumption.”

Dapat diartikan bahwa pendapatan dan konsumsi merupakan variabel sederhana yang menentukan kesejahteraan ekonomi, karena baik secara individu maupun rumah tangga dapat digunakan untuk mencapai kesejahteraan manusia.

Pendapatan dan konsumsi cenderung sangat berhubungan satu sama lain karena konsumsi berasal dari pendapatan dan pendapatan sangat penting untuk konsumsi. Sebagaimana juga penelitian Ndakularak dkk (2011:147-152), yang menyatakan bahwa besaran konsumsi mempengaruhi kesejahteraan yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia. Konsumsi rumah tangga yang menjadi indikator dari kesejahteraan keluarga diantaranya adalah pengeluaran untuk makanan, pendidikan dan kesehatan. Sebagaimana dinyatakan oleh Sukirno (2005:7) bahwa salah satu pilihan yang digunakan dalam memaksimumkan pendapatan adalah pilihan dalam mengkonsumsi. Pilihan dalam mengkonsumsi berkaitan dengan cara yang dilakukan oleh setiap individu untuk menentukan barang yang dibeli dan jumlah pembelian hingga dapat mencapai kepuasan yang maksimum.

2.1.3 Tahapan-Tahapan Kesejahteraan Keluarga

Kesejahteraan keluarga berdasarkan kriteria BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) dikembangkan kedalam lima indikator yang meliputi keluarga Pra-Sejahtera, Keluarga Sejahtera-1, Keluarga Sejahtera-II, Keluarga sejahtera-III, dan keluarga Sejahtera-III plus. Pengertian masing-masing tingkatan keluarga sejahtera meliputi :

1. Keluarga Pra Sejahtera yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan 2. Keluarga KS-I adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi

keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan ibadah, makan protein hewani, pakaian, ruang untuk interaksi keluarga, dalam keadaan sehat, mempunyai penghasian, bias baca dan tulis latin dan keluarga berencana

3. Keluarga KS-II adalah keluarga-keluarga disamping telah memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan pengembangannya seperti kebutuhan untuk peningkatan agama, menabung berinteraksi dalam keluarga, ikut melaksanakan kegiatan dalam masyarakat dan mampu memperoleh informasi

4. Keluarga KS-III adalah keluarga yang telah memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis, dan kebutuhan pengembangannya, namun belum dapat memberikan sumbangan yang maksimal terhadap masyarakat, seperti secara teratur memberikan sumbangan dalam bentuk materiil untuk kepentingan sosial kemasyarakatan serta berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan dan sebagainya.

5. Keluarga KS-III plus adalah keluarga-keluarga yang telah mampu memenuhi semua kebutuhannya baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun yang bersifat pengembangan, serta telah dapat pula memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

2.2 Pendapatan

2.2.1 Konsep Dasar Pendapatan

Pendapatan merupakan suatu unsur penting dalam perekonomian yang berperan meningkatkan derajat hidup orang banyak melalui kegiatan produksi barang dan jasa. Besarnya pendapatan seseorang bergantung pada jenis pekerjaannya. Menurut Pass (1994:287), pendapatan adalah uang yang diterima oleh seseorang dan perusahaan dalam bentuk gaji, upah, sewa, bunga, laba dan lain sebagainya. Bersama-sama dengan tunjangan pengangguran, uang pensiun, dan lain sebagainya. Dalam analisis mikro ekonomi, istilah pendapatan khususnya dipakai berkenaan dengan aliran penghasilan dalam suatu periode waktu yang berasal dari penyediaan faktor-faktor produksi sumber daya alam, tenaga kerja dan modal yang masing-masing dalam bentuk sewa, upah dan bunga/laba secara berurutan.

Begitu juga dengan yang dinyatakan Raharja dan Manurung (2001: 266) bahwa pendapatan merupakan total penerimaan berupa uang maupun bukan uang oleh seseorang atau rumah tangga selama periode tertentu. Dalam bentuk bukan uang yang diterima oleh seseorang misalnya berupa barang, tunjangan beras, dan sebagainya. Penerimaan yang diterima tersebut berasal dari penjualan barang dan jasa yang dihasilkan dalam kegiatan usaha.

Tidak jauh berbeda pula dengan yang dirumuskan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) yang menyatakan bahwa pendapatan yaitu keseluruhan jumlah penghasilan yang diterima oleh seseorang sebagai balas jasa berupa uang dari

segala hasil kerja atau usahanya baik dari sektor formal maupun non formal yang terhitung dalam jangka waktu tertentu.

Pada dasarnya pendapatan rumah tangga berasal dari berbagai sumber, kondisi ini bisa terjadi karena masing-masing anggota rumah tangga mempunyai lebih dari satu jenis pekerjaan baik sebagai pekerjaan tetap maupun pekerjaan pengganti. Sementara Case dan Fair (2007:403) menyebutkan bahwa pendapatan seseorang pada dasarnya berasal dari tiga macam sumber meliputi: (1) berasal dari upah atau gaji yang diterima sebagai imbalan tenaga kerja; (2) berasal dari hak milik yaitu modal, tanah, dan sebagainya; dan (3) berasal dari pemerintah. Sedangkan menurut Reksohadiprodjo (2000:25) kaitannya pendapatan dengan kesejahteraan keluarga bahwa manusia menilai pekerjaan berdasarkan pada besaran upah dan kondisi kerja.

Berdasarkan deskripsi tentang pendapatan seperti tersebut di atas, maka pendapatan rumah tangga penggarap kopi diklasifikasikan sebagai pendapatan total buruh penggarap kopi, yaitu besarnya pendapatan total anggota keluarga yang diperoleh dari penjumlahan pendapatan pokok dari penghasilan sebagai pekerja buruh penggarap kopi.

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan

Sebelumnya telah diketahui bahwa pendapatan merupakan sejumlah penghasilan yang diterima dalam waktu tertentu sebagai balas jasa dari faktor-faktor produksi berupa upah sewa, bunga, laba dan lain sebagainya (Pass, 1994:287).

Petani penggarap kopi merupakan salah satu faktor produksi sebagai tenaga kerja. Pembayaran kepada tenaga kerja dapat dibedakan kepada dua pengertian: gaji dan upah. Menurut Sukirno (2010:350-351) gaji diartikan sebagai pembayaran kepada pekerja-pekerja tetap dan tenaga kerja professional, seperti pegawai pemerintah, dosen, guru, manajer dan akuntan. Pembayaran tersebut biasanya sebulan sekali. Sedangkan upah dimaksud sebagai pembayaran kepada pekerja-pekerja kasar yang pekerjaannya selalu berpindah-pindah, seperti misalnya pekerja pertanian, tukang kayu, tukang batu dan buruh kasar. Upah diartikan sebagai pembayaran atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha.

Antara para pekerja maupun di berbagai golongan tenaga kerja terdapat perbedaan upah sebagai pendapatannya. Menurut Sukirno (2010:364-366) faktor-faktor yang membedakan upah di antara pekerja-pekerja di dalam suatu jenis kerja dan golongan pekerjaan tertentu yaitu: (1) Perbedaan corak permintaan dan penawaran dalam berbagai jenis pekerjaan, ketika dalam suatu pekerjaan terdapat penawaran tenaga kerja yang cukup besar tetapi tidak banyak permintaannya, maka upah cenderung mencapai tingkat rendah begitu juga sebaliknya; (2) Perbedaan dalam jenis-jenis pekerjaan, pada golongan pekerjaan yang memerlukan fisik dan berada dalam keadaan yang tidak menyenagkan akan menuntut upah yang lebih besar dari pekerjaan yang ringan dan mudah dikerjakan; (3) Perbedaan kemampuan, keahlian dan pendidikan, sehingga pekerja yang lebih tinggi pendidikannya memperoleh pendapatan yang lebih tinggi karena pendidikannya mempertimbangkan kemampuan kerja yang akan menaikkan

produktivitas; (4) Terdapatnya pertimbangan bukan keuangan dalam memilih pekerjaan; (5) Ketidak sempurnaan dalam mobilitas tenaga kerja, dalam faktor ini mobilitas kerja terjadi karena dua faktor yaitu faktor institusional dan faktor geografis.

Dokumen terkait