• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJIAN TEORI

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan

Setiap pemimpin haruslah menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya, walaupun karyawan tersebut bekerja pada tempat yang sama, namun produktifitas karyawan tersebut tidak sama.

Keith dalam Mangkunegara (2006) mengemukakan pendapat bahwa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja ada 2 (dua) macam yaitu:

1. Faktor kemampuan.

Secara psikologis kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ

superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

2. Faktor motivasi.

Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah.

Simamora (2001) berpendapat bahwa ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu:

1. Faktor lingkungan.

Lingkungan menempatkan tuntutan-tuntukan organisasi dan para karyawan terhadap produktivitas, karena lingkungan semakin menjadi kompetitif atau terjadinya perubahan teknologi, pemastian kinerja yang unggul menjadi hal yang terpenting.

2. Faktor organisasi.

Organisasi yang menekankan pengambilan keputusan secara terdesentralisasi dan kolaborasi cenderung menyebar tanggung jawab evaluasi di seluruh organisasi, dan juga merangsang evaluasi dan pengembangan. Organisasi-organisasi yang mendorong umpan balik kemungkinan melibatkan individu-individu dalam penentuan tujuan dan berbagi tanggung jawab atas evaluasi mereka sendiri.

Sementara itu menurut Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2007) ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu sebagai berikut:

1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi, dan komitmen individu.

2. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.

3. Team factor, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja.

4. System factor, ditunjukkan adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi.

5. Contextual/ situational factor, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Sedangkan Hersey, Blancard, dan Johnson dalam Wibowo (2007) merumuskan adanya 7 (tujuh) faktor yang mempengaruhi kinerja dan dirumuskan dengan akronim ACHIEVE, yaitu:

1. A – Ability (knowledge dan skill).

2. C – Clarity (understanding atau role perception).

3. H – Help (organisational support).

4. I – Incentive (motivation atau willingness).

5. E – Evaluation (coaching dan performance feedback).

6. V – Validity (valid dan legal personnel practices).

7. E – Environment (environmental fit).

Dari uraian diatas, peneliti menyimpulkan ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan, yaitu :

1. Faktor internal, yaitu faktor dari dalam diri individu sendiri, berupa; minat, motivasi, tingkah laku, sikap, dan kesehatan pekerja. Faktor ini dapat disebut sebagai faktor kepribadian.

2. Faktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri individu, seperti; pekerjaan itu sendiri, kebijakan, peraturan manajemen, gaji, hubungan pekerja dengan teman ataupun atasan, lingkungan kerjanya, kesempatan, peralatan yang digunakan dalam bekerja, dan pelatihan serta pengembangan yang diadakan. Faktor ini dapat disebut sebagai faktor lingkungan kerja.

2.1.4. Tujuan penilaian kinerja karyawan

Menurut Simamora (2001) tujuan pokok sistem penilaian kinerja karyawan adalah menghasilkan informasi yang akurat dan benar tentang perilaku dan kinerja karyawan. Semakin akurat dan benar informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja, maka semakin besar potensi nilainya bagi karyawan tersebut serta organisasi yang bersangkutan.

Meskipun demikian, Simamora (2001) menambahkan bahwa semua organisasi sama-sama memiliki tujuan utama yang mendasar untuk sistem penilaian kinerja karyawannya. Tujuan yang utama tersebut dapat digolongkan kepada 2 (dua) bagian besar, yaitu: pertama, evaluasi (evaluations), kedua, pengembangan (development). Kedua tujuan tersebut tidak saling terpisah, tetapi secara tidak langsung berbeda dari segi orientasi waktu, metode-metode serta peran atasan dan bawahan. Penilaian untuk kedua tujuan tersebut harus dilaksanakan dalam konteks program konseling, perencanaan karir, penentuan tujuan, dan pemantauan kinerja karyawan yang berkelanjutan.

Nasution (2000) merumuskan tujuan-tujuan penilaian prestasi kerja ada 13 (tiga belas) yaitu:

1. Mempunyai atau memberi pengaruh sebagai pemberi motivasi.

2. Merangsang peningkatan dan pengembangan rasa tanggung jawab.

3. Menumbuhkan rasa ketergantungan kepada perusahaan.

4. Meningkatkan produktivitas karyawan apabila mereka mengetahui maksud dan tujuan penilaian yang dilaksanakan.

5. Meningkatkan pengertian antara atasan dan bawahan.

6. Dimaksudkan untuk menaikkan gaji dan memberi promosi.

7. Mengantisipasi kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan karyawan. 8. Mengevaluasi efektivitas dari keputusan seleksi dan penempatan karyawan.

9. Perencanaan sumber daya manusia.

10. Menghindari pilih kasih manajer terhadap karyawan.

11. Karyawan mengetahui usaha yang dilakukan perusahaan untuk dirinya. 12. Mengukur sejauh mana peningkatan yang di capai oleh setiap karyawan dari

waktu ke waktu dengan cara membandingkan penilai prestasi sebelumnya dengan sekarang.

13. Mengukur keberhasilan kepemimpinan seseorang.

Menurut Tiffin, Wexley dan Yukl dalam As’ad (1984) tujuan kecakapan kerja karyawan dapat dikategorikan atas 2 (dua) tujuan pokok yaitu; administratip dan pengembangan individu karyawan (individual employee development).

Ghiselli dan Brown dalam As’ad (1984) mengatakan bahwa penilaian atau evaluasi sangat penting dan bertujuan untuk:

1. Mengukur prestasi kerja (job proficiency), yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya.

2. Melihat seberapa jauh kemajuan dalam latihan kerja.

3. Sebagai data yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan apabila ada promosi bagi karyawan yang bersangkutan.

Bittel dan Newstrom (1994) juga menjelaskan tentang 3 (tiga) alasan pokok perlunya mengadakan penilaian terhadap kinerja karyawan:

1. Untuk mendorong prilaku yang baik atau memperbaiki serta mengikis kinerja (prestasi) di bawah standar.

2. Untuk memuaskan rasa ingin tahu karyawan tentang seberapa baik kerja mereka.

3. Untuk memberikan landasan yang kuat bagi pengambil keputusan

selanjutnya sehubungan dengan karir seorang karyawan.

Sedangkan menurut Noe (2003) ”The goal of these performance appraisal systems was to measure individual employee performance reliably and validly.”

Dari uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa tujuan penilaian kinerja bagi karyawan yaitu untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam bentuk pengukuran. Setelah mengetahui hasil dari pengukuran tersebut dalam bentuk data kemudian dapat di evaluasi dan di kembangkan sesuai dengan potensi karyawan.

2.1.5. Manfaat penilaian kinerja karyawan

Handoko (1988), Moekijat (1995) dan Sunyoto dalam Mangkunegara (2006) menjelaskan tentang manfaat dari penilaian kinerja karyawan adalah:

1. Perbaikan prestasi kerja, umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manager dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan mereka untuk meningkatkan kinerja.

2. Penyesuaian kompensasi, evaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

3. Keputusan penempatan, promosi dan transfer biasanya didasarkan atas prestasi kerja atau kinerja masa lalu atau antisipasinya.

4. Perencanaan kebutuhan pelatihan dan pengembangan, prestasi kerja atau kinerja yang jelek mungkin menunjukkan perlunya pelatihan. Demikian pula sebaliknya, kinerja yang baik mungkin mencerminkan potensi yang harus di kembangkan.

5. Perencanaan pengembangan karir, umpan balik prestasi mengarahkan

keputusan-keputusan karir, yaitu tentang jalur karir tertentu yang harus diteliti.

6. Mendeteksi penyimpangan pada proses staffing, prestasi kerja yang baik atau buruk adalah mencerminkan kekuatan atau kelemahan staffing departemen personalia.

7. Melihat ketidak akuratan informasional, prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisi jabatan, rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi manajemen personalia dengan menggantungkan pada informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-keputusan personalia tidak tepat. 8. Mendeteksi kesalahan pada desain kerja, kinerja karyawan yang jelek

penilaian kinerja bagi karyawan dapat membantu mendiagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.

9. Mendeteksi kesempatan kerja yang adil, penilaian kinerja karyawan yang akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

10. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (jobs description).

Rivai (2006) menjabarkan tentang kegunaan penilaian kinerja ditinjau dari berbagai perspektif pengembangan perusahaan ada 14 (empat belas), yaitu; posisi tawar, perbaikan kinerja, penyesuaian kompensasi, keputusan penempatan, pelatihan dan pengembangan, perencanaan dan pengembangan karir, evaluasi proses staffing, defisiensi proses penempatan karyawan, ketidakakuratan informasi, kesalahan dalam merancang pekerjaan, kesempatan kerja yang adil, mengatasi tantangan-tantangan eksternal, elemen-elemen pokok sistem penilaian kinerja, umpan balik ke SDM.

Menurut Simamora (2001) semakin para karyawan memahami proses penilaian kinerja, dan semakin penilaian kinerja dipakai sebagai peluang-peluang pengembangan daripada kejadian-kejadian pengkritikan, maka kebutuhan aktualisasi diri dapat terpenuhi.

Sedangkan kegunaan penilaian kinerja secara luas menurut Mathis dan Jackson (2009) sebagai mengelola upah dan gaji, memberikan umpan balik kinerja, dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan individual.

Dari beberapa uraian diatas peneliti mengambil kesimpulan bahwa manfaat penilaian kinerja karyawan adalah sebagai perbaikan dan pengembangan kinerja karyawan dari kelebihan dan kekurangan yang di miliki sehingga misi dan visi organisasi dapat di terapkan secara maksimal.

2.2. Kecerdasan emosi

Dokumen terkait