• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Metode Kontrasepsi

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan

Beberapa studi fertilitas atau keluarga berencana yang dilakukan di Asia atau Asia Tenggara khususnya, kebanyakan telah mengemukakan variabel demografi dan sosial ekonomi sebagai faktor yang mempengaruhi atau menentukan perbedaan pemakaian alat kontrasepsi. Berdasarkan hasil penelitian 21

kerja sama BPS dan Universitas Sriwijaya tahun 1980, terdapat hubungan jumlah anak masih hidup,umur, pendidikan, pekerjaan, kepemilikan radio dan televisi dalam penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia.

Pengaruh umur terhadap pemakaian kontrasepsi juga menunjukkan pola berbentuk huruf “U” terbalik. Dimana proporsinya terus meningkat dengan meningkatnya umur wanita sampai pada kelompok 30-34 tahun dan kemudian berangsur menurun sampai pada kelompok umur 45-49 tahun. Selain itu, proporsi pemakaian kontrasepsi yang tertinggi adalah kelompok wanita setelah melakukan perkawinan pertamannya 10-14 tahun. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan umur karena umurnya akan lebih tua dari pada mereka yang masih belum lama melakukan perkawinan pertamanya. Mereka yang berumur lebih tua ada kecenderungan merasa tidak memerlukan lagi memakai kontrasepsi karena merasa aman untuk tidak melahirkan lagi.

Pola pemakaian kontrasepsi menurut pendidikan menunjukkan hubungan yang positif yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin besar tingkat proporsi pemakaian kontrasepsi. Kenaikan proporsi pemakaian kontrasepsi yang terbesar adalah dari tidak sekolah ke tidak tamat sekolah dasar, baik di kota maupun di pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya peranan pendidikan dalam mempengaruhi pemakaian kontrasepsi. Oleh karena itu, pendidikan minimal SLTP atau setidak-tidaknya bebas dari buta huruf menjadi perhatian bagi pemerintah dalam melaksanakan prorgam ini.

Menurut BkkbN (2009), terdapat 14 variabel yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), yaitu: umur, 22

tingkat pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan, indeks kesejahteraan, jumlah anak lahir hidup, jumlah anak masih hidup, peran wanita dalam pengambilan keputusan, pengetahuan tentang kontrasepsi, peran pasangan dalam memakai kontrasepsi, keterpaparan informasi dalam 6 bulan terakhir baik dari media masa, media cetak, petugas, toma/toga dan keluarga.

Variabel yang paling mempengaruhi dari 14 variabel di atas adalah umur wanita. Wanita yang berumur 30 tahun atau lebih akan berpeluang untuk memakai kontrasepsi MJKP sebesar 4 kali dibandingkan dengan mereka yang berumur lebih muda atau kurang dari 30 tahun. Umur ini tentunya sangat terkait nantinya dengan jumlah anak yang dimiliki dan keinginan untuk tambah anak lagi. Dapat dijelaskan pula, bahwa untuk memakai kontrasepsi jangka panjang jika umur lebih tua akan lebih bertahan. Selain itu, pendidikan juga mempengaruhi pemilihan MKJP. Wanita yang berpendidikan tinggi akan berpeluang untuk memakai kontrasepsi MJKP sedikit lebih tinggi dari mereka yang berpendidikan rendah.

Pekerjaan juga mempengaruhi pemakaian kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Jika seorang wanita bekerja maka tentunya keinginan untuk menambah anak lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Wanita yang bekerja mempunyai peluang lebih besar memakai kontrasepi MKJP karena wanita pekerja ingin mengatur kehamilannya agar dapat bekerja lebih baik, tidak hamil dan mempunyai anak dalam waktu tertentu sesuai dengan yang direncanakan.

Menurut Musdalifah (2013), petugas kesehatan berperan dalam memberikan informasi, penyuluhan dan menjelaskan tentang alat kontrasepsi 23

utamanya mengenai kontrasepsi hormonal. Petugas kesehatan sangat banyak berperan dalam tahap akhir pemakaian alat kontrasepsi. Calon akseptor yang masih ragu-ragu dalam pemakaian alat kontrasepsi akhirnya memutuskan untuk memakai alat kontrasepsi hormonal setelah mendapat dorongan maupun anjuran dari petugas kesehatan. Petugas kesehatan merupakan pihak yang mengambil peran dalam tahap akhir proses pemakaian alat kontrasepsi.

Penelitian Hutauruk (2006) dengan disain cross sectional menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pelayanan alat kontrasepsi dengan penggunaan alat kontrasepsi. Ketersediaan pelayanan alat kontrasepsi terwujud dalam bentuk tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan (tempat pelayanan kontrasepsi). Untuk dapat digunakan, pertama kali suatu metode kontrasepsi harus tersedia dan mudah diperoleh. Promosi metode kontrasepsi melalui media, melalui kontak langsung oleh petugas program KB, oleh dokter dan sebagainya dapat meningkatkan secara nyata pemilihan metode kontrasepsi.

2.3 Kependudukan

2.3.1 Definisi Kependudukan

Kependudukan adalah hal ikhwal yang berkaitan dengan jumlah, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, serta lingkungan penduduk, (Arum, 2009).

Dalam demografi, ada tiga fenomena yang merupakan bagian penting daripada penduduk yaitu dinamika kependudukan, komposisi penduduk, besar dan persebaran penduduk. Komposisi penduduk merupakan pengelompokan penduduk berdasarkan ciri-ciri tertentu yaitu biologis, sosial, ekonomi, dan grafis. Biologi meliputi umur dan jenis kelamin. Sosial meliputi tingkat pendidikan, status perkawinan, dan sebagainya. Ekonomi meliputi penduduk yang aktif secara ekonomi, lapangan pekerjaan, tingkat pendapatan, dan sebagainya. Geografis meliputi tempat tinggal, daerah perkotaan, pedesaan, provinsi, kabupaten, dan sebagainya (Lembaga Demografi FE UI, 1981.

2.3.2 Faktor Kependudukan

1. Rata-Rata Umur Kawin Pertama

Usia perkawinan wanita mempunyai pengaruh bagi perkembangan penduduk karena berpengaruh terhadap fertilitas. Selain itu, usia perkawinan juga berpengaruh terhadap stabilitas suatu keluarga, terhadap kesehatan ibu, dan terhadap anak yang yang dilahirkan. Semakin rendah usia perkawinan pertama, semakin besar resiko yang dihadapi selama masa kehamilan/ melahirkan, baik keselamatan ibu dan anak. Kondisi ini disebabkan belum matangnya rahim wanita muda untuk proses berkembangnya janin atau belum siapnya mental menghadapi proses kehamilan. Sebaliknya semakin tinggi usia perkawinan yang melampaui batas yang dianjurkan juga sangat beresiko pada masa kehamilan dan melahirkan (BPS, 2013).

2. Angka Harapan Hidup

Angka harapan hidup (AHH) adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. Secara umum, tingkat kesehatan penduduk suatu wilayah juga dapat dinilai dengan melihat Angka Harapan Hidup penduduknya. Angka ini sekaligus memperlihatkan keadaan dan sistem pelayanan kesehatan yang ada dalam suatu masyarakat karena dapat dipandang sebagai suatu bentuk akhir dari hasil upaya peningkatan tarif kesehatan secara keseluruhan. Kebijakan peningkatan kesehatan antara lain bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membiasakan diri untuk hidup sehat sehingga sangat membantu memperpanjang angka harapan hidup penduduk. Di samping itu, adanya peningkatan taraf sosial ekonomi masyarakat memungkinkan penduduk untuk memperoleh perawatan kesehatan yang lebih baik sehingga dapat memperpanjang usia (BPS, 2013).

3. Angka Melek Huruf

Yang dimaksud dengan Angka Melek Huruf (AMH) adalah angka yang menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dengan menggunakan huruf latin atau huruf lainnya. Pembatasan penghitungan angka melek huruf pada kelompok 15 tahun ke atas adalah untuk membatasi proporsi penduduk yang usianya dianggap telah mencukupi untuk belajar membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya baik melalui jalur formal yaitu di sekolah maupun lewat jalur informasi yaitu di luar sekolah (BPS, 2013).

4. Rata-Rata Lama Sekolah

Rata-rata lama sekolah didefinisikan sebagai rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani. Pencapaian pendidikan merupakan salah satu ukuran untuk menilai kemajuan suatu masyarakat karena masyarakat yang berpendidikan akan dapat lebih mudah menyerap informasi-informasi peradaban sehingga dapat meningkatkan kualitas penduduk daerah yang bersangkutan. Pendidikan juga mempunyai korelasi yang kuat dengan berbagai aspek sosial ekonomi. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang kuat dengan kualitas hidup dan kesejahteraan keluarga maupun masyarakat. Karena itu, pembangunan pendidikan sangat penting untuk mencetak generasi yang memiliki kemampuan dan kualitas unggul bagi kemajuan suatu bangsa (BPS, 2013).

5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Tingkat partisipasi angkatan kerja yaitu menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umur sebagai persentase penduduk dalam kelompok umur itu. Tingkat partisipasi angkatan kerja juga merupakan tingkat partisipasi total dari seluruh penduduk dalam usia kerja (Lembaga Demografi FE UI, 1981). Sedangkan menurut BPS (2013), tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan indikator yang menggambarkan sejauh mana peran angkatan kerja di suatu daerah. Semakin tinggi nilai TPAK semakin besar pula keterlibatan penduduk usia kerja dalam pasar kerja.

2.4 Fasilitas Kesehatan

Fasilitas pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu mata rantai fasilitas pelayanan medis keluarga berencana yang pada umumnya terpadu dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan keluarga berencana dapat bersifat statis seperti klinik KB dan dinamis seperti mobil unit pelayanan KB.

2.4.1 Klinik KB

Klinik KB adalah fasilitas yang mampu dan berwenang memberikan pelayanan kontrasepsi, berlokasi dan terintergrasi di fasilitas pelayanan kesehatan dasar ataupun rumah sakit, dikelola oleh pemerintah termasuk TNI dan POLRI maupun swasta dan Lembaga Swadaya Organisasi Masyarakat (LSOM) serta telah terdaftar di dalam data K/0/KB (BkkbN, 2011).

2.4.2 Status Klinik KB

Status klinik KB adalah status pemilikan atau pengelolaan klinik KB yang dibedakan atas 2 (dua) macam pemilikan, yaitu pemerintah dan swasta. Klinik KB pemerintah adalah klinik KB yang dikelola dan dibiayai oleh pemerintah misalnya klinik KB pemerintah seperti puskesmas, rumah bersalin, rumah sakit, klinik KB milik TNI, klinik KB milik POLRI, dan klinik KB milik instansi pemerintah lainnya. Klinik KB swasta adalah klinik KB yang dikelola dan dibiayai oleh swasta dan atau LSOM misalnya klinik KB milik NU, klinik Kb milik Muhammadiyah, klinik KB milik PGI, klinik KB milik PERDHAKI, klinik KB milik Walubi, Klinik KB milik Hindu, Klinik KB milik Perusahaan, Klinik KB milik swasta lainnya (BkkbN, 2011).

Dokumen terkait