• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Faktor Kependudukan, Fasilitas Kesehatan, Dan Tenaga Kesehatan Dengan Jumlah Akseptor Aktif Metode Kontrasepsi Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Faktor Kependudukan, Fasilitas Kesehatan, Dan Tenaga Kesehatan Dengan Jumlah Akseptor Aktif Metode Kontrasepsi Di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN FAKTOR KEPENDUDUKAN, FASILITAS KESEHATAN, DAN TENAGA KESEHATAN DENGAN JUMLAH AKSEPTOR AKTIF

METODE KONTRASEPSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

RISKI SRI PURWANTI PASARIBU NIM. 111000096

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN FAKTOR KEPENDUDUKAN, FASILITAS KESEHATAN, DAN TENAGA KESEHATAN DENGAN JUMLAH AKSEPTOR AKTIF

METODE KONTRASEPSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

RISKI SRI PURWANTI PASARIBU NIM. 111000096

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara mencapai 12.982.204 jiwa berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010. Hal ini menjadikan Provinsi Sumatera Utara sebagai provinsi yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Salah satu penyebab tingginya jumlah penduduk tersebut dikarenakan oleh masih rendahnya cakupan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi. Berdasarkan data Badan kependudukan dan keluarga berencana Nasional (BkkbN), jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Indonesia tahun 2012 adalah 35.845.356 jiwa atau sekitar 76,39%. Provinsi Sumatera Utara menempati urutan ke-32 dari 33 provinsi di Indonesia berdasarkan persentase akseptor aktif tertinggi yaitu 67,99 % atau sekitar 1.463.520 jiwa. Program Keluarga Berencana dipengaruhi oleh faktor kependudukan dan didukung oleh fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan. Untuk mengetahui hubungan faktor kependudukan, fasilitas kesehatan, dan tenaga kesehatan dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 dilakukan dengan analisis korelasi kanonik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor kependudukan, fasilitas kesehatan, dan tenaga kesehatan dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 menggunakan analisis korelasi kanonik. Penelitian ini bersifat studi korelasi. Data yang digunakan adalah data sekunder tahun 2012 dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) Provinsi Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Sumatera Utara.

Hasil analisis korelasi kanonik menunjukkan bahwa ada hubungan faktor fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012. Variabel yang paling penting pada fungsi kanonik berdasarkan muatan kanonik tertinggi adalah klinik KB swasta yaitu 0,912. Variabel lainnya yang mempunyai muatan kanonik tertinggi lainnya yaitu bidan sebesar 0,872, dan klinik KB pemerintah sebesar 0,785.

Diharapkan bagi peneliti lain yang ingin menerapkan analisis korelasi kanonik menggunakan sumber data yang sama agar hasil yang diperoleh lebih valid.

Kata kunci : analisis korelasi kanonik, metode kontrasepsi, kabupaten kota di Provinsi Sumatera Utara

(5)

ABSTRACT

The population in Province of Sumatera Utara reached 12,982,204 people according to the results of population census in 2010. This makes the Province of Sumatera Utara as a province that has the largest population after Jawa Barat, Jawa Timur and Jawa Tengah. One of the causes of the high number of the population due to the low number of active acceptors coverage of contraceptive methods. Based on Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN = population and family planning Agency), the number of active acceptors contraceptive methods in Indonesia in 2012 was 35,845,356 people or about 76.39%. Province of Sumatera Utara ranks 32 out of 33 provinces in Indonesia based on the highest percentage of active acceptor is 67.99% or approximately 1.46352 million people. Family planning program is influenced by demographic factors and supported by health facilities and health workers. To determine the relation of demographic factors, health facilities and health workers with the number of active acceptor contraceptive methods in Province of Sumatera Utara in 2012 were conducted by the canonical correlation analysis.

The purpose of this study was to determine the relationship of demographic factors, health facilities and health workers with the number of active acceptor contraceptive methods in Province of Sumatera Utara in 2012 using canonical correlation analysis. This study is a correlation study. The data used secondary data in 2012 from The Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) Province of Sumatera Utara and The Badan Pusat Statistika (BPS = Central Bureau of Statistics, Province of Sumatera Utara.

Results of canonical correlation analysis showed that there was a correlation between health facilities and health workers with the number of active acceptor contraceptive methods in Province of Sumatera Utara in 2012. The most important variable in the canonical function based on the highest value of canonical loadings is a private family planning clinic at 0,913. Other variables that have the highest value of canonical loadings are midwife at 0,874 and for the government family planning clinics at 0.787.

Suggestions for other researchers who want to apply canonical correlation analysis use the same data source for the results obtained more valid. Keywords: canonical correlation analysis, methods of contraception, regencies/

cities in the Province of Sumatera Utara

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Faktor Kependudukan, Fasilitas Kesehatan, dan Tenaga Kesehatan dengan Jumlah Akseptor Aktif

Metode Kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012” ini tepat waktu.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak arahan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga kesulitan yang dihadapi dapat diatasi dan diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu, memberikan dukungan, sarana dan nasehat dalam penyusunan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Heru Santosa, MS., Ph.D. selaku Ketua Departemen

Kependudukan dan Biostatistika sekaligus Dosen Penguji II.

3. Bapak Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes. selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Dosen Pembimbing Akademik.

4. Ibu Arnita, S.Si., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II. 5. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dosen Penguji I.

(7)

6. Seluruh Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Kependudukan dan Biostatistika. 7. Pimpinan dan staf di Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

(BkkbN) Provinsi Sumatera Utara.

8. Pimpinan dan staf di Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. 9. Keluarga besar penulis, teristimewa kepada kedua orang tua penulis, H.

Kamilun Pasaribu dan Almh. Hj. Nurhaida Lafau, abang penulis yaitu Ade Irawan Pasaribu beserta kedua kakak penulis yaitu Adelina Pasaribu dan Yenni Herlina Pasaribu, yang selalu memberikan motivasi, semangat, doa, dan dukungan baik secara moril amupun materiil selama penulis menjalani pendidikan sampai selesainya masa pendidikan.

10. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis selama menjalani pendidikan : Geby,

Eci, Rani, Lidia, Awil, Ayu, dan Medis yang sering membantu memberi masukan dan diskusi dalam penyelesaian skripsi ini

11. Kakanda Ahmad Fauzi Syahbana yang menjadi penyemangat, pendukung, dan penolong penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Sahabat-sahabat KOMPAS-USU yang menjadi keluarga baru penulis selama

mengikuti pendidikan yang selalu memberikan pemikiran, motivasi, dan semangat dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(8)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi yang lebih baik. Akhirnya, penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2015

Penulis,

Riski Sri Purwanti Pasaribu

(9)

DAFTAR ISI

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi ... 21

2.6.1 Pengertian Analisis Korelasi Kanonik ... 30

(10)

BAB III METODE PENELITIAN

4.2 Analisis Deskriptif (Univariat) ... 47

4.3 Standarisasi Data ... 49

4.4 Pengujian Asumsi ... 50

4.5 Analisis Korelasi Pearson (Bivariat) ... 52

4.6 Analisis Korelasi Kanonik (Multivariat) ... 54

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Faktor Kependudukan dan Jumlah Akseptor Aktif Metode Kontrasepsi ... 58

5.2 Hubungan Fasilitas Kesehatan dan Jumlah Akseptor Aktif Metode Kontrasepsi ... 59

5.3 Hubungan Tenaga Kesehatan dan Jumlah Akseptor Aktif Metode Kontrasepsi ... 60

5.4 Hubungan Faktor Kependudukan, Fasilitas Kesehatan, dan Tenaga Kesehatan dengan Jumlah Akseptor Aktif Metode Kontrasepsi ... 61

5.5 Keterbatasan Penelitian ... 63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 64

6.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66 DAFTAR LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pemilihan Metode Kontrasepsi Rasional ... 11

Tabel 4.1 Karakteristik Faktor Kependudukan, Fasilitas Kesehatan, Tenaga Kesehatan, dan Jumlah Akseptor Aktif Metode Kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012 ... 47

Tabel 4.2 Hasil Analisis Uji Kolmogorov-Smirnov ... 50

Tabel 4.3 Hasil Analisis Regresi (Coefficients) ... 51

Tabel 4.4 Hasil Analisis Regresi (ANOVA overall F Test) ... 52

Tabel 4.5 Hasil Analisis Korelasi Pearson ... 53

Tabel 4.6 Dimension Reduction Analysis ... 54

Tabel 4.7 Nilai Eigen dan Korelasi Kanonik ... 54

Tabel 4.8 Uji Signifikansi Multivariat ... 55

Tabel 4.9 Bobot Kanonik dan Muatan Kanonik ... 56

Tabel 4.10 Bobot Kanonik dan Muatan Kanonik Setelah Validasi ... 57

(12)

DAFTAR ISTILAH

Singkatan : Singkatan dari

KB : Keluarga Berencana

BkkbN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BPS : Badan Pusat Statistik

SDKI : Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia

MDG’s : Millenium Development Goals MDS : Multidimensional Scaling CA : Categorical Analysis WHO : World Health Organisation TFR : Total Fertility Rate

NKKBS : Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera ASI : Air Susu Ibu

IMS : Infeksi Menular Seksual AKBK : Alat Kontrasepsi Bawah Kulit AKDR : Alat Kontrsepsi Dalam Rahim KONTAP : Kontrasepsi Mantap

MOW : Medis Operatif Wanita MOP : Medis Operatif Pria

MKJP : Metode Kontrasepsi Jangka Panjang AHH : Angka Harapan Hidup

AMH : Angka Melek Huruf

TPAK : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

LSOM : Lembaga Swadaya Organisasi Masyarakat TNI : Tentara Nasional Indonesia

POLRI : Polisi Republik Indonesia NU : Nadhatul Ulama

PGI : Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia MUYAN : Mobil Unit Pelayanan

SDM : Sumber Daya Manusia VIF : Variance Inflation Factors IUD : Intra Uterine Device UUD : Undang-Undang Dasar APS : Angka Partisipasi Sekolah

SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkatan Atas SD : Sekolah Dasar

(13)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Riski Sri Purwanti Pasaribu Tempat Lahir : Sibolga

Tanggal Lahir : 6 Februari 1993 Suku Bangsa : Batak Toba

Agama : Islam

Nama Ayah : H. Kamilun Pasaribu

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : Almh. Hj. Nurhaida Lafau

Suku Bangsa Ibu : Nias

Riwayat Pendidikan

Tahun 1997 – 2003 : SD Negeri No. 152992 Tapanuli Tengah Tahun 2004 – 2007 : SMP Negeri 2 Sibolga

Tahun 2007 – 2010 : SMA Negeri 1 Sibolga

Tahun 2011 – 2015 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan

Riwayat Organisasi

Tahun 2012-2015 : KOMPAS-USU

(14)

ABSTRAK

Jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara mencapai 12.982.204 jiwa berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010. Hal ini menjadikan Provinsi Sumatera Utara sebagai provinsi yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Salah satu penyebab tingginya jumlah penduduk tersebut dikarenakan oleh masih rendahnya cakupan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi. Berdasarkan data Badan kependudukan dan keluarga berencana Nasional (BkkbN), jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Indonesia tahun 2012 adalah 35.845.356 jiwa atau sekitar 76,39%. Provinsi Sumatera Utara menempati urutan ke-32 dari 33 provinsi di Indonesia berdasarkan persentase akseptor aktif tertinggi yaitu 67,99 % atau sekitar 1.463.520 jiwa. Program Keluarga Berencana dipengaruhi oleh faktor kependudukan dan didukung oleh fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan. Untuk mengetahui hubungan faktor kependudukan, fasilitas kesehatan, dan tenaga kesehatan dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 dilakukan dengan analisis korelasi kanonik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor kependudukan, fasilitas kesehatan, dan tenaga kesehatan dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012 menggunakan analisis korelasi kanonik. Penelitian ini bersifat studi korelasi. Data yang digunakan adalah data sekunder tahun 2012 dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) Provinsi Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Sumatera Utara.

Hasil analisis korelasi kanonik menunjukkan bahwa ada hubungan faktor fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012. Variabel yang paling penting pada fungsi kanonik berdasarkan muatan kanonik tertinggi adalah klinik KB swasta yaitu 0,912. Variabel lainnya yang mempunyai muatan kanonik tertinggi lainnya yaitu bidan sebesar 0,872, dan klinik KB pemerintah sebesar 0,785.

Diharapkan bagi peneliti lain yang ingin menerapkan analisis korelasi kanonik menggunakan sumber data yang sama agar hasil yang diperoleh lebih valid.

Kata kunci : analisis korelasi kanonik, metode kontrasepsi, kabupaten kota di Provinsi Sumatera Utara

(15)

ABSTRACT

The population in Province of Sumatera Utara reached 12,982,204 people according to the results of population census in 2010. This makes the Province of Sumatera Utara as a province that has the largest population after Jawa Barat, Jawa Timur and Jawa Tengah. One of the causes of the high number of the population due to the low number of active acceptors coverage of contraceptive methods. Based on Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN = population and family planning Agency), the number of active acceptors contraceptive methods in Indonesia in 2012 was 35,845,356 people or about 76.39%. Province of Sumatera Utara ranks 32 out of 33 provinces in Indonesia based on the highest percentage of active acceptor is 67.99% or approximately 1.46352 million people. Family planning program is influenced by demographic factors and supported by health facilities and health workers. To determine the relation of demographic factors, health facilities and health workers with the number of active acceptor contraceptive methods in Province of Sumatera Utara in 2012 were conducted by the canonical correlation analysis.

The purpose of this study was to determine the relationship of demographic factors, health facilities and health workers with the number of active acceptor contraceptive methods in Province of Sumatera Utara in 2012 using canonical correlation analysis. This study is a correlation study. The data used secondary data in 2012 from The Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) Province of Sumatera Utara and The Badan Pusat Statistika (BPS = Central Bureau of Statistics, Province of Sumatera Utara.

Results of canonical correlation analysis showed that there was a correlation between health facilities and health workers with the number of active acceptor contraceptive methods in Province of Sumatera Utara in 2012. The most important variable in the canonical function based on the highest value of canonical loadings is a private family planning clinic at 0,913. Other variables that have the highest value of canonical loadings are midwife at 0,874 and for the government family planning clinics at 0.787.

Suggestions for other researchers who want to apply canonical correlation analysis use the same data source for the results obtained more valid. Keywords: canonical correlation analysis, methods of contraception, regencies/

cities in the Province of Sumatera Utara

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti

“melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel

telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/ mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan konsepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan.

Menurut Suratun et al (2008), pengelompokan metode kontrasepsi dapat dibagi menjadi tiga yaitu metode kontrasepsi sederhana, metode kontrasepsi efektif, dan metode kontrasepsi mantap. Metode kontrasepsi sederhana antara lain kondom. Metode kontrasepsi efektif antara lain pil, suntikan, implan, dan IUD. Metode kontrasepsi mantap antara lain vasektomi dan tubektomi.

Metode kontrasepsi merupakan alat yang digunakan dalam penyelenggaraan program Keluarga Berencana (KB). Secara umum, Keluarga Berencana (KB) dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah, serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan

(17)

keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi.

Badan kependudukan dan keluarga berencana Nasional (BkkbN) merupakan lembaga yang diresmikan pemerintah pada tahun 1970. BkkbN bertanggung jawab kepada presiden yang mempunyai tugas dan fungsi berupa melaksanakan pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana.

Berdasarkan data Badan kependudukan dan keluarga berencana Nasional (BkkbN), jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Indonesia tahun 2012 adalah 35.845.356 jiwa atau sekitar 76,39%. Persentase akseptor aktif metode kontrasepsi tertinggi di Indonesia adalah Provinsi Bengkulu yaitu 87,91 % atau sekitar 328.154 jiwa sedangkan persentase akseptor aktif metode kontrasepsi terendah adalah Provinsi Papua yaitu 67,70 % atau sekitar 208.671 jiwa. Provinsi Sumatera Utara menempati urutan ke-32 dari 33 provinsi di Indonesia berdasarkan persentase akseptor aktif metode kontrasepsi yaitu 67,99 % atau sekitar 1.463.520 jiwa.

Dewasa ini, adanya pembangunan baik ekonomi maupun sosial mampu menurunkan tingkat kematian. Hal ini dilihat dari semakin tingginya angka harapan hidup di Indonesia yakni 70,1 pada tahun 2015. Peningkatan angka harapan hidup ini akan menyebabkan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat bila tidak diikuti oleh penurunan tingkat kelahiran di masa yang akan datang.

(18)

jumlah penduduk. Secara terus menerus penduduk akan dipengaruhi oleh jumlah bayi yang lahir (menambah jumlah penduduk), tetapi secara bersamaan pula akan dikurangi oleh jumlah kematian yang terjadi pada semua golongan umur (Lembaga demografi FE UI, 1981).

Pertumbuhan penduduk yang tinggi sebenarnya membawa beberapa keuntungan, di antaranya adalah ketersediaan tenaga kerja yang melimpah. Namun, jika pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak dibarengi oleh kebijakan pemerintah yang baik dalam menghadapi masalah ini, maka pertumbuhan penduduk yang tinggi hanya akan membawa dampak yang buruk bagi suatu negara. Dampak buruk yang dapat terjadi antara lain angka kemiskinan meningkat, angka penganguran meningkat, lahan tempat tinggal dan bercocok tanam berkurang, semakin banyaknya polusi dan limbah yang berasal dari rumah tangga, pabrik, perusahaan, dan lain-lain, angka kesehatan menurun, ketersedian pangan sulit, angka kecukupan gizi memburuk, muncul wabah penyakit baru, dan lain sebagainya.

Program keluarga berencana menjadi kebijaksanaan kependudukan utama di Indonesia. Program ini mampu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk. Hal ini tentunya akan diikuti dengan penurunan angka kelahiran total (Total Fertility Rate). Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237.641.326 jiwa. Di Provinsi Sumatera Utara, jumlah penduduk mencapai 12.982.204 jiwa. Hal ini menjadikan Provinsi Sumatera Utara sebagai provinsi yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.

(19)

Selain itu, program keluarga berencana juga akan menurunkan resiko kematian pada ibu. Faktor yang mendukung kematian ibu seperti terlalu sering melahirkan, jarak kelahiran terlalu dekat, terlalu muda dan terlalu tua melahirkan dapat ditekan dengan keikutsertaan program ini. Berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari

target Millenium Development Goals (MDG’s) pada tahun 2015 yakni 102 per

100.000 kelahiran hidup.

Untuk menyelenggaraan program KB dibutuhkan pelayanan kesehatan yang baik. Suatu pelayanan kesehatan yang baik harus memiliki berbagai persyaratan pokok antara lain tersedia dan berkesinambungan, dapat diterima dan wajar, mudah dicapai, mudah dijangkau, dan bermutu. Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan mempunyai arti bahwa semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya di masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan (Azwar, 1994).

Pelayanan kesehatan yang baik tentunya didukung oleh fasilitas dan sumber daya manusia dalam menjalankan kegiatannya. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/ atau Masyarakat (UU No. 12 Tahun 2013). Ketersediaan fasilitas diharapkan mampu melayani setiap kebutuhan sasaran dari pelayanan itu sehingga tujuan dari pelayanan itu dapat tercapai.

(20)

Fasilitas kesehatan dalam pelayanan KB berupa klinik KB baik pemerintah maupun swasta dan mobil unit pelayanan KB. Klinik KB pemerintah termasuk rumah sakit pemerintah, puskesmas, dan lain-lain sedangkan klinik KB swasta termasuk rumah sakit swasta, praktek dokter, praktek bidan dan lain sebagainya.

Selain itu, sumber daya manusia yang berperan dalam pelaksanaan pelayanan itu sendiri juga dibutuhkan baik secara kuantitas maupun kualitas. Dalam hal ini, sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk menjalankan pelayanan kontrasepsi adalah tenaga kesehatan.

Tenaga kesehatan merupakan orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Adiasasmito, 2014). Tenaga kesehatan yang berperan dalam pelayanan KB berupa dokter, bidan, dan perawat. Ketersediaan tenaga kesehatan ini diharapkan dapat diterima dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat agar sasaran dari pelayanan KB tercapai.

Berdasarkan uraian di atas, program keluarga berencana merupakan sebuah program yang tidak hanya mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk melainkan juga berperan pada aspek sosial dan ekonomi lainnya. Program ini juga membutuhkan dukungan baik dari fasilitas kesehatan maupun tenaga kesehatan. Dalam melakukan penelitian pada program ini, peneliti disarankan menggunakan analisis multivariat.

(21)

dianjurkan untuk menguasai analisis multivariat karena seperti kita ketahui bahwa dalam bidang apapun termasuk bidang kesehatan, suatu akibat (fenomena masalah kesehatan) tidak mungkin dipengaruhi oleh satu penyebab, kenyataan yang ada adalah satu akibat pasti dipengaruhi oleh beberapa penyebab. Oleh karena itu, analisis multivariat sangat penting untuk dipelajari (Riyanto, 2012).

Hair et al (2006) secara praktis membagi teknik multivariat dimulai dengan melihat hubungan antar-variabel. Variabel yang ada dalam sebuah data multivariat pasti banyak (minimal dua). Variabel-variabel tersebut tentu berhubungan satu dengan yang lain karena untuk itulah analisis multivariat dilakukan, yakni ingin mengetahui bagaimana hubungan di antara variabel-variabel yang ada. Namun, hubungan tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu dependensi dan interdependensi (Santoso, 2014).

Variabel-variabel yang tidak saling bergantungan disebut variabel interdependensi. Ciri penting interdependensi adalah tidak adanya variabel dependen dan variabel independen. Semua variabel bersifat independen. Sedangkan variabel-variabel yang saling bergantungan disebut variabel dependensi. Ciri penting dependensi adalah adanya dua jenis variabel yakni variabel independen dan variabel dependen.

Jika data multivariat bersifat interdependensi, alat analisis yang digunakan adalah analisis faktor, analisis cluster, MDS (Multidimensional Scaling) dan CA (Categorical Analysis). Sedangkan data multivariat yang bersifat dependensi, alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda, regresi logistik, analisis diskriminan, SEM, MANOVA, dan korelasi kanonikal.

(22)

Analisis korelasi kanonik merupakan salah satu contoh analisis multivariat yang secara bersama-sama melakukan analisis terhadap lebih dari dua variabel pada setiap objek penelitian. Analisis korelasi kanonik dapat melihat hubungan sekelompok peubah dependen (Y1, Y2, ..., Yp) dengan sekelompok peubah independen (X1, X2, ..., Xq). Di samping itu, analisis korelasi kanonik juga mampu menguraikan struktur hubungan diantara kelompok variabel dependen maupun kelompok variabel independen. Pada penelitian ini, jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi merupakan variabel dependen sedangkan faktor kependudukan, fasilitas kesehatan, dan tenaga kesehatan merupakan variabel independen.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya persentase akseptor aktif metode kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan faktor kependudukan, fasilitas kesehatan, dan tenaga kesehatan dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi menggunakan analisis korelasi kanonik di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

(23)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan faktor kependudukan yaitu rata-rata umur kawin

pertama, angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan tingkat partisipasi angkatan kerja dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

2. Untuk mengetahui hubungan fasilitas kesehatan yaitu klinik KB dan mobil unit pelayanan KB dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

3. Untuk mengetahui hubungan tenaga kesehatan yaitu jumlah dokter, jumlah

bidan, jumlah perawat dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

4. Untuk mengetahui tingkat kekuatan hubungan antar variabel.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan tentang penggunaan analisis multivariat khususnya analisis korelasi kanonik.

2. Sebagai bahan masukan bagi Badan kependudukan dan keluarga Berencana

Nasional (BkkbN) dalam mengevaluasi kebijakan program keluarga berencana.

3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam pengadaan pelayanan kesehatan yang merangkul seluruh lapisan masyarakat.

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga Berencana

2.1.1 Defenisi Keluarga Berencana

Menurut Wolrd Health Organisation (WHO), keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga.

2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana

Menurut Suratun et al (2008), gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan :

a. Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan

menekan laju pertumbuhan penduduk yang akan diikuti dengan menurunkan angka kelahiran total atau TFR (Total Fertility Rate).

b. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak

pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.

c. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.

(25)

d. Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas.

e. Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomi.

2.1.3 Akseptor Keluarga Berencana

Akseptor KB adalah pasangan usia subur dimana salah seorang dari padanya menggunakan salah satu cara/ alat kontrasepsi untuk tujuan pencegahan kehamilan, baik melalui program maupun nonprogram (Lembaga Demografi FE UI, 1981).

Jenis-jenis akseptor KB adalah sebagai berikut :

1. Akseptor aktif adalah akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah satu cara/alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan.

2. Akseptor aktif kembali adalah pasangan usia subur yang telah menggunakan

kontrasepsi selama 3 (tiga) bulan atau lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan, dan kembali menggunakan cara alat kontrasepsi baik dengan cara yang sama maupun berganti cara setelah berhenti/ istirahat kurang lebih 3 (tiga) bulan berturut-turut dan bukan karena hamil.

(26)

3. Akseptor KB baru adalah akseptor yang baru pertama kali menggunakan alat/ obat kontrasepsi atau pasangan usia subur yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus.

4. Akseptor KB dini adalah para ibu yang menerima salah satu cara kontrasepsi

dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus.

5. Akseptor langsung adalah para istri yang memakai salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus.

6. Akseptor drop out adalah akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2007).

2.2 Metode Kontrasepsi

Metode kontrasepsi digunakan oleh pasangan usia subur secara rasional berdasarkan fase-fase kebutuhan yang berbeda-beda. Pemilihan metode kontrasepsi dibagi menjadi masa menunda kehamilan, masa mengatur/ menjarangkan kelahiran, dan masa mengakhiri kesuburan/ tidak hamil lagi (Manuaba, 1998).

(27)

Masa menunda kehamilan pertama, sebaiknya dilakukan oleh pasangan yang istrinya belum mencapai usia 20 tahun. Kriteria konsepsi yang diperlukan yaitu kontrasepsi dengan pulihnya kesuburan yang tinggi, artinya kembalinya kesuburan dapat terjamin 100%. Hal ini penting karena pada masa ini pasangan belum mempunyai anak serta efektifitas yang tinggi. Kontrasepsi yang cocok dan disarankan adalah pil KB, AKDR, dan cara sederhana.

Umur terbaik bagi ibu untuk melahirkan adalah usia 20-30 tahun. Pada masa menjarangkan kehamilan, kriteria kontrasepsi yang diperlukan yaitu efektifitas tinggi, reversibilitas tinggi karena pasangan masih mengharapkan mempunyai anak lagi, dapat dipakai 3-4 tahun sesuai jarak kelahiran yang direncanakan, serta tidak menghambat produksi air susu ibu (ASI). Kontrasepsi yang cocok dan disarankan menurut kondisi ibu yaitu AKDR, suntik KB, pil KB, atau implan.

Sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak dan umur istri lebih 30 tahun tidak hamil lagi. Kondisi keluarga seperti ini dapat menggunakan kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi karena jika terjadi kegagalan akan menyebabkan terjadinya kehamilan dengan resiko tinggi bagi ibu dan anak. Kontrasepsi yang cocok dan disarankan adalah metode KONTAP, AKDR, implan, suntik KB, dan pil KB.

Menurut Suratun et al (2008), pengelompokan metode kontrasepsi ada tiga yaitu metode kontrasepsi sederhana, metode kontrasepsi efektif, metode kontrasepsi mantap.

(28)

2.2.1 Metode Kontrasepsi Sederhana

Metode kontrasepsi sederhana antara lain : kondom, KB alami, intravag. Kondom merupakan sarung/ selubung karet yang berbentuk silinder, dapat terbuat dari lateks (karet), plastik (vinil) atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat bersenggama. Muaranya berbentuk tebal dan jika digulung berbentuk rata atau mempunyai bentuk seperti puting susu.

Kondom memiliki manfaat baik dari segi kontrasepsi maupun nonkontrasepsi. Manfaat kondom dari segi kontrasepsi antara lain :

a. Efektif bila digunakan dengan benar. b. Tidak menggangu produksi ASI. c. Tidak mengganggu kesehatan klien. d. Tidak mempunyai pengaruh sistemik. e. Murah dan dapat dibeli secara umum.

f. Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan khusus.

g. Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi lainnya harus ditunda. Sedangkan manfaat kondom dari segi nonkontrasepsi antara lain :

a. Memberi dorongan ke suami untuk ikut ber-KB. b. Dapat mencegah penularan IMS.

c. Mencegah ejakulasi dini.

d. Membantu mencegah terjadinya kanker serviks (mengurangi iritasi bahan karsinogenik eksogen pada serviks).

e. Saling berinteraksi sesama pasangan. f. Mencegah imuno infertilitas.

(29)

Namun, kondom juga memiliki keterbatasan antara lain : a. Efektivitas tidak terlalu tinggi.

b. Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi.

c. Agak mengganggu hubungan sesksual dan mengurangi sentuhan langsung. d. Pada beberapa klien menyebabkan kesulitan untuk mempertahankan ereksi. e. Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual.

f. Beberapa klien malu untuk membeli kondom di tempat umum.

g. Pembuangan kondom bekas menimbulkan masalah dalam hal limbah.

2.2.2 Metode Kontrasepsi Efektif

Metode kontrasepsi efektif adalah metode yang dalam penggunaannya mempunyai efektifitas atau tingkat kelangsungan pemakaian tinggi serta angka kegagalan rendah bila dibandingkan dengan metode kontrasepsi sederhana. Metode kontrasepsi efetktif ini terdiri dari pil KB, suntik KB, AKBK, dan AKDR.

1. Pil KB

Pil KB adalah suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau tablet di dalam strip yang berisi gabungan hormon estrogen dan progesteron atau yang hanya terdiri dari hormon progesteron saja (Suratun et al, 2008).

Keuntungan penggunaan pil KB antara lain : a. Reversibilitasnya atau kembalinya kesuburan tinggi. b. Mudah menggunakannya.

c. Mengurangi rasa sakit pada waktu menstruasi. d. Mencegah anemia defisiensi zat besi.

(30)

e. Mengurangi kemungkinan infeksi panggul dan kehamilan ektopik. f. Mengurangi resiko kanker ovarium.

g. Cocok sekali digunakan untuk menunda kehamilan pertama dari PUS muda. h. Tidak mempengaruhi produksi ASI pada pil yang mengandung antara lain

exluton/ mini pil.

i. Tidak mengganggu hubungan seksual.

Sedangkan kerugian penggunaan pil KB antara lain : a. Memerlukan disiplin pemakai.

b. Dapat mengurangi ASI pada pil yang mengandung estrogen. c. Dapat meningkatkan resiko infeksi klamidia.

d. Nyeri payudara.

e. Berhenti haid, tetapi pada penggunaan pil kombinasi jarang terjadi. f. Mual, terutama pada 3 bulan pertama pemakaian.

g. Dapat meningkatkan tekanan darah.

h. Tidak dianjurkan pada wanita yang berumur di atas 30 tahun karena akan mempengaruhi keseimbangan metabolisme tubuh.

2. Suntik KB

(31)

terganggu. Sedangkan suntikan progestin bekerja dengan mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma (Arum, 2009).

Keuntungan suntik KB antara lain :

a. Sangat efektif (0,3 kehamilan per 100 perempuan dalam 1 tahun pertama. b. Pencegahan kehamilan jangka panjang.

c. Tidak berpengaruh pada hubungan suami isteri.

d. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah.

e. Tidak mempengaruhi ASI. f. Sedikit efek samping.

g. Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai perimenopause. h. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik. i. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara.

j. Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul. k. Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sicle cell).

Sedangkan keterbatasan suntik KB antara lain :

a. Klien sangat tergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan (harus kembali sesuai jadwal suntikan).

b. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikutnya. c. Tidak mencegah infeksi menular seksual (IMS).

d. Terlambatnya kembalinya kesuburan setelah penghentian pemakaian.

(32)

3. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)

Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK) atau implan adalah alat kontrasepsi yang disusupkan di bawah kulit yang mengandung progestin yang dibungkus dalam kapsul silastik silikon polidimetri. AKBK merupakan salah satu metode kontrasepsi yang efektif dan nyaman serta dapat dipakai oleh semua ibu dalam usia reproduksi.

Keuntungan AKBK dari segi kontrasepsi antara lain : a. Daya guna tinggi.

b. Cepat bekerja 24 jam setelah pemasangan. c. Perlindungan jangka panjang.

d. Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan. e. Tidak memerlukan periksa dalam.

f. Bebas dari pengaruh estrogen.

g. Tidak mengganggu proses senggama. h. Tidak mempengaruhi ASI.

i. Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan. j. Dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan

Keuntungan dari segi nonkontrasepsi antara lain : a. Mengurangi jumlah darah haid.

b. Mengurangi/ memperbaiki anemia.

c. Melindungi terjadinya kanker endometrium.

d. Menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara.

e. Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul.

(33)

f. Menurunkan angka kejadian endometriosis.

Namun, AKBK juga memiliki keterbatasan antara lain :

a. Membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan. b. Tidak mencegah infeksi menular seksual.

c. Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk pencabutan.

d. Efektivitas menurun bila menggunakan obat tuberkulosis atau obat epilepsi

4. Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)

AKDR atau Intra Uterine Device (IUD) adalah alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim dengan menjepit kedua saluran yang menghasilkan indung telur sehingga tidak terjadi pembuahan, terdiri dari bahan plastik polietilena, ada yang dililit oleh tembaga dan ada yang tidak.

Keuntungan AKDR antara lain :

a. Efektivitas tinggi, 99,2-99,4% ( 0,6 –0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama).

b. Dapat efektif segera setelah pemasangan. c. Metode jangka panjang.

d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat. e. Tidak mempengaruhi hubungan sosial.

f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil. g. Tidak ada efek samping hormonal.

h. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.

(34)

i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi).

j. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir). k. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.

l. Membantu mencegah kehamilan ektopik. Sedangkan keterbatasan AKDR antara lain : a. Tidak mencegah IMS.

b. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang sering berganti pasangan.

c. Diperlukan prosedur medis termasuk pemeriksaan pelvis. d. Klien tidak dapat melepas AKDR sendiri.

e. Klien harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu. Untuk

melakukan ini perempuan harus memasukkan jarinya ke dalam vagina, sebagian perempuan tidak mau melakukan ini.

2.2.3 Metode Kontrasepsi Mantap (KONTAP)

Kontrasepsi mantap adalah salah satu cara kontrasepsi dengan tindakan pembedahan atau dengan kata lain setiap tindakan pembedahan pada saluran telur wanita atau saluran mani yang mengakibatkan orang atau pasangan yang bersangkutan tidak akan memperoleh keturunan lagi. Istilah lain dari kontap adalah sterilisasi atau MOW singkatan dari medis operatif wanita sering juga disebut dengan tubektomi dan MOP atau medis operatif pria dengan jenis vasektomi.

(35)

1. Vasektomi

Vasektomi atau Medis Operatif Pria (MOP) merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk mengahalangi keluarnya sperma dengan cara mengikat atau memotong saluran mani (vas deffrent) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama.

Keuntungan vasektomi antara lain : a. Tidak ada mortalitas.

b. Morbiditas kecil sekali.

c. Pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit.

d. Dilakukan dengan anestesi lokal/ pembiusan setempat dan hanya berlangsung kurang 15 menit.

e. Efektif karena dapat dicek kepastiannya di laboratorium. f. Tidak mengganggu hubungan seks selanjutnya.

Sedangkan kelemahan vasektomi antara lain : a. Harus dengan tindakan pembedahan.

b. Masih adanya keluhan seperti kemungkinan pendarahan dan infeksi.

c. Harus menunggu hasil pemeriksaan sperma dalam beberapa hari atau minggu

untuk dapat berhubungan dengan bebas agar tidak terjadi kehamilan. d. Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin mempunyai anak lagi.

2. Tubektomi

(36)

atau memotong pada kedua saluran tuba. Dengan demikian ovum yang matang tidak akan bertemu dengan sperma karena adanya hambatan pada tuba.

Keuntungan tubektomi antara lain :

a. Efektivitasnya tinggi 99,5% (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun

pertama penggunaan).

b. Tidak mempengaruhi proses menyusui.

c. Tidak bergantung pada faktor sanggama.

d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.

e. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.

f. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual.

g. Berkurangnya risiko kanker ovarium.

Sedangkan keterbatasan tubektomi antara lain :

a. Harus dipertimbangkan sifat permanen kontrasepsi ini (tidak dapat dipulihkan kembali, kecuali dengan operasi rekanalisasi).

b. Klien dapat menyesal di kemudian hari.

c. Rasa sakit/ ketidaknyamanan dalam jagka pendek setelah tindakan. d. Dilakukan oleh dokter yang terlatih.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi

(37)

kerja sama BPS dan Universitas Sriwijaya tahun 1980, terdapat hubungan jumlah anak masih hidup,umur, pendidikan, pekerjaan, kepemilikan radio dan televisi dalam penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia.

Pengaruh umur terhadap pemakaian kontrasepsi juga menunjukkan pola berbentuk huruf “U” terbalik. Dimana proporsinya terus meningkat dengan meningkatnya umur wanita sampai pada kelompok 30-34 tahun dan kemudian berangsur menurun sampai pada kelompok umur 45-49 tahun. Selain itu, proporsi pemakaian kontrasepsi yang tertinggi adalah kelompok wanita setelah melakukan perkawinan pertamannya 10-14 tahun. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan umur karena umurnya akan lebih tua dari pada mereka yang masih belum lama melakukan perkawinan pertamanya. Mereka yang berumur lebih tua ada kecenderungan merasa tidak memerlukan lagi memakai kontrasepsi karena merasa aman untuk tidak melahirkan lagi.

Pola pemakaian kontrasepsi menurut pendidikan menunjukkan hubungan yang positif yaitu semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin besar tingkat proporsi pemakaian kontrasepsi. Kenaikan proporsi pemakaian kontrasepsi yang terbesar adalah dari tidak sekolah ke tidak tamat sekolah dasar, baik di kota maupun di pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya peranan pendidikan dalam mempengaruhi pemakaian kontrasepsi. Oleh karena itu, pendidikan minimal SLTP atau setidak-tidaknya bebas dari buta huruf menjadi perhatian bagi pemerintah dalam melaksanakan prorgam ini.

(38)

tingkat pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan, indeks kesejahteraan, jumlah anak lahir hidup, jumlah anak masih hidup, peran wanita dalam pengambilan keputusan, pengetahuan tentang kontrasepsi, peran pasangan dalam memakai kontrasepsi, keterpaparan informasi dalam 6 bulan terakhir baik dari media masa, media cetak, petugas, toma/toga dan keluarga.

Variabel yang paling mempengaruhi dari 14 variabel di atas adalah umur wanita. Wanita yang berumur 30 tahun atau lebih akan berpeluang untuk memakai kontrasepsi MJKP sebesar 4 kali dibandingkan dengan mereka yang berumur lebih muda atau kurang dari 30 tahun. Umur ini tentunya sangat terkait nantinya dengan jumlah anak yang dimiliki dan keinginan untuk tambah anak lagi. Dapat dijelaskan pula, bahwa untuk memakai kontrasepsi jangka panjang jika umur lebih tua akan lebih bertahan. Selain itu, pendidikan juga mempengaruhi pemilihan MKJP. Wanita yang berpendidikan tinggi akan berpeluang untuk memakai kontrasepsi MJKP sedikit lebih tinggi dari mereka yang berpendidikan rendah.

Pekerjaan juga mempengaruhi pemakaian kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Jika seorang wanita bekerja maka tentunya keinginan untuk menambah anak lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Wanita yang bekerja mempunyai peluang lebih besar memakai kontrasepi MKJP karena wanita pekerja ingin mengatur kehamilannya agar dapat bekerja lebih baik, tidak hamil dan mempunyai anak dalam waktu tertentu sesuai dengan yang direncanakan.

(39)

utamanya mengenai kontrasepsi hormonal. Petugas kesehatan sangat banyak berperan dalam tahap akhir pemakaian alat kontrasepsi. Calon akseptor yang masih ragu-ragu dalam pemakaian alat kontrasepsi akhirnya memutuskan untuk memakai alat kontrasepsi hormonal setelah mendapat dorongan maupun anjuran dari petugas kesehatan. Petugas kesehatan merupakan pihak yang mengambil peran dalam tahap akhir proses pemakaian alat kontrasepsi.

Penelitian Hutauruk (2006) dengan disain cross sectional menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pelayanan alat kontrasepsi dengan penggunaan alat kontrasepsi. Ketersediaan pelayanan alat kontrasepsi terwujud dalam bentuk tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan (tempat pelayanan kontrasepsi). Untuk dapat digunakan, pertama kali suatu metode kontrasepsi harus tersedia dan mudah diperoleh. Promosi metode kontrasepsi melalui media, melalui kontak langsung oleh petugas program KB, oleh dokter dan sebagainya dapat meningkatkan secara nyata pemilihan metode kontrasepsi.

2.3 Kependudukan

2.3.1 Definisi Kependudukan

Kependudukan adalah hal ikhwal yang berkaitan dengan jumlah, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas, kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, serta lingkungan penduduk, (Arum, 2009).

(40)

Dalam demografi, ada tiga fenomena yang merupakan bagian penting daripada penduduk yaitu dinamika kependudukan, komposisi penduduk, besar dan persebaran penduduk. Komposisi penduduk merupakan pengelompokan penduduk berdasarkan ciri-ciri tertentu yaitu biologis, sosial, ekonomi, dan grafis. Biologi meliputi umur dan jenis kelamin. Sosial meliputi tingkat pendidikan, status perkawinan, dan sebagainya. Ekonomi meliputi penduduk yang aktif secara ekonomi, lapangan pekerjaan, tingkat pendapatan, dan sebagainya. Geografis meliputi tempat tinggal, daerah perkotaan, pedesaan, provinsi, kabupaten, dan sebagainya (Lembaga Demografi FE UI, 1981.

2.3.2 Faktor Kependudukan

1. Rata-Rata Umur Kawin Pertama

Usia perkawinan wanita mempunyai pengaruh bagi perkembangan penduduk karena berpengaruh terhadap fertilitas. Selain itu, usia perkawinan juga berpengaruh terhadap stabilitas suatu keluarga, terhadap kesehatan ibu, dan terhadap anak yang yang dilahirkan. Semakin rendah usia perkawinan pertama, semakin besar resiko yang dihadapi selama masa kehamilan/ melahirkan, baik keselamatan ibu dan anak. Kondisi ini disebabkan belum matangnya rahim wanita muda untuk proses berkembangnya janin atau belum siapnya mental menghadapi proses kehamilan. Sebaliknya semakin tinggi usia perkawinan yang melampaui batas yang dianjurkan juga sangat beresiko pada masa kehamilan dan melahirkan (BPS, 2013).

(41)

2. Angka Harapan Hidup

Angka harapan hidup (AHH) adalah rata-rata perkiraan banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang selama hidup. Secara umum, tingkat kesehatan penduduk suatu wilayah juga dapat dinilai dengan melihat Angka Harapan Hidup penduduknya. Angka ini sekaligus memperlihatkan keadaan dan sistem pelayanan kesehatan yang ada dalam suatu masyarakat karena dapat dipandang sebagai suatu bentuk akhir dari hasil upaya peningkatan tarif kesehatan secara keseluruhan. Kebijakan peningkatan kesehatan antara lain bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membiasakan diri untuk hidup sehat sehingga sangat membantu memperpanjang angka harapan hidup penduduk. Di samping itu, adanya peningkatan taraf sosial ekonomi masyarakat memungkinkan penduduk untuk memperoleh perawatan kesehatan yang lebih baik sehingga dapat memperpanjang usia (BPS, 2013).

3. Angka Melek Huruf

Yang dimaksud dengan Angka Melek Huruf (AMH) adalah angka yang menunjukkan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis dengan menggunakan huruf latin atau huruf lainnya. Pembatasan penghitungan angka melek huruf pada kelompok 15 tahun ke atas adalah untuk membatasi proporsi penduduk yang usianya dianggap telah mencukupi untuk belajar membaca dan menulis dalam huruf latin atau huruf lainnya baik melalui jalur formal yaitu di sekolah maupun lewat jalur informasi yaitu di luar sekolah (BPS, 2013).

(42)

4. Rata-Rata Lama Sekolah

Rata-rata lama sekolah didefinisikan sebagai rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah dijalani. Pencapaian pendidikan merupakan salah satu ukuran untuk menilai kemajuan suatu masyarakat karena masyarakat yang berpendidikan akan dapat lebih mudah menyerap informasi-informasi peradaban sehingga dapat meningkatkan kualitas penduduk daerah yang bersangkutan. Pendidikan juga mempunyai korelasi yang kuat dengan berbagai aspek sosial ekonomi. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang kuat dengan kualitas hidup dan kesejahteraan keluarga maupun masyarakat. Karena itu, pembangunan pendidikan sangat penting untuk mencetak generasi yang memiliki kemampuan dan kualitas unggul bagi kemajuan suatu bangsa (BPS, 2013).

5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Tingkat partisipasi angkatan kerja yaitu menggambarkan jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umur sebagai persentase penduduk dalam kelompok umur itu. Tingkat partisipasi angkatan kerja juga merupakan tingkat partisipasi total dari seluruh penduduk dalam usia kerja (Lembaga Demografi FE UI, 1981). Sedangkan menurut BPS (2013), tingkat partisipasi angkatan kerja merupakan indikator yang menggambarkan sejauh mana peran angkatan kerja di suatu daerah. Semakin tinggi nilai TPAK semakin besar pula keterlibatan penduduk usia kerja dalam pasar kerja.

(43)

2.4 Fasilitas Kesehatan

Fasilitas pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu mata rantai fasilitas pelayanan medis keluarga berencana yang pada umumnya terpadu dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan keluarga berencana dapat bersifat statis seperti klinik KB dan dinamis seperti mobil unit pelayanan KB.

2.4.1 Klinik KB

Klinik KB adalah fasilitas yang mampu dan berwenang memberikan pelayanan kontrasepsi, berlokasi dan terintergrasi di fasilitas pelayanan kesehatan dasar ataupun rumah sakit, dikelola oleh pemerintah termasuk TNI dan POLRI maupun swasta dan Lembaga Swadaya Organisasi Masyarakat (LSOM) serta telah terdaftar di dalam data K/0/KB (BkkbN, 2011).

2.4.2 Status Klinik KB

Status klinik KB adalah status pemilikan atau pengelolaan klinik KB yang dibedakan atas 2 (dua) macam pemilikan, yaitu pemerintah dan swasta. Klinik KB pemerintah adalah klinik KB yang dikelola dan dibiayai oleh pemerintah misalnya klinik KB pemerintah seperti puskesmas, rumah bersalin, rumah sakit, klinik KB milik TNI, klinik KB milik POLRI, dan klinik KB milik instansi pemerintah lainnya. Klinik KB swasta adalah klinik KB yang dikelola dan dibiayai oleh swasta dan atau LSOM misalnya klinik KB milik NU, klinik Kb milik Muhammadiyah, klinik KB milik PGI, klinik KB milik PERDHAKI, klinik KB milik Walubi, Klinik KB milik Hindu, Klinik KB milik Perusahaan, Klinik KB milik swasta lainnya (BkkbN, 2011).

(44)

2.4.3 Mobil Unit Pelayanan KB Keliling

Mobil Unit Pelayanan (MUYAN) KB Keliling adalah kendaraan roda empat yang berisi sarana pelayanan KB dan berfungsi sebagai Klinik KB bergerak. Pengadaan MUYAN KB Keliling diperuntukkan bagi kabupaten/ kota guna meningkatkan akses dan kualitas pelayanan KB khususnya masyarakat miskin, dan masyarakat di daerah terpencil dan jauh dari fasilitas pelayanan KB statis (Klinik KB). MUYAN KB Keliling didukung oleh suatu tim medis yang minimal terdiri dari dokter yang sudah dilatih untuk pelayanan insersi implan dan IUD, serta medis operatif pria (MOP); bidan yang sudah dilatih untuk pelayanan insersi implan dan IUD (BkkbN, 2011).

2.5 Tenaga Kesehatan

Menurut UU No. 36 Tahun 2009, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri di dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Prinsip penyelenggaraan SDM kesehatan (Adisasmito, 2014) yaitu :

1. Pengadaan tenaga kesehatan yakni mencakup jumlah, jenis dan kualifikasi tenaga kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan serta dinamika pasar di dalam maupun luar negeri.

2. Pendayagunaan tenaga kesehatan memerhatikan asas pemerataan pelayanan kesehatan serta kesejahteraan dan keadilan bagi tenaga kesehatan.

(45)

3. Pembinaan tenaga kesehatan diarahkan pada penguasaan ilmu dan teknologi serta pembentukan moral dan akhlak sesuai dengan ajaran agama dan etika profesi yang diselenggarakan secara berkelanjutan

4. Pengembangan karier dilaksanakan secara objektif, transparan, berdasarkan

prestasi kerja dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan secara nasional.

2.6 Analisis Korelasi Kanonik

2.6.1 Pengertian Analisis Korelasi Kanonik

Analisis Korelasi Kanonik merupakan teknik statistika peubah ganda yang menyelidiki hubungan antara dua gugus peubah (Dillon & Goldstein 1984). Hubungan antara dua gugus peubah bisa berbentuk simetrik dan juga tidak simetrik. Namun pada banyak penerapan dua gugus peubah tersebut tidak diperlakukan secara simetrik. Satu gugus diperlakukan sebagai gugus peubah penduga sedang gugus lainnya diperlakukan sebagai gugus peubah respon (Novriyadi, 2005).

2.6.2 Tujuan Analisis Korelasi Kanonik

Menurut Santoso (2014), tujuan analisis korelasi kanonik secara dasar sama dengan korelasi sederhana atau korelasi berganda, yakni ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel atau tidak. Namun, berbeda dengan korelasi sederhana, pada korelasi kanonik jumlah variabel dependen dan variabel independen lebih dari satu, sehingga alat analisis korelasi kanonik bisa digolongkan pada statistik multivariat.

(46)

2.6.3 Asumsi Analisis Korelasi Kanonik

Menurut Hair et al. yang dikutip dari Ningrum (2013), ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis korelasi kanonik yaitu:

1. Kelinieran, yaitu keadaan di mana hubungan antara gugus peubah X dengan

gugus peubah Y bersifat linier (garis lurus). Jika ditampilkan pada grafik akan berupa garis ke kanan atas atau ke kanan bawah. Asumsi linieritas dapat diketahui dari uji ANOVA (overall F Test), bila hasilnya nilai p < α maka model berbentuk linier. Atau dapat juga diketahui menggunakan scatter plot, namun pengujian dilakukan dengan berpasangan tiap dua data.

2. Tidak ada multikolinieritas. Multikolinieritas terjadi bila ada variabel independen berkorelasi sangat kuat dengan variabel independen lainnya, begitupun antarvariabel dependen. Untuk mengetahui multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat nilai koefisien r, bila nilai r > 0,8 maka terjadi multikolinieritas. Selain itu, dapat pula diketahui dari nilai VIF atau tolerance, bila nilai VIF > 10 atau tolerance ≥ 1 maka terjadi multikolinieritas.

3. Kenormalan pada kenormalan ganda (multivariate normality), di mana gugus

(47)

(misalnya, sangat timpang) tidak mengurangi korelasi dengan variabel lainnya. Karena pengujian normalitas secara multivariat sulit dilakukan, pengujian dapat dilakukan dengan uji normalitas terhadap masing-masing variabel, jika setiap variabel berdistribusi normal maka secara keseluruhan variabel-variabel tersebut juga akan memenuhi asumsi normalitas multivariat.

2.6.4 Proses Analisis Korelasi Kanonik

Menurut Santoso (2014), proses analisis korelasi kanonik antara lain : 1. Menentukan mana yang termasuk dalam kumpulan variabel dependen (set of

multiple dependent variable) dan mana yang termasuk dalam kumpulan variabel independen (set of multiple independent variable).

2. Menurunkan beberapa cannonical functions, yakni korelasi antara set variabel

dependen dengan set variabel independen.

3. Dari beberapa cannonical functions yang terbentuk akan diuji cannonical

function yang mana bisa digunakan. Pengujian dilakukan dengan uji signifikan, cannonical relationship, serta redudancy index.

4. Dari cannonical functions yang digunakan, dilakukan interpretasi hasil

menggunakan beberapa metode. Seperti cannonical weights, cannonical loadings atau cross cannonical loadings.

5. Melakukan validasi atas hasil output tersebut. Validasi biasanya dilakukan dengan membagi dua bagian sampel, lalu membandingkan kedua hasil yang ada. Jika perbedaan hasil kedua sampel tidak besar, bisa dikatakan korelasi kanonikal adalah valid.

(48)

2.7 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :

Perlengkapan klinik kb

2.8 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan antara faktor kependudukan, fasilitas kesehatan, dan

tenaga kesehatan dengan jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

2. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif

IUD di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

3. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif

tubektomi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

Faktor Kependudukan

Rata-rata umur kawin pertama (X1) Angka harapan hidup (X2)

Angka melek huruf (X3) Rata-rata lama sekolah (X4)

Tingkat partisipasi angkatan kerja (X5)

(49)

4. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif vasektomi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

5. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif kondom di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

6. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif implan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

7. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif

suntikan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

8. Ada hubungan antara faktor kependudukan dan jumlah akseptor aktif

pil di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

9. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif IUD di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

10. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif tubektomi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

11. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif vasektomi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

12. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif

kondom di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

13. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif

implan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

14. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif suntikan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

(50)

15. Ada hubungan antara fasilitas kesehatan dan jumlah akseptor aktif pil di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

16. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif IUD di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

17. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif tubektomi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

18. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif

vasektomi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

19. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif

kondom di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

20. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif implan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

21. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif suntikan di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

22. Ada hubungan antara tenaga kesehatan dan jumlah akseptor aktif pil di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei bersifat studi korelasi yaitu penelitian untuk melihat hubungan antara variabel bebas (faktor kependudukan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan) dan variabel terikat (jumlah akseptor aktif metode kontrasepsi) dengan menggunakan analisis korelasi kanonik.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 33 kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 hingga bulan Maret 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah data tahun 2012 yaitu data mengenai kependudukan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan jumlah akseptor aktif berdasarkan metode kontrasepsi yang meliputi 33 kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian adalah data tahun 2012 yaitu data mengenai kependudukan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, dan jumlah akseptor aktif

(52)

berdasarkan metode kontrasepsi yang meliputi 33 kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data sekunder pada tahun 2012 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) Provinsi Sumatera Utara. Data yang dikumpulkan dari BPS yaitu rata-rata umur kawin pertama, angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan tingkat partisipasi angkatan kerja. Sedangkan data yang dikumpulkan dari BkkbN adalah jumlah klinik kb pemerintah, jumlah klinik kb swasta, mobil unit pelayanan KB, jumlah tenaga dokter, jumlah tenaga bidan, jumlah tenaga perawat, dan peserta KB aktif (akseptor aktif) berdasarkan metode kontrasepsi.

3.5 Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional variabel pada penelitian ini adalah :

1. Analisis Korelasi Kanonik adalah metode analisis multivariat yang

digunakan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel dependen dan beberapa variabel independen.

2. Rata-rata umur kawin pertama adalah rata-rata umur kawin pertama di 33 kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

(53)

3. Angka harapan hidup adalah perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk di 33 kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

4. Angka melek huruf adalah proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang

bisa membaca dan menulis (baik huruf latin maupun huruf lainnya) di 33 kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

5. Rata-rata lama sekolah adalah lama sekolah (tahun) penduduk usia 15

tahun ke atas di 33 kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

6. Tingkat partisipasi angkatan kerja adalah jumlah angkatan kerja dalam suatu kelompok umur tertentu di 33 kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

7. Klinik KB pemerintah adalah jumlah klinik KB pemerintah di 33 kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

8. Klinik KB swata adalah jumlah klinik KB swasta di 33 kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

9. Mobil unit pelayanan KB adalah jumlah mobil unit pelayanan KB di 33

kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

10. Dokter adalah jumlah dokter yang berada di 33 kabupaten/ kota di

Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

11. Bidan adalah jumlah bidan yang berada di 33 kabupaten/ kota di Provinsi Sumatera Utara tahun 2012.

Gambar

Tabel 2.1 Pemilihan Metode Kontrasepsi Rasional
Tabel. 4.1
Tabel 4.2 Hasil Analisis Uji Kolmogorov-Smirnov
Tabel 4.3 Hasil Analisis Regresi (Coefficients)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi square , menyatakan hubungan yang bermakna antara fasilitas kesehatan dengan perilaku akseptor KB pria (p=0.000,

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG KONTRASEPSI PRIA TERHADAP MOTIVASI PRIA PUS MENJADI AKSEPTOR.. KB: VASEKTOMI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAUH PADANG

Berdasarkan penelitian yang diambil dari tahun 2009 - 2013 terdahulu faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi yaitu umur ibu, pendidikan,

Faktor-faktor yang mempengaruhi jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor di wilayah kerja puskesmas sering kecamatan medan tembung kota medan..

Uswatun Farida, 462008069, FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB DI PUSKESMAS TEGALREJO SALATIGA, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Untuk mengetahui pengaruh jumlah anak terhadap jenis alat kontrasepsi yang.

1) Kesehatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja, oleh karena itu pemerintah daerah diharapkan untuk memberi perhatian dalam hal

Berdasarkan uraian di atas serta data yang dipaparkan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait “hubungan pelibatan tenaga kesehatan dalam pemilihan kontrasepsi pil dengan