BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada
pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relative
tinggi. Esensi tugas program Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas
yaitu menurunkan fertilitas agar dapat mengurangi beban pembangunan demi
terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyat dan bangsa Indonesia.
Seperti yang disebutkan dalam UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, defenisi KB yakni upaya
meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan
peningkatan kesejahteraan keluarga guna mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan
sejahterah.
Jumlah Penduduk yang terus meningkat merupakan masalah besar bagi
negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang.Indonesia merupakan
Negara berkembang dengan jumlah Penduduk terbesar keempat setelah Cina,
India, dan Amerika Serikat.Dari data Sensus Penduduk tahun 2000 diketahui
bahwa penduduk Indonesia berjumlah 203,6 juta jiwa dengan Laju Pertumbuhan
Penduduk sebesar 1,49% dan jumlahnya akan terus bertambah sesuai dengan laju
pertumbuhan penduduk. Laju Pertambahan penduduk 1,49% per tahun yang
artinya setiap tahun jumlah penduduk Indonesia bertambah 3-3,5 juta jiwa. Bila
per tahun, maka jumlah tersebut pada tahun 2010 akan terus bertambah menjadi
249 juta jiwa atau menjadi 293,7 juta jiwa pada tahun 2015 (BKKBN, 2010).
Untuk mencegah terjadinya laju pertumbuhan penduduk yang terus
meningkat, pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan dengan
program Keluarga Berencana (KB). Sasaran program KB adalah terkendalinya
pertumbuhan penduduk dan meningkatnya keluarga kecil yang berkualitas. Untuk
mencapai sasaran tersebut, maka disusun beberapa arahan kebijakan, salah
satunya adalah peningkatan pemakaian alat kontrasepsi yang lebih efektif serta
efisien untuk jangka waktu panjang (Dyah Novianty, 2009).
Keluarga Berencana dirumuskan sebagai upaya pningkatan kepedulian dan
persn serta masyarakat melalui batas usia perkawinan, pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahterah (BKKBN, 2010).
Menurut WHO (1970) Keluarga Berencana adalah program yang
bertujuan membantu pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak
diinginkan, mendapatkan kelahran yang diinginkan, mengatur interval diantara
kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami
dan istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.(Hartanto, 2009)
Usia antara 15 - 49 tahun merupakan usia subur bagi seorang perempuan
karena pada rentang usia tersebut kemungkinan prempuan melahirkan anak cukup
besar. Semakin banyak jumlah Pasangan usia subur (PUS) maka peluang
banyaknya anak yang dilahirkan juga semakin besar. Semakin banyak jumlah
kebutuhan material dan spiritual anggota rumah tangganya. Dengan demikian
pembatasan jumlah anak perlu diperhatikan agar tercapai keluarga yang
sejahterah. Salah satu cara untuk menekan laju pertumbuhan penduduk adalah
melalui program KB. Berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional ( Susenas)
angka cakupan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita berumur 15-49 tahun dan
berstatus kawin yang pernah menggunakan alat KB adalah 79,76%. Dari
perempuan usia 15-49 tahun yang berstatus kawin sebesar 57,91% diantaranya
sedang menggunakan alat KB (Susenas, 2009).
Pada awal tahun 2010, pemerintah telah melakukan sensus penduduk dan
diperoleh jumlah penduduk Indonesia saat itu adalah 237.556.363 jiwa yang
tersebar dari sabang sampai merauke dengan tingkat kepadatan 124/km² (BPS,
2010). Adapun jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara sebanyak 12.982.204
jiwa, mencakup mereka yang bertempat tinggal di perkotaan sebanyak 6.382.672
(49,16%), sedangkan yang tinggal di daerah pedesaan sebanyak 6.599.532
(50,84%) dengan kepadatan penduduk 178 jiwa/km² dan laju pertumbuhan
penduduk 1,10 % per tahun (BPS, 2010).
Penggunaan alat atau cara KB pada kelompok usia 10-49 tahun dan
pasangannya secara nasional adalah 55,85%. Kelompok usia reproduksi 25-39
tahun adalah pengguna alat kontrasepsi terbanyak 62%. Jenis alat kontrasepsi
yang digunakan secara nasional, di dominasi dengan cara suntik (32,3%)
selanjutnya pil (12,8%), AKDR/spiral (5,1%) sterilisasi wanita (2,1%), dan susuk
Berdasarkan penelitian Israr,Y, dkk (2008) tentang mutu pelayanan di
puskesmas dimana hasilnya menunjukkan masih rendahnya cakupan KB metode
kontrasepsi jangka panjang dikarenakan masih rendahnya pengetahuan wanita
pasangan usia subur tentang metode kontrasepsi jangka pnjang dengan 5%
pengunjung yang datang ke puskesmas tersebut disebabkan karena kualitas
pelayanan KB yang kurang baik. Hal ini juga berkaitan dengan penelitian Azwar,
A (1999) tentang upaya meningkatkan mutu pelayanan metode kontrasepsi jangka
panjang di rumah sakit masih rendah. Sedangkan hasil penelitian Endah Winarni,
dkk (2000) menunjukkan bahwa karakteristik responden wanita pasangan usia
subur dimana umur sangat mempengaruhi pemakaian metode kontrasepsi jangka
panjang dengan menyatakan semakin tua umur semakin tinggi proporsi wanita
memakai metode kontrasepsi jangka panjang dengan jumlah anak tidak
menunjukkan hubungan yang erat dengan pemakaian metode kontrasepsi jangka
panjang, sehingga proporsi tertinggi didapat pada wanita dengan jumlah anak 4
(empat) orang atau lebih dengan jarak anak kurang dari 2 tahun. Selain itu,
pemberian informasi juga sangat mempengaruhi pemilihan alat kontrasepsi jangka
panjang,dimana hasil penelitiannya juga menyatakan semakin banyak wanita
pasangan usia subur menerima informasi tentang metode kontrasepsi jangka
panjang,maka semakin tinggi angka proporsi pemakaian alat kontrasepsi jangka
panjang.
Sasaran strategis lain dilevel nasional adalah meningkatnya Contraseptive
Prevalence Rate (CPR) cara modern dari 57,4% menjadi 65% dan menurunnya
dari 9,1% menjadi 5%. Selain itu, menurunnya Age Spesific Fertility Rate
(ASFR) 15-19 tahun dari 35 menjadi 30 per 1000 perempuan,meningkatnya
median usia kawin pertama perempuan dari 19,8 menjadi 21 tahun, menurunnya
kehamilan tidak diinginkan dari 19,7% menjadi 15%, meningkatnya Peserta KB
Baru (PB) pria dari 3,6 menjadi 5 persen, juga meningkatnya kesertaan ber-KB
PUS Keluarga Pra Sejahtera dan KS I anggota kelompok usaha ekonomi produktif
dari 85,7% menjadi 87% dan Bina Keluarga menjadi 70%. Sasaran strategis
lainnya adalah meningkatnya partisipasi keluarga mempunyai anak dan remaja
dalam Bina Keluarga Balita (BKB) dan Bina Keluarga Keluarga Remaja (BKR),
menurunnya disparitas TFR, CPR dan unmet need antar wilayah dan antar sosial
ekonomi (tingkat pendidikan dan ekonomi), meningkatnya keserasian kebijakan
pengendalian penduduk dengan pembangunan lainnya, terbentuknya Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) di 435
Kabupaten/Kota serta meningkatnya jumlah Klinik KB yang memberikan
pelayanan KB sesuai SOP (informed consent) dari 20% menjadi sebesar 85%
(Mardiya, 2010)
Salah satu strategi dari pelaksanaan program KB sendiri seperti tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 adalah
meningkatnya penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang seperti IUD (Intra
Unterine Device),Implant (susuk),dan sterilisasi.(Imbarwati,2009). Salah satu
sasaran program KB dalam RKP 2011 menargetkan cakupan pasien baru yang
menggunakan MKJP sebesar 12,5% dan pasien aktif yang menggunakan MKJP
Hasil pelayanan Peserta KB Baru di Sumatera Utara sampai dengan bulan
Desember 2014 mencapai 419.691 peserta atau 101,1% dari perkiraan permintaan
masyarakat sebagai peserta (PPM) KB Baru tahun 2014 sebanyak 414.958
peserta. Berarti pencapaian rata-rata perbulan diatas 8% dan apabila persentase
pencapaian rata-rata ini dapat di pertahankan, maka sasaran pencapaian peserta
KB Baru tahun 2014 akan tercapai. Dari pencapaian sebanyak 419.691 peserta KB
Baru tersebut , peserta KB IUD mencapai 30.612 peserta atau 57,9%, KB dengan
metode Medis Operasi Pria (MOP) mencapai 3.671 peserta atau 74,0% dan
Medis Operasi wanita (MOW) mencapai 10.176 peserta atau 72,3%, KB Kondom
mencapai 49.431 peserta atau 141,9 %, KB Implant mencapai 58.034 peserta atau
57,4%, KB Suntik mencapai 135.252 peserta atau 159,2% dan KB PIL mencapai
132.515 peserta atau 108,4%. Dari 33 Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara angka
persentase pencapaian peserta KB Baru sampai dengan bulan Desember 2014
yang paling tinggi adalah Kabupaten Batu Bara, yakni 129,3% dan yang paling
rendah adalah Kabupaten Nias Barat yakni hanya 26,3% dari sasaran yang telah
diperkirakan sampai akhir tahun 2014. Berdasarkan tempat pelayanan, ternyata
pada tahun 2014 peserta KB Baru yang dilayani melalui Klinik KB Pemerintah
mencapai 91,17% menyusul melalui bidan praktek swasta mencapai 84,04%,
melalui Klinik KB Swasta mencapai 86,40% dan sebanyak 68,94% melalui dokter
praktek swasta. Sedangkan perkembangan pasangan usia subur yang aktif sebagai
peserta KB yang dilaporkan dari kabupaten/kota sampai dengan bulan Desember
2014 mencapai 1.630.298 pasangan atau 69.3% dari 2.354.389 pasangan usia
kontrasepsi para pasangan usia subur yang masih aktif sebagai peserta KB terdiri
dari pemakaian alat kontrasepsi PIL mencapai 19,84% menyusul pemakaian
Suntikan mencapai 21,62%, mengunakan IUD mencapai 7,58%, dengan metode
medis operasi wanita (MOW) mencapai 5,10%, peserta Implant mencapai 9,25%,
pemakaian Kondom mencapai 5,27% dan dengan metode medis operasi pria
(MOP) hanya 0,6% dari jumlah pasangan usia subur yang aktif sebagai peserta
KB. Tantangan pelaksanaan Program KB di Sumatera Utara ke depan masih
cukup berat, terutama dari 2.354.389 pasangan usia subur yang ada di Sumatera
Utara, ada sebanyak 724.091 pasangan usia subur yang bukan peserta KB ,
dengan kondisi sebanyak 79.913 pasangan saat ini sedang dalam keadaan hamil,
sebanyak 258.337 pasangan tidak ikut KB dan masih ingin memiliki anak dengan
segera, 188.965 pasangan tidak ber KB tapi belum ingin memiliki anak dan ada
sebanyak 196.876 pasangan juga belum ber KB tapi tidak ingin memiliki anak
lagi. Untuk itu BKKBN Provinsi Sumatera Utara bersama dengan mitra kerja
terkait, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota akan lebih meningkatkan
pemerataan pelayanan , pemberian advokasi dan KIE disemua tingkatan wilayah ,
terutama pada wilayah-wilayah yang tertinggal, terpencil , pantai dan perbatasan
dalam rangka meningkatkan kesertaan masyarakat ikut dalam program KB
(BkkbN Provinsi Sumatera Utara, 2014).
Dari hasil pelayanan Peserta KB Baru di Kota Medan sampai dengan
bulan Desember 2014 mencapai 58.768 peserta atau 110,71% dari perkiraan
permintaan masyarakat sebagai peserta (PPM) KB Baru tahun 2014 sebanyak
persentase pencapaian rata-rata ini dapat dipertahankan, maka sasaran pencapaian
peserta KB Baru tahun 2014 tercapai. Dari pencapaian sebanyak 58.768 peserta
KB Baru tersebut , peserta KB IUD mencapai 3.120 peserta atau 5,87%, KB
dengan metode Medis Operasi Pria (MOP) mencapai 774 peserta atau 1,45% dan
Medis Operasi wanita (MOW) mencapai 2.307 peserta atau 4,34% , KB Kondom
mencapai 5.681 peserta atau 10,70%, KB Implant mencapai 4.052 peserta atau
7,63% , KB Suntik mencapai 24.091 peserta atau 45,38% dan KB PIL mencapai
18.743 peserta atau 35,30%.( BPPKB Sumut, 2014 ).
Data laporan Badan Pemberdayaan Perempuan Dan KB (BPPKB, 2014)
untuk wilayah Puskesmas Kecamatan Medan Tembung angka cakupan pemakaian
akseptor alat kontrasepsi sebanyak 13694 (68,71%) pasangan usia subur, dimana
alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah alat kontrasepsi Non MKJP
yaitu: Suntik 40,68%, Pil 29,63%, sedangkan IUD 11,52%,Implan 10,12%,MOW
4,18%,Kondom 2,82% sedangkan MOP sebanyak 1,04%.
Berdasarkan hasil survey pendahuluan peneliti bahwa Angka cakupan
akseptor yang diperoleh dari Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan
Tembung pada tahun 2014 (Januari-Desember) tercatat 1332 akseptor wanita
pasangan usia subur yang menggunakan metode alat kontrasepsi. Dari jumlah
tersebut pengguna yang paling banyak menggunakan alat kontrasepsi adalah alat
kontrasepsi yang bukan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang( alat Kontrasepsi Pil
sebesar 671 orang dan alat kontrasepsi Suntik sebanyak 642 orang), sedangkan
untuk pemakaian alat kontrasepsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang ( alat
dan MOW 0% (tidak ada). Dari jumlah tersebut pengguna yang paling banyak
menggunakan kontrasepsi adalah kontrasepsi yang bukan metode kontrasepsi
jangka panjang yaitu menggunakan kontrasepsi pil, dan suntik sedangkan untuk
pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang masih rendah yaitu implan, IUD,
MOW dan MOP. Dari hasil survei tersebut dapat dilihat bahwa masih rendahnya
wanita pasangan usia subur yang menggunakan metode kontrasepsi jangka
panjang dimana wanita pasangan usia subur yang ada diwilayah kerja puskesmas
sering mengalami kesulitan di dalam menentukan jenis alat kontrasepsi. Hal ini
tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga karena
ketidaktahuan wanita pasangan usia subur tentang persyaratan dan keamanan
metode kontrasepsi tersebut. Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh dalam
pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang yaitu umur, pengetahuan, jumlah
anak, ketersediaan alat kontrasepsi, pelayanan petugas kesehatan, media
informasi, biaya pemasangan, dan dukungan suami. Oleh karena masih
rendahnya wanita pasangan usia subur yang menggunakan pemakaian metode
kontrasepsi jangka panjang membuat penulis tertarik untuk mengetahui dan
melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi jenis alat
kontrasepsi yang digunakan akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas Sering
Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015.
1.2. Perumusan Masalah
Masih rendahnya wanita pasangan usia subur yang menggunakan
pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang membuat penulis tertarik untuk
jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas
Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jenis alat kontrasepsi
yang digunakan akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan
Tembung Tahun 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh umur terhadap jenis alat kontrasepsi yang
digunakan akseptor.
b. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap jenis alat kontrasepsi yang
digunakan akseptor.
c. Untuk mengetahui pengaruh jumlah anak terhadap jenis alat kontrasepsi yang
digunakan akseptor.
d. Untuk mengetahui pengaruh ketersediaan alat kontrasepsi terhadap jenis alat
kontrasepsi yang digunakan akseptor.
e. Untuk mengetahui pengaruh petugas kesehatan terhadap jenis alat kontrasepsi
yang digunakan akseptor.
f. Untuk mengetahui pengaruh media informasi terhadap jenis alat kontrasepsi
yang digunakan akseptor.
g. Untuk mengetahui pengaruh biaya pemasangan terhadap jenis alat
h. Untuk mengetahui pengaruh Dukungan Suami terhadap jenis alat kontrasepsi
yang digunakan akseptor.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung
dalam peningkatan pemakaian alat kontrasepsi yaitu khususnya pemakaian
metode kontrasepsi jangka panjang untuk bulan berikutnya.
2. Sebagai bahan informasi dan masukan pihak- pihak lain yang membutuhkan