• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PERBUATAN CABUL TERHADAP ANAK DI KOTA MEDAN

A. Kebijakan Penal (Penal Policy) 1 Penegakan Hukum Pidana

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, ada beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum,107 yaitu:

a. Faktor Hukum

Peraturan perundang-undangan merupakan suatu sarana untuk menunjang penegakan hukum agar hukum tersebut dapat berlaku secara efektif. Dengan demikian perumusannya harus jelas dan tegas sehingga dapat dimengerti secara jelas oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang pendidikan. Perumusan hukum yang kurang jelas maksud dan tujuannya akan menimbulkan kekaburan makna bagi masyarakat. Para pembuat hukum tidak dapat hanya menggunakan

107

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1983), hlm. 8 

bahasa-bahasa hukum yang mungkin hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik, sedangkan tujuan dibuatnya hukum itu adalah masyarakat luas, yakni masyarakat yang heterogen, baik dari segi kebudayaan, pendidikan maupun latar belakang ekonomi. Sudjono Dirjosisworo menyatakan bahwa:

“hukum menghendaki agar apa yang dituju dirumuskan dengan jelas terlebih dahulu dalam arti:

a. dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kekaburan makna;

b. dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan arah pelaksanaannya denga jelas (operasional);

c. tujuan itu hendaknya konsisten dengan tujuan-tujuan lain yang hendak dicapai olah masyarakat108.

Pasal 290 KUHP merumuskan perumusan pasal yang maknanya dapat membuat pelaku membenarkan dirinya, misalnya kalimat yang menyatakan “padahal

diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas”, kalimat ini memberikan peluang bagi pelaku

untuk mengatakan bahwa ia tidak mengetahui atau tidak dapat menduga bahwa korban belum dewasa. Pasal 293 KUHP merumuskan kalimat yang lebih kabur dan sulit dimengerti daripada Pasal 290 sebelumnya, sehingga bagi masyarakat luas sering terjadi ketidakmengertian atas kalimat tersebut. Berbeda dengan dua pasal sebelumya, Pasal 82 UU No. 23 Tahun 2002 merumuskan dengan lebih tegas bahwa orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap anak, terlepas dia tahu atau tidak tahu bahwa umurnya belum dewasa, pasal ini menjerat siapa saja yang menjadi

108

Sudjono Dirdjosisworo, Sosiologi Hukum. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 14 

pelaku perbuatan cabul terhadap anak. Pada prakteknya, tahun 2007 sampai 2010, pengaduan perbuatan cabul di Polresta Medan lebih banyak dijerat dengan Pasal 290 dan 293 KUHP.

b. Faktor Penegak Hukum

Penegak hukum yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang suatu permasalahan akan sangat mempengaruhi kinerjanya mengatasi sebuah masalah. Misalnya mengenai peraturan perundang-undangan yang ada, jika penegak hukum tidak mengetahui perundang-undangan di luar KUHP yang sedang berlaku tentang sebuah tindak pidana, maka akan sulit untuk menjerat pelaku atas perbuatan yang telah dilakukannya, seperti yang terjadi di Polresta Medan, dimana polisi menganggap bahwa tindak pidana perbuatan cabul hanya terdapat di dalam KUHP saja, sehingga dalam pengaduan masyarakat, pihak kepolisian menyelidiki berdasarkan unsur-unsur yang ada pada pasal tersebut saja. Bayangkan saja jika Jaksa dan Hakim pun berpendapat sama, maka akan sangat besar peluang pelaku untuk lolos dari jeratan pasal tersebut.

Selain pengetahuan yang luas tentang perundang-undangan, polisi juga harus memiliki ketegasan, kesigapan dan benar-benar menjalankan misinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakat. Pada kenyataannya, masyarakat tidak merasa puas dengan pelayanan kepolisian dalam menangani kasus yang mereka hadapi, terutama tindak pidana perbuatan cabul terhadap anak. Seperti yang terjadi akhir-akhir ini dimana masyarakat sangat menyesalkan kinerja unit Perlindungan Perempuan dan Anak (Unit PPA) Polresta Medan, yang dianggap kurang maksimal

dalam melayani pengaduan dari masyarakat. Masyarakat menilai para personilnya hanya bisa membentak masyarakat yang membuat laporan dan malas bekerja, hanya terima pengaduan saja, namun lamban memprosesnya, bahkan sampai kasus sodomi yang dilakukan ayah tiri terhadap anaknya hingga akhirnya anak tersebut menderita depresi pun belum kunjung diproses.109 Kekecewaan yang sama juga dialami oleh seorang ibu yang sudah dua minggu melaporkan pemerkosaan terhadap anaknya ke Unit PPA Polresta Medan, namun belum diproses sama sekali.110

c. Faktor Sarana atau Fasilitas yang Mendukung Penegakan Hukum

Faktor ini memiliki pengaruh yang cukup berarti. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, dan keuangan yang cukup111. Penegakan hukum tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam operasionalnya, namun anggaran pemerintah bagi aparat penegakan hukum sangat minim sehingga sulit dalam menegakkan hukum. Selain itu menangani laporan perbuatan cabul, aparat penegak hukum sering terkendala dalam melakukan visum, dimana visum harus dilakukan di rumah sakit sehingga besar kemungkinan dokter

109

DON/MBB, edisi Senin 13 Juni 2011.

http://www.starberita.com/index.php?option=com_content&view=article&id= 29392:pelayanan-unit-ppa-polresta-medan-disesalkan-warga&catid=103:hukum-a- kriminal&Itemid=410, di akses tanggal 1 Juli 2011.

110

Johan, http://www.posmetro-medan.com/index.php?open=view&newsid=16709, diakses tanggal 1 Juli 2011. 

111

ahli yang menangani visum diintervensi oleh pihak tersangka untuk memberikan keterangan yang tidak sesungguhnya kepada kepolisian sehingga menyulitkan kepolisian dalam melakukan penyelidikan, sehingga dibutuhkan dokter khusus kepolisian yang menangani khusus masalah visum terhadap korban perbuatan cabul agar hasil yang diperoleh lebih asli dan maksimal.112 Selain itu, lembaga pemasarakat juga perlu dimaksimalkan karena sering terjadi over capacity di lembaga pemyasarakatan Polresta Medan, dalam hal ini dibutuhkan sarana untuk memisahkan para narapidana berdasarkan tindak pidana yang dilakukannya agar tidak menimbulkan kriminogen baru. Artinya, para pelaku perbuatan cabul terhadap anak seharusnya disatukan dalam satu sel agar tidak berbaur dengan narapidana lain yang memungkinkan untuk saling bertukar pengalaman dalam melakukan kejahatan.

d. Faktor masyarakat

Penegakan hukum itu sendiri berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk melindungi masyarakat, oleh karena itu masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.113 Masyarakat Indonesia memiliki cara pandang sendiri mengenai hukum, bahkan yang sering terjadi masyarakat menilai bahwa hukum adalah aparat penegak hukum, sehingga baik-buruknya hukum itu sendiri dikaitkan dengan pola perilaku penegak hukum itu sendiri yang menurut pendapat masayarakat adalah

112

Wawancara dengan Brigadir S.P.W. Tarigan, anggota Kepolisian Sektor Medan Baru yang pernah bertugas di Polresta Medan dalam menangani kasus tindak pidana percabulan terhadap anak. Pada tanggal 29 Juni 2011 

113

pencerminan hukum.114 Bertolak dari gejolak hukum yang sedang terjadi di negara ini beserta penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, baik di tingkat pusat maupun daerah, masyarakat kerap kali mengatakan bahwa mereka tidak percaya lagi kepada hukum, padahal yang membuat penyimpangan di sini bukanlah hukum itu sendiri melainkan pribadi-pribadi yang bertugas untuk menegakkan hukum. Masyarakat sangat berperan dalam penegakan hukum terhadap pelaku perbuatan cabul terhadap anak, artinya di sini dibutuhkan sikap kritis masyarakat terhadap para penegak hukum dalam menilai kinerja para penegak hukum agar penegakan hukum dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya. Masyarakat harus membantu kinerja penegak hukum dengan memberikan informasi mengenai terjadinya tindak pidana perbuatan cabul dan bersedia dengan ikhlas menjalankan kewajiban menjadi saksi di pengadilan untuk melancarkan proses persidangan.

e. Faktor Kebudayaan

Sebagai sebuah negara yang kaya akan kebudayaan, masyarakat Indonesia tentu saja menganggap kebudayaan sebagai sesuatu yang suci yang mengakibatkan kebudayaan sangat erat dengan kehidupan masyarakat Indonesia termasuk mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia. Kebudayaan sebagai ciri khas bangsa Indonesia melahirkan hukum adat yang telah dianut sejak lama oleh masyarakat Indonesia. Hukum adat tersebut merupakan hukum kebiasaan yang berlaku di kalangan rakyat terbanyak. Di samping itu, berlaku pula hukum tertulis (perundang-

114

undangan) dan perundang-undangan tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat supaya hukum perundang-undangan tersebut dapat berlaku secara efektif.115 Terhadap korban tindak pidana perbuatan cabul, kerap kali masyarakat merasa enggan untuk melaporkan kejadian yang telah dialami oleh anak mereka dengan alasan malu membuka aib keluarga, awalnya keluarga tersangka dan keluarga korban merundingkan dengan hukum adat secara kekeluargaan, namun pada akhirnya ketika kesepakatan tidak dipenuhi oleh keluarga pelaku sehingga keluarga korban akhirnya membuat pengaduan kepada pihak kepolisian, namun lama setelah perbuatan tersebut terjadi, sehingga menyebabkan laporan terlambat masuk kepada kepolisian dan berdampak pada kesulitan untuk melakukan penyidikan.116

Dokumen terkait