• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan

Pada pengeringan selalu di inginkan kecepatan pengeringan yang maksimal. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha- usaha untuk memercepat pindah panas dan pindah massa ( pindah massa dalam hal ini adalah perpindahan air keluar dari bahan yang dikeringkan dalam proses pengeringan tersebut.

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan pengeringan maksimum, yaitu :

(a) Luas permukaan (b) Suhu

(c) Kecepatan udara (d) Kelembaban udara (e) Waktu.

Dalam proses pengeringan ini faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan pengeringan maksimum adalah :

a) Suhu

Semakin besar perbedaan suhu (antara medium pemanas dengan bahan bahan) maka akan semakin cepat proses pindah panas berlangsung

sehingga mengakibatkan proses penguapan semakin cepat pula. Atau semkain tinggi suhu udara pengeringan maka akan semakin besar anergi panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan proses pindahan panas semakin cepat sengingga pindah massa akan berlangsung juga dengan cepat.

b) Kecepatan udara

Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan. Udara yang bergerak adalah udara yang mempunyai kecepatan gerak yang tinggi yang berguna untuk mengambil uap air dan menghilangkan uapa air dari permukaan bahan yang dikeringkan, sehingga dapat mencegah terjadinya udara jenuh yang dapat memperlambat penghilangan air.

c) Kelembaban Udara (RH)

Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya maka akan semakin lama proses pengeringan berlangsung kering, begitu juga sebaliknya. Karena udara kering dapat mengabsorbsi dan menahan uap air. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban nisbi (RH keseimbangan) masing- masing, yaitu kelembapan pada suhu tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfir.

Jika RH udara < RH keseimbangan maka bahan masih dapat dikeringkan. Jika RH udara > RH keseimbangan maka bahan malahan akan menarik uap air dari udara.

d) Waktu

Semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan maka akan semakin cepat proses pengeringan selesai. Dalam pengeringan diterapkan konsep HTST (High Temperature Short Time), short time dapat menekan biayapengeringan.

2.3 Pompa Kalor

Pompa kalor (heat pump) adalah suatu perangkat yang mentransfer panas dari media suhu rendah ke suhu tinggi. Sebagian besar teknologi pompa kalor

memindahkan panas dari sumber panas yang be bertemperatur lebih tinggi. Contoh yang paling umum adalah

Pompa kalor merupakan perangkat yang sama dengan mesin pendingin (Refrigerator), perbedaannya hanya pada tujuan akhirnya. Mesin pendingin bertujuan menjaga ruangan pada suhu rendah (dingin) dengan membuang panas dari ruangan. Sedangkan pompa kalor bertujuan menjaga ruangan berada pada suhu yang tinggi (panas). Hal ini diilustrasikan seperti pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Refrigerator Dan Pompa Kalor (Heat Pump) Sumber: (Cengel & Boles Fifth Edition Hal.608

Pompa kalor memanfaatkan sifat fisik dari penguapan dan pengembunan dari suatu fluida kerja yang disebut dengan refrigeran. Pada aplikasi sistem pemanas, ventilasi, dan pendingin ruangan, pompa kalor merujuk pada alat pendinginan kompresi uap yang mencakup saluran pembalik dan penukar panas sehingga arah aliran panas dapat dibalik. Secara umum, pompa kalor mengambil panas dari udara atau dari permukaan. Beberapa jenis pompa kalor dengan sumber

panas udara tidak bekerja dengan baik setelah temperatur jatuh di bawah -5oC/23oF

(sumber :

2.4 Siklus Kompresi Uap (SKU)

Siklus Kompresi Uap (SKU) adalah siklus termodinamika yang digunakan untuk memindahkan panas dari medium yang bertemperatur rendah ke medium yang bertemperatur lebih tinggi. Fluida kerja yang mengalir selama siklus disebut fluida kerja atau refrigeran. Pada SKU, selama siklus, refrigeran mengalami perubahan fasa, yaitu menjadi uap (evaporation) dan menjadi cair (condensation). Berdasarkan proses perubahan fasa inilah, maka pada SKU kita kenal beberapa komponen seperti Evaporator dan Kondensor. Saat ini mesin pendingin yang menggunakan SKU sangat mudah dijumpai, seperti pada pendingin/pemanas yang digunakan untuk pengkondisian udara (AC-Split/Heat Pump) di perumahan atau perkantoran dalam skala kecil.

Sistem kompresi uap mempunyai 4 komponen utama, yaitu kompresor, kondensor, katup ekspansi (Throttling Device) dan evaporator seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Keempat komponen tersebut melakukan proses yang saling berhubungan dan membentuk siklus refrigerasi kompresi uap. [Sumber : Buku Kuliah Thermodinamika Teknik II, hal. 54]

Siklus refrigerasi kompresi uap ini dapat digambarkan seperti gambar berikut:

Gambar 2.2 Skema siklus refrigerasi kompresi uap (Sumber : Buku Kuliah Thermodinamika Teknik II)

Siklus refrigerasi kompresi uap merupakan siklus yang paling umum digunakan untuk mesin pendingin dan pompa kalor. Komponen utama dari sebuah siklus kompresi uap adalah :

1. Kompresor, berfungsi untuk memindahkan uap refrigeran dari evaporator dan menaikkan tekanan dan temperatur uap refrigeran ke suatu titik di mana uap tersebut dapat berkondensasi dengan normal sesuai dengan media pendinginnya.

2. Kondensor, berfungsi melakukan perpindahan kalor melalui permukaannya dari uap refrigeran ke media pendingin kondensor.

3. Katup Ekspansi, berfungsi untuk mengatur jumlah refrigeran yang mengalir ke evaporator dan menurunkan tekanan dan temperatur refrigeran cair yang masuk ke evaporator, sehingga refrigeran cair akan menguap dalam evaporator pada tekanan rendah.

4. Evaporator, berfungsi melakukan perpindahan kalor dari ruangan yang didinginkan ke refrigeran yang mengalir di dalamnya melalui permukaan dindingnya.

Pada gambar dapat dilihat bahwa dengan menggunakan evaporator panas diserap dari ruangan yang dikondisikan. Kemudian kompresor menerima kerja

WARM environment Condenser QH Evaporator Expansion valve COLD Refrigerated space Compressor Win

mekanik. Setelah melalui kompresor, refrigeran masuk ke kondensor. Di sini refrigeran membuang panas ke lingkungan dan akhirnya mencair. Setelah mencair, tekanan refrigeran diturunkan sampai tekanan evaporator dengan menggunakan katup ekspansi.

SKU mempunyai 4 komponen utama, yaitu kompresor, kondensor, katup expansi, dan evaporator, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Siklus Kompresi Uap sederhana

(Sumber : Buku kuliah Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara)

Diagram T-s (T adalah temperatur dan s adalah entropi [kJ/kgK]) ditampilkan pada Gambar 2.2(a). Diagram P-h (P adalah tekanan dan h adalah entalpi) ditampilkan pada grafik pada Gambar 2.2(b).

Proses-proses termodinamika yang terjadi pada SKU ini dapat dibagi atas 4 proses ideal, yaitu

1. 1-2s: adalah proses kompresi isentropik dari tekanan evaporator ke tekanan kondensor.

Pada titik 1, idealnya refrigeran berada pada fasa cair jenuh setelah menyerap panas pada suhu rendah dari evaporator.

2. 2s-3: adalah perpindahan panas yang diikuti kondensasi dari kondensor pada tekanan konstan. Pada bagian awal sisi masuk kondensor refrigeran masih dalam kondisi superheat dan akibat pendingin akan turun suhunya hingga mencapai temperatur kondensasi, dan akhirnya menjadi cair jenuh

pada sisi keluar kondensor.

3. 3-4: adalah ekspansi adiabatik dari tekanan kondensor ke tekanan evaporator. Akibat penurunan tekanan, temperatur akan turun. Pada sisi masuk evaporator sebagian fluida berada pada fasa cair dan sebagian lagi menjadi uap.

4. 4-1: adalah penguapan pada tekanan konstan. Di sini fluida menyerap panas dari medium agar dapat menguap. Refrigeran akan, seluruhnya menguap di sisi keluar evaporator dan siklus akan berulang ke langkah 1:

Gambar 2.4 Diagram T-s siklus standar

(Sumber : Buku kuliah Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara)

Gambar 2.5 Diagram P-h Siklus ideal

(Sumber : Buku kuliah Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara)

2.4.1 Proses Kompresi (1 – 2s)

Proses ini berlangsung di kompresor secara isentropik adiabatik. Tugas utama kompresor adalah menaikkan tekanan refrigeran, sekaligus juga menaikkan

temperaturnya lebih tinggi dari temperatur lingkungan. Tujuannya adalah agar dapat melepaskan panas pada temperatur tinggi ke lingkungan.

Kondisi awal refrigeran pada saat masuk di kompresor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah di kompresi refrigeran menjadi uap bertekanan tinggi. Oleh karena proses ini dianggap isentropik, maka temperatur keluar kompresor pun meningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refrigeran bisa dihitung dengan rumus :

Gambar 2.6 Proses kompresi

Wc = �̇ � = ( ̇ ℎ2 − ℎ1) ...(2.1)

Dimana :

= besarnya kerja kompresi yang dilakukan (kJ/kg)

1 = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kJ/kg)

2 = entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kJ/kg)

= laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)

h1 diperoleh dari tekanan pada evaporator, h2 diperoleh dari tekanan pada kondensor.

Dalam pengujian besarnya daya kompresor untuk melakukan kerja dapat juga ditentukan dengan rumus:

Wc =�����...(2.2) Dimana :

Wc = daya listrik kompresor (Watt)

� = tegangan listrik (Volt)

� = kuat arus listrik (Ampere)

2.4.2 Proses Kondensasi (2 – 3)

Proses ini berlangsung di kondensor, refrigeran yang bertekanan dan temperatur tinggi keluar dari kompresor membuang kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di kondensor terjadi penukaran kalor antara refrigeran dengan udara, sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara pendingin dan akhirnya refrigeran mengembun menjadi cair.

Besarnya kalor per satuan massa refrigeran yang di lepaskan di kondensor dinyatakan sebagai:

Gambar 2.7 Proses kondensasi

= �̇ = �̇ (2− ℎ3)...(2.3)

Dimana :

= besarnya kalor dilepas di kondensor (kJ/kg) ℎ2 = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kJ/kg)

3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg)

= laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)

2.4.3 Proses Ekspansi (3 – 4)

Proses ini berlangsung secara isoentalpi, hal ini berarti tidak terjadi penambahan entalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur. Proses penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler atau orifice yang berfungsi mengatur laju aliran refrigeran dan menurunkan tekanan.

3 = 4

Dimana :

h3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kJ/kg) h4 = harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg) 2.4.4 Proses Evaporasi (4 – 1)

Proses ini berlangsung di evaporator secara isobar isotermal. Refrigeran dalam wujud cair bertekanan rendah menyerap kalor dari lingkungan / media yang didinginkan sehingga wujudnya berubah menjadi gas bertekanan rendah.

Besarnya kalor yang diserap evaporator adalah :

Gambar 2.8 Proses evaporasi

= �̇� = �̇ (ℎ1− ℎ4) ...(2.4)

Dimana :

= kalor yang di serap di evaporator ( kW )

= efek pendinginan (efek refrigerasi) (kJ/kg) 1= harga entalpi ke luar evaporator (kJ/kg)

4= harga entalpi masuk ke evaporator (kJ/kg)

= laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s)

Selanjutnya refrigeran kembali masuk ke kompresor dan bersirkulasi kembali, begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai.

2.5 Pengering Sistem Pompa Kalor

Pompa kalor merupakan salah satu sistem yang dapat dimanfaatkan pada teknologi pengeringan. Teknologi ini telah banyak di manfaatkan di Australia dan Eropa. Pompa kalor sebagai pengering berpotensi menghemat energi.. Pompa kalor untuk pengeringan pakaian atau Heat Pump Clothes Dryers (HPCDs) dapat menghemat energi sebesar 50% dibanding sistem pengering pakaian listrik konvensional, dan karenanya memiliki potensi menyimpan energi yang besar (Meyers, et al. 2010).

Prinsip kerja pengering pakaian pompa kalor diilustrasikan seperti gambar 2.9. Pompa kalor memberikan panas dengan mengekstraksi energi dari udara sekitar. Panas kering udara diproses memasuki belakang drum dan berinteraksi dengan cucian. Udara lembab yang hangat dari drum diproses melalui layar serat

dan melalui evaporator dimana sebagian besar kelembaban akan di hilangkan sebelum mengalir melalui kondensor dan kembali ke drum.(Meyers, et al. 2010).

Gambar 2.9 Diagram pengering pakaian pompa kalor. Sumber:(Meyers, et al. 2010)

Melalui skema siklus refrigrasi kompresi uap, panas yang dikeluarkan oleh kondensor dimanfaatkan untuk mengeringkan pakaian. Udara panas dari kondensor dialirkan ke ruang pengeringan, selanjutnya udara hasil pengeringan menjadi lembab (basah). Udara dari ruang pengeringan kemudian dialirkan ke evaporator untuk didinginkan dan dikeringkan, udara tersebut selanjutnya akan menuju kondensor untuk dipanaskan. Demikian seteruanya siklus dari udara pengering tersebut bersikulasi. Skema dari pengering pakaian ini terlihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Skema pengeringan

Kinerja alat pengering salah satunya dapat ditentukan dari efisiensi pengeringan. Efisiensi pengeringan merupakan perbandingan antara energi yang digunakan untuk menguapkan kandungan air abahan dengan energi untuk memanaskan udara pengering. Efisiensi pengeringan biasanya dinyatakan dalam persen. Semakin tinggi nilai efisiensi pengeringan maka alat pengering tersebut semakin baik.

Pada penelitian ini, panas buangan kondensor yang akan dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk melakukan pengeringan. Prinsip kerja pengering pompa kalor diilustrasikan seperti Gambar 2. 11. Pompa kalor melalui kondensor memberikan panas kepada aliran udara luar. Proses ini akan menghasilkan udara panas dan kering. Udara ini akan dimasukkan ke dalam ruang pengering dan berinteraksi dengan bahan yang akan akan dimasukkan ke dalam ruang pengering dan berinteraksi dengan bahan yang akan dikeringkan. Seperti yang ditunjukkan gambar, panas yang dikeluarkan oleh kondensor dimanfaatkan untuk menguapkan air dari suatu bahan. Udara panas dari kondensor dialirkan ke ruang pengeringan, selanjutnya udara hasil pengeringan menjadi lembab (basah). Udara sisa ini akan dibuang ke lingkungan. Sementara sisi evaporator tidak akan diganggu atau tetap melakukan fungsi refrigerasi.

Gambar 2.11 Siklus pengering dengan sistem pompa kalor.

Karakteristik penting dari sebuah pompa kalor adalah bahwa jumlah panas yang dapat ditransfer lebih besar daripada energi yang diperlukan untuk menggerakkan siklus. Perbandingan antara panas yang dapat diserap dan energi yang dibutuhkan dikenal dengan Coefficient of Performance (COP). Energi Listrik yang digunakan untuk menggerakkan pompa kalor yang digunakan untuk memanaskan lingkungan beriklim sedang biasanya memiliki COP 3,5 pada kondisi desain. Ini berarti bahwa untuk setiap1 kWh listrik yang digunakan untuk menggerakkan pompa kalor akan dapat ditarik panas di evaporator sebesar 3,5 kWh (Brown 2009). Kemudian gabungan panas ini, sebesara 4,5 kWh, akan dibuang di kondensor berupa panas sisa atau buangan.

Beberapa peneliti telah melaporkan penelitian yang berhubungan dengan pompa kalor untuk pengeringan beberapa produk. Hii, dkk (2010) melakukan pengeringan biji kakao menggunakan sistem pompa kalor yang beroperasi pada temperatur dan humiditas rendah. Hasil pengeringan ini mampu meningkatkan mutu (pH, warna dan aroma) dibanding sampel komersial dari negara-negara produsen kakao.

P. Suntivarakorn dkk (2010) melakukan penelitian kajian pengering pakaian dengan menggunakan panas sisa dari Air Conditioner (AC) dengan kapasitas 12.648 Btu/h. Luas ruang pengeringan 0,5 x 1,0 m2. Percobaan

dilakukan dalam 2 aspek yaitu pengeringan pakaian dengan dan tanpa kipas tambahan dan hasilnya adalah laju pengeringan 2,26 kg/jam dan 1,1 kg/jam.

2.6 Analisis Performansi Pengering Pompa Kalor

Kajian tentang performansi suatu unit pengering system pompa kalor dapat dianalisis dengan cara menghitung beberapa parameter performansi, seperti: efisiensi pengeringan, nilai laju ekstraksi air spesifik, konsumsi energi spesifik, laju pengeringan kinerja dari pompa kalor (COP) dan kinerja dari sistem kompresi uap hybrid.

Dokumen terkait