• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Biogas

2.6.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi biogas

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi biogas, antara lain:

1. Bahan Baku

Bahan baku isian berupa bahan organik seperti kotoran ternak, limbah pertanian, sisa dapur dan sampah organik. Bahan isian harus terhindar dari bahan anorganik seperti pasir, batu, kaca dan plastik .

46

Bahan baku dalam bentuk selulosa lebih mudah dicerna oleh bakteri anaerobik. Sebaliknya, pencernaan akan lebih sukar dilakukan bakteri anaerob jika bahan bakunya banyak mengandung zat kayu atau lignin. Kotoran sapi dan kerbau sangat baik dijadikan bahan baku karena banyak mengandung selulosa .

2. Rasio Karbon Dan Nitrogen (C/N)

Karbon dan Nitrogen adalah sumber makanan utama bagi bakteri anaerob, sehingga pertumbuhan optimum bakteri sangat dipengaruhi unsur ini, dimana Karbon dibutuhkan untuk mensuplai energi dan Nitrogen dibutuhkan untuk membentuk struktur sel bakteri. Nitrogen amonia pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat proses fermentasi anaerob. Konsentrasi yang baik berkisar 200– 1500 mg/lt dan bila melebihi 3000 mg/lt akan bersifat toxic. Proses fermentasi anaerob akan berlangsung optimum bila rasio C:N bernilai 30:1, dimana jumlah karbon 30 kali dari jumlah nitrogen. (Yunus, M, 1995)

C/N rasio dengan nilai 30 (C/N = 30/1 atau karbon 30 kali dari jumlah nitrogen) akan menciptakan proses pencernaan pada tingkat yang optimum, bila kondisi yang lain juga mendukung. Bila terlalu banyak karbon, nitrogen akan habis terlebih dahulu. Hal ini akan menyebabkan proses berjalan dengan lambat. Bila nitrogen terlalu banyak (CN rasio rendah; misalnya 30/15), maka karbon habis terlebih dahulu dan proses fermentasi berhenti .

Ternak ruminansia seperti sapi, kambing dan domba rata-rata lebih lama dalam menghasilkan gas bio dibandingkan dengan ternak non ruminansia. Lamanya produksi gas bio disebabkan oleh mutu pakan yang lebih rendah, sehingga rasio C/N tinggi akibatnya perkembangan mikroba pembentuk gas lebih lama dibandingkan yang bermutu tinggi. Tinggi rendahnya mutu ini tergantung pada nilai N (nitrogen) di dalam ransum. Namun demikian nilai N juga tergantung pada C (karbon). Jadi, perbandingan C dan N akan menentukan lama tidaknya proses pembentukan gas bio .( (Yunus, M, 1995)

Mikroorganisme membutuhkan nitrogen dan karbon untuk proses asimilasi. Karbon digunakan sebagai energi sedangkan nitrogen digunakan untuk membangun struktur sel. Bakteri penghasil metana menggunakan karbon 30 kali lebih cepat dari pada nitrogen .

47

Untuk menentukan bahan organik digester adalah dengan melihat rasio/perbandingan antara Karbon (C) dan Nitrogen (N). Beberapa percobaan menunjukkan bahwa metabolisme bakteri anaerobik akan baik pada rasio C/N antara 20-30. Jika rasio C/N tinggi, Nitrogen akan cepat dikonsumsi bakteri anaerobik guna memenuhi kebutuhan proteinnya, sehingga bakteri tidak akan bereaksi kembali saat kandungan Karbon tersisa. Jika rasio C/N rendah, Nitrogen akan terlepas dan berkumpul membentuk amoniak sehingga akan meningkatkan nilai PH bahan. Nilai PH yang lebih tinggi dari 8,5 akan dapat meracuni bakteri anaerobik. Untuk menjaga rasio C/N, bahan organik rasio tinggi dapat dicampur bahan organik rasio C/N rendah. Rasio C/N beberapa bahan organik dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Rasio C/N beberapa bahan organik (Karki dkk, 1984)

Bahan Organik Rasio C/N

Kotoran bebek 8 Kotoran manusia 8 Kotoran ayam 10 Kotoran kambing 12 Kotoran babi 18 Kotoran domba 19 Kotoran kerbau/sapi 24

Enceng Gondok (water

hyacinth) 25 Kotoran gajah 43 Jerami (jagung) 60 Jerami (padi) 70 Jerami (gandum) 90 Serbuk gergaji > 200

3. Kandungan Bahan Kering

Bahan isian dalam pembuatan biogas harus berupa bubur. Bentuk bubur ini dapat diperoleh bila bahan bakunya mempunyai kandungan air yang tinggi. Bahan baku dengan kadar air yang rendah dapat dijadikan berkadar air tinggi dengan menambahkan air ke dalamnya dengan perbandingan tertentu sesuai dengan kadar bahan kering bahan tersebut. Bahan baku yang paling baik mengandung 7-9 % bahan kering .

48

Setiap kotoran atau bahan baku akan berbeda sifat pengencerannya. Kotoran sapi segar misalnya, mempunyai kadar bahan kering 18 %. Agar diperoleh kandungan bahan isian sebesar 7-9 % bahan kering, bahan baku tersebut perlu diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:1 (bahan baku : air). Adonan tersebut lalu diaduk sampai tercampur rata .

Ternyata kotoran masing-masing jenis ternak mempunyai kandungan bahan kering yang berbeda-beda. Perbedaan bahan kering yang dikandung berbagai macam kotoran ternak akan membuat penambahan air yang berlainan. Untuk lebih jelasnya dapat diterangkan seperti pada tabel 2.4 di bawah ini.

Tabel 2.4. Perkiraan Produksi Dan Kandungan bahan kering kotoran beberapa jenis ternak (Fontenot, J.p dkk, 1993)

Jenis Ternak Bobot

Ternak (kg) Produksi Kotoran (kg/Hari) Bahan Kering (%) Sapi ~ Betina potong 520 29 12 ~ Betina perah 640 50 14 Ayam ~ Petelur 2 0,1 26 ~ Pedaging 1 0,06 25 Babi ~ Dewasa 90 7 9 Domba 40 2 26 4. Temperatur

Gas metana dapat diproduksi pada 3 tingkat temperature sesuai dengan bakteri yang hadir. Bakteri psyhriphilic 0-7 oC, bakteri mesophilic pada temperatur 13-40 oC sedangkan termophilic pada temperatur 55-60 oC. Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30-35 oC, kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan produksi metana di dalam digester dengan lama proses yang pendek. Temperatur yang tinggi atau pada tingkat termophilic jarang digunakan karena sebagian besar

49

bahan sudah dicerna dengan baik pada tingkat temperatur mesophilic, selain itu bakteri termophilic mudah mati karena perubahan temperatur .

Dekomposisi bahan-bahan organik dibawah kondisi anaerobik menghasilkan suatu gas yang sebagian besar terdiri atas campuran metana dan arang oksida. Gas ini dikenal sebagai gas rawa ataupun bio gas. Campuran gas ini adalah hasil dari fermentasi atau peranan anaerobic disebabkan sejumlah besar mikroorganisme terutama bakteri metana. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah berkisar 30 oC -55 oC .

Temperatur yang tinggi akan memberikan hasil biogas yang baik namun suhu tersebut sebaiknya tidak boleh melebihi suhu kamar. Bakteri ini hanya dapat subur bila suhu disekitarnya berada pada suhu kamar. Suhu yang baik untuk proses pembentukan biogas berkisar antara 20-40 oC dan suhu optimum antara 28-30 oC .

5. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan aktivitas bakteri. Kisaran pH optimal untuk produksi metana adalah 7-7,2 tetapi pada kisaran 7,2-8,0 masih diizinkan. Untuk mencegah penurunan pH pada awal pencernaan dan menjaga pH pada kisaran yang diizinkan, maka dibutuhkan buffer yakni dengan penambahan larutan kapur .

Derajat keasaman sangat berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme. Derajat keasaman yang optimum bagi kehidupan mikroorganisme adalah 6,8-7,8. Pada tahap awal fermentasi bahan organik akan terbentuk asam (asam organik) yang akan menurunkan pH. Untuk mencegah terjadinya penurunan pH dapat dilakukan dengan menambahkan larutan kapur (Ca(OH)2) atau kapur CaCO3 .

6. Lama Fermentasi

Secara umum proses fermentasi/pencernaan limbah ternak di dalam tangki pencerna dapat berlangsung 60-90 hari, proses terbentuknya gas bio pada hari ke-5 dengan suhu pencernaan 28 oC.

Produksi biogas sudah terbentuk sekitar 10 hari. Setelah 10 hari fermentasi sudah terbentuk kira-kira 0.1-0.2 m3/kg dari berat bahan kering. Peningkatan penambahan waktu fermentasi dari 10 hari hingga 30 hari meningkatkan produksi

50

biogas sebesar 50% . Pada hari ke 30 fermentasi jumlah gas bio yang terbentuk mencapai maksimal, dan setelah 30 hari fermentasi terjadi penurunan jumlah gas bio . Waktu lama cerna untuk beberapa kotoran ternak dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.5. Produksi biogas dan Lama cerna (Retention time) kotoran ternak di dalam tangki pencerna (Uli, W. dkk, 1989)

Jenis Kotoran Ternak Lama Cerna (hari)

Sapi 60-80 Sapi + Jerami 10 % 60-100 Babi 40-60 Babi + Jerami 10 % 60-80 Ayam 80 Kambing/Domba 80-100

Dokumen terkait