• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Keuangan

Menurut Brigham dan Houston (2001:39) serta menurut Weston dan Copeland (1997:35), ada beberapa faktor yang mempengaruhi struktur keuangan yaitu karakteristik industri, pertumbuhan penjualan, struktur aktiva, sikap manajemen, sikap pemberi pinjaman, operating leverage, return on investment, kondisi pasar dan pengendalian. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi struktur keuangan, namun dalam penelitian kali ini, peneliti hanya menggunakan perbedaan literatur, maka penelitian membatasi variabel yang digunakan. Faktor- faktor tersebut adalah operating leverage, return on investment dan biaya utang. Faktor-faktor yang tidak diukur diantaranya adalah karakteristik industri, kondisi pasar, pertumbuhan penjualan, pengendalian, sikap manajemen dan sikap pemberi pinjaman tidak dianalisa dalam penelitian ini.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

2.2.4.1. Operating Leverage

Operating leverage adalah penggunaan aktiva dengan biaya tetap yaitu harapan bahwa pendapatan yang dihasilkan oleh penggunaan aktiva itu akan cukup untuk menutupi biaya tetap dan biaya variabel. (Riyanto 2001 : 375).

Dengan mengetahui besarnya operating leverage, perusahaan dapat menentukan proporsi hutang yang harus digunakan. Menurut Weston dan Copeland (1997:30), operating leverage dapat didefinisikan sebagai berikut: “Seberapa jauh perubahan tertentu dari volume penjualan berpengaruh pada laba operasi bersih.”

Besarnya operating leverage dari perusahaan ditentukan oleh stuktur aktiva yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Semakin besar proporsi dari aktiva tetap terhadap total aktiva, maka semakin besar pula operating leverage-nya. Sebab semakin besar proporsi aktiva tetap yang dimiliki, maka semakin besar beban tetap berupa pengukuran yang ditanggung perusahaan. Menurut Firdiansyah (1998:10), semakin tinggi operating leverage yang dicapai oleh perusahaan, maka perusahaan yang bersangkutan akan semakin sedikit menggunakan hutang untuk membelanjai usahanya.

Perusahaan-perusahaan yang dapat beroperasi dengan biaya variabel yang rendah, maka perusahaan tersebut akan dapat melakukan penghematan-penghematan biaya operasi di mana operating leverage

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

tinggi, maka perusahaan memiliki resiko usaha yang kecil sehingga struktur keuangan perusahaan tersebut akan semakin baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Sartono (1998), yang menyatakan bahwa perusahaan menggunakan peralatan yang bersifat labour saving atau capital intense ve dalam operasi variabel yang relatif rendah. Keadaan ini akan menghasilkan operating leverage tinggi, sehingga perubahan penjualan mengakibatkan perubahan laba bersih sebelum bunga dan pajak dalam persentase yang lebih besar.

Menurut Suad Husnan (2004), operating leverage terjadi pada saat perusahaan menggunakan aktiva yang menimbulkan beban tetap yang harus ditutup dari hasil operasinya. Jadi, semakin besar aktiva yang dimiliki perusahaan, maka akan semakin besar pada pengaruhnya operating leverage. Hal ini disebabkan karena semakin besar aktiva, maka semakin besar beban tetap berupa penyusutan.

Menurut Lukman Syamsuddin (2007 : 107) operating leverage dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan di dalam menggunakan fixed operating cost untuk memperbesar pengaruh dari perubahan volume penjualan terhadap earning before interest and tax (EBIT). Operating leverage selalu ada jika perusahaan memiliki biaya operasional tetap, berapapun volumenya. Perusahaan menanggung biaya operasional tetap dengan harapan volume penjualan akan menghasilkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

pendapatan lebih dari cukup untuk menutup semua biaya operasional tetap dan variabel.

Dengan demikian, penggunaan operating leverage terjadi pada setiap perusahaan yang di dalam operasinya dibebani biaya tetap, seperti biaya penyusutan, biaya administrasi dan biaya penjualan. Hanya saja, intensitasnya lebih besar terjadi pada perusahaan yang operasinya banyak menggunakan aktiva tetap, seperti mesin, gedung dan alat angkut. Jadi, dapat dikatakan bahwa operating leverage akan terjadi pada setiap perusahaan yang di dalam operasinya mempunyai biaya tetap yang harus ditutup dengan volume produksi yang dihasilkan. Menurut Gitman (2000:513), operating leverage dapat dihitung dengan rumus:

Operating Leverage = Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT) x 100 %

Penjualan

Dengan kata lain, biaya tetap merupakan leverage yang dapat mengakibatkan pendapatan menjadi lebih besar, jika terjadi peningkatan dalam volume penjualan. Perubahan penjualan sebelum bunga dan pajak yang besar ini terjadi, jika penggunaan operating leverage didukung oleh pemasaran hasil produksi yang lancar (Weston dan Brigham, 1981:229). Sebaliknya, mengakibatkan pendapatan semakin berkurang bahkan kerugian apabila pemasaran hasil produksinya mengalami

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

hambatan (Weston dan Brigham, 1981:290). Menurut Van Horne (1997:772), operating leverage merupakan komponen dari resiko usaha.

2.2.4.2. Return On Investment (ROI)

Menurut Munawir (2002:89), return on investment dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh. Return on investment merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan laba dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan. Semakin tinggi return on investment, maka semakin baik keadaan suatu perusahaan (Syamsudin, 1992:70). Return on investment merupakan teknik analisa yang lazim digunakan oleh manajer perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Return on investment mengukur tingkat pengembalian investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva) yang dimilikinya.

Return on investment adalah salah satu bentuk rasio profitabilitas yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Return on investment adalah rasio yang digunakan untuk mengukur hubungan antar laba yang diperoleh dan investasi yang diinginkan untuk

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

menghasilkan laba. Return on investment adalah kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan yang digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan laba. Semakin tinggi return on investment, maka semakin tinggi tingkat kepercayaan investor terhadap perusahaan

Return on investment yang tinggi membuat struktur keuangan perusahaan semakin sehat. Hal ini disebabkan karena adanya return on investment yang tinggi, profit yang dihasilkan juga semakin tinggi, sehingga dengan profit yang tinggi, akan menunjang perusahaan dalam membelanjai aktivitasnya (Houston dan Brigham, 2001:40). Menurut Syamsudin (1992:63), return on investment dapat dihitung dengan rumus:

Return On Investment = Laba Setelah Pajak (EAT) x 100 %

Total Aktiva

Dalam hal ini, dituntut penggunaan sumber-sumber dalam perusahaan berupa tenaga kerja dan fasilitas-fasilitas yang dimiliki perusahaan secara tepat, sehingga modal di dalam perusahaan dapat digunakan secara efisien. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan, bahwa tingkat return on investment yang dicapai perusahaan adalah penting, karena efisien tidaknya penggunaan modal kerja dalam perusahaan dapat diukur dari besarnya tingkat return on investment. Menurut Riyanto (1998:336), semakin tinggi return on investment yang diperoleh perusahaan, maka semakin kecil hutang yang diperlukan oleh perusahaan dalam membelanjai usahanya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Menurut Firdiansyah (1998:10), menyatakan bahwa bila keuntungan perusahaan semakin besar, maka struktur keuangan semakin baik, karena pos aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan semakin besar dan perusahaan semakin sedikit menggunakan hutang untuk membelanjai usahanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Munawir (2002:88), pada perusahaan dagang yang menunjukkan hubungan tingkat keuntungan dengan struktur keuangan negatif. Perusahaan dengan rate of return yang tinggi akan cenderung menggunakan proporsi hutang relatif kecil, karena kebutuhan dana dapat dibelanjai dari laba ditahan.

2.2.4.3. Biaya Utang (BIHUT)

Biaya utang adalah biaya yang terkait dengan utang baru yang telah memperhitungkan dampak penghematan pajak akibat adanya beban bunga (Weston dan Brigham, 1989:106). Biaya utang mempunyai pengaruh positif terhadap struktur keuangan (Jaelani, 2000 dalam Jurnal Ekonomi UNMER Vol. 10, No. 2, Juni 2006). Peningkatan rasio biaya utang merupakan pertimbangan manajemen dalam mengurangi komponen-komponen yang membentuk struktur keuangan. Biaya utang merupakan biaya yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan dan pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi (Weston dan Brigham, 1989:175). Perubahan biaya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

utang akan diikuti naiknya struktur keuangan, karena bunga (biaya utang) bersifat deductible, maka hal itu memperkecil biaya utang yang sesungguhnya. Perusahaan yang menggunakan utang akan mendapatkan penghematan pajak dari beban bunga utang, akibatnya perusahaan menggunakan sumber dana dari utang lebih besar. Menurut Jaelani (2000), biaya utang dapat dihitung dengan rumus:

Biaya Utang = Beban Bunga x 100 % Beban Pajak

Menurut Gordon dan Lintner dalam Weston dan Copeland (1997: 222), biaya modal laba ditahan (ks) akan naik jika pembagian

dividen jumlahnya diperkecil. Hal ini terjadi karena investor lebih yakin terhadap pembagian dividen daripada peningkatan nilai modal (capital gain) yang dihasilkan dari laba ditahan pada masa yang akan datang. Awat (1999: 115) menyebutkan bahwa financial leverage merupakan ukuran bagi risiko keuangan dan dapat diketahui dari biaya tetap dari dana hutang (fixed financing charges) yang digunakan. Semakin besar penggunaan financial leverage, maka semakin tinggi financial risk sehingga biaya modal juga akan tinggi.

Total biaya modal menunjukkan besarnya kompensasi atau pengembalian yang dituntut oleh investor atas modal yang diinvestasikan di perusahaan. Besarnya kompensasi tergantung pada tingkat risiko perusahaan yang bersangkutan, dengan asumsi bahwa

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

investor tidak suka dengan risiko (risk averse), semakin tinggi tingkat risiko, semakin tinggi tingkat pengembalian yang dituntut investor.

Modal berasal dari dua sumber dana yaitu hutang dan ekuitas. Kompensasi yang diterima oleh pemilik ekuitas adalah dalam bentuk dividen dan capital gain. Besarnya tingkat biaya modal pada persamaan di atas ditentukan berdasarkan rata-rata tertimbang dari tingkat bunga setelah pajak dan tingkat biaya modal atas ekuitas, sesuai dengan proporsi hutang dan ekuitas pada struktur modal perusahaan. Beban bunga atas hutang tercermin di dalam laporan rugi-laba sedangkan biaya modal atas ekuitas tidak diperhitungkan di dalam laporan tersebut.

Melalui penilaian perusahaan dapat memilih strategi dan struktur keuangannya, menentukan pemangkasan terhadap unit-unit bisnis yang tidak produktif, menetapkan balas jasa (reward) internal dan menentukan harga saham secara wajar.

Stern and Stewart (1998: 2) menyatakan sebagai berikut: Selama ini belum dirasakan adanya suatu metode penilaian yang secara akurat dan komprehensif mampu memberikan penilaian secara wajar atas kondisi suatu perusahaan.

2.2.5. Pengertian Struktur Keuangan (SK) dan Struktur Modal (SM)

Dalam pembahasan mengenai struktur modal, maka yang terjadi perhatian utama adalah penggunaan modal berdasarkan jenisnya, karena

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

persoalan struktur modal adalah persoalan penentuan komposisi antara modal asing yang berupa hutang jangka panjang dan modal sendiri. Akan tetapi, struktur modal mempunyai hubungan dengan struktur keuangan. Hal ini disebabkan struktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan. Menurut Riyanto (1998:22), struktur modal adalah pembelanjaan permanen di mana mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri.

Apabila struktur keuangan tercermin pada keseluruhan pasiva dalam neraca, maka struktur modal hanya tercermin pada hutang jangka panjang dan modal sendiri. Struktur modal adalah paduan sumber dana jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan. Struktur keuangan adalah paduan semua pos yang muncul di sisi kanan neraca perusahaan (Keown, 2000:542). Menurut Weston dan Copeland (1997:3), struktur keuangan adalah bagaimana cara perusahaan membiayai aktivanya. Struktur keuangan dapat dilihat pada seluruh sisi kanan neraca yang terdiri dari hutang jangka pendek, jangka panjang dan modal pemegang saham.

Struktur modal adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari hutang jangka panjang, saham preferen dan modal pemegang saham. Struktur modal adalah perimbangan antara hutang dan modal sendiri (Gitman, 1988:442). Jadi, struktur modal suatu perusahaan merupakan sebagian dari struktur keuangannya. Menurut Sartono (1998:179),

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

struktur modal adalah perimbangan jangka panjang dan saham preferen dengan modal sendiri di luar jangka pendek. Modal sendiri termasuk saham biasa dan laba ditahan. Struktur keuangan tercermin dalam sisi kanan suatu neraca yang mencerminkan komposisi sumber dana yang dipergunakan untuk biaya asset perusahaan (Riyanto, 2001;22).

Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa yang dimaksud struktur modal adalah bagian dari struktur keuangan di mana mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri.

Dokumen terkait