• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal

Dalam dokumen SKRIPSI OLEH: AKMAL RIZQULLAH SIREGAR (Halaman 31-36)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal

Menurut Brigham dan Houston (2001 : 39) ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, antara lain : stabilitas penjualan, struktur aktiva, leverage operasi, tingkat pertumbuhan, profitabilitas, pajak, pengendalian, sifat manajemen, sikap pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat, kondisi pasar, kondisi internal perusahaan dan fleksibilitas keuangan.

2.2.1. Profitabilitas

Menurut Sudana (2011:22) rasio profitability bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan sumber-sumber yang dimiliki perusahaan, seperti : aktiva, modal, ataupenjualan perusahaan. Rasio profitabilitas dalam penelitian ini adalah rasio return on assets.Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar return on assets, berarti semakin efisien penggunaan aktiva perusahaan atau dengan kata lain dalam jumlah aktiva yang sama bisa dihasilkan laba yang lebih besar, dan sebaliknya. Menurut teori pecking order, perusahaan lebih memilih untuk dibiayai oleh sumber daya internal mereka (modal sendiri). Hal ini menandakan bahwa pada saat profitabilitas yang dihasilkan tinggi manajemen memutuskan untuk menurunkan penggunaan hutang.Sehingga apabila penggunaan utang menurun maka rasio utang pun akan ikut menurun yang akan mengakibatkan strkutur modal pun menurun karena rasio struktur modal dihitung menggunakan rasio utang.

Profitabilitas berhubungan dengan laba, di mana laba yang akan diraih dari kegiatan yang dilakukan merupakan cerminan kinerja sebuah perusahaan dalam menjalankan usahanya. Profitabilitas sebagai salah satu tujuan dalam mengukur besarnya laba sangat penting untuk mengetahui apakah perusahaan telah menjalankan usahanya secara efisien, karena efisien baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan aktiva atau modal yang mengahasilkan laba tersebut atau dengan profitabilitasnya. Pada umumnya perusahaan menganggap profitabilitas lebih penting daripada perolehan laba, karena laba yang besar bukan berarti bahwa perusahaan telah berjalan secara efisien (Munawir, 2002:87).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suryono (2015) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Hasil penelitian ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Aditya (2006), Ignacio Munyo (2006), Bauer (2004), Huang dan Song (2005), dan Shanmugasundaram (2008) yang juga menunjukkan hubungan negatif antara profitabilitas dengan struktur modal.

2.2.2 Risiko Bisnis

Risiko adalah suatu keadaan di mana kemungkinan timbulnya kerugian atau bahaya itu dapat diperkirakan sebelumnya dengan menggunakan data atau informasi yang cukup terpercaya atau relevan yang tersedia (Gitosudarmo 2002:16). Risiko juga dapat dikatakan sebagai besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return) dengan tingkat pengembalian aktual (actual return)

(Abdul, 2005:42). Sedangkan risiko bisnis atau risiko usaha adalah ketidakpastian yang dihadapi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Risiko bisnis tersebut meurut hamada (dalam Moh’d, Perry dan Rimbey, 1998) merupakan risiko yang mencakup intrinsik business risk, dan operating leverage risk. Risiko bisnis juga dapat dikatakan sebagai premi yang dibutuhkan untuk memperhitungkan risiko dari tidak berhasilnya perusahaan untuk memperoleh hasil di dalam lingkungan di dunia bisnis yang ada.

Risiko bisnis yang dihadapi oleh bank

adalah risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai kegagalan counterparty memenuhi kewajiban (PBI, 2003). Berdasarkan PBI, rasio keuangan yang bisa digunakan untuk mengukur nilai suatu risiko kredit adalah Non Performing Loan (NPL). Nilai NPL yang tinggi akan berpengaruh terhadap nilai struktur modal bank, nasabah akan enggan menyimpan dananya di bank yang tidak sehat. Oleh karena itu dalam mencapai tujuan keuangannya, manajer harus mempersiapkan diri guna menjaga likuiditas dan profitabilitas perusahaan dengan kepastian yang tinggi di masa depan. Dalam perencanaan aktivitasnya juga harus memperhatikan ketidakpastian di masa depan, dan mungkin tidak tersedia seperti yang diharapkan, keadaan lingkungan dunia binis terjadi perubahan yang tidak menggembirakan dan sebagainya.

Berdasarkan pecking order theory, perusahaan cenderung memilih pendanaan berdasarkan urutan risiko. Jadi, perusahaan lebih memilih pendanaan dari sumber dana internal baru kemudian sumber dana eksternal.

Dalam menentukan pendanaan dari sumber eksternal, perusahaan umumnya lebih memilih cara hutang daripada pemenuhan modal sendiri (Husnan, 2000:324).

Di sisi lain, apabila perusahaan mengadakan evaluasi terhadap rencana-rencana proyek investasi, pada umumnya terdapat pola di mana harus proyek-proyek yang memberikan harapan hasil yang disertai dengan tingkat risiko yang tinggi. Sebaliknya proyek-proyek menawarkan hasil yang rendah memiliki tingkat risiko yang rendah pula.

2.2.3 Pertumbuhan Aset

Aset merupakan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar aset diharapkan semakin besar hasil operasional yang dihasilkan oleh perusahaan. Pertumbuhan aset didefinisikan sebagai perubahan tahunan dari total aktiva. Peningkatan aset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan. Dengan meningkatnya kepercayaan pihak luar (kreditur) terhadap perusahaan, maka proporsi penggunaan sumber dana hutang semakin lebih besar daripada modal sendiri. Hal ini didasarkan pada keyakinan kreditur atas dana yang ditanamkan kedalam perusahaan dijamin oleh besarnya asset yang dimiliki perusahaan (Martono dan Harjito, 2013:

133).

Perusahaan yang mempunyai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam melakukan investasi tentu selalu membutuhkan dana, disamping dana internal yang tersedia, diperlukan juga tambahan dana eksternal seperti hutang. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang cepat lebih banyak mengandalkan pada modal eksternal. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang tumbuh akan menunjukkan kekuatan diri yang semakin besar pula, sehingga perusahaan akan memerlukan lebih banyak dana.

2.2.4 Kebijakan Deviden

Perusahaan mempunyai tujuan dalam memutuskan kebijakan dividen. Apabila perusahaan memutuskan untuk membagikan dividen, berarti bertujuan untuk memaksimalkan nilai pemegang saham dan arus kas yang dihasilkan merupakan milik dari pemegang saham (Brigham dan Ehrhardt, 2005:621).

Kebijakan Dividen menentukan penempatan laba, yaitu antara membayar kepada pemegang saham dan menginvestasikan kembali dalam perusahaan (Weston and Copeland, 1996 : 97).

Beberapa faktor dalam kebijakan Dividen (Hanafi, 2013 : 375) yaitu kesempatan investasi, profitabilitas dan likuiditas, akses ke pasar keuangan, stabilitas pendapatan, dan pembatasan-pembatasan.

Berbagai macam kebijakan dividen (Riyanto 2008 : 269) diantaranya kebijakan dividen yang stabil, kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu, kebijakan

dividen dengan penetapan dividendpayout ratio yang konstan, kebijakan dividen yang fleksibel.

Dalam dokumen SKRIPSI OLEH: AKMAL RIZQULLAH SIREGAR (Halaman 31-36)

Dokumen terkait