• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interpersonal

Berbagai penelitian menemukan bahwa kompetensi interpersonal dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: kontak dengan orang tua, interaksi dengan teman sebaya, dan partisipasi sosial. Berikut ini akan dijelaskan faktor-faktor tersebut di atas, yaitu:

1) Kontak dengan orang tua

Menurut Hetherington dan Parke (1979), kontak anak dengan orang tua banyak berpengaruh terhadap kompetensi interpersonal anak. Adanya kontak di antara mereka menjadikan anak belajar dengan lingkungan sosialnya dan pengalaman bersosialisasi tersebut dapat

mempengaruhi perilaku sosialnya. 2) Interaksi dengan teman sebaya

Lefrancois (dalam Mulyati, 1993) mengemukakan bahwa teman sebaya mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan sosial anak. Hal ini dipertegas juga oleh Kramer dan Gottman (1992) bahwa anak yang memiliki kesempatan untuk dapat berinteraksi dengan teman sebaya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk lebih meningkatkan perkembangan sosial dan perkembangan emosinya, serta lebih mudah dalam membina hubungan interpersonal.

3) Partisipasi sosial

Hurlock (1997) menjelaskan bahwa kompetensi interpersonal dipengaruhi oleh partisipasi sosial dari individu. Individu yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial akan lebih berpeluang untuk mengasah keterampilan- keterampilan sosial yang dimiliki termasuk kompetensi interpersonalnya. Dengan kata lain, semakin besar partisipasi sosial seorang individu maka semakin besar pula kompetensi interpersonal yang dimilikinya.

F. Dinamika Hubungan Antara Kompetensi Interpersonal Relawan JRS

dan Kepuasan Layanan para Pengungsi yang dilayani JRS di

Yogyakarta

Ada 50 orang pengungsi yang tinggal di Yogyakarta telah dibebaskan dari rudenim dan sedang menunggu penempatan di negara ketiga yang aman. Mereka di pindahkan dari rudenim ke asrama di Yogyakarta. Para pengungsi

yang ada di Yogyakarta adalah pengungsi yang sebelumnya berasal dari berbagai rudenim di wilayah Indonesia. Mereka di pindahkan di Yogyakarta untuk menunggu diberangkatkan ke negara yang mau menerima mereka. Setelah menunggu lama dengan segela kondisi psikologis yang dihadapi di rudenim, para pengungsi belum sepenuhnya dapat bebas namun di Yogyakarta mereka sudah diperbolehkan untuk mengakses alat elektronik (handphone, tablet, laptop,dsb) dan diberikan kepercayaan untuk pergi keluar asrama. Namun, hal ini tidak mempengaruhi psikologis para pengungsi menjadi lebih baik. Pengungsi masih menunggu waktu diberangkatan ke Negara ketiga yang tidak jelas dan semakin lama. Bahkan dalam penantian tersebut, tak jarang ada yang ditolak ke negara ke tiga. Selain itu, adanya keinginan dari pengungsi untuk segera pergi ke negara ketiga agar segera dapat membangun kehidupan yang baru hanya ada dalam keinginan yang belum terwujud. Hal-hal semacam itu tentu saja akan memberikan pengaruh terhadap psikologis pengungsi. Selain itu dengan akses komunikasi, mereka banyak mendapat informasi dari kelurga, sahabat, atau berita-berita yang membuat mereka sedih, takut dan tidak dapat berbuat apa-apa dengan situasi dan kondisi yang didapat.

Di sisi lain, JRS hadir untuk menemani, melayani dan membela hak- hak pengungsi. JRS hadir menawarkan pelayanan kepada pengungsi. Tujuannya memberikan kepuasan kepada pengungsi. Dengan perasaan puas ini, diharapkan pengungsi ada dalam keadaan yang menyenangkan, tidak sedih, dapat menikmati hidupnya di asrama sambil menunggu diberangkatkan

ke Negara ketiga. Dalam pelayanan JRS kepada pengungsi, JRS membutuhkan bantuan dan kerjasama dengan para relawan dan komunitas pengungi. Para relawan yang bekerja bersama dengan JRS adalah orang- orang yang berada di barisan terdepan dalam memberikan pelayanan kepada pengungsi. Merekalah yang terlibat langsung dalam pelayanan kepada pengungsi, mereka menemani, membimbing, memberi bantuan pendidikan bahasa Inggris, teknik penggunaan komputer, dan mengadakan rekreasi seperti futsal, renang, dan jalan-jalan. Nampak tidak mudah dalam memberikan pelayanan tersebut. Diperlukan orang-orang yang memiliki kompetensi yang sesuai dalam pelayanan tersebut. Salah satu kompetensinya adalah kompetensi interpersonal.

Menurut Spitxzberg dan Cupach (dalam DeVito,1992) mengungkapkan bahwa kempetensi interpersonal adalah kemampuan seseorang individu untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain. Kompetensi interpersonal ini terdiri atas kemampuan-kemampuan yang diperlukan untuk membentuk suatu interaksi yang efektif. Kemampuan ini ditandai dengan adanya karakteristik-karakteristik psikologis yang sangat mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan antar pribadi yang baik dan memuaskan. Di dalamnya termasuk pengetahuan tentang konteks yang ada dalam interaksi, perilaku non verbal orang lain, kemampuan menyesuaikan komunikasi dengan konteks dari interaksi yang sedang berlangsung, serta menyesuaikan dengan orang lain. Dalam konteks pelayanan kepada pengungsi, seriap orang diharapkan mampu untuk

berinteraksi secara efektif dengan pengungsi. Berinteraksi secara efektif berarti membangun hubungan yang hangat yang membuat nyaman kedua belah pihak. Misalnya relawan yang mengajar bahasa inggris, ketika pengungsi mengalami kesulitan dalam belajar bahasa inggris dan strees karena dia ditolak ke negara ketiga, relawan yang mempunyai kompetensi interpersonal yang baik akan memberi bimbingan dukungan dan semangat, bukan sebaliknya.

Selanjutnya Buhrmester, dkk (1998) menemukan adanya beberapa hal seperti kemampuan untuk berinisiatif, kemampuan untuk membentuk persahabatan, mengatasi permasalahan yang timbul dalam berhubungan dengan orang lain yang semuanya merupakan gambaran dari kompetensi interpersonal. Buhrmester mengemukakan lima dimensi interpersonal, yaitu: kemampuan berinisiatif dalam memulai suatu hubungan interpersonal, kemampuan membuka diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan untuk memberikan dukungan emosional, dan kemampan untuk mengelola dan mengatasi konflik.

Seorang yang melayani pengungsi, baik jika memiliki kemampuan berinisiatif, misalkan ketika para pengungsi merasa bosan dengan situasi dan kondisi yang ada, relawan berinisiatif untuk berkoordinasi dengan pihak- pihak terkait untuk mengadakan acara atau kegiatan yang menghibur, dsb. Kemampuan membuka diri juga diperlukan agar pengungsi lebih mengenal relawan dengan baik dan memberikan keakraban antara relawan dan pengungsi. Sering kali terjadi penolakan dari negara ketiga terhadap seorang

atau beberapa orang pengungsi. Dan ini tidak jarang membuat para pengungsi merasa sedih, kecewa, stress dsb, disinilah tugas relawan untuk memberi dukungan secara emosional kepada pengungsi, memberikan pengertian dan mendengarkan keluh kesah pengungsi. Adanya kemampuan mengatasi konflik juga dapat mendukung sikap obyektif relawan dalam memandang permasalahan yang dihadapi pengngsi. Dengan kompetensi yang baik relawan dapat memberikan pelayanan kepada pengungsi dengan sebaik- baiknya.

Tujuan dari pelayanan JRS adalah kepuasan pengungsi. Menurut Kotler dan Keller (2003) kepuasan konsumen (dalam hal ini adalah pengungsi) adalah perasaan pengungsi, baik itu berupa kesenangan atau kekecewaan yang timbul dari membandingkan penampilan sebuah jasa dihubungkan dengan harapan konsumen atas jasa tersebut. Apabila jasa yang diharapkan oleh konsumen tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, maka dapat dipastikan konsumen akan merasa tidak puas dan apabila jasa sesuai atau lebih baik dari yang diharapkan konsumen, maka kepuasan atau kesenangan akan dirasakan konsumen.

Kepuasan pengungsi merupakan keseluruhan sikap yang ditunjukkan pengungsi atas jasa setelah mereka memperolehnya. Ini merupakan penelitian evaluatif pascapemilihan yang disebabkan oleh seleksi pembelian khusus dan pengalaman menggunakan barang atau jasa tersebut (Mowen dan Minor, 2002). Jadi Kepuasan pengungsi adalah persepsi pengungsi terhadap performansi suatu jasa yang di berikan oleh JRS dikaitkan dengan harapan

pengungsi tersebut (Sciffman dan Kanuk, 2004). Kepuasan layanan didefinisikan sebagai penilaian evaluasi pasca pembelian dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberi hasil sama atau melampaui harapan konsumen.

Jadi dalam penelitian ini kepuasan yang dimaksudkan adalah perasaan pengungsi yang dilayani oleh JRS, baik itu berupa kesenangan atau kekecewaan yang timbul dari membandingkan pelayanan yang diberikan dengan harapan pengunggsi atas jasa layanan tersebut.

Bagan Hubungan Antara Kompetensi Interpersonal Dan Kepuasan Layanan Para Pengungsi

Pengungsi

JRS

Kepuasan Layanan

Relawan

Kompetensi Interpersonal

-

Kemampuan untuk berinisiatif

-

Kemampuan dalam membuka diri

-

Kemampuan untuk bersikap asertif

-

Kemampuan untuk memberikan

dukungan emosional

-

Kemampuan mengelola dan

mengatasi konflik

-

Keandalan dalam menjalankan tugas

-

Daya tanggap yang dimiliki

-

Kepastian layanan

-

Empati

-

Berwujudan dari layanan yang

diberikan.

Kepuasan Layanan tinggi

Kompetensi Interpersonal

Dokumen terkait