BAB IV: ANALISA DAN EVALUASI
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Tingkat Kepatuhan masyarakat pada kawasan KPP Pratama Binjai sebagai WP PBB sudah cukup baik dilihat dari masyarakat yang datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai untuk meminta SPOP untuk mendaftarkan objek pajaknya dan itu juga tidak terlepas dari kinerja dan kerjasama yang baik antara fiskus dengan pihakinstansi terkait, sehingga penerimaan dari PBB sudah memenuhi target dari realisasi peneriman, walaupun masih ada sebagian kecil yang masih belum melaksanakan kewajibannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan fiskus dan dari beberapa WP PBB faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat patuh terhadap pembayaran PBB adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat sadar akan kewajiban sebagai warga Negara Indonesia yang baik dan mereka sadar bahwa itu adalah bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah untuk lebih baik, maju dan berkembang.
2. Karena keadaan ekonomi masyarakat di ruang lingkup KPP Pratama Binjai sudah membaik dilihat dari matapencahariannya. Sehingga bersedia menyisihkan dana untuk pembayaran atas tanah dan bangunan yang telah mereka kuasai dan meekan manfaatkan.
3. Tingkat pendidikan masyarakat di ruang lingkup KPP Pratama Binjai sudah membaik sehingga mudah untuk menerima pengetahuan tentang perpajakan seperti sanksi Administrasi yang dibebankan kepada WPPBB jia tidak membayar PBB atau membayar PBB namum telah melewati jatuh tempopembayaran, kegunaan hasil penerimaan PBB sebagian besar akan dikembalika untuk daerah yang bersangkutan guna untuk memenuhi kebutuhan daerah atau pembangunan daerah yang bersangkutan.
4. Walaupun masih ada WP yang kompalin masalah terlalu tinggi pengenaan PBBnya tetapi mereka tetap melaksanakan kewajiban perpajakannya karena menghindari adanya denda berupa bunga jika harus menunda-nunda pembayaran sampai lewat jatuh tempo pembayaran PBB.
Sedangkan Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat sebagian kecil sebagai WP PBB tidak melaksanakan kewajibannya adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat yang pada dasarnya tidak menyadari akan kewajiban sebagai Wajin Pajak PBB. Masyarakat menganggap pembangunan daerah bukan merupakan tanggung jawab merekan dan mereka tidak menyadari bahwa fasilitas dan prasarana yang mereka manfaatkan adalah hasil dari penerimaan PBB sehingga masyarakat merasa tidak perlu membayar PBB.
2. Masyarakat yang kurang mengerti akan kegunaan atau manfaat dari PBB karena WP PBB merasa tidak ada wujud nyata yang diberikan pemerintah dari hasil penerimaan PBB.
3. Masyarakat yang dalam usahanya mengalami kerugian yang disebabkan letak usaha yang tidak memadai atau tidak strategis. Masyarakat merasa tidak ada keadilan jika pembayaran pajaknya terlalu tinggi karena penetapan NJOP yang tinggi sementara tempat melakukan kegiatan usahanya tidak strategis dan sulit untuk dijangkau konsumen luas.
4. Kondisi ekonomi, walaupun wajib pajak telah mendaftarkan objek pajaknya, tetapi akibat alasan ekonomi mereka tidak dapat melunasi Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan wajib pajak tersebut pendapatannya sangat rendah disamping penghasilan yang tidak tetap maka mau tidak mau mereka terpaksa menunggak pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan untuk mengutamakan kebutuhan yang lebih penting antara lain kebutuhan pangan dan biaya pendidikan anak-anak mereka.
5 Karena keberatan masalah nilai ketetapan yang naik setiap tahunnya, sementara pihak fiskus mempunyai alasan tersendiri untuk menaikkan nilai suatu tanah dan bangunan melalui pendekatan nilai pasar. Karena sejalan dengan perkembangan zaman harga
suatu tanah dan bangunan naik sehingga fiskus harus menaikkan NJOP suatu tanah dan bangunan.
C.Usaha-Usaha Yang Dilakukan Fiskus Dalam Menigkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar PBB di KPP Pratam Binjai
Dalam Rangka peningkatan realisasi penerimaan PBB dirasa perlu adanya usaha-usaha yang dilakukan fiskus seperti:
1. Penagihan aktif (door to door) yang dilakukan oleh petugas pajak untuk meningkatkan penerimaan PBB, karena akan mudah untuk kolektor atau petugas pajak menjaring WP PBB, karena dengan begitu WP PBB tidak dapat menghindar karena sudah didatangi oleh kolektor atau petugas pajak.
2. Soaialisai PBB kepada pihak-pihak instansi terkait untuk diterapkan kepada masyarakat, sehingga dapat memberikan pengetahuan WP PBB secara luas baik itu mengenai sanksi maupun manfaat dari hasil penerimaan PBB.
3. Memberikan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) atau lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak (LSPOP) serta memberikan petunjuk pengisian SPOP dan LSPOP kepada WP PBB untuk pendaftaran objek pajaknya.
4. Melakukan pandataan ulang guna menetapkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) suatu tanah dan bangunan sesuai dengan perkembangan daerah tersebut atau melalui pendekatan nilai pasar atau harga jual suatu tanah dan bangunan.
5. Membantu petugas kantor kelurahan/Desa atau kolektor jika mendapat masalah di lapangan misalnya saja masyarakat yang masih tidak mau membayar PBB terhutangnya meskipun petugas kantor kelurahan sudah datang untuk menagh
pembayaran PBB terhutangnya dan menerangkan sanksi yang harus dibayar beserta pokok pajaknya jika tidak membayar PBB.
6. Melakukan koordinasi, pengawasan, Kerjasama yang baik. Dalam hal meningkatkan kepatuhan WP PBB, fislusmelakukan pengawasan kepada masyarakat untuk menghimbau pembayaran PBB melalui spanduk yang mengingatkan untuk membayar pajak sebelum jatuh tempo pembayaran yang dipasang dijalan dan tempat-tempat umum.
7. Menindak tegas masyarakat yang tidak mau membayar PBB terhutangnya meski sudah diberikan teguran dan surat paksa maka WP PBB tersebut akan ditindak lanjuti seperti dilaksanakannya penyitaan objek pajaknya, dan dari hasil penyitaan tersebut akan di lelang.
8. Melaksanakan upaya pendekatan terhadap WP PBB agar masyarakat tidak menghindari PBB dan tidak menganggap pajak beban, tetapi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi WP PBB untuk memajukan dan mengembangkan pembangunan daerah yang bersangkutan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan pembahasan di bab empat, maka sebagai akhir dari penulisan ini, penulis mengambil beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut:
A. Kesimpulan
1. Tata cara pembayaran di KPP pratama Binjai yang mempermudah masyarakat seperti fiskus menunjuk kolektor atau petugas pajak untuk memungut PBB, selain itu tanpa menunggu kolektor atau petugas pajak yang datang, WP Pbb dapat membayar melalui Bank, Kantor Pos dan Giro dan bisa juga melalui fasilitas banking seperti ATM maupun Internet Banking sehingga masyarakat dapat memenuhi kewajiba perpajakannya.
2. Tingkat kepatuhan dan penahaman masyarakat sebagai wajib pajak PBB tergolong cukup tinggi, melihat untuk setiap tahunnya objek pajak yang terdaftar di KPP Pratama Kisaran semaki meningkat sehingga dapat mencapai dari realisasi penerimaan sehingga pembangunan daerah juga semaki berkembang.
3. Usaha yang dilakukan fiskus bersama instansi terkait di KPP Pratama Binjai sudah cukup baik sehingga dapat meningkatkan tingkat kepatuhan masyarakat sebagai wajib pajak PBB.
B.Saran
1. Tata Cara pembayaran sudah bagus, jadi harus tetap dipertahankan dan lebih
ditingkatkan seperti kolektor atau petugas pemungut pajak harus lebih efektif dalam memungut PBB.
2. Bagi wajib pajak yang masih tidak sadar akan kewajibannya dalam membayar PBB sebaiknya harus melakukan pembayaran PBB gua untuk memajukan dan
mengembangkan pembangunan daerah yang bersangkutan.
3. Hendaknya fiskus dan instansi terkait harus meningkatkan pelayanannya dan lebih mendekatkan diri kepada masyarakat sehingga masyarakat merasa bahwa pajak bukan merupakan suatu beban yang memang harus dipenuhi.
4. Wajib Pajak tetap harus berperan aktif sesuai dengan sistem perpajakannya yang berlaku yakni sistem self assessment yaitu wajib pajak harus mengisi sendiri SPOP untuk mendaftarkan tanah atau bangunan sebagai objek pajak.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku
Mardiasmo, Edisi Revisi 2006, Perpajakan, Penerbit Andi, Yogyakarta Markus Muda 2005, Perpajakan Indonesia, PT.Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Mustaqiem, H, 2008, Pajak Daerah Dalam Transisi Otonomi Daerah, FH UII PRESS, Yogyakarta
Setiawan Agus, Hardi, 2006, Perpajakan Bendaharawan Pemerintah, Rajawali Pers, Jakarta
Soemitro Rochmat H, Muttaqin Zainal, 2001, Pajak Bumi dan Bangunan, Refika Aditama, Bandung
Saragih Panglima Juli, 2003, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam Otanomi, Ghalia Indonesia, Jakarta
B. Peraturan Prundang-undangan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985, Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Tentang Ketentuan Umum Perpajakan Keputusan Direktur Jenderal Pajak KEP-37/PJ/2000, Tentang Tata Cara
Pembayaran PBB Melalui Fasilitas Perbankan Elektronik
Keputusan Menteri Keuangan No. 553 /KMK.03/2002, Tentang Pembagian Hasil Penerimaan PBB Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah