• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBALIAN KREDIT DAN REPAYMENT CAPACITY

7.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian KUR

Analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian KUR dilakukan dengan regresi logistik. Hasil dari regresi ini dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian KUR Variabel Coef SE Coef P Value Odds Ratio Omzet 0.0000001 0.0000000 0.206 1.00 Repayment capacity -0.0000107 0.0000054 0.046 1.00 Agunan -1.30473 1.30140 0.316 0.27 Angsuran 0.0000049 0.0000044 0.270 1.00 Log-Likelihood = -11.538

Tests that all slopes are zero: G= 9.365 DF=4 P-value= 0.053

Dari hasil regresi logistik pada Tabel 17, dapat dilihat bahwa p-value memiliki nilai sebesar 0,053. Berdasarkan nilai ini, maka telah cukup bukti untuk menolak H0 yang menyatakan bahwa tidak ada satupun variabel prediktor yang

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel respon. Artinya, telah cukup bukti untuk menyatakan bahwa ada variabel prediktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel respon. Demikian juga dengan nilai Standard Error (SE) yang relatif sama, sehingga dapat dikatakan bahwa di dalam model ini tidak terdapat multikolinearitas.

Langkah berikutnya untuk mengetahui kebaiksesuaian model dapat dilakukan uji Goodness-of-Fit, yang terdiri dari uji Pearson, deviance, dan Hosmer-Lemeshow. Pada model yang baik, nilai p-value dari ketiga uji ini harus lebih besar dari nilai taraf nyata, di dalam penelitian ini bernilai 0,1 (10%). Hasil dari uji regresi logistik terhadap model ini menunjukkan bahwa nilai p-value dari ketiga uji ini secara berurutan adalah 0,699; 0,846; dan 0,370. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa model ini layak dan dapat diinterpretasikan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelancaran pengembalian kredit dapat dilihat melalui nilai p-value masing-masing variabel. Syarat dari suatu variabel prediktor agar dinyatakan berpengaruh signifikan terhadap variabel respon adalah p-value dari variabel prediktor tersebut harus lebih kecil dari nilai taraf nyata (0,1). Dengan demikian, variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit dengan tingkat kepercayaan sebesar 90 persen adalah nilai dari repayment capacity, sedangkan variabel prediktor lain seperti omzet, agunan, angsuran, dan jumlah kredit tidak berpengaruh secara signifikan.

1) Omzet Usaha

Nilai omzet usaha memiliki korelasi positif terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Hal ini sesuai dengan dugaan awal di mana semakin besar omzet maka semakin pengembalian kredit semakin lancar. Hasil regresi ini juga didukung oleh hasil analisis deskriptif sebelumnya yang menunjukkan sebagian besar responden yang memiliki status lancar memiliki omzet yang lebih besar.

Korelasi positif di antara omzet usaha dan tingkat kelancaran pengembalian kredit menunjukkan bahwa pada dasarnya semua responden dapat mengembalikan kredit dengan lancar. Akan tetapi, terdapat enam orang responden yang mengalami kredit macet, dengan lima di antaranya bergerak di subsistem on-farm. Salah satu penyebab dari penunggakan ini adalah pola pengembalian kredit yang bersifat bulanan, sedangkan pola penerimaan dari usaha yang dimiliki responden bersifat musiman.

Meskipun demikian, nilai p-value untuk variabel omzet pada Tabel 17 menunjukkan bahwa omzet tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Hal ini didukung oleh pengamatan lapangan di mana ada beberapa responden lancar yang memiliki omzet kecil dan responden menunggak yang memiliki omzet besar.

Tabel 17 menunjukkan odds ratio untuk variabel omzet sebesar 1,00. Nilai ini menunjukkan bahwa kenaikan satu satuan terhadap variabel omzet maka responden memiliki peluang satu kali lebih besar untuk mengembalikan kredit. Hasil dari regresi logistik untuk variabel ini sesuai dengan hasil dari penelitian

yang dilakukan oleh Hasibuan (2010) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian KUPEDES.

2) Repayment capacity

Repayment capacity diduga berkorelasi positif terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit, namun berdasarkan hasil analisis regresi ditemukan bahwa repayment capacity berkorelasi negatif terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Hal ini diperkuat dengan hasil uji yang menunjukkan repayment capacity memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit.

Pada umumnya semakin besar nilai repayment capacity yang dimiliki oleh debitur maka jumlah kredit yang didapatkan akan semakin tinggi. Akan tetapi, beberapa responden yang menerima dana kredit tidak dapat mengelola dana yang diterima dengan baik. Salah satu kasus yang menunjukkan hal ini adalah terjadinya peningkatan terhadap biaya produksi usaha responden, tetapi profit yang didapatkan tidak mengalami peningkatan. Dengan demikian, tidak terdapat penambahan di dalam skala ekonomi usaha yang dimiliki.

Penyebab lain terjadinya korelasi negatif di antara kedua variabel ini adalah keadaan sosial budaya sebagian besar responden yang mengutamakan kebutuhan keluarga di atas kepentingan membayar angsuran kredit yang telah diterima. Responden tidak menyisihkan pendapatan yang diterima untuk memenuhi kewajiban angsuran kredit, melainkan menggunakan dana tersebut untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga terlebih dahulu. Penyebab lain terjadinya korelasi negatif tersebut adalah dikarenakan dana kredit yang diterima juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan membayar hutang yang dimiliki oleh responden. Pengelolaan dana yang tidak tepat ini menyebabkan tidak ada perputaran dana yang akan memberikan nilai tambah terhadap kredit yang telah diterima. Selain itu, beberapa responden juga menggunakan dana kredit yang diterima untuk membuka usaha baru atau untuk membiayai usaha lain yang dimiliki. Hal ini tidak sesuai dengan skema Kredit Usaha Rakyat yang dirancang untuk mengembangkan usaha yang telah berjalan, sehingga sering kali responden tidak memiliki dana cukup untuk memenuhi kewajiban angsuran setiap bulannya.

Keadaan ini didukung oleh nilai p-value variabel repayment capacity yang berada di bawah taraf nyata, sehingga dapat dikatakan bahwa repayment capacity berpengaruh secara siginifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Nilai odds ratio sebesar 1,00 menunjukkan bahwa untuk setiap kenaikan satu satuan terhadap nilai repayment capacity maka peluang menunggak akan naik satu kali lebih besar. Hasil regresi logistik ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lubis (2009) pada BRI Unit Cibungbulang. Pada penelitian terdahulu di BRI Unit Cibungbulang yang dilakukan oleh Lubis (2009) nilai repayment capacity berkorelasi negatif dan tidak signifikan terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Korelasi yang bersifat negatif ini juga sesuai dengan hasil dari peneltian yang dilakukan oleh Irawati (2011).

Akan tetapi, telah terjadi perubahan korelasi di antara nilai repayment capacity dan tingkat kelancaran pengembalian kredit. Berdasarkan perhitungan terhadap nilai repayment capacity dengan menggunakan data keadaan keuangan responden pada periode Februari 2012, korelasi di antara nilai repayment capacity dan tingkat kelancaran pengembalian kredit bersifat positif walaupun tidak signifikan pada tingkat kepercayaan sebesar 90 persen (Lampiran 1).

Selain itu, dapat dilihat bahwa ada keterkaitan di antara kenaikan nilai repayment capacity dan jumlah kredit yang diterima. Semakin besar nilai kredit yang diterima, maka semakin besar juga kenaikan nilai repayment capacity dari responden. Korelasi di antara kedua variabel ini bersifat positif dan signifikan pada tingkat kepercayaan sebesar 70 persen (Lampiran 2).

3) Agunan

Berdasarkan hasil regresi, agunan memiliki korelasi negatif terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Hal ini tidak sesuai dengan dugaan awal, di mana adanya agunan diduga akan meningkatkan kelancaran pengembalian kredit. Ketidaksesuaian tersebut disebabkan karena pada Kredit Usaha Rakyat jika terjadi gagal bayar maka agunan yang diajukan oleh responden tidak akan ditarik, karena penjamin dari kredit ini adalah pemerintah

dan bank. Dengan demikian responden tidak merasa terbebani oleh kewajiban untuk mengembalikan kredit.

Agunan tidak memilki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengembalian kredit, hal ini dapat hasil analisis deskriptif agunan di mana sebagian responden baik lancar maupun menunggak memiliki agunan. Nilai odds ratio dari agunan adalah 0,27 yang berarti jika responden memiliki agunan maka peluang terjadinya penunggakan akan naik sebesar 0,27 kali. 4) Angsuran

Angsuran memiliki korelasi positif terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Hasil regresi ini tidak sesuai dengan dugaan awal di mana angsuran diduga berkorelasi negatif terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Salah satu penyebab ketidaksesuaian ini adalah karena angsuran berbanding lurus dengan besarnya jumlah kredit yang diterima, sehingga semakin besar nilai angsuran maka jumlah kredit yang diterima akan semakin tinggi.

Pada Tabel 17, dapat dilihat bahwa angsuran tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengembalian kredit. Hal ini dikarenakan nilai angsuran responden lancar dan menunggak relatif sama. Nilai odds ratio sebesar 1,00 mengindikasikan bahwa setiap terjadi kenaikan nilai angsuran sebesar satu satuan maka peluang responden untuk mengembalikan kredit akan naik naik sebesar satu kali. Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2011) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat realisasi dan pengembalian KUR pada BRI Unit Cibinong.

Dokumen terkait