• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. Kecemasan

1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Kecemasan merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan sangat tidak nyaman dimana sebagian besar orang mencoba untuk menghindar. Mereka sering mencoba untuk mengganti kecemasan dengan perasaan yang masih dapat ditolerasi seperti marah, bosan, depresi, kesedihan, merasa tidak berharga dan lain-lain. Kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni usia, sistem ego, persepsi diri mengenai situasi yang tidak baik/ kehilangan seseorang yang dikasihi, harga diri, pengalaman (Stuart&Laraia,1998).

Menurut Hawari (2013), mekanisme terjadinya cemas berhubungan dengan proses imunologi atau endokrinolog. Proses psiko-neuro-imunologi atau psiko-neuro-endokrinolog merupakan proses yang berhubungan dengan susunan saraf pusat (otak, sistem limbik , sistem transmisi saraf/neurotransmitter) serta kelenjar endokrin (sistem hormonal, kekebalan/immunitiy). Setiap individu yang mengalami stresor psikososial belum tentu akan mengalami kecemasan, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya yaitu usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dukungan sosial dari keluarga, teman, dan masyarakat. Menurut Long (1996), pemberian informasi tentang

pembedahan/operasi kepada pasien merupakan langkah penting untuk kesiapan pasien dalam pembedahan.

1.4.1 Menurut Stuart & Laraia (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain :

1.4.1.1 Faktor predisposisi

Faktor predisposisi yang mempengaruhi kecemasan meliputi pandangan psikoanalitik, pandangan interpersonal, pandangan perilaku, kajian keluarga dan kajian biologis.

Pandangan psikoanalitik mengatakan kecemasan adalah pertentangan reaksi emosi yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id merupakan dorongan impuls primitif dan insting seseorang sedangkan superego menjelaskan tentang hati nurani seseorang yang dikontrol oleh aturan ataupun norma-norma yang berlaku. Ego berfungsi untuk menengahi id dan superego tersebut. Kecemasan muncul sebagai pertanda bahaya bagi ego.

Teori interpersonal menyatakan bahwa kecemasan muncul dari perasaan takut terhadap penolakan dalam hubungan diri dengan orang lain. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pengalaman masa lalu seperti kehilangan dan perpisahan seseorang. Penolakan yang dilakukan orang lain atau masyarakat terhadap eksistensi diri akan menimbulkan respon cemas (anxiety).

Berdasarkan teori perilaku, kecemasan adalah hasil dari frustasi atau stres. Ketidakmampuan atau kegagalan mencapai sesuatu

yang diinginkan menimbulkan keputusasaan, sehingga menyebabkan seseorang mengalami cemas. Sedangkan berdasarkan kajian keluarga, kecemasan terjadi akibat pola interaksi antar anggota keluarga yang tidak baik. Berdasarkan kajian biologis, kecemasan terjadi akibat adanya penyakit/masalah individu mempengaruhi kondisi psikisnya. 1.4.1.2 Faktor presipitasi

Krisis maturasi, situasioal dan adventif dapat menyebabkan respon kecemasan maladaptif.

Perkembangan psikologi merupakan rangkaian tahap-tahap yang diperlukan dalam pertumbuhan terhadap maturitas. Pada periode transisi dapat terjadi gangguan kesimbangan psikologis. Krisis maturitas merupakan peristiwa perkembangan yang membutuhkan perubahan peran misalnya, perkembangan maturitas yang berhasil dari anak usia dini sampai anak usia tengah membutuhkan anak untuk berinteraksi dengan orang-orang diluar keluarga. Pada masa transisi dari remaja sampai dewasa diharapkan bertanggung jawab dalam hal finansial. Kedua tekanan sosial dan biologi yang berubah-ubah tersebut dapat memicu krisis. Adapun sifat dan tingkat dari krisis maturasi dipengaruhi oleh role model, interpersonal dan kemudahan dalam menerima peran baru. Role model yang positif menunjukkan bagaimana individu berperilaku di dalam peran yang baru. Sumber interpersonal mendorong seseorang berusaha untuk menerima perubahan peran. Penerimaan orang lain terhadap peranan yang baru

juga penting karena semakin besar penolakan dari orang lain maka individu akan semakin stres dalam menghadapi suatu perubahan. Periode transisi sejak remaja, orang tua, pernikahan, paruh baya dan pensiun merupakan masa yang penting untuk terjadinya krisis maturasional.

Krisis situasional terjadi ketika keseimbangan psikologi individual atau group mengalami gangguan misalnya, kehilangan pekerjaan, kehilangan seseorang yang dicintai, kehamilan yang tidak diinginkan, timbulnya penyakit atau penyakit yang semakin memburuk, perceraian, masalah sekolah dan menyaksikan kejahatan. Kehilangan pekerjaan dapat mengakibatkan stres finansial, merasa tidak mampu sebagai pencari nafkah, dan konflik pernikahan. Kehilangan seseorang yang dicintai dapat juga membuat stres finansial, perubahan peran anggota keluarga dan kehilangan dukungan emosional. Timbulnya atau memburuknya penyakit menyebabkan kesedihan antisipatif dan takut kehilangan orang yang dicintai. Perceraian sama dengan stres akibat kehilangan orang yang dicintai dan juga krisis tersebut dapat kambuh jika berurusan dengan mantan pasangan. Kehamilan yang tidak diinginkan menyebabkan stres karena itu berhubungan dengan membuat keputusan yang penting yaitu apakah melahirkan atau aborsi, serta apakah merawat bayi atau memberikannya untuk diadopsi. Bila kehamilan diaborsi atau anak diadopsi maka membutuhkan penanganan akan perasaan sedih dan marah. Apabila bayi tetap diasuh, maka

mengharuskan terjadinya perubahan gaya hidup. Masalah disekolah juga dapat menyebabkan perasaan tidak mampu. Orang tua sering menyalahkan mereka atau orang lain dan akibat yang terburuk adalah terjadinya konflik keluarga. Terakhir, menjadi seorang korban atau saksi dari sebuah kejahatan dapat menyebabkan perasaan ketidakberdayaan terhadap diri sendiri dan orang lain, ketakutan, mimpi buruk, dan perasaan bersalah menyebabkan atau tidak menghentikan terjadinya kejahatan.

Krisis adventif merupakan peristiwa yang tidak disengaja, luar biasa dan tidak terduga, seperti: kebakaran, gempa bumi, badai dan banjir yang mengganggu seluruh masyarakat. Tragedi yang terjadi belakangan ini juga merupakan krisis adventif, yaitu: penyanderaan, pembunuhan ditempat kerja, kecelakaan pesawat, kerusuhan dan pemboman didaerah ramai.Berbeda dengan krisis maturasi dan situasional, krisis adventif tidak terjadi pada setiap orang. Namun, apabila krisis adventif terjadi, krisis ini tidak dapat terselesaikan hanya oleh mekanisme koping akibat beratnya masalah. Bencana sering menimbulkan masalah-masalah emosional berminggu-minggu bahkan sampai berbulan-bulan setelah peristiwa bencana. Ada lima fase respon individu terhadap bencana, yaitu:

 Dampak (impact) : ditandai oleh: syok, panik, atau ketakutan yang ekstrim; penilaian seseorang terhadap kenyataan seperti: sangat miskin, dan perilaku yang merusak diri sendiri.

 Heroic : adanya semangat kerjasama antara teman, tetangga dan tim gawat darurat; kegiatan yang berguna pada waktu bencana dapat menolong mengatasi perasaan cemas dan depresi, tetapi kegiatan yang berlebihan mengarah kepada kelelahan (burn out).

 Honeymoon : mulai muncul satu minggu sampai beberapa bulan setelah bencana; kebutuhan untuk menolong orang lain secara terus-menerus, uang, dan penerimaan dukungan dari berbagai instansi yang menyediakan kebutuhan untuk memulai kembali didalam komunitas, masalah psikologi dan perilaku yang mungkin diabaikan.

 Kekecewaan (disillusionment) : sekitar dua bulan sampai dengan satu tahun; waktu kekecewaan, kebencian, frustasi dan marah; korban sering membandingkan keburukan tetangga mereka dengan mereka sendiri dan mungkin untuk benci, iri, atau menunjukkan sikap bermusuhan terhadap orang lain.

 Rekonstruksi dan reorganisasi : individu mulai sadar bahwa mereka harus memahami masalah mereka sendiri; mereka mulai membangun rumah , bisnis mereka. Periode ini dapat berlangsung selama bertahun – tahun setelah bencana terjadi.

Jika tahap rekonstruktif tidak dimulai sejak enam bulan setelah terjadinya bencana maka kemungkinan masalah psikologis akan sangat meningkat.

Menurut Stuart & Laraia (1998), faktor pencetus berasal dari sumber internal atau eksternal. Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan, yaitu ancaman terhadap integritas fisik dan terhadap sistem diri.

Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Sumber internal dapat berupa kegagalan mekanisme fisiologis seperti jantung, sistem imun, regulasi temperatur, perubahan biologis yang normal seperti kehamilan dan penuaan. Sumber eksternal dapat berupa infeksi virus atau bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan dapat timbul akibat kekhawatiran terhadap tindakan operasi yang mempengaruhi integritas tubuh secara keseluruhan.

Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Sumber internal dapat berupa kesulitan melakukan hubungan interpersonal di rumah, di tempat kerja dan di masyarakat. Sumber eksternal dapat berupa kehilangan pasangan, orangtua, teman, perubahan status pekerjaan, dilema etik yang timbul dari aspek religius seseorang, tekanan dari kelompok sosial atau budaya. Ancaman terhadap sistem diri terjadi saat tindakan operasi akan dilakukan sehingga akan menghasilkan suatu kecemasan.

1.4.2Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) yaitu:

1.4.2.1 Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang secara langsung mempengaruhi individu. Keluarga merupakan lingkungan mikrosistem, yang menentukan kepribadian dan kesehatan mental anggota keluarga yang ada didalamnya. Jadi, keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting yang dibutuhkan anggota keluarga lainnya.

Dukungan keluarga terhadap seseorang yang akan menjalani operasi sangat berpengaruh pada tingkat kecemasan yang dialaminya. Sebagian keluarga atau sahabat dapat meningkatkan rasa cemas pasien karena terjadi transmisi cemas dari mereka yamg merangkul pasien, sehingga terjadi penayangan perilaku cemas atau menyumbangkan jaminan palsu. Pendampingan ataupun kehadiran oleh keluarga atau sahabat dapat mengurangi rasa cemas pasien.

Individu dengan kondisi kecemasan tingkat tinggi tidak mampu berkonsentrasi terhadap informasi yang diberikan perawat selama perawatan ataupun prosedur. Dukungan terhadap seseorang dapat membantu seseorang dalam mengambil keputusan ataupun mengatasi stresor yang ia hadapi. Dukungan tersebut sangat bermanfaat dalam membuat individu membagikan kecemasan yang ia alami dan mendapatkan solusi alternatif yang akan mempengaruhi pola fikirnya.

1.4.2.2 Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan petugas kesehatan merupakan support sistem yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pasien properasi mulai dari masuk rumah sakit sampai ke ruang operasi. Dukungan ini dapat berupa komunikasi terapeutik, dukungan emosional/perhatian dari petugas kesehatan, dan penjelasan mengenai pembedahan yang akan dijalani.

Petugas kesehatan seharusnya menumbuhkan kepercayaan /keyakinan klien dan keluarganya dalam rangka pemenuhan kebutuhan fisik/fisiologis klien sehingga klien percaya bahwa para profesional yang terlibat dalam perawatannya benar-benar memahami kebutuhan spesifiknya. Apabila klien percaya terhadap petugas kesehatan yang merawatnya, maka klien akan lebih tenang dan kooperatif terhadap rencana keperawatan maupun tindakan pembedahan. Perawat yang mampu mengekspresikan kekhawatiran dan kasih sayang kepada pasien dan keluarga dan menunjukkan ketulusan mereka mungkin diterima sebagai pendukung.

Dukungan ini juga dapat berupa jawaban yang pasti dan jujur dengan penuh percaya diri dan perhatian dari tenaga kesehatan tentang apa yang ditanyakan oleh pasien maupun keluarga dan juga pemberitahuan tentang tindakan apa yang akan dlilaksanakan, apa saja yang perlu dipersiapkan ataupun dimana keluarga akan menunggu selama pembedahan berlangsung serta proses berlangsungnya operasi.

Dengan demikian, keluarga dan pasien akan merasa dihargai dan menciptakan persepsi positif terhadap tenaga kesehatan.

1.4.2.3 Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan pasien mengenai informasi operasi. Takut terhadap hal yang tidak diketahui ataupun kecemasan, dapat berkurang dengan cara memberikan informasi tentang pembedahan yang akan dikerjakan. Strategi keperawatan yang utama pada masa pre-operasi ini adalah memberikan informasi yang bertujuan untuk mencegah yang potensial menjadi komplikasi. Takut terhadap yang tidak diketahui dapat berkurang karena pengetahuan tentang peristiwa yang akan berlangsung. Jumlah informasi yang harus diberikan sebelum operasi tergantung kepada latar belakang, minat dan derajat stres dari pasien dan keluarganya. Cara yang terbaik adalah bertanya kepada pasien apa yang mereka ingin ketahui mengenai operasi yang akan berlangsung.

Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya sebelum operasi yaitu pemeriksaan –pemeriksaan sebelum operasi serta alasannya, hal-hal yang rutin sebelum operasi, alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah (waktu, mengecek prosedur-prosedur), ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi (long,1996).

Pengetahuan pasien dan keluarga mengenai hal-hal pembedahan merupakan kunci keberhasilan proses pembedahan.

Dengan mengetahui prosedur pembedahannya, mengetahui situasi yang akan terjadi saat mereka tiba di tempat pembedahan, dan mengetahui cara untuk berfungsi kembali pada masyarakat ataupun komunitasnya maka pasien akan memperoleh hasil pembedahaan yang terbaik. Salah satu keuntungan dari pemberiaan informasi preoperasi ini adalah rasa cemas klien akan berkurang terhadap proses bedah yang akan dijalaninya. Ahli bedah dan perawat bertanggung-jawab dalam mempersiapkan klien dan keluarganya dalam melakukan aktivitas perawatan diri setelah operasi misalnya, arah/rute ke fasilitas, ataupun penjelasan mengenai apa yang dimaksud bedah yang akan dijalaninya dan alasannya, dan lain-lain.

1.4.2.4 Kekhawatiran akan nyeri

Kekhawatiran akan nyeri mempengaruhi pasien dalam menjalani operasi. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan bersifat subjektif. Pasien memerlukan penjelasan mengenai nyeri yang akan dirasakannya setelah operasi. Perawat bertugas menjelaskan nyeri yang akan dirasakan pasien baik pada saat pembedahan maupun pasca pembedahan. Apabila klien mencapai harapan yang realistik terhadap nyeri dan mengetahui cara mengatasinya maka rasa cemas akan berkurang.

1.4.2.5 Persepsi pasien terhadap hasil bedah

Persepsi hasil bedah ialah pasien memiliki gambaran tersendiri mengenai hasil yang mungkin terjadi setelah pembedahan.

Pasien mungkin memikirkan aktifitasnya akan terganggu, terjadi kecacatan, terjadi kegagalan terhadap operasi, terjadi kesalahan oleh petugas kesehatan, kematian dan lain-lain. Semakin sering pasien memikirkan kemungkinan hasil pembedahan maka semakin tinggi tingkat kecemasan. Perawat bertugas membantu klien dan keluarga untuk mencapai harapan yang realistik terhadap pembedahan.

Dokumen terkait