Kecemasan Pasien Pre-operasi di Rumah Sakit
Dr. Pirngadi Medan
SKRIPSI
oleh
Citra Nasrani Natalia Simbolon 111101119
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Nama Mahasiswa : Citra Nasrani Natalia Simbolon
NIM : 111101119
Jurusan : Ilmu Keperawatan
Tahun : 2015
ABSTRAK
Pembedahan memberikan berbagai reaksi emosi dan reaksi psikologis pasien, diantaranya adalah kecemasan dan stress. Kecemasan yang timbul dipengaruhi oleh pandangan pasien, pengalaman yang pernah dirasakan, mitos yang pernah didengar, bahkan pengalaman tetangga atau keluarga yang buruk, serta pengaruh akan kehidupan sehari-hari individu tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kecemasan pasien preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan jumlah responden 30 orang pasien preoperasi dengan operasi minor. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 24 orang (80%), kecemasan sedang sebanyak 6 orang (20%), dan tidak ada pasien yang mengalami kecemasan berat. Disarankan untuk pihak rumah sakit untuk tetap meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatannya dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien preoperasi.
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan karunia-Nya skripsi yang berjudul : Kecemasan pasien preoperasi di RSUD Dr Pirngadi Medan
dapat diselesaikan dengan baik.
Selama proses skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, dukungan dan doa dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, baik mulai dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, tentulah akan terasa sangat sulit bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Mahnum Lailan Nasution,S.Kep,Ns,M.Kep. selaku pembimbing yang
telah meluangkan banyak waktu dan perhatiannya dengan penuh kesabaran dalam memberikan masukan, arahan, dukungan serta bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Yesi Ariani, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen penguji I yang telah memberi masukan untuk memperbaiki skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tua saya, yakni Bapak saya L. Simbolon dan Ibu saya J. Silitonga, S.E. yang telah memberikan bantuan, dukungan material dan moral serta doa
demi kemudahan dalam menyelesaikan pendidikan, juga adik saya Herikson Simbolon dan Josua Simbolon yang telah memberikan dukungan dan doa untuk saya.
8. Sahabat-sahabat terbaik saya Melanie, Ribka, Rinata, Mila dan Junjungan, serta semua teman-teman S1 2011 Fakultas Keperawatan yang telah membantu
dan memotivasi dalam penyusunan skripsi ini.
9. KTB AB3 dan PKK saya yang tersayang Kak Siska Hutagalung, adik-adik kelompok yang saya kasihi Yesi yang juga telah mendukung dan mendoakan
saya selalu.
10. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam menempuh pendidikan
dan penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada pembacanya, dan
penulis juga menerima saran yang membangun dari semua pihak untuk hasil yang lebih baik. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
Medan, September 2015
DAFTAR ISI
2. Pertanyaan Penelitian ... 5
3. Tujuan Penelitian ... 5
4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
1. Kecemasan ... 7
1.1 Pengertian Kecemasan ... 7
1.2 Penyebab Kecemasan ... 8
1.3 Karakteristik dan Tingkat Kecemasan ... 9
1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Pre-operasi ... 12
1.5 Respon Tubuh terhadap Kecemasan ... 23
2. Operasi ... 24
2.1 Pengertian Preoperasi ... 24
2.2 Tipe-tipe Pembedahan ... 24
2.4 Persiapan Preoperasi ... 28
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 32
1. Kerangka Penelitian ... 32
2. Definisi operasional ... 33
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 24
1. Desain Penelitian ... 34
2. Populasi dan sampel ... 34
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
4. Pertimbangan Etik ... 35
5. Instrumen Penelitian ... 36
6. Uji validitas dan realibilitas instrumen ... 37
7. Pengumpulan Data ... 38
8. Analisa Data ... 39
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
1. Hasil penelitian ... 40
2. Pembahasan ... 42
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
1. Kesimpulan ... 48
2 . Saran ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Penjelasan Tentang Penelitian Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 3 Instrumen Penelitian
Lampiran 4 Hasil Reliabilitas Kuesioner Lampiran 5 Hasil Penelitian
Lampiran 6 Taksasi Dana
Lampiran 7 Surat Validitas Kuesioner
Lampiran 8 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Lampiran 9 Surat Uji Reliabilitas Kuesioner
Lampiran 10 Surat Balasan Uji Reliabilitas Kuesioner Lampiran 11 Surat Survey Awal
Lampiran 12 Surat Selesai Survey Awal Lampiran 13 Surat Izin Survey Pendahuluan Lampiran 14 Surat Izin Penelitian
DAFTAR SKEMA
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Defenisi operasional variabel penelitian ... 33 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Demografi
Judul : Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Nama Mahasiswa : Citra Nasrani Natalia Simbolon
NIM : 111101119
Jurusan : Ilmu Keperawatan
Tahun : 2015
ABSTRAK
Pembedahan memberikan berbagai reaksi emosi dan reaksi psikologis pasien, diantaranya adalah kecemasan dan stress. Kecemasan yang timbul dipengaruhi oleh pandangan pasien, pengalaman yang pernah dirasakan, mitos yang pernah didengar, bahkan pengalaman tetangga atau keluarga yang buruk, serta pengaruh akan kehidupan sehari-hari individu tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kecemasan pasien preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan jumlah responden 30 orang pasien preoperasi dengan operasi minor. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 24 orang (80%), kecemasan sedang sebanyak 6 orang (20%), dan tidak ada pasien yang mengalami kecemasan berat. Disarankan untuk pihak rumah sakit untuk tetap meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatannya dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien preoperasi.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit merupakan suatu fenomena yang kompleks dan berpengaruh
negatif terhadap kehidupan manusia. Peningkatan penyakit berhubungan dengan dampak dari perubahan gaya hidup seiring perkembangan dunia yang semakin
modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup. Riskesdas (2013) menyatakan bahwa penyebab kematian akibat penyakit semakin meningkat. Penyakit yang semakin kompleks di masyarakat diantaranya penyakit yang menular
(ISPA, pneumoni, TB paru, hepatitis, diare dll) dan penyakit tidak menular (asma, PPOK, kanker, DM, hipertiroid, hipertensi, jantung koroner, gagal jantung, stroke,
gagal ginjal kronis dan penyakit sendi).
Seiring dengan munculnya berbagai penyakit yang semakin kompleks, maka penanganan untuk mengatasi penyakit tersebut pun semakin beragam.
Tindakan pembedahan atau operasi merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh tim medis untuk proses penyembuhan pasien. Banyak sekali penyakit yang
memerlukan tindakan pembedahan atau operasi. Misalnya saja, penyakit usus buntu, hernia, tumor, patah tulang, batu ginjal, kanker dan lain-lain. Tindakan ini dikerjakan menggunakan teknik invasif dengan membuka atau menampilkan
Menurut World Health Organization (2009) mengatakan bahwa perawatan bedah merupakan komponen penting dari perawatan kesehatan dunia yang
diperkirakan ada 230 juta operasi utama dilakukan di seluruh dunia setiap tahunnya. Di Indonesia, operasi bedah saraf ada sebanyak 496 orang pada tahun 2013
sedangkan pada tahun 2012 jumlah pasien bedah saraf ada sebanyak 414 orang, jumlah pasien bedah tumor dan stroke ada sebanyak 103 orang.
Proses pembedahan atau operasi terdiri dari 3 bagian yakni, preoperasi,
operasi, dan pasca operasi. Tahap preoperasi merupakan awal dari sebuah proses pembedahan yang sangat menentukan tindakan pada masa intra- dan pasca operasi.
Tindakan preoperasi yang dilakukan oleh perawat dalam mempersiapkan pasien untuk tindakan pembedahan dengan tujuan menjamin keselamatan pasien intraoperatif (mengindari komplikasi yang memperburuk kondisi pasien).
Persiapan yang diperlukan yakni persiapan fisik dan mental sangat diperlukan, karena keberhasilan suatu tindakan pembedahan berawal dari keberhasilan
persiapan sebelum operasi (Qosim,2013).
Kesiapan psikologis pasien bedah harus dikaji sebelum masuk ke ruang operasi. Pengkajian tingkat kecemasan pasien preoperasi ini perlu dilakukan karena
berpengaruh terhadap fisiologi tubuhnya sebelum menjalani operasi dan menimbulkan masalah baru. Bila data yang dikumpulkan pasien mengalami
kecemasan yang gawat, maka perawat berkolaborasi dengan dokter mengenai evaluasi tindak lanjut. Rencana pembedahan bisa ditunda untuk situasi tersebut
Pembedahan ini sering memberikan berbagai reaksi emosi dan reaksi psikologis pasien, diantaranya adalah kecemasan dan stress (Hart,2009). Hal ini
dapat dilihat dari hasil penelitian Banjarnahor (2014) di Rumah Sakit umum Daerah Dr. Pirngadi Medan tentang gambaran tingkat kecemasan pasien preoperasi yakni
kecemasan ringan 19 responden (47.5%), kecemasan sedang 13 responden (32.5%) dan kecemasan berat 8 responden (20%).
Kecemasan yang timbul dipengaruhi oleh pandangan pasien, pengalaman
yang pernah dirasakan, mitos yang pernah didengar, bahkan pengalaman tetangga atau keluarga yang buruk, serta pengaruh akan kehidupan sehari-hari individu
tersebut. Kecemasan yang timbul akibat proses pembedahan dapat berupa berbagai macam alasan. Beberapa diantaranya adalah seperti takut nyeri setelah pembedahan, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal, takut keganasan (bila
diagnosis yang ditegakkan belum pasti), takut atau kecemasan menghadapi ruangan operasi dan peralatan pembedahan, takut mati saat dibius atau tidak sadar, takut
operasi gagal (Mulyani,2008).
Kecemasan timbul sebagai respon terhadap stress, baik stress fisiologi maupun stress psikologi. Artinya, kecemasan terjadi ketika seseorang terancam
baik secara fisik maupun secara psikologis (Asmadi,2008). Kecemasan ini dipengaruhi oleh berbagai hal. Kecemasan dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal yaitu usia, pengalaman, tipe kepribadian, keadaan fisik, maturasi sedangkan faktor eksternal yaitu status pendidikan, pengetahuan, status ekonomi, potensi stressor,obat, keluarga, sosial budaya dan lingkungan
Hal ini dapat dilihat dari beberapa penelitian diantaranya Erawan,Opod & Pali (2013), menyatakan bahwa perempuan lebih banyak mengalami kecemasan
daripada laki-laki. Perempuan mengalami kecemasan dengan tingkat yang lebih tinggi daripada laki-laki. Yunita & Mahpolah (2013), menunjukkan ada hubungan
yang bermakna antara umur dengan tingkat kecemasan ibu primipara pada masa nifas di wilayah kerja Puskesmas Kertak Hanyar.
Menurut Long (1996), pemberian informasi tentang pembedahan/operasi
kepada pasien merupakan langkah penting untuk kesiapan pasien dalam pembedahan. Hasil penelitian oleh Larasati (2009) menjelaskan bahwa preoperatif
teaching sangat efektif pada pasien yang akan menjalani operasi dalam mengurangi tingkat kecemasannya. Hal ini diketahui melalui perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah dilakukan preoperative teaching yakni dari kecemasan sedang
(53%) dan kecemasan berat (47 %) menjadi kecemasan ringan (54%) dan kecemasan sedang (33%) dan kecemasan berat (13%).
Menurut Hawari (2013), mekanisme terjadinya kecemasan berhubungan dengan proses psiko-neuro-imunologi atau psiko-neuro-endokrinolog. Setiap individu yang mengalami stresor psikososial belum tentu akan mengalami
kecemasan, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya yaitu usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dukungan sosial dari keluarga, teman, dan masyarakat.
Berdasarkan hasil survey pendahuluan yang dilakukan di RSUD Dr Pirngadi Medan didapat total individu yang menjalani semua jenis operasi pada periode
Januari-Desember 2013 individu yang menjalani operasi sebanyak 2747 orang sedangkan total pasien preoperasi bedah minor berjumlah sebanyak 139 orang pada tahun
2013.
Berdasarkan kondisi dari hasil penelitian sebelumnya, peneliti merasa
tertarik untuk meneliti tentang kecemasan pasien preoperasi di RSUD DR Pirngadi Medan.
2. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana kecemasan pasien preoperasi di RSUD DR Pirngadi Medan?
3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kecemasan pasien preoperasi di RSUD Pirngadi Medan.
4. Manfaat Penelitian
4.1 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan selanjutnya.
4.2 Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dan informasi dalam meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan keperawatan terhadap pasien
4.3 Penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan menjadi data lanjutan dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kecemasan
1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak jelas, yang tidak pasti dan menyebar serta tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang
spesifik (Stuart , 2007). Kecemasan yaitu jawaban emosi yang sifatnya antisipatif, jawaban awal sebelum ada pertanyaan (Baihaqi et al., 2007) . Kecemasan adalah
istilah yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu menggambarkan keadaan kekhawatiran, kegelisahan yang tidak jelas, atau reaksi ketakutan dan tidak
tentram yang terkadang diikuti dengan keluhan fisik. Gangguan kecemasan adalah gangguan yang berkaitan dengan perasaan khawatir yang tidak nyata, tidak masuk akal, tidak sesuai antara yang berlangsung terus atas prinsip yang terjadi
(manifestasi) dan kenyataan yang dirasakan (Pieter,2010).
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup. Kecemasan adalah pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang jelas atau spesifik sehingga individu merasakan perasaan was-was atau khawatir seolah-olah ada sesuatu buruk
Menurut Asmadi (2008), kecemasan adalah reaksi emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme pertahanan dirinya
dalam menghadapi masalah. 1.2 Penyebab kecemasan
Menurut Savitri Ramaiah (2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan mengenai pola dasar yang menunjukkan reaksi kecemasan tersebut, yakni:
1.2.1 Lingkungan
Lingkungan maupun tempat tinggal mempengaruhi bagaimana
seseorang berfikir tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini bisa terjadi karena pengalaman bersama mereka ataupun kegiatan yang dilalui bersama keluara, sahabat dan tetangga. Kecemasan juga dapat muncul ketika
seseorang tidak nyaman dengan lingkungannya. 1.2.2 Emosi yang ditekan
Kecemasan dapat terjadi apabila ketika seseorang menghadapi masalah dan tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut dalam hubungan personal.
Kecemasan juga dapat muncul apabila reaksi atau respon stres, marah dipendam dalam jangka waktu yang lama.
1.2.3 Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh saling berintegrasi dan dapat menimbulkan kecemasan. Hal ini terjadi biasanya kondisi tubuh sedang mengalami sesuatu,
Gangguan emosi dapat diturunkan secara genetik, tetapi dalam hal keturunan ini tidak terlalu mempengaruhi tentang terjadinya kecemasan.
1.3 Karakteristik dan Tingkat Kecemasan
Ada beberapa gejala yang menjelaskan tentang munculnya respon emosi ini, yakni pertama gejala psikis: perasaan gundah, khawatir, gugup, tegang, cemas, tak aman, lekas terkejut, emosi labil (perubahan rasa hati berganti-ganti), mudah
tersinggung, apatis, perasaan salah tidak pada tempatnya. Kedua, gejala somatik: keringat dingin, sulit bernafas, gangguan lambung, berdebar-debar, tekanan darah
meningkat, dan sebagainya. Bentuk kecemasan juga dapat berupa:
a. Free floating anxiety (kecemasan yang mengambang), adalah kecemasan yang tidak jelas dan tidak ada hubungan dengan suatu
pemikiran.
b. Agitasi: kecemasan yang disertai kegelisahan motorik yang hebat.
c. Panik: serangan kecemasan yang hebat dengan kegelisahan, kebingungan, dan hiperaktivitas yang tidak terorganisasi.
Peplau (1952) dalam Sheila L Videbeck (2008) menjelaskan tingkatan
kecemasan ada 4 , yaitu: ringan, sedang, berat, panik. Tiap tingkatan ini memiliki perbedaan baik dalam perilaku, kemampuan kognitif, respon emosional ketika
mengalami kecemasan. Pada kecemasan ringan dan sedang , individu mampu memproses informasi, belajar, dan mengatasi masalahnya sendiri. Pada tingkat ini, kecemasan memotivasi pembelajaran dan perubahan perilaku. Pada kecemasan
respon defensif terjadi, dan keterampilan kognitif menurun secara signifikan. Individu yang mengalami kecemasan berat sulit berfikir dan melakukan
pertimbangan, otot-ototnya menjadi tegang, tanda-tanda vital meningkat, mondar-mandir, menunjukkan kegelisahaan, irritabilitas dan kemarahan atau menggunakan
cara psikomotor emosional lainnya yang sama untuk melepas ketegangan yang dialaminya. Dan pada tingkatan panik, psikomotor-emosional yang mendominasi, disertai dengan respon fight, flight, atau freeze dan juga hanya keterampilan
kognitif yang bertahan.
Kemampuan satu individu dengan individu lainnya dalam menghadapi suatu
hal hal berbeda. Hal ini tentu berpengaruh terhadap reaksi emosional kecemasan pada tiap individu. Tiap tingkatan memiliki karakteristik atau manifestasi yang berbeda satu sama lain. Karakteristik kecemasan bergantung pada kematangan
individu, pemahaman mengatasi masalah, harga diri, mekanisme koping yang digunakannya (Asmadi, 2008).
Tabel Tingkat Kecemasan dan Karakteristik Tingkat
Kecemasan
Karakteristik
Ringan Berhubungan dengan kejadian sehari-hari Kewaspadaan meningkat
Persepsi terhadap lingkungan meningkat Memotivasi dan berkreasi
Respon fisologis: sesekali nafas pendek nadi dan tekanan darah meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar
Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, dan suara kadang-kadang meninggi.
Sedang Respon fisiologi: sering nafas pendek, nadi ekstra sistol dan tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, sering berkemih dan letih. Respon kognitif: memusatkan perhatiannya pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari luar tidak mampu diterima
Respon perilaku emosi: gerakan tersentak-sentak, terlihat lebih tegang, bicara lebih banyak dan cepat, susah tidur dan perasaan tidak aman.
Berat Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal lainnya.
Respon fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, sakit kepala, tampak tegang, penglihatan berkabut.
Respon kognitif: tidak mampu berfikir berat, membutuhkan banyak tuntunan atau bimbingan, lapang persepsi menyempit.
Respon perilaku dan emosi: perasaan terancam dan komunikasi verbal terganggu (verbalisasi cepat).
Panik Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada dan pucat, hipotensi serta rendahnya koordinasi motorik
Respon kognitif : gangguan realitas, tidak dapt berfikir logis persepsi mengenai lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami situasi
Respon prilaku dan emosi : agitasi, mengamuk dan marah, , ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali atas diri, perasaan terancam, serta dapat berbuat suatu hal yang membahayakan bagi diri sendiri ataupun orang lain disekitarnya .
Sumber : Asmadi (2008)
Keluhan yang sering dikemukakan oleh individu yang mengalami kecemasan
mengalami mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat, keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot tulang, pendengaran
berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.
1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Pre-operasi
Kecemasan merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan sangat
tidak nyaman dimana sebagian besar orang mencoba untuk menghindar. Mereka sering mencoba untuk mengganti kecemasan dengan perasaan yang masih dapat ditolerasi seperti marah, bosan, depresi, kesedihan, merasa tidak berharga dan
lain-lain. Kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni usia, sistem ego, persepsi diri mengenai situasi yang tidak baik/ kehilangan seseorang yang dikasihi, harga
diri, pengalaman (Stuart&Laraia,1998).
Menurut Hawari (2013), mekanisme terjadinya cemas berhubungan dengan proses imunologi atau endokrinolog. Proses
psiko-neuro-imunologi atau psiko-neuro-endokrinolog merupakan proses yang berhubungan dengan susunan saraf pusat (otak, sistem limbik , sistem transmisi
saraf/neurotransmitter) serta kelenjar endokrin (sistem hormonal, kekebalan/immunitiy). Setiap individu yang mengalami stresor psikososial belum tentu akan mengalami kecemasan, hal ini tergantung pada struktur kepribadiannya
pembedahan/operasi kepada pasien merupakan langkah penting untuk kesiapan
pasien dalam pembedahan.
1.4.1 Menurut Stuart & Laraia (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan antara lain :
1.4.1.1 Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi kecemasan meliputi
pandangan psikoanalitik, pandangan interpersonal, pandangan perilaku, kajian keluarga dan kajian biologis.
Pandangan psikoanalitik mengatakan kecemasan adalah
pertentangan reaksi emosi yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id merupakan dorongan impuls primitif dan insting seseorang sedangkan superego menjelaskan tentang hati nurani
seseorang yang dikontrol oleh aturan ataupun norma-norma yang berlaku. Ego berfungsi untuk menengahi id dan superego tersebut.
Kecemasan muncul sebagai pertanda bahaya bagi ego.
Teori interpersonal menyatakan bahwa kecemasan muncul dari perasaan takut terhadap penolakan dalam hubungan diri dengan
orang lain. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pengalaman masa lalu seperti kehilangan dan perpisahan seseorang. Penolakan yang
dilakukan orang lain atau masyarakat terhadap eksistensi diri akan menimbulkan respon cemas (anxiety).
Berdasarkan teori perilaku, kecemasan adalah hasil dari
yang diinginkan menimbulkan keputusasaan, sehingga menyebabkan seseorang mengalami cemas. Sedangkan berdasarkan kajian keluarga,
kecemasan terjadi akibat pola interaksi antar anggota keluarga yang tidak baik. Berdasarkan kajian biologis, kecemasan terjadi akibat
adanya penyakit/masalah individu mempengaruhi kondisi psikisnya. 1.4.1.2 Faktor presipitasi
Krisis maturasi, situasioal dan adventif dapat menyebabkan
respon kecemasan maladaptif.
Perkembangan psikologi merupakan rangkaian tahap-tahap
yang diperlukan dalam pertumbuhan terhadap maturitas. Pada periode transisi dapat terjadi gangguan kesimbangan psikologis. Krisis maturitas merupakan peristiwa perkembangan yang membutuhkan
perubahan peran misalnya, perkembangan maturitas yang berhasil dari anak usia dini sampai anak usia tengah membutuhkan anak untuk
berinteraksi dengan orang-orang diluar keluarga. Pada masa transisi dari remaja sampai dewasa diharapkan bertanggung jawab dalam hal
finansial. Kedua tekanan sosial dan biologi yang berubah-ubah tersebut dapat memicu krisis. Adapun sifat dan tingkat dari krisis maturasi dipengaruhi oleh role model, interpersonal dan kemudahan dalam
menerima peran baru. Role model yang positif menunjukkan bagaimana individu berperilaku di dalam peran yang baru. Sumber
juga penting karena semakin besar penolakan dari orang lain maka individu akan semakin stres dalam menghadapi suatu perubahan.
Periode transisi sejak remaja, orang tua, pernikahan, paruh baya dan pensiun merupakan masa yang penting untuk terjadinya krisis
maturasional.
Krisis situasional terjadi ketika keseimbangan psikologi individual atau group mengalami gangguan misalnya, kehilangan
pekerjaan, kehilangan seseorang yang dicintai, kehamilan yang tidak diinginkan, timbulnya penyakit atau penyakit yang semakin memburuk,
perceraian, masalah sekolah dan menyaksikan kejahatan. Kehilangan pekerjaan dapat mengakibatkan stres finansial, merasa tidak mampu sebagai pencari nafkah, dan konflik pernikahan. Kehilangan seseorang
yang dicintai dapat juga membuat stres finansial, perubahan peran anggota keluarga dan kehilangan dukungan emosional. Timbulnya atau
memburuknya penyakit menyebabkan kesedihan antisipatif dan takut kehilangan orang yang dicintai. Perceraian sama dengan stres akibat
kehilangan orang yang dicintai dan juga krisis tersebut dapat kambuh jika berurusan dengan mantan pasangan. Kehamilan yang tidak diinginkan menyebabkan stres karena itu berhubungan dengan
membuat keputusan yang penting yaitu apakah melahirkan atau aborsi, serta apakah merawat bayi atau memberikannya untuk diadopsi. Bila
mengharuskan terjadinya perubahan gaya hidup. Masalah disekolah juga dapat menyebabkan perasaan tidak mampu. Orang tua sering
menyalahkan mereka atau orang lain dan akibat yang terburuk adalah terjadinya konflik keluarga. Terakhir, menjadi seorang korban atau
saksi dari sebuah kejahatan dapat menyebabkan perasaan ketidakberdayaan terhadap diri sendiri dan orang lain, ketakutan, mimpi buruk, dan perasaan bersalah menyebabkan atau tidak menghentikan
terjadinya kejahatan.
Krisis adventif merupakan peristiwa yang tidak disengaja,
luar biasa dan tidak terduga, seperti: kebakaran, gempa bumi, badai dan banjir yang mengganggu seluruh masyarakat. Tragedi yang terjadi belakangan ini juga merupakan krisis adventif, yaitu: penyanderaan,
pembunuhan ditempat kerja, kecelakaan pesawat, kerusuhan dan pemboman didaerah ramai.Berbeda dengan krisis maturasi dan
situasional, krisis adventif tidak terjadi pada setiap orang. Namun, apabila krisis adventif terjadi, krisis ini tidak dapat terselesaikan hanya
oleh mekanisme koping akibat beratnya masalah. Bencana sering menimbulkan masalah-masalah emosional berminggu-minggu bahkan sampai berbulan-bulan setelah peristiwa bencana. Ada lima fase respon
individu terhadap bencana, yaitu:
Dampak (impact) : ditandai oleh: syok, panik, atau ketakutan yang
Heroic : adanya semangat kerjasama antara teman, tetangga dan tim
gawat darurat; kegiatan yang berguna pada waktu bencana dapat menolong mengatasi perasaan cemas dan depresi, tetapi kegiatan yang berlebihan mengarah kepada kelelahan (burn out).
Honeymoon : mulai muncul satu minggu sampai beberapa bulan
setelah bencana; kebutuhan untuk menolong orang lain secara terus-menerus, uang, dan penerimaan dukungan dari berbagai instansi yang menyediakan kebutuhan untuk memulai kembali didalam komunitas,
masalah psikologi dan perilaku yang mungkin diabaikan.
Kekecewaan (disillusionment) : sekitar dua bulan sampai dengan satu
tahun; waktu kekecewaan, kebencian, frustasi dan marah; korban sering membandingkan keburukan tetangga mereka dengan mereka
sendiri dan mungkin untuk benci, iri, atau menunjukkan sikap bermusuhan terhadap orang lain.
Rekonstruksi dan reorganisasi : individu mulai sadar bahwa mereka
harus memahami masalah mereka sendiri; mereka mulai membangun
rumah , bisnis mereka. Periode ini dapat berlangsung selama bertahun – tahun setelah bencana terjadi.
Menurut Stuart & Laraia (1998), faktor pencetus berasal dari sumber internal atau eksternal. Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan, yaitu
ancaman terhadap integritas fisik dan terhadap sistem diri.
Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Sumber internal dapat berupa kegagalan mekanisme fisiologis seperti jantung, sistem imun, regulasi temperatur, perubahan
biologis yang normal seperti kehamilan dan penuaan. Sumber eksternal dapat berupa infeksi virus atau bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan dapat
timbul akibat kekhawatiran terhadap tindakan operasi yang mempengaruhi integritas tubuh secara keseluruhan.
Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga
diri dan fungsi sosial seseorang. Sumber internal dapat berupa kesulitan melakukan hubungan interpersonal di rumah, di tempat kerja dan di
masyarakat. Sumber eksternal dapat berupa kehilangan pasangan, orangtua, teman, perubahan status pekerjaan, dilema etik yang timbul dari aspek
1.4.2Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi
menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) yaitu:
1.4.2.1 Dukungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang secara
langsung mempengaruhi individu. Keluarga merupakan lingkungan mikrosistem, yang menentukan kepribadian dan kesehatan mental anggota keluarga yang ada didalamnya. Jadi, keluarga merupakan
lingkungan yang sangat penting yang dibutuhkan anggota keluarga lainnya.
Dukungan keluarga terhadap seseorang yang akan menjalani operasi sangat berpengaruh pada tingkat kecemasan yang dialaminya. Sebagian keluarga atau sahabat dapat meningkatkan rasa
cemas pasien karena terjadi transmisi cemas dari mereka yamg merangkul pasien, sehingga terjadi penayangan perilaku cemas atau
menyumbangkan jaminan palsu. Pendampingan ataupun kehadiran oleh keluarga atau sahabat dapat mengurangi rasa cemas pasien.
Individu dengan kondisi kecemasan tingkat tinggi tidak
mampu berkonsentrasi terhadap informasi yang diberikan perawat selama perawatan ataupun prosedur. Dukungan terhadap seseorang
dapat membantu seseorang dalam mengambil keputusan ataupun mengatasi stresor yang ia hadapi. Dukungan tersebut sangat bermanfaat dalam membuat individu membagikan kecemasan yang ia alami dan
1.4.2.2 Dukungan Petugas Kesehatan
Dukungan petugas kesehatan merupakan support sistem
yang diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pasien properasi mulai dari masuk rumah sakit sampai ke ruang operasi. Dukungan ini dapat
berupa komunikasi terapeutik, dukungan emosional/perhatian dari petugas kesehatan, dan penjelasan mengenai pembedahan yang akan dijalani.
Petugas kesehatan seharusnya menumbuhkan kepercayaan /keyakinan klien dan keluarganya dalam rangka pemenuhan kebutuhan
fisik/fisiologis klien sehingga klien percaya bahwa para profesional yang terlibat dalam perawatannya benar-benar memahami kebutuhan spesifiknya. Apabila klien percaya terhadap petugas kesehatan yang
merawatnya, maka klien akan lebih tenang dan kooperatif terhadap rencana keperawatan maupun tindakan pembedahan. Perawat yang
mampu mengekspresikan kekhawatiran dan kasih sayang kepada pasien dan keluarga dan menunjukkan ketulusan mereka mungkin
diterima sebagai pendukung.
Dukungan ini juga dapat berupa jawaban yang pasti dan jujur dengan penuh percaya diri dan perhatian dari tenaga kesehatan
tentang apa yang ditanyakan oleh pasien maupun keluarga dan juga pemberitahuan tentang tindakan apa yang akan dlilaksanakan, apa saja
Dengan demikian, keluarga dan pasien akan merasa dihargai dan menciptakan persepsi positif terhadap tenaga kesehatan.
1.4.2.3 Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan pasien mengenai informasi operasi.
Takut terhadap hal yang tidak diketahui ataupun kecemasan, dapat berkurang dengan cara memberikan informasi tentang pembedahan yang akan dikerjakan. Strategi keperawatan yang utama pada masa
pre-operasi ini adalah memberikan informasi yang bertujuan untuk mencegah yang potensial menjadi komplikasi. Takut terhadap yang
tidak diketahui dapat berkurang karena pengetahuan tentang peristiwa yang akan berlangsung. Jumlah informasi yang harus diberikan sebelum operasi tergantung kepada latar belakang, minat dan derajat
stres dari pasien dan keluarganya. Cara yang terbaik adalah bertanya kepada pasien apa yang mereka ingin ketahui mengenai operasi yang
akan berlangsung.
Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya
sebelum operasi yaitu pemeriksaan –pemeriksaan sebelum operasi serta alasannya, hal-hal yang rutin sebelum operasi, alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah (waktu, mengecek
prosedur-prosedur), ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi (long,1996).
Dengan mengetahui prosedur pembedahannya, mengetahui situasi yang akan terjadi saat mereka tiba di tempat pembedahan, dan mengetahui
cara untuk berfungsi kembali pada masyarakat ataupun komunitasnya maka pasien akan memperoleh hasil pembedahaan yang terbaik. Salah
satu keuntungan dari pemberiaan informasi preoperasi ini adalah rasa cemas klien akan berkurang terhadap proses bedah yang akan dijalaninya. Ahli bedah dan perawat bertanggung-jawab dalam
mempersiapkan klien dan keluarganya dalam melakukan aktivitas perawatan diri setelah operasi misalnya, arah/rute ke fasilitas, ataupun
penjelasan mengenai apa yang dimaksud bedah yang akan dijalaninya dan alasannya, dan lain-lain.
1.4.2.4 Kekhawatiran akan nyeri
Kekhawatiran akan nyeri mempengaruhi pasien dalam menjalani operasi. Nyeri merupakan perasaan yang tidak
menyenangkan dan bersifat subjektif. Pasien memerlukan penjelasan mengenai nyeri yang akan dirasakannya setelah operasi. Perawat
bertugas menjelaskan nyeri yang akan dirasakan pasien baik pada saat pembedahan maupun pasca pembedahan. Apabila klien mencapai harapan yang realistik terhadap nyeri dan mengetahui cara
mengatasinya maka rasa cemas akan berkurang. 1.4.2.5 Persepsi pasien terhadap hasil bedah
Pasien mungkin memikirkan aktifitasnya akan terganggu, terjadi kecacatan, terjadi kegagalan terhadap operasi, terjadi kesalahan oleh
petugas kesehatan, kematian dan lain-lain. Semakin sering pasien memikirkan kemungkinan hasil pembedahan maka semakin tinggi
tingkat kecemasan. Perawat bertugas membantu klien dan keluarga untuk mencapai harapan yang realistik terhadap pembedahan.
1.5 Respon Tubuh terhadap Kecemasan
Kecemasan yang dialami seseorang berdampak pada sistem fisiologinya, yakni (1) kardiovaskular seperti nadi meningkat/menurun, tekanan darah
meningkat/menurun, jantung berdebar-debar, pingsan (2) Respiratory seperti nafas cepat, nafas pendek dan dangkal, sesak (3) Gastrointestinal seperti kurang selera makan, nyeri pada perut, diare (4) Neuromuscular seperti insomnia, tremor, gerakan
yang tidak terarah, mudah terkejut (5)Kulit seperti mudah berkeringat dilokasi tertentu, wajah yang memerah, gatal.
Tubuh juga memberikan respon terhadap kecemasan seperti gelisah, tegang, bicara cepat, hiperventilasi, menghindar, tremor, tidak tenang. Selain itu individu yang mengalami cemas akan susah konsentrasi, susah mengambil keputusan,
pemikiran mudah terblok, bingung, dan sering mimpin buruk.
2. Pre-Operatif
Pembedahan merupakan salah satu cara utama pengobatan medis. Menurut R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong (2005) dalam Maryunani (2014) menyatakan
pembedahan atau operasi merupakan semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang
akan ditangani.
Preoperasi merupakan tahap awal dari perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima di ruang pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke
meja operasi untuk dilakukan tindakan operasi atau pembedahan (Maryunani,2014).
2.2 Tipe-tipe Pembedahan
2.2.1 Tipe-tipe Pembedahan Menurut Long (1996)
Klasifikasi menurut operasi /pembedahan eksternal dan internal:
Pembedahan eksternal/luar dilakukan pada kulit atau jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan ini memiliki beberapa dampak ataupun kerugian,
seperti adanya jaringan parut/ tampak bekas luka, dan menimbulkan stres bagi pasien. Contoh pembedahan eksternal ini yaitu bedah plastik, yang bertujuan
untuk perbaikan dan rekonstruksi jaringan yang rusak.
Pembedahan internal/dalam ini berhubungan dengan penetrasi tubuh. Dampak dari jenis pembedahan ini dapat tidak menimbulkan jaringan parut.
Tetapi resikonya bisa menyebabkan komplikasi, seperti perlengketan (adhesi). Pembedahan pada organ-organ dalam tubuh dapat menyebabkan
Klasifikasi berdasarkan lokasi bagian tubuh atau sistem tubuh, yaitu : pembedahan/operasi dada, operasi jantung/ bedah kardiovaskuler, operasi /
bedah syaraf / neurologis.
Berdasarkan luas pembedahan yaitu: (1)bedah minor merupakan
pembedahan yang sederhana dan sedikit menimbulkan faktor resiko dan dilakukan pada bagian kecil pada tubuh. Bedah minor ini menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Meskipun
operasi ini dianggap minor/ kecil, bagi pasien tetap menimbulkan ketakutan dan kecemasan bagi pasien. (2)Bedah mayor adalah pembedahan yang
melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko yang tinggi terhadap kelangsungan hidup pasien. Contoh: total abdominal histerektomi, reseksi kolon dll.
Berdasarkan tujuan pembedahan , yaitu: (1)Bedah diagnostik adalah untuk menentukan penyebab dari gejala. Contoh: biopsi/ laparatomi.
(2)Bedah kuratif/ ablatif untuk mengangkat bagian tubuh yang bemasalah/ mempunyai penyakit. (3)Bedah restoratif adalah menguatkan area-area yang
lemah dan memperbaiki deformitas. Contoh: herniorrhapy. (4)Bedah reparatif adalah untuk memperbaiki luka yang multipel. Contoh: mengobati luka pasien diabetes. (5) Bedah rekonstruktif atau kosmetik adalah untuk
memperbaiki penampilan. (6)Bedah paliatif adalah untuk meringankan gejala tanpa menyembuhkan penyakit. (7)Bedah transplantif adalah penanaman
Berdasarkan urgensinya dilakukan tindakan pembedahan, yaitu (1)Bedah kedaruratan/emergensi: kondisi pasien membutuhkan perhatian dan
tindakan sesegera mungkin, karena gangguan yang dapat muncul kalau tidak ditangani segera dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik).
(2)Bedah urgensi :Pasien membutuhkan perhatian segera.Contoh; infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra. (3)Bedah diperlukan: kondisi pasien harus menjalani pembedahan , namun direncanakan dalam
beberapa minggu atau bulan. (4)Bedah elektif: bedah yang harus dioperasi ketika diperlukan , tidak terlalu membahayakan jika tidak dilakukan.
(5)Bedah pilihan: keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya kepada pasien.
2.3 Faktor-Faktor Resiko terhadap Bedah
2.3.1 Usia
Bedah dapat dilakukan pada setiap usia individu, mulai dari masa bayi,
masa remaja, sampai lanjut usia. Namun pada masa seorang individu sudah lanjut usia sekali, kemampuan untuk mentolerir stres tidak berfungsi dengan
baik, seperti trauma jaringan bedah, atau infeksi. 2.3.2 Nutrisi
Pengaruh pembedahan terhadap individu yang malnutrisi (kelebihan
ataupun kekurangan) dengan individu yang lebih baik kondisi nutrisinya akan sangat berbeda, karena individu yang malnutrisi lebih berisiko menderita
membutuhkan protein untuk menjaga homeostasis fungsi metabolisme. Bila tindakan bedah merupakan jenis bedah yang tidak segera, maka pembedahan
dapat ditunda sampai dengan kondisi nutrisinya sudah membaik. Pada individu yang kelebihan nutrisi atau kegemukan memiliki resiko seperti
komplikasi respiratori, pluktuasi gejala vital, luka terngangah, hernia bekas insisi, thrombophlebitis.
2.3.3 Ketidaksempurnaan Respon Neuroendokrin
Respon neuroendokrin membantu individu beradaptasi terhadap stresor bedah. Apabila respon neuroendokrin tidak sempurna, maka komplikasi yang
dapat terjadi yaitu shock, penyembuhan luka lamban, anastesi tidak dapat ditolerir dengan baik serta berpengaruh terhadap post operasi, dimana keadaannya menjadi kurang baik.
2.3.4 Penyakit Kronis
Banyaknya penyakit penyerta tidak mempengaruhi komplikasi pasca
bedah, namun yang paling penting adalah tingkat kegawatan penyakit tersebut. Penyakit paru-paru dapat mempengarui respon individu terhadap
anastesi, dan kemampuan untuk menyesuaikan dengan masalah respiratori. Apabila bedah dilakukan pada individu yang memiliki riwayat penyakit respiratori, maka individu tersebut harus dipastikan terlebih dahulu
kondisinya optimal. Penyakit kardiovaskular mempengaruhi respon individu terhadap bedah karena fungsi jantung sangat diperlukan mencegah shock dan
diabetes melitus juga harus dalam keadaan terkendali sebelum menjalani operasi dan dipantau ketat saat operasi dan sesudah operasi.
2.3.5 Merokok
Asap rokok mengiritasi batang trachio-bronchial, yang mengakibatkan
meningkatnya jumlah sekresi yang dapat mempersempit saluran udara dan meningkatkan ventilasi. Oleh sebab itu, perokok berat berisiko tinggi terhadap komplikasi pulmonari pasca bedah. Perokok berat biasanya
dianjurkan untuk menurunkan intensitas merokok sebelum operasi (Long,1996).
2.4 Persiapan Pra-operasi 2.4.1 Diit
Diit harus disesuaikan dengan kondisi pasien sebelum menjalani
operasi. Pada bedah perut dengan residu rendah, makanan dapat diberikan satu hari sebelum operasi. Namun pasien tidak diperbolehkan lagi makan
pada waktu 8 jam sebelum operasi dan juga cairan tidak diperbolehkan selama 4 jam sebelum operasi. Persiapan diit ini dilakukan untuk mencegah
adanya kemungkinan meningkatnya aspirasi yang dapat menjadi pneumonia. Aspirasi terjadi ketika pasien dianasthesi dan isi makanan di lambung masuk ke dalam paru-paru.
2.4.2 Persiapan Perut
Pemberian huknah sebelum operasi hanya dilaksanakan pada bedah di
daerah yang akan dioperasi, mencegah konstipasi atau pengerasan tinja pasca operasi.
2.4.3 Persiapan kulit
Persiapan kulit sebelum operasi ini bertujuan untuk mencegah sedini
mungkin daerah yang akan di operasi dari mikroorganisme yang terdapat di rambut ataupun di kulit. Rambut dibersihkan dengan cara dicukur searah dengan arah tumbuhnya rambut (Long,1996). Ahli bedah biasanya membuat
spesifikasi daerah mana yang harus dicukur.
2.4.4 Bernafas dalam dan latihan batuk
Sebagian orang berisiko tinggi dalam mengadapi komplikasi pulmonal pada pasca bedah, seperti pneumonia, inhalasi anastesi, bedah thorax, bedah perut bagian atas, obesitas, orang tua usia lanjut dan lain-lain. Namun batuk
kontraindikasi dengan bedah intrakranial, mata, hidung, dan tenggorokan karena akan menimbulkan tekanan, merusak jaringan, melepaskan jahitan,
atau melepaskan gumpalan. Pada fase preoperasi ini, pasien diberikan penyuluhan tentang cara bernafas dalam dan latihan batuk.
2.4.5 Latihan kaki
Vena yang statis pada periode pasca bedah dapat menimbulkan thrombophlebitis (bekuan darah). Pasien yang berisiko tinggi yaitu mobilitas
Mengencangkan, dan mengistirahatkan otot kaki dapat membantu memompakan darah disepanjang vena.
2.4.6 Mobilitas
Berputar dan bergerak di tempat tidur membantu mencegah komplikasi
sirkulatori paru-paru dan kardiovaskuler mencegah dekubitus, merangsang peristaltik, dan mengurangi nyeri. Pasien harus dilatih bagaimana cara duduk di sisi tempat tidur dengan tidak terjadi tarikan pada torehan / luka. Pasien
juga harus diajari bagaimana cara menggunakan penghalang tempat tidur, agar bisa memutar badan.
2.4.7 Persiapan psikologi untuk bedah
Pengkajian kesiapan psikologi pasien dan keluarga sangat penting dilakukan sebelum operasi. Hal ini diperlukan agar perawat mengetahui rasa
takut yang spesifik dan apa yang dihayatin pasien preoperasi. Pengkajian ini membantu perawat dalam menentukan tindakan perawatan yang akan
dilakukan lebih tenang dan tidak terburu-buru. Perhatian perawat kepada pasien akan sangat membantu kecemasan pasien berkurang. Perhatian perawat ini dapat dalam bentuk pendengar yang baik akan setiap ketakutan
ataupun keluhan, dukungan verbal, bahkan rabaan.
Kehilangan kendali merupakan salah satu ketakutan yang menyertai
bedah, Bila memungkinkan, pasien maupun keluarga dapat diikutsertakan dalam menentukan asuhan. Memperkenalkan dan melaksanakan prosedur-prosedur untuk membantu kebutuhan fisik dari pasien pada fase prabedah
Penyuluhan merupakan tugas yang penting perawat pada fase preoperasi Apabila pasien sudah mengetahui tentang asuhan mandiri dan
tingkat ketergantungannya, aktivitas seperti apa, mengapa dan bagaimana lebih dini, maka proses pemulihan akan lebih optimal.
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan landasan berfikir tentang konsep yang akan dilakukan dalam suatu penelitian. Menurut Notoatmodjo (2010), kerangka konsep
penelitian mengatakan suatu uraian dan gambaran hubungan atau keterkaitan antar varabel yang bersangkutan dari masalah yang ingin diteliti. Berdasarkan tinjauan
pustaka pada bab 2, maka peneliti ingin melihat gambaran kecemasan pasien preoperasi.
Dengan demikian kerangka konseptual tentang gambaran kecemasan pasien
preoperasi di RSUD Dr Pirngadi Medan adalah sebagai berikut:
1. Kecemasan Ringan 2. Kecemasan Sedang 3. Kecemasan Berat
Skema 3.1 Kerangka konsep Kecemasan
2. Definisi operasional
Variabel Definisi Alat
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yang bertujuan untuk menggambarkan kecemasan pasien pre-operasi di RSUD Dr Pirngadi Medan.
Pendekatan yang digunakan adalah penelitian yang hanya dilakukan satu kali dalam mengukur data variabel.
2. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pre-operatif di RSUD Dr.
Pirngadi Medan. Berdasarkan hasil survey pendahuluan, populasi pasien pre-operasi bedah minor di RSUD Dr Pirngadi yaitu 139 orang pada tahun 2013.
b. Sampel
Arikunto (2006) mengatakan bahwa penentuan jumlah sampel dapat didasarkan pada persentase dari besarnya subjek penelitian. Bila subjeknya kurang
dari 100 sebaiknya diambil semua, tetapi bila jumlah subjek besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25 % tergantung kemampuan peneliti dilihat dari waktu,
tenaga, dana serta luas wilayah pengamatan. Jumlah sampel yang akan diambil yakni 21 % dari populasi, yaitu 30 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dengan kriteria :pasien yang menjalani jenis
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr Pirngadi Medan. Waktu penelitian
dilakukan pada bulan 24 Juli-24 Agustus 2015.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui, dan setelah itu proposal penelitian diperiksa oleh Komisi Etik Penelitian Keperawatan untuk mendapatkan ethical clearance. Setelah itu peneliti mengajukan surat permohonan
izin kepada Pimpinan RSUD dr Pirngadi untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut. Peneliti memulai untuk pengumpulan data dengan memberikan lembar
persetujuan (informed consent). Sebelum responden menandatangani informed consent, peneliti akan menjelaskan terlebih dahulu tujuan dan manfaat prosedur penelitian. Apabila responden tidak bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini maka peneliti akan menghargai keputusan responden dan tidak memaksa. Dan apabila bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka responden akan
menandatangani lembar informed consent.
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti tetap mempertimbangkan etika dalam prosesnya, khususnya penelitian ini berhubungan dengan manusia sebagai
responden penelitian. Dalam penelitian ini, hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan etik adalah sebagai berikut:
a. Anonimity berupa jaminan yang diberikan kepada responden dengan cara
b. Confidentiality merupakan pemberian jaminan kerahasiaan hasil penelitian baik informasi atau masalah lainnya.
c. Veracity merupakan pemberian informasi mengenai manfaat, efek, prosedur penelitian pada responden secara jujur.
d. Otonomi berupa penentuan keputusan untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian hanya pada responden. Peneliti tidak boleh memaksakan keikutsertaan calon responden tersebut.
5. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini instrumen yang digunakan adalah angket. Kuesioner ini disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan tinjauan pustaka. Kuesioner ini terdiri dari
luesioner data demografi dan kuesioner kecemasan. a. Kuesioner Data Demografi Responden
Kuesioner ini berisi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, operasi yang ke berapa dan suku. Data demografi digunakan hanya untuk menggambarkan karakteristik responden.
b. Kuesioner kecemasan pasien preoperasi
Kuesioner ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan oleh peneliti
sendiri untuk mengukur kecemasan pasien preoperasi. Kuesioner ini terdiri dari 25 pernyataan yang menggunakan skala Guttman dengan jawaban ya (1), dan tidak (0), dengan hasil kecemasan ringan (0-7), kecemasan sedang (8-16), dan
kecemasan berat (17-25).
Untuk menentukan panjang kelas (interval), menggunakan rumus sebagai
p = �� ��� ��
p = panjang kelas interval
rentang = nilai tertinggi – nilai terendah
banyak kelas = jumlah kategori
Dimana nilai tertinggi adalah 25 dan terendah adalah 0. Maka rentangnya adalah 25. Banyak kelasnya ialah 3 yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang, dan
kecemasan berat ,jadi panjang kelasnya ialah 8.
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
a. Validitas
Validitas atau kesahihan merupakan sejauh mana suatu alat ukur yang digunakan mampu mengukur apa yang akan diukur (Siregar,2013). Uji
validitas terbagi atas 4, yaitu validitas rupa, validitas isi, validitas kriteria, dan validitas konstruksi. Kuesioner penelitian ini hanya dilakukan uji validitas isi
dan akan divalidasi oleh 1 orang pakar keperawatan tentang kesesuaian isi kuesioner dengan konsep dan budaya di kota Medan. Kuesioner ini sudah dilakukan uji validitas dengan nilai CVI 0,83 . Menurut Siregar,S (2013)
kuesioner dinyatakan valid apabila nilai>0,6. b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunujukkan hasil pengkuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran beberapa kali terhadap kasus yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoadmojo,2010). Rumus yang
Uji reliabilitas telah dilakukan terhadap 25 pasien preoperasi RSU Haji Medan. Instrumen yang diuji yaitu kuesioner kecemasan pasien preoperasi
yang berjumlah 25 pernyataan, dengan hasil 0,8 dan dengan demikian kuesioner tersebut dinyatakan reliabel karena memiliki nilai reliabilitas > 0,7.
7. Pengambilan data
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin dari RSUD Dr Pirngadi Medan . Peneliti mencari responden sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan
oleh peneliti. Peneliti mencari responden dengan mendatangi poliklinik bedah untuk mendapatkan data pasien yang akan operasi. Kemudian peneliti mendatangi
setiap ruangan dimana pasien tersebut dirawat. Peneliti meminta izin kepada kepala ruangan untuk melakukan penelitian ini. Setelah mendapat izin, peneliti menemui pasien preoperasi dan menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian. Apabila
calon responden bersedia untuk diteliti maka peneliti akan memberikan informed consent untuk dibaca dan untuk ditandatangani. Kemudian responden yang
menandatangani informed consent akan diberikan kuesioner kecemasan pasien preoperasi untuk mengetahui kecemasan pasien preoperasi.
Pada saat pengisian kuesioner peneliti mendampingi pasien preoperasi dalam
menjawab kuesioner. Beberapa pasien meminta tolong kepada peneliti untuk membacakan kuesioner karena keterbatasan penglihatan dan pergerakan tubuh. Apabila calon responden tidak bersedia, maka peneliti tidak akan memaksa dan
8. Analisis Data
Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data terlebih dahulu yang
meliputi editing, coding dan entry. Tahap editing dilakukan untuk mengecek atau memeriksa kelengkapan dan mengoreksi kesalahan data yang telah diperoleh.
Kemudian akan diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya data dimasukkan ke dalam komputer (entry)
untuk diolah menggunakan teknik komputerisasi. Kemudian peneliti memastikan
tidak ada kesalahan pada data dan dilanjutkan untuk menganalisa data. Adapun penelitian ini melakukan uji univariat.
8.1. Uji univariat
Dalam penelitian ini, analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentasi. Uji ini menggambarkan data demografi meliputi usia,
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan penelitian mengenai Kecemasan Pasien Preoperasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan melalui proses pengumpulan data yang dilakukan sejak 24 Juli 2015 hingga 24 Agustus
2015 di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Jumlah pasien dalam penelitian ini adalah 30 orang, yakni pasien preoperasi, mampu berbahasa Indonesia dan bersedia menjadi
responden.
1.1 Karakteristik Data Demografi
Karakteristik pasien dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah
pasien berjenis kelamin perempuan 17 orang (56,7%) dan berjenis kelamin laki-laki 13 orang (43,4%). Jumlah pasien yang berusia 45-55 tahun sebanyak 10
orang (33,3%) dan jumlah pasien yang memiliki pendidikan terakhir SMP 11 orang (36,7%), pasien dengan pendidikan terakhir SMA sebanyak 12 orang
(40%). Ada 13 orang (43,3%) pasien yang menjalani operasi untuk ke-2 kalinya. Jumlah pasien yang berpenghasilan < Rp 1.650.000,- sebanyak 16 orang (53,3%), sedangkan yang berpenghasilan Rp 1.650.000-Rp 3.000.000,-
sebanyak 10 orang (33,3%), dan yang berpenghasilan >Rp 3.000.000,- sebanyak 4 orang (13,33%). Pasien dengan suku batak ada 18 orang (60,0%).
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Dan Persentase Karakteristik Demografi Pasien (n=30)
1.2 Kecemasan Pasien Preoperasi
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa mayoritas pasien (80%) mengalami
kecemasan ringan. Hasil analisa data mengenai kecemasan pasien preoperasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5.2
Dalam bab ini diuraikan pembahasan tentang kecemasan pasien preoperasi di RSUD dr Pirngadi Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pasien
preoperasi mengalami kecemasan ringan yakni 24 orang (80%)
Kecemasan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor namun tergantung pada kematangan kepribadian seseorang, pengalaman terhadap tantangan, harga diri dan
mekanisme koping (Stuart&Laraia,1998). Mekanisme pertahanan diri juga digunakan untuk mengatasi kecemasan antara lain dengan menekan konflik,
impuls-impuls yang tidak dapat diterima dengan sadar dan tak mau memikirkan hal-hal yang menyenangkan (Stuart,2007).
Hal ini dipengaruhi juga oleh kepribadian seseorang yang dapat dilihat dari
kepribadiannya dan lebih sukar mengalami stress karena memiliki daya adaptasi yang lebih tinggi ketika menghadapi suatu masalah (Nurwansyah&Amatria,2013).
Banyak faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi, salah satunya yakni tipe operasi yang akan dijalaninya. Menurut Long(1996), bedah
minor merupakan pembedahan yang sederhana dan sedikit menimbulkan faktor resiko dan dilakukan pada bagian kecil pada tubuh. Bedah minor ini menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Penelitian oleh
Wardhani (2012) menunjukkan bahwa kecemasan lebih tinggi pada pasien preoperasi mayor daripada pasien preoperasi minor.
Menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi yaitu: pertama, dukungan keluarga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien preoperasi merasakan dukungan
keluarga yang mempengaruhi kecemasannya menjelang operasi. Hal ini dapat dilihat dari jawaban pasien yang mengatakan cemas karena tidak ada keluarga yang
mengurus persiapan operasi (36,7%), takut karena sendirian di rumah sakit (53,3%) dan pasien yang mengatakan takut jika tidak ada yang menemani selama persiapan
menjelang operasi (43,3%).
Dukungan keluarga sangat bermanfaat dalam membuat individu membagikan kecemasan yang ia alami dan mendapatkan solusi alternatif yang akan
mempengaruhi pola fikirnya (Gruendemann & Fernsebner,2006). Conel (2005) juga menyatakan bahwa kecemasan akan rendah apabila individu memiliki
Hal ini sesuai dengan penelitian Utami,dkk (2013) bahwa dukungan keluarga mempengaruhi kecemasan pasien kemoterapi sehingga membuat pasien
kemoterapi lebih tenang dan nyaman dalam menjalani masa kemoterapi. Penelitian oleh Nurpeni,dkk (2014) juga mengatakan adanya peningkatan dukungan keluarga
menurunkan kecemasan pasien kemoterapi.
Kedua, dukungan petugas kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan sedikit pasien yang mengalami cemas karena faktor dukungan petugas kesehatan. Hal ini
dapat dilihat dari jawaban pasien yang mengatakan bahwa pasien menyatakan cemas karena perawat tidak memperhatikan kondisi pasien (26,7%), dan pasien
khawatir karena kurangnya informasi dan penjelasan tentang operasi oleh petugas kesehatan (13,3%). Hal ini menunjukkan pentingnya dukungan dari petugas kesehatan terhadap pasien preoperasi. Potter (2005) mengatakan bahwa komunikasi
terapeutik dapat menurunkan kecemasan pasien, karena pasien merasa bahwa interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan,
perasaan, informasi dalam mempersiapkan pelaksanaan operasi.
Nuralita &Hadjam (2002) mengatakan bahwa layanan keperawatan yang
dipersepsikan pasien adalah sebagai pelayanan yang ramah, tanggap terhadap kebutuhan pasien cepat dan tepat serta didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan akan menimbulkan respon yang baik dari pasien karena menimbulkan
rasa tenang selama menjalani proses di rumah sakit. Sebaliknya bila perawat tidak ramah dan kurang tanggap dengan kondisi pasien selama berada di rumah sakit, hal
tidak senang dan tertekan sehingga berakibat terhadap peningkatan kecemasan pasien di rumah sakit.
Ketiga, tingkat pengetahuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien preoperasi memiliki pengetahuan yang baik. Pengetahuan mempengaruhi sikap dan
perilaku terhadap suatu objek.
Pemberian informasi diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan, dimana pengetahuan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang karena
pengetahuan akan mempersiapkan seseorang dalam menghadapi sesuatu yang dianggap bahaya. Penelitian oleh Hartoyo (2008) mengatakan bahwa adanya
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita penyakit flu burung.
Hal ini sesuai juga dengan Sawitri&Sudaryanto (2008) juga menyatakan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian informasi pra bedah dengan penurunan tingkat kecemasan pada pasien pra bedah mayor. Akibat kurangnya
informasi dan pengetahuan pasien preoperasi fraktur femur sehingga membuat beberapa pasien menunda untuk operasi, serta menyatakan pemberian informasi
terhadap pasien preoperasi efektif untuk mengurangi kecemasan pasien preoperasi. Kebutuhan persiapan preoperasi seharusnya diutamakan pada individu dan level kecemasan yang mereka alami. Perawat sebaiknya mengingat bahwa
kecemasan berdampak pada kemampuan untuk memahami atau mengingat informasi dan oleh karena itu mereka sebaiknya mengulang informasi tersebut
Hasil penelitian menunjukkan jumlah pasien preoperasi dengan pendidikan terakhir SMA ada 12 orang (40%). Stuart&Sundeen (1999) menyatakan pasien
yang berpendidikan tinggi lebih mampu menggunakan pemahaman mereka dalam merespon kejadian fraktur secara adaptif dibandingkan kelompok pasien yang
berpendidikan rendah. Kondisi ini menunjukkan respon cemas berat cenderung dapat ditemukan pada pasien yang berpendidikan rendah karena rendahnya pemahaman mereka terhadap kejadian fraktur sehingga membentuk persepsi yang
menakutkan bagi mereka dalam merespon kejadian fraktur.
Keempat, kekhawatiran akan nyeri. Nyeri merupakan pemindahan energi dari kecemasan, semakin cemas seorang semakin besar pemindahan energi tersebut sehingga nyerinya semakin meningkat. Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan satu perasaan ansietas (Kaplan dkk, 2010).
Namun hasil penelitian menunjukkan bahwa sedikit pasien preoperasi bedah minor yang khawatir akan nyeri sehingga mempengaruhi tingkat kecemasan yang dialami.
Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang mengatakan takut disuntik (30%), takut nyeri bertambah parah setelah selesai operasi (23,3%), dan takut ketika
operasi bisa merasakan nyeri (26,7%).
Apabila nyeri semakin kronis akan menimbulkan kecemasan dan dengan demikian nyeri juga akan terasa lebih meningkat. Syaputra, Jumaini&Novayelinda
(2012) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara nyeri dan kecemasan pada pasien fraktur tulang panjang.
yang memiliki pengalaman dalam menjalani suatu tindakan akan lebih mampu untuk menyesuaikan diri atau kecemasan yang timbul tidak terlalu besar.
Kelima, persepsi akan hasil bedah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien preoperasi memiliki persepsi terhadap hasil bedah yang realistik. Hal ini
dipengaruhi oleh kepercayaan spiritual yang memiliki peranan penting dalam menghadapi ketakutan dan kecemasan karena ketika spiritual seseorang baik maka kecemasan berkurang (Bare, 2001). Permadi (2014) menunjukkan bahwa semakin
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian. Pada bagian pertama akan berisi rangkuman hasil penelitian yang berdasarkan analisa. Pada bagian akhir akan dikemukakan saran-saran yang mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan tema yang sama.
6.1 Kesimpulan
Karakteristik responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah responden berjenis kelamin perempuan 17 orang (56,7%) dan berjenis kelamin
laki-laki 13 orang (43,4%). Mayoritas responden berusia 45-55 tahun sebanyak 10 orang (33,3%) dan jumlah responden memiliki pendidikan terakhir SMP 11 orang
(36,7%), responden dengan pendidikan terakhir SMA sebanyak 12 orang (40%). Mayoritas responden dengan pengalaman operasi 1x sebanyak 13 orang (43,3%), berpenghasilan < Rp 1.650.000,- sebanyak 16 orang (53,3%) dan bersuku batak
dengan jumlah 18 orang (60,0%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan pasien preoperasi mengalami kecemasan ringan sebanyak 24 orang (80%), kecemasan sedang 6 orang (20%) dan kecemasan berat 0 orang (0%).
6.2 Saran
6.2.1 Untuk Pendidikan Keperawatan
memberikan pendidikan dan penyuluhan pada pasien preoperasi dan keluarga tentang kecemasan tersebut sehingga dapat menurunkan kecemasan pada pasien preoperasi. 6.2.2 Untuk Peneliti Selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan kecemasan pada pasien preoperasi, disarankan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien preoperasi dan hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien preoperasi. 6.2.3 Untuk Pihak Rumah Sakit
Rumah sakit diharapkan tetap meningkatkan pelayanan profesionalitasnya khususnya terhadap pasien preoperasi dalam mengkaji kecemasan pasien
preoperasi dan tetap memberikan informasi dan penjelasan tentang operasi yang akan dijalani oleh pasien.
6.3 Keterbatasan Penelitian
Jumlah sampel yang sedikit karena mayoritas pasien preoperasi melakukan
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC
Bailey, L. (2010). Strategies for Decreasing Patient Anxiety in the Perioperative Setting. AORN Journal.Vol 92, No. 4
Banjarnahor, J. (2014). Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperatif Di Rumah Sakit umum Dr. Pirngadi Medan. Skripsi, Fakultas Keperawatan Univesitas Sumatera Utara.
Baihaqi, et al. (2007). Psikiatri Konsep Dasar dan Gangguan-Gangguan. Bandung: PT Revika Aditama
Bare, B, G. & Smeltzer, S, C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Erawan., Opod., & Pali. 2013. Perbedaaan tingkat kecemasan antara pasien laki-laki dan perempuan pada preoperasi laparatomi di RSUP. PROF.Dr.R.D. Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik (eBM). Volume 1, No 1, hlm. 642-645. Fyfe, A, D. (1999). Anxiety and the preoperative patient . British Journal of Theatre
Nursing, Vol 9, No 10.
Gruendemann, B, J. & Fernsebner, B. (2006). Buku Ajar Keperawatn Perioperatif. Vol II. Jakarta: EGC