• Tidak ada hasil yang ditemukan

BSL

Praktak pelaksanaan kerjasama jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I dan PT. BSL memiliki beberapa faktor yang dapat berpotensi menimbulkan perselisihan diantara para pihak. Faktor-faktor tersebut merupakan suatu kegagalan dalam pelaksanaan pemenuhan prestasi dari masing-masing pihak (wanprestasi). Menurut Gofar Staff pemasaran PTPN I, yang menjadi faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut :47

47 Wawancara dengan Gofar Staff Pemasaran PTPN I Pada Tanggal 6 Februari 2012, Pukul

10.00 WIB di Ruang Kerjanya. TBS yang diterima PKS PT. BSL dengan syarat Harus ada kesepakatan harga TBS/mingguan TBS dibawa ke PKS PT. BSL dilengkapi dengan dokumen pengantar hasil Hasil TBS yang disortir dicatat dan dokumen penerimaan TBS di PKS PT. BSL TBS disortir di PKS

PT. BSL apakah sesuai kriteria yang

disepakati Setelah rekap di

tandatangani maka PTPn-1 langsung membuat faktur pajak untuk penagihan ke PKS PT. BSL

Syarat TBS sesuai kriteria yang disepakati : 1. Fraksi 0

2. Fraksi 1, 2, & 3 3. Fraksi 4 dan 5

4. Seluruh berondolan diserahkan dalam keadaan bersih

5. Gagang TBS dipotong rapat

Dokumen faktur pajak diterima PKS PT.BSL maka PKS PT. BSL melakukan pembayaran Via Bank yang disepakati

Dokumen TBS yang sudah disortir perminggu di rekap dan ditanda tangani oleh pegawai Lap.PKS PT.BSL dan PTPN. Untuk dilakukan penagihan pembayaran TBS yang dikirim oleh PTPN-1 dan diterima PKS PT. BSL.

1. TBS kelapa sawit yang diterima PKS PT BSL, tidak sesuai dengan kriteria yang telah disepakati dalam perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit, PTPN I dalam pengiriman TBS kelapa sawit kepada PT. BSL beberapa kali tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat dalam perjanjian. Ketidak sesuaian TBS kelapa sawit yang diterima oleh PKS PT. BSL adalah dari segi kualitas TBS dengan kategori fraksi 0 (nol) atau mentah melewati ambang batas yang telah ditetapkan dalam perjanjian yakni maksimal 5%. Demikian pula halnya dengan TBS kelapa sawit yang sudah terlalu matang bahkan sudah mulai membusuk juga melewati ambang batas yang sudah ditetapkan yakni 5%. Pengiriman TBS kelapa sawit yang tidak sesuai dengan perjanjian ini, menimbulkan reaksi penolakan dari PT. BSL. Akan tetapi ketika PT. BSL berinisiatif untuk mengembalikan TBS kelapa sawit yang tidak sesuai dengan perjanjian tersebut, pihak PTPN I selaku penjual tidak menerimanya, reakasi dari pihak PTPN I yang tidak menerima pengembalian TBS kelapa sawit yang tidak memenuhi syarat dari pihak PT. BSL mengakibatkan terjadinya perselisihan diantara kedua belah pihak. Pihak PT. BSL tetap berpegang pada kesepakatan dalam perjanjian kerja sama dalam hal kriteria TBS kelapa sawit yang layak diterima. Sedangkan pihak PTPN I tetap pula bersikeras bahwa TBS kelapa sawit dikirim kekantor PKS PT. BSL telah sesuai dengan kriteria yang disepakati dalam perjanjian.

2. Kuantitas minimal TBS kelapa sawit yang telah disepakati dalam perjanjian tidak dapat dipenuhi oleh pihak penjual PTPN I yakni 30 ton per hari. Estimasi kuantitas minimal TBS kelapa sawit yang telah disepakati oleh kedua belah pihak

dalam perjanjian, ternyata tidak sesuai dengan praktek pelaksanaanya. Pihak PTPN I dalam beberapa kali pengiriman TBS kelapa sawit ke kantor PKS PT. BSL mengirimkan TBS kelapa sawit kurang dari estimasi minimal kuantitas TBS kelapa sawit setiap harinya yaitu 30 ton. Alasan pihak PTPN I tidak dapat memenuhi estimasi kuantitas harian produksi TBS kelapa sawit karena banyak mengalami kerusakan akibat diserang hama dan faktor cuaca. Produktivitas buah TBS menjadi berkurang sehingga tidak mampu memenuhi Kuota (batas) minimal yang telah disepakati dalam perjanjian. Namun faktor hama dan cuaca tidak menjadi bagian dari kesepakatan dalam perjanjian untuk memberikan dispensasi kepada PTPN I untuk mengurangi. Estimasi kuantitas minimal TBS kelapa sawit yakni 30 ton per harinya. Sehingga alasan-alasan yang dikemukakan oleh PTPN I untuk menghindar dari tanggung jawab Kuota minimal kuantitas TBS kelapa sawit tidak dapat diterima oleh PT. BSL selaku pembeli tidak terpenuhinya kuota minimal kuantitas TBS kelapa sawit oleh pihak PTPN I mengakibatkan produkstivitas PKS menjadi berkurang dan pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi pihak PT. BSL.

3. Penyesuaian harga TBS kelapa sawit yang ditetapkan oleh PTPN I pada setiap minggunya, yaitu pada hari Rabu Minggu berjalan dinilai terlalu tinggi oleh pihak PT. BSL dari harga pasar yang berlaku. Penyesuaian harga jual TBS kelapa sawit akan ditetapkan oleh PTPN I pada setiap minggunya, pada hari Rabu Minggu berjalan yang didasarkan kepada harga pasar yang berlaku pada saat itu. Namun pada kenyataanya penetapan harga jual TBS kelapa sawit yang

ditetapkan PTPN I tersebut dinilai oleh PT. BSL terlalu tinggi dari harga pasar yang berlaku. Akibatnya PT. BSL tidak dapat menerima penetapan harga jual TBS kelapa sawit tersebut dan berakibat tidak dapat dilanjutkannya perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut minimal untuk satu minggu berjalan setelah dilakukannya penyesuaian harga jual beli kelapa sawit tersebut. Penghentian sementara perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit tersebut mengakibatkan timbulnya hak hukum lain bagi pihak penjual (PTPN I). Hak tersebut adalah Pihak PTPN I berhak menjual hasil produksi TBS kelapa sawitnya kepada pihak lain yang membeli TBS tersebut dengan harga yang telah ditetapkan oleh PTPN I secara sepihak tersebut. Sedangkan pihak PT. BSL yang tidak dapat menerima penetapan harga yang dilakukan oleh pihak PTPN I berhak pula membeli TBS kelapa sawit dari pihak lain yang dipandang oleh pihak PT. BSL sesuai dalam hal penetapan harga jual TBS kelapa sawitnya.

4. Transfer pembayaran oleh pihak PT. BSL selaku pembeli kepada pihak PTPN I selaku penjual beberapa kali mengalami keterlambatan transfer pembayaran. Keterlambatan transfer pembayaran oleh pihak PT. BSL didasarkan kepada pedoman pembayaran yang dimulai tepatnya waktu sebagaimana yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Panduan pembayaran tepat waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit antara PTPN I dan PT. BSL adalah bahwa pembayaran dilakukan oleh pihak PT. BSL ke rekening pihak PTPN I pada Bank Negara Indonesia (BNI) Cabang Langsa selambat-lambtanya dua hari setelah diterbitkannya surat tagihan oleh pihak pertama. Apabila lewat

dari dua hari setelah diterbitkannya surat tagihan oleh pihak pertama, pihak kedua (PT.BSL) belum juga menunaikan kewajibannya untuk mentransfer pembayaran ke rekening BNI pihak pertama maka pihak kedua (PT.BSL) sudah dapat dikatakan telah terlambat dalam melaksanakan pembayaran tagihan pembelian TBS kelapa sawit tersebut. Pembayaran tagihan pembelian TBS kelapa sawit tersebut dilakukan setiap minggunya pada hari Rabu, minggu berjalan. Hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit.

5. Pengantaran TBS kelapa sawit dari pihak pertama (penjual) kepada pihak kedua (pembeli) beberapa kali mengalami keterlambatan. Keterlambatan pengiriman TBS kelapa sawit dari kantor pihak pihak pertama (PTPN I) ke kantor PKS PT BSL sesuai perjanjian harus dilaksanakan dalam rentang waktu selambat- lambatnya pukul 18.00 WIb setiap harinya. Ketentuan ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (2). Perjanjian kerjasama jual beli TBS kelapa sawit, pengecualian atas rentang waktu sebagaimana yang telah ditetapkan di atas hanya boleh dilakukan apabila ada kendala lain yang terjadi pada hari tersebut yang terjadi secara tiba- tiba/mendadak tanpa kerjasama sekali. Contoh kendala lain tersebut adalah terjadinya kerusakan mendadak pada kendaraan pengankut di perjalanan maupun pada saat menjelang keberangkatan. Faktor cuaca hujan deras, banjir bandang yang menghambat perjalanan kendaraan pengangkut dalam melaksanakan pengiriman barang, diluar dari alas an tersebut di atas, maka keterlambatan yang terjadi tidak dapat ditolerir oleh pihak pertama (PT. BSL). Oleh karena itu pihak

pertama (pembeli) PT BSL mengajukan protes kepada pihak kedua atas keterlambatan pengiriman kendala sebagaimana yang trelah diuraikan di atas. Karena kuantitas keterlambatan yang sering terjadi dilakukan PTPN I akan mengakibatkan operasional PKS PT .BSL juga akan mengalami penundaan yang pada akhirnya akan menimbulkan keruguan bagi pihak pertama (PT. BSL).

Dokumen terkait