• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh rata-rata nilai faktor fisik- kimia perairan pada setiap stasiun seperti pada tabel berikut:

No Parameter Satuan Stasiun

1 2 3

A Parameter Fisika

1 Suhu air 0 C 23 23 26

2 Kecepatan Arus m/s 0,6 1,2 0,8

3 Intensitas Cahaya Candela 435 389 392

4 Penetrasi Cahaya Cm 46 44 48

5 Jenis Substrat - Berbatu,

berpasir Berbatu, berpasir Berbatu, berpasir B Parameter Kimia 6 pH air - 7 6,8 7,2

7 Oksigen terlarut (DO) mg/L 6,1 6,7 6,4

8 BOD mg/L 3,1 3,4 3,7 9 Kejenuhan oksigen % 72,88 80,05 80,60 10 Kandungan Organik Substrat % 0,25 0,36 0,38 Keterangan:

Stasiun 1: tanpa aktivitas (kontrol) Stasiun 2: daerah wisata

Stasiun 3: daerah PLTM

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu air pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 23-260C, dengan temperatur tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu sebesar 260C dan terendah adalah pada stasiun 1 dan stasiun 2 sebesar 230C. Tingginya suhu pada stasiun 3 disebabkan karena stasiun ini merupakan daerah Pembangkit Listrik Tenaga Mikro (PLTM), sehingga akibat dari aktifitas tersebut dapat menyebabkan meningkatnya suhu diperairan tersebut dan akan mempengaruhi keberadaan makrozoobentos. Menurut Suin (2002), perubahan suhu suatu badan perairan besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Naiknya suhu perairan dari yang biasa, karena pembuangan pabrik dan dapat mengakibatkan struktur komunitasnya berubah. Menurut Barus (2004), suhu suatu perairan dipengaruhi oleh aktivitas manusia seperti pembuangan limbah panas yang berasal dari suatu mesin pabrik dan penggundulan DAS (Daerah Aliran Sungai) yang menyebabkan hilangnya perlindungan, sehingga badan air lansung terkena cahaya matahari secara langsung.

Kecepatan arus pada setiap stasiun penelitian berkisar 0,6-1,2 m/s. Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 1,2 m/s dan terendah pada stasiun 1 yaitu 0,6 m/s. Tingginya arus pada stasiun 2 diakibatkan karena derasnya aliran air terjun yang langsung ke badan perairan. Kecepatan arus dipengaruhi

oleh kemiringan dan perbedaan ketinggian tanah. Kecepatan arus akan mempengaruhi penyebaran makrozoobenthos. kecepatan arus yang tinggi dapat menyebabkan pencacahan yang tinggi bagi makrozoobenthos. Menurut Odum (1996), kecepatan arus dapat bervariasi sangat besar, di tempat yang berbeda dari suatu aliran yang sama (membujur atau melintang dari poros arah aliran). Kecepatan arus sungai ditentukan oleh kemiringan, kekerasan, kedalaman, dan kelebaran dasarnya.

Intensitas cahaya merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi penyebaran makrozoobenthos. Intensitas cahaya pada semua stasiun penelitian berkisar antara 389–435 candela. Intensitas cahaya tertinggi terdapat pada stasiun 1 sedangkan nilai terendah terdapat pada stasiun 2. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan kanopi atau naungan disetiap stasiun. Intensitas cahaya juga dapat menentukan produktivitas primer suatu perairan. Menurut Barus (1996), bila intensitas cahaya matahari berkurang maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air juga akan berkurang, dimana oksigen dibutuhkan organisme akuatik untuk metabolisme.

Penetrasi cahaya yang diukur pada setiap stasiun memiliki kisaran antara 44-48 cm. Nilai tertinggi pada stasiun 3 sebesar 48 cm dan terendah pada stasiun 2 sebesar 44 cm. Kekeruhan air dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel debu, liat dalam air. Dengan keruhnya air maka penetrasi cahaya ke dalam air berkurang. Menurut Effendi (2003), menyatakan bahwa kekeruhan pada perairan lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi dan partikel-partikel halus.

Derajat keasaman (pH) pada setiap stasiun penelitian berkisar 6,8-7,2. Nilai pH tertinggi terdapat pada stasiun7,2 dan yang paling rendah adalah pada stasiun 2 yaitu 6,8. Hal ini mungkin disebabkan stasiun 2 merupakan daerah wisata sehingga banyak aktivitas masyarakat yang menyebabkan adanya limbah domestik seperti sisa makanan dan lainnya. Namun demikian secara keseluruhan nilai pH pada lokasi penelitian masih dapat mendukung kehidupan makrozoobentos. pH sangat berperan penting di dalam metabolisme makrozoobenthos. Menurut Kristanto (2002), nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu 6-8, sedangkan pH air yang tercemar, misalnya air limbah (buangan), berbeda-beda tergantung pada jenis limbahnya. Air yang masih segar

dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan menurun menuju kondisi asam. Hal ini karena bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian.

Nilai oksigen terlarut (DO) yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian berkisar 6,1-6,7 mg/L. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 6,7 mg/L dan terendah pada stasiun 1 sebesar 6,1 mg/L. Tingginya DO diakibatkan adanya air terjun yang membuat banyak gelembung udara. Oksigen terlarut sangat dibutuhkan oleh organisme, termasuk juga makrozoobentos dalam metabolisme tubuh, sehingga daerah yang memiliki oksigen terlarut tinggi akan mendukung keberlangsungan organisme tersebut. Menurut Michael (1984), sumber oksigen terlarut berasal dari atmosfir dan fotosintesis tumbuhan hijau. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung di permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi garam.

Nilai BOD5 pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 3,1-3,7 mg/L dengan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 sebesar 3,7 mg/L dan terendah pada stasiun 1 sebesar 3,1 mg/L. Adanya perbedaan nilai BOD5 di setiap stasiun penelitian disebabkan bahan organik yang berbeda pada masing-masing stasiun, yang berhubungan dengan defisit oksigen karena oksigen tersebut digunakan oleh mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik sehingga mengakibatkan nilai BOD5 meningkat. Menurut Landau (1992), peningkatan nilai BOD akan menyebabkan turunnya nilai DO dalam satuan perairan. Sehubungan dengan hal ini akan terjadi gangguan proses metabolisme pada organisme akuatik.

Nilai kejenuhan oksigen yang diperoleh dari ketiga stasiun penelitian berkisar antara 72,88-80,60% artinya ketersediaan oksigen diperairan masih cukup tinggi. Menurut Stickney (1979) dalam Gultom (2014), jika ketersediaan oksigen tidak cukup memadai untuk memelihara hewan akuatik, maka hewan tersebut akan mengalami stress dan mudah terserang penyakit atau bahkan mengalami kematian.

Nilai kandungan organik substrat yang didapatkan pada semua lokasi penelitian berkisar 0,25-0,38%. Kandungan organik substrat tertinggi terdapat pada stasiun 3 sedangkan terendah terdapat pada stasiun 1. Secara keseluruhan

nilai kandungan organik substrat yang didapatkan pada ketiga stasiun tergolong sangat rendah. Menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Simamora (2009), kriteria tinggi-rendahnya kandungan organik substrat atau tanah berdasarkan persentasi sebagai berikut: <1% : sangat rendah, 1-2% : rendah, 2,01-3% sedang, 3-5% : tinggi, dan >5,01% : sangat tinggi. Tipe subtrat dasar juga ikut menentukan jumlah dan jenis hewan bentos disuatu perairan. Substrat berupa pasir cenderung memudahkan untuk bergeser dan bergerak ke tempat lain dan memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi dibanding substrat berlumpur. Menurut Izmiarti (1990), kehadiran spesies dalam suatu komunitas zoobentos didukung oleh kandungan organik yang tinggi, akan tetapi belum tentu menjamin kelimpahan zoobentos tersebut, karena tipe substratpun ikut menentukan.

Dokumen terkait