• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Makrozoobenthos Sebagai Indikator Pencemar

Pada dasarnya, jika limbah organik dibuang ke suatu badan perairan, maka akan timbul serangkaian peristiwa seiring dengan berjalannya waktu. Hal ini menciptakan kondisi lingkungan yang berbeda dan menghasilkan komunitas akuatik yang berubah secara suksesif di perairan tersebut. Dalam mengkaji kondisi perairan, selain ikan, penggunaan struktur komunitas avertebrata seperti makrozoobenthos untuk menggambarkan kondisi ekosistem akuatik yang terintegrasi sudah mulai berkembang. Untuk dapat menduga kualitas perairan secara tepat melalui penggunaan komunitas biota perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Keberadaan atau ketiadaan organisme, 2) metode yang digunakan harus diyakini dapat menduga kualitas air sehingga dapat diperbandingkan, 3) pendugaan harus terkait dengan kualitas air untuk jangka waktu yang cukup lama, bukan hanya pada saat sampling, 4) perlu diperhatikan bahwa pendugaan harus lebih dikaitkan dengan tujuan sampling, 5) sampling, penyortiran, identifikasi dan pengolahan data harus dilakukan secara baik dan benar (Ayu, 2009).

Makrozoobenthos umumnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan perairan yang ditempatinya, karena itulah makrozoobenthos ini sering dijadikan sebagai indikator biologis disuatu perairan karena cara hidupnya, ukuran tubuhnya, dan perbedaan kisaran toleransi diantara spesies didalam lingkungan perairan (Simamora, 2009).

Brinkhurst et al., (2002) mengelompokkan tiga pendekatan yang berkembang dalam pendugaan kualitas perairan , yaitu: Sistem yang dikenal

dengan sebutan „eutrofik „ (kaya akan unsur hara) dan „oligotrofik‟ (miskin

akan unsur hara) yang dicetuskan oleh Naumann, dimana menggambarkan kuantitas dari keberadaan unsur hara di perairan. Akan tetapi sistem tersebut tidak sesuai dengan hewan benthos karena ketersediaan unsur hara ini terutama

nitrogen, fosfor, dan kalsium erat kaitannya dengan kuantitas produksi fitoplankton di suatu perairan.

Menurut Patrick (1949) dalam Odum (1994), bahwa suatu perairan yang sehat (belum tercemar) akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari hampir jumlah spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies yang mendominasi. 2.4. Parameter fisik dan kimia perairan

Faktor fisik kimia perairan yang mempengaruhi kehidupan makrozoobenthos diantaranya adalah:

a. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengontrol kehidupan dan penyebaran organisme dalam suatu perairan. Suhu akan mempengaruhi aktivitas metabolisme dan perkembangbiakan dari organisme tersebut (Nybakken, 1988). Perubahan suhu akan mempengaruhi pola kehidupan dan aktivitas biologi di dalam air termasuk pengaruhnya terhadap penyebaran biota menurut batas kisaran toleransinya. Perubahan suhu juga menghasilkan pola sirkulasi dan stratifikasi yang berperan dalam perairan (Simamora, 2009).

Kenaikan suhu air tesebut akan mengakibatkan menurunnya oksigen terlarut di dalam air, meningkatnya kecepatan reaksi kimia, terganggunya kehidupan hewan air . Naiknya suhu air yang relatif tinggi seringkali di tandai dengan munculnya hewan air lainnya ke permukaan air untuk mencari oksigen. Jika suhu tersebut tidak juga kembali pada suhu normal, lama kelamaan dapat menyebabkan kematian hewan lainnya (Nugroho, 2006).

Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu relatif sempit dengan organisme daratan. Berubahnya suhu suatu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Naiknya suhu perairan dari yang biasa, misalnya karena pembuangan sisa pabrik, sehingga dapat mengakibatkan struktur komunitasnya berubah (Suin, 2002).

b. Penetrasi Cahaya

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Di samping itu, nilai kecerahan juga sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, padatan tersuspensi dan ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah. Kecerahan merupakan parameter fisika yang penting karena berkaitan erat dengan aktivitas fotosintesis dari alga dan mikrofita. Makrozoobenthos secara langsung maupun tidak langsung memerlukan alga dan mikrofita tersebut sebagai sumber makananya (Simamora, 2009).

Kekeruhan air disebabkan adanya partikel-partikel debu, liat, fragmen tumbuh-tumbuhan dan plankton dalam air. Keruhnya air menyebabkan penetrasi cahaya ke dalam air berkurang, sehingga penyebaran organisme berhijau daun (memiliki klorofil) tidak begitu dalam, karena proses fotosintesis tidak dapat berlangsung (Suin, 2002).

c. pH

Organisme perairan mempunyai kemampuan toleransi yang berbeda dalam pH perairan. Batas toleransi organisme terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi banyak faktor antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya berbagai anion dan kation, jenis dan stadia organisme (Pescod, 1973 dalam Retnowati, 2003).

Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar, misalnya air limbah (buangan), berbeda-beda tergantung pada jenis limbahnya. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan menurun menuju kondisi asam. Hal ini karena bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian (Kristanto, 2002).

d. Arus

Arus air adalah faktor yang memiliki peranan penting baik pada perairan lotik maupun perairan lenthik. Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisma, gas- gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air akan

bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik umumnya bersifat turbulen, yaitu arus air yang bergerak ke segala arah sehingga air akan terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut (Barus, 2004).

Kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut. Penyebaran plankton, baik fitoplakton maupun zooplankton, paling ditentukan oleh aliran air. Selain itu, aliran air juga ikut berpengaruh terhadap kelarutan udara dan garam-garam dalam air, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme air (Suin, 2002). Kecepatan arus yang tinggi dapat menyebabkan pencacahan yang tinggi bagi makrozoobenthos (Silaban, 2011).

Kecepatan arus air permukaan tidaksama dengan air bagian bawah. Semakin ke bawah gerakan air biasanya semakin lambat dibandingkan dengan di bagian permukaan. Perbedaan kecpatan arus antar kedalaman menyebabkan bentuk antara organisme air pada kedalaman yang berbeda tidaklah sama (Suin, 2002).

e. DO (Dissolved Oxygen)

Dissolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting didalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen didalam air terutama sangat dipengaruhioleh faktor temperatur, dimana kelarutan maksimum terdapat pada temperatur 00C, yaitu sebesar 14,16 mg/L O2 (Barus, 2004).

Oksigen terlarut sangat penting bagi pernapasan hewan benthos dan organisme-organisme akuatik lainnya (Odum, 1993). Retnowati (2003) menyatakan bahwa keberadaan O2 terlarut di dalam substrat sangat berkurang. Tingginya kandungan bahan organik dan tingginya populasi bakteri pada sedimen menyebabkan besarnya kebutuhan akan O2 terlarut. Kadar O2 terlarut pada perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/L (Effendi, 2003).

Menurut Sinambela (1994) dalam Sinaga (2009), kehidupan makrozoobenthos di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimal 2 mg/L. Menurut Setyobudiandi (1997) dalam Sitanggang (2013) kandungan oksigen

terlarut mempengaruhi suatu perairan, semakin tinggi kadar O2 terlarut maka jumlah dan jenis makrozoobenthos semakin besar.

f. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Pengukuran BOD didasarkan kepada kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terdapat senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga. Produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya akan sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme (Barus, 2004).

Nilai konsentrasi BOD menunjukkan suatu kualitas perairan yang masuk tergolong baik dimana apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar sampai 5 ml/L O2 maka perairan tersebut tergolong baik apabila konsumsi O2 berkisar 10 mg/L- 20 mg/L O2 akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih dari 100mg/L (Brower et al, 1990 dalam Setiawan, 2010). Nilai BOD5 yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya defisit oksigen, sehingga akan menggangu metabolisme makrozoobenthos (Silaban, 2011).

g. Kejenuhan Oksigen

Pengukuran konsentrasi oksigen, biasanya dilakukan pengukuran terhadap tinggkat kejenuhan oksigen dalam air. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui apakah nilai tersebut merupakan nilai maksimum atau tidak. Untuk dapat mengukur tingkat kejenuhan oksigen suatu contoh air, maka disamping mengukur konsentrasi oksigen terlarut dalam mg/L (Barus, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN

Dokumen terkait