• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor fundamental makroekonomi merupakan faktor lingkungan yang berasal dari eksternal perusahaan dimana keberadaannya tidak berhubungan langsung dengan kegiatan operasional perusahaan. Meskipun begitu faktor fundamental makroekonomi mempengaruhi kinerja perusahaan dan nilai perusahaan. Tiga faktor fundamental makroekonomi yaitu:

1. Inflasi

Inflasi merupakan salah satu indikator fundamental

makroekonomi. Secara umum inflasi diartikan sebagai gejala kenaikan harga barang dan jasa di masyarakat yang bersifat umum dan terus-menerus.

Inflasi adalah peningkatan tingkat harga keseluruhan. Inflasi terjadi ketika banyak harga naik secara serentak. Kita mengukur

38 inflasi dengan melihat jumlah barang dan jasa yang besar serta menghitung peningkatan rata-rata harganya selama beberapa periode waktu. (Case dan Fair, 2007:57)

Berdasarkan situs Bank Indonesia (www.bi.go.id), inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Tidak hanya dihitung berdasarkan perubahan harga satu atau dua barang saja, tetapi inflasi juga dihitung melalui perubahan indeks harga barang dan jasa. Perubahan indeks harga barang dan jasa sering dipakai dalam sebuah rumah tangga dalam jangka waktu tertentu dengan Indeks Harga Konsumen (IHK).

a. Penyebab Inflasi

Dua tipe inflasi yang di dapat dari hasil kebijakan stabilisasi adalah:

1) Tarikan Permintaan (demand pull inflation)

Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini

digambarkan oleh output riil yang melebihi output

potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian.

39 2) Dorongan Biaya (Cost push inflation)

Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.Cost push inflation disebut fenomena moneter karena tidak dapat terjadi tanpa otoritas moneter dengan mengejar kebijakan akomodatif dari tingkat yang lebih tinggi dari pertumbuhan uang (Mishkin, 2010:646).

Namun pada situs Bank Indonesia (www.bi.go.id), penyebab inflasi juga dapat terjadi pada ekspektasi inflasi (Inflation Expectation). Faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). Meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung

40 kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMR, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.

b. Cara Pengukuran Tingkat Inflasi

= �−

�− × %

Dimana:

= laju inflasi periode t = IHK periode t �− = IHK periode t-1 2. Tingkat Suku Bunga

Dalam keseharian, tingkat suku bunga sering dikaitkan dengan jumlah persentase. Dalam pengertiannya sendiri, tingkat suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman (Case dan Fair, 2007:153).

Menurut situs Bank Indonesia (www.bi.go.id), Suku Bunga Bank Indonesia (BI rate) adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan

41 oleh bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. Kebijakan inilah yang biasanya dijadikan acuan oleh bank-bank di Indonesia dalam membuat keputusan operasional bank.

Penentuan BI rate biasanya ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang dilakukan secara triwulanan yaitu pada bulan Januari, April, Juli dan Oktober. Hasil rapat berlaku selama triwulan

berjalan dengan mempertimbangkan rekomendasi BI rate yang

dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijaksanaan dalam model ekonomi untuk pencapaian sasaran inflasi.

Tingkat suku bunga merupakan variabel makroekonomi yang penting. Hal ini disebabkan karena tingkat suku bunga merupakan harga yang menghubungkan masa kini dan masa depan.

Tingkat suku bunga dapat dikatakan sebagai penggerak kegiatan ekonomi, hal ini dapat dilihat dari hubungan antara tingkat suku bunga, investasi dan pendapatan nasional. Hubungan tersebut merupakan hubungan yang negatif atau berlawanan, dimana ketika suku bunga tinggi, maka tingat investasi rendah, dan terjadi sebaliknya. Sedangkan kenaikan investasi akan meningkatkan agregat ekonomi dan pendapatan nasional. Tingkat bunga dari sudut pandang investor merupakan pendapatan dari dana yang investasikan, sehingga jika tingkat bunga deposito naik, investor lebih memilih dananya disimpan dalam bentuk deposito, akibatnya kegiatan investasi di sektor riil menurun. Sedangkan dari sudut pandang perusahaan

42 merupakan konsep biaya akibat penggunaan dana untuk kegiatan operasi perusahaan, sehingga jika tingkat suku bunga kredit naik, maka biaya modal menjadi tinggi, akibatnya kegiatan operasi perusahaan menurun. (Bambang, 2010:229)

3. Nilai Tukar/Kurs

Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat ini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah.Kurs valuta asing (harga mata uang satu negara dalam hal ini lain) adalah penting karena mereka mempengaruhi harga barang produksi dalam negeri yang di jual di luar negeri dan biaya barang asing yang di beli di dalam negeri (Mishkin, 2010:522).

Sistem nilai tukar dalam sistem keuangan internasional diklasifikasikan menjadi dua tipe dasar: tetap dan mengambang. Dalam sistem nilai tukar perbaikan, nilai mata uang dipatok relatif terhadap nilai satu mata uang lainnya (disebut mata uang jangkar/anchor currency) sehingga nilai tukar tetap dalam hal anchor currency. Dalam sistem nilai tukar mengambang, nilai mata uang ini dibiarkan berfluktuasi terhadap semua mata uang lainnya. Ketika negara-negara campur tangan dalam pasar valuta asing dalam upaya untuk mempengaruhi nilai tukar mereka dengan membeli dan menjual

43 aset asing, sistem ini disebut sebagai sistem nilai tukar mengambang (atau dirty float). (Mishkin, 2010:536)

Di Indonesia, sistem nilai tukar mata uang dibolehkan berbeda terhadap yang lain atau dikenal dengan ‘sistem nilai tukar mata uang mengambang’. Dalam hal ini mata uang ditentukan berdasarkan kekuatan-kekuatan pasar atas permintaan dan penawaran.

Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar dari waktu ke waktu akan berpengaruh pada ketidakstabilan harga saham. Hal ini disebabkan karena seorang investor akan memiliki keraguan untuk menanam saham sehingga kinerja bursa efek menjadi menurun.

Fluktuasi nilai tukar juga mempengaruhi inflasi dan output, dan menjadi perhatian penting bagi para pembuat kebijakan moneter. Ketika mata uang domestik jatuh di nilai (depresiasi), harga yang lebih tinggi dari barang impor akan langsung ke tingkat harga yang lebih tinggi dan inflasi. Pada saat yang sama, mata uang domestik menurun, yang membuat barang negeri (ekspor) lebih murah untuk orang asing, meningkatkan permintaan untuk barang-barang domestik dan menyebabkan produksi dan output yang lebih tinggi. (Mishkin, 2010:499)

Penargetan nilai tukar memiliki keuntungan dan kelemahan sebagai strategi kebijakan moneter. (Mishkin, 2010:559)

44 Keuntungan:

a. Langsung membuat inflasi di bawah kendali dengan

mengikat tingkat inflasi untuk barang yang diperdagangkan secara internasional dengan yang ditemukan di negara jangkar kepada mata uang yang dituju

b. Memberikan aturan otomatis untuk pelaksanaan kebijakan moneter yang membantu mengurangi masalah waktu inkonsistensi

c. Sederhana dan jelas Kelemahan:

a. Mengakibatkan hilangnya kebijakan moneter yang

independen

b. Meninggalkan negara terbuka untuk serangan spekulatif

c. Dapat melemahkan akuntabilitas kebijakan karena sinyal nilai tukar hilang

D. Hubungan Faktor Fundamental Makroekonomi terhadap Jenis

Dokumen terkait