• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Kelelahan Kerja

Secara fisiologis, Sastrowinoto (1995:117) membedakan antara lelah otot dan lelah umum. Lelah otot berupa gejala kesakitan yang amat sangat ketika otot menderita tegangan yang berlebihan yang berdampak kepada penurunan prestasi kerja otot. Sementara itu lelah umum ditandai oleh rasa berkurangnya kesiapan untuk mempergunakan energi, timbulnya rintangan dalam melakukan kegiatan dan tidak bersemangat. Gejala kelelahan ini disebabkan oleh kegiatan detak jantung yang menurun, tekanan darah menurun dan kegiatan metabolisme dalam tubuh berkurang.

Dalam diskusi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kerja (output) dikemukakan bahwa, kelelahan (fatigue) merupakan terjadinya penurunan fenomena umum, terbatasnya kemampuan terhadap keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan organ tubuh. Pada kondisi ketidakseimbangan mental, ketidakseimbangan pribadi dan mitra kerja, kesemuanya lambat laun akan menjadi suatu pengharapan yang baru (new perspective). Melalui konsepsi baru mengenai ketidakseimbangan mental, Berger & Dickson dalam Hollwey, (1992:83) menarik suatu kesimpulan atas pengaruh kerja yang berulang (repetitive work), yang dapat berakibat buruknya hubungan-hubungan dalam kelompok.

Mereka menegaskan bahwa kerja yang berulang (repetitive work) akan berimplikasi pada ketidakseimbangan mental (mental imbalance), akan tetapi harus memperbaiki kondisi-kondisi kerja yang penuh dengan lamunan pesimis (pessimistic reverie). Bila pekerja mampu mengadakan hubungan sosial yang baik dengan mitra kerjanya, maka kesempatan untuk kerja melamun (pessimistic reverie) yang akan mengasingkan pekerja dan kesalahan-kesalahannya akan meletakkannya pada dimensi pekerja berpenyakitan (morbid preocupation) yang pada akhirnya menurunnya hasil kerja.

-135-

Granjean (1988: 217) menyebutkan bahwa fungsi tubuh manusia dan hewan berubah-ubah selama siklus 24 jam, yang biasa disebut sebagai “Irama Cardian”. Fungsi-fungsi tubuh dalam irama cardian yang meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari di antaranya yaitu :

a. Suhu tubuh

b. Denyut jantung (Heart rate) c. Tekanan darah

d. Kemampuan mental (Mental abilities)

e. Reaksi kecepatan mata (Flicker-fusion frequency of eyes) f. Muatan fisik (Physical capacity)

Lille dalam Grandjean (1988:220) yang melakukan studi secara mendalam tentang “tidur pada siang hari” (daytime sleep) terhadap 15 orang yang biasa bekerja pada malam hari (regular night-shiftworker), menunjukkan bahwa ‘tidur pada siang hari’ lebih singkat bila dibandingkan dengan ‘tidur pada malam hari’ dan disamping itu pula pekerja masih dapat menikmati waktu istirahat pada siang harinya. Rata-rata lama waku tidur pada siang hari hanya 6 jam, pada hal orang yang bekerja pada siang hari mempunyai waktu istirahat 8 sampai 12 jam. Dengan masa tidur yang lebih panjang pada hari kedua dari dua hari istirahat. Lille berkesimpulan bahwa pekerja malam akan menimbun hutang tidur terhadap dirinya yang harus dibayar kembali untuk 2 (dua) hari masa istirahat.

Secara nyata telah dibuktikan pula oleh Lille, bahwa satu hari istirahat tidak akan cukup membayar kembali tidur yang terhutang pada malam hari.

Dikemukakan pula oleh Grandjean (1988:223) bahwa gelaja-gejala kelelahan kronis akibat kerja malam adalah ;

a. Timbul kekesalan atau kejemuan pada saat setelah tidur satu periode (weariness, even after a period of sleep).

b. Mental iri (mental irritability).

c. Suasana hati yang tertekan (mood depression).

d. Kehilangan vitalitas dan malas untuk bekerja (general loss of vitality, and disinclination to work).

-136-

Secara fisiologis, Sastrowinoto (1995:117) membedakan antara lelah otot dan lelah umum. Lelah otot berupa gejala kesakitan yang amat sangat ketika otot menderita tegangan yang berlebihan yang berdampak kepada penurunan prestasi kerja otot. Sementara itu lelah umum ditandai oleh rasa berkurangnya kesiapan untuk mempergunakan energi, timbulnya rintangan dalam melakukan kegiatan dan tidak bersemangat. Gejala kelelahan ini disebabkan oleh kegiatan detak jantung yang menurun, tekanan darah menurun dan kegiatan metabolisme dalam tubuh berkurang.

Dalam diskusi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kerja (output) dikemukakan bahwa, kelelahan (fatigue) merupakan terjadinya penurunan fenomena umum, terbatasnya kemampuan terhadap keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan organ tubuh. Pada kondisi ketidakseimbangan mental, ketidakseimbangan pribadi dan mitra kerja, kesemuanya lambat laun akan menjadi suatu pengharapan yang baru (new perspective). Melalui konsepsi baru mengenai ketidakseimbangan mental, Berger & Dickson dalam Hollwey, (1992:83) menarik suatu kesimpulan atas pengaruh kerja yang berulang (repetitive work), yang dapat berakibat buruknya hubungan-hubungan dalam kelompok.

Mereka menegaskan bahwa kerja yang berulang (repetitive work) akan berimplikasi pada ketidakseimbangan mental (mental imbalance), akan tetapi harus memperbaiki kondisi-kondisi kerja yang penuh dengan lamunan pesimis (pessimistic reverie). Bila pekerja mampu mengadakan hubungan sosial yang baik dengan mitra kerjanya, maka kesempatan untuk kerja melamun (pessimistic reverie) yang akan mengasingkan pekerja dan kesalahan-kesalahannya akan meletakkannya pada dimensi pekerja berpenyakitan (morbid preocupation) yang pada akhirnya menurunnya hasil kerja.

Granjean (1988: 217) menyebutkan bahwa fungsi tubuh manusia dan hewan berubah-ubah selama siklus 24 jam, yang biasa disebut sebagai “Irama Cardian”. Fungsi-fungsi tubuh

-137-

dalam irama cardian yang meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari di antaranya yaitu :

a. Suhu tubuh

b. Denyut jantung (Heart rate) c. Tekanan darah

d. Kemampuan mental (Mental abilities)

e. Reaksi kecepatan mata (Flicker-fusion frequency of eyes) f. Muatan fisik (Physical capacity)

Lille dalam Grandjean (1988:220) yang melakukan studi secara mendalam tentang “tidur pada siang hari” (daytime sleep) terhadap 15 orang yang biasa bekerja pada malam hari (regular night-shiftworker), menunjukkan bahwa ‘tidur pada siang hari’ lebih singkat bila dibandingkan dengan ‘tidur pada malam hari’ dan disamping itu pula pekerja masih dapat menikmati waktu istirahat pada siang harinya. Rata-rata lama waku tidur pada siang hari hanya 6 jam, pada hal orang yang bekerja pada siang hari mempunyai waktu istirahat 8 sampai 12 jam. Dengan masa tidur yang lebih panjang pada hari kedua dari dua hari istirahat. Lille berkesimpulan bahwa pekerja malam akan menimbun hutang tidur terhadap dirinya yang harus dibayar kembali untuk 2 (dua) hari masa istirahat.

Secara nyata telah dibuktikan pula oleh Lille, bahwa satu hari istirahat tidak akan cukup membayar kembali tidur yang terhutang pada malam hari.

Dikemukakan pula oleh Grandjean (1988:223) bahwa gelaja-gejala kelelahan kronis akibat kerja malam adalah ;

a. Timbul kekesalan atau kejemuan pada saat setelah tidur satu periode (weariness, even after a period of sleep).

b. Mental iri (mental irritability).

c. Suasana hati yang tertekan (mood depression).

d. Kehilangan vitalitas dan malas untuk bekerja (general loss of vitality, and disinclination to work).

-138-

 Dampak Negatif Polutan Gas Industri