DAFTAR LAMPIRAN
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Aspek Reproduks
2.2.2. Faktor kondis
Faktor kondisi secara kuantitatif dibutuhkan untuk melihat kondisi ikan yang berhubungan dengan beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhinya pada kurun waktu tertentu (Handayani 2006). Faktor kondisi ini menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi (Effendie 1997). Adanya perubahan faktor lingkungan secara periodik akan mempengaruhi kondisi dari ikan tersebut (Handayani 2006). Faktor kondisi dapat naik, dapat juga turun. Keadaan ini merupakan indikasi dari musim pemijahan bagi ikan, khususnya bagi ikan betina. Menurut Patulu (1963) in Effendie (1997), nilai faktor kondisi ikan berfluktuasi dengan ukuran ikan tersebut. Peningkatan nilai faktor kondisi terjadi pula pada waktu ikan mengisi gonadnya dengan cell sex dan akan mencapai puncaknya sebelum terjadi pemijahan (Effendie 1997).
Faktor kondisi dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dan pada ikan betina dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad. Pada saat makanan berkurang jumlahnya, ikan akan cenderung menggunakan cadangan lemak dalam tubuhnya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan sehingga faktor kondisi ikan tersebut akan menurun (Effendie 1979). Penurunan faktor kondisi juga dipengaruhi oleh aktivitas ikan dalam melakukan adaptasi terhadap kondisi lingkungan selama proses pematangan gonad hingga proses pemijahan selesai (Saadah 2000). Pada umumnya, nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Effendie (1997) menyatakan bahwa faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan, karena ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik untuk proses reproduksi dan bertahan hidup dibandingkan dengan ikan jantan.
2.2.3.Ukuran pertama kali matang gonad
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu cara untuk mengetahui perkembangan populasi dalam suatu perairan, seperti bilamana ikan akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah (Najamuddin et al. 2004). Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan dan selama proses tersebut berlangsung sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad (Effendie
1997). Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran pertama kali ikan matang gonad adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa perbedaan spesies, umur, ukuran, dan sifat-sifat fisiologis. Faktor eksternal berupa makanan, kondisi lingkungan (suhu dan arus), dan adanya individu yang berlainan jenis kelamin (Lagler 1962 in Warjono 1990).
Udupa (1974) in Musbir et al. (2006) menyatakan bahwa ukuran pertama kali ikan matang gonad bervariasi antar jenis maupun dalam jenis itu sendiri, sehingga individu yang berasal dari satu kelas umur atau dari kelas panjang yang sama tidak selalu mencapai ukuran pertama kali matang gonad yang sama. Adanya perbedaan kecepatan tumbuh (Nikolsky 1969 in Susilawati 2000), perbedaan strategis hidup atau pola adaptasi ikan (Busing 1987 in Susilawati 2000), serta adanya perbedaan kondisi perairan menyebabkan ikan-ikan muda yang berasal dari telur yang menetas pada waktu bersamaan akan mencapai tingkat kematangan gonad pada ukuran yang berlainan. Ukuran pertama kali ikan matang gonad juga dipengaruhi oleh kelimpahan individu, ketersediaan makanan, dan faktor lingkungan pada suatu habitat atau perairan yang berbeda-beda (Nikolsky 1963).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sjafei dan Susilawati (2001) terhadap ikan kuniran (U. moluccensis) di perairan Teluk Labuan, Banten diperoleh ukuran pertama kali ikan kuniran matang gonad sebesar 120 mm (ikan jantan) dan 125 mm (ikan betina). Hasil penelitian Triana (2011) dengan spesies ikan yang sama
(U. moluccensis) di perairan Teluk Jakarta memperoleh ukuran pertama kali ikan
kuniran matang gonad sebesar 173 mm (ikan jantan) dan 155 mm (ikan betina). Ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk Antalya, Turki sebesar 110 mm untuk ikan betina dan 105 mm untuk ikan jantan (Ozvarol et al. 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismen (2005) terhadap ikan kuniran
(U. moluccensis) di Teluk Iskenderun, Mediterania Timur diperoleh ukuran pertama
kali matang gonad ikan kuniran betina dan jantan adalah 110 mm.
2.2.4.Waktu pemijahan
Waktu pemijahan dapat diduga dari komposisi tingkat kematangan gonad pada ikan. Tingkat kematangan gonad adalah tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Pencatatan tahap-tahap kematangan gonad
diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dengan yang tidak melakukan reproduksi (Affandi et al. 2007). Penentuan tingkat kematangan gonad dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara morfologis dan histologis. Secara morfologis dilakukan dengan mengamati tanda- tanda umum dan ukuran gonad secara visual, sedangkan secara histologis dilakukan dengan mengamati perkembangan gonad melalui fase perkembangan sel dari gonad tersebut yang didasarkan pada penelitian mikroskopik. Penentuan tingkat kematangan gonad secara mikroskopik jarang sekali digunakan kecuali untuk penelitian yang memerlukan keterangan yang sangat khusus. Penentuan dengan cara ini banyak menggunakan peralatan histologis seperti mikrotom dan menggunakan bahan kimia yang kadang-kadang sulit diperoleh (Effendie 1979).
Novitriana et al. (2004) menyatakan bahwa waktu pemijahan ikan adalah bulan-bulan yang memiliki jumlah ikan jantan dan betina yang telah mengalami matang gonad, sedangkan puncak pemijahan dilihat pada bulan dimana ikan jantan dan betina yang telah matang gonad terdapat dalam jumlah yang besar. Tingkat kematangan gonad yang terdapat dalam satu bulan pengamatan berbeda-beda. Ketidakseragaman perkembangan gonad ini diduga adanya dua kelompok ikan yang waktu pemijahannya berbeda (Brojo dan Sari 2002). Waktu pemijahan ikan kuniran
(Upeneus moluccensis) di Teluk Jakarta terjadi pada bulan Juli-September (Triana
2011). Ismen (2005) memperoleh waktu pemijahan ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk Iskenderun, Mediterania Timur terjadi pada bulan Juni dan September. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ozvarol et al. (2010), waktu pemijahan ikan kuniran
(U. moluccensis) di Teluk Antalya, Turki terjadi pada bulan Juli dan Oktober.
Tingkat kematangan gonad merupakan perubahan kondisi perkembangan gonad yang dilihat secara kualitatif, sedangkan indeks kematangan gonad merupakan perubahan kondisi perkembangan gonad yang dilihat secara kuantitatif. Effendie (1997) menyatakan bahwa sejalan dengan pertumbuhan gonad, maka gonad yang dihasilkan akan semakin bertambah besar hingga batas maksimum ketika terjadi pemijahan. Musim atau waktu pemijahan terjadi ketika nilai indeks kematangan gonad untuk kedua jenis kelamin mencapai tingkat tertinggi (Ozvarol et al. 2010).
Bagenal (1987) in Yustina dan Arnentis (2002) menyatakan bahwa ikan yang memiliki indeks kematangan gonad lebih kecil dari 20% adalah kelompok ikan yang dapat memijah lebih dari satu kali setiap tahunnya. Menurut Pulungan et al. (1994) in Yustina dan Arnentis (2002), umumnya ikan yang hidup di perairan tropis dapat memijah sepanjang tahun. Nilai indeks kematangan gonad ikan akan bervariasi, baik jantan maupun betina (Sulistiono et al. 2001b). Biusing (1998) in Sulistiono et al. (2001b) menyatakan bahwa pada umumnya nilai indeks kematangan gonad jantan lebih rendah daripada betina.
2.2.5.Potensi reproduksi
Potensi reproduksi ikan dapat diketahui dari nilai fekunditas. Nikolsky (1963) menyatakan bahwa jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan dinamakan fekunditas individu, fekunditas mutlak atau fekunditas total. Royce (1972) in Effendie (1997) menyatakan bahwa fekunditas total adalah jumlah telur yang dihasilkan ikan selama hidup, sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan bobot atau panjang. Fekunditas dilakukan dengan mengambil telur dari ikan yang memiliki TKG III dan IV yang dianalisis menggunakan metode gabungan (gravimetrik dan volumetrik) (Effendie 1997). Keeratan hubungan antara fekunditas terhadap panjang dan bobot tubuh tidak dapat dilakukan. Variasi fekunditas ini juga disebabkan oleh adanya kelompok ikan yang baru memijah dan sudah memijah, sehingga produksi telur cenderung lebih tinggi daripada ikan yang baru memijah. Selain itu, variasi fekunditas tersebut juga disebabkan adanya penyebaran produksi telur yang tidak merata (Warjono 1990).
Brojo et al. (2001) in Mulyoko (2010) menyatakan bahwa fekunditas ikan di alam akan bergantung pada kondisi lingkungannya. Apabila ikan hidup pada kondisi yang banyak ancaman predator, maka jumlah telur yang dikeluarkan akan semakin banyak atau fekunditas yang dihasilkan akan semakin besar. Ikan yang hidup pada kondisi yang sedikit predator, maka telur yang dikeluarkan akan sedikit pula atau fekunditas yang dihasilkan kecil. Semakin banyak fekunditas yang dihasilkan oleh ikan dapat diduga bahwa potensi reproduksi dari suatu spesies juga akan semakin besar. Fekunditas dipengaruhi oleh fertilitas, frekuensi pemijahan, perlindungan
induk, ukuran telur, kondisi lingkungan, kepadatan populasi, dan ketersediaan makanan (Satyani 2003 in Pellokila 2009).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sjafei dan Susilawati (2001), nilai fekunditas yang dihasilkan oleh ikan kuniran (Upeneus moluccensis) di perairan Teluk Labuan, Banten berkisar antara 19.116-89.344 butir telur. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Triana (2011) mendapatkan nilai fekunditas ikan kuniran di perairan Teluk Jakarta berkisar antara 26.658-75.030 butir telur. Penelitian yang dilakukan oleh Ismen (2005) memperoleh nilai fekunditas ikan kuniran (U.
moluccensis) di Teluk Iskenderun, Mediterania Timur berkisar antara 19.714-64.452
butir telur. Ozvarol et al. (2010) memperoleh nilai fekunditas terhadap ikan kuniran
(U. moluccensis) di Teluk Antalya, Turki berkisar antara 2.231-139.065 butir telur.