• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor mikroklimat sarang

Pulau Komodo

C. Faktor mikroklimat sarang

Temperatur merupakan faktor penting di wilayah biosfer, karena pengaruhnya sangat besar pada segala bentuk kehidupan. Beberapa kegiatan organisme seperti reproduksi, pertumbuhan, dan kematian sangat dipengaruhi oleh temperatur (Alikodra 2002). Komodo mengandalkan panas yang didapat dari radiasi sinar matahari untuk proses inkubasi telurnya (Jessop et al. 2007). Dalam penentuan keberhasilan penetasan suhu memegang peranan yang sangat penting. Goin and Zug (1978) menyatakan bahwa laju dari pertumbuhan embrio

Grafik Suhu Permukaan Sarang 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 55.00 0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.0018.0021.0024.00 Jam Suhu LBY1 LBY2 LBY3 LBY4 LBY5 LBY6

dipengaruhi oleh suhu. Suhu yang rendah akan memperlambat perkembangan embrio. Sebaliknya suhu yang tinggi akan mempercepat perkembangan embrio.

1. Suhu Permukaan Sarang

Suhu permukaan tanah memiliki suhu paling dingin pada awal pagi hari dan paling hangat pada awal siang hari. Perubahan suhu harian tanah akan semakin menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah (Rosenberg 1974). Fluktuasi suhu akan terjadi pada kedalaman 15 cm dari permukaan tanah, dan makin ke dalam fluktuasi suhu berkurang sedikit demi sedikit mencapai stabil (Nuitja 1992). Suhu rata-rata harian permukaan tanah sarang komodo tertinggi pada sarang LBY5. Sarang dengan suhu permukaan tanah yang rendah terdapat pada sarang LBY3 dan LBY 4.

Gambar 14 Grafik suhu harian permukaan sarang.

Tinggi suhu permukaan sarang memiliki hubungan yang erat dengan kondisi vegetasi sekitar sarang. Semakin sedikit jumlah vegetasi sekitar sarang maka akan semakin tinggi suhu pada permukaan tanah. Adanya faktor naungan menjadi penghalang yang mengurangi terjadinya kontak secara langsung antara permukaan sarang. Sarang LBY5 memiliki nilai PPV yang paling rendah yaitu sebesar 5,23%. Nilai PPV sarang LBY3 dan LBYmasing-masing sebesar 49,40% dan 38,46% . Menurut Muslich dan Priyono (2005) sejumlah 52,90% (n=15) sarang burung gosong mempunyai penutupan naungan vegetasi di sekitar sarang yang cukup rapat yaitu 76-100%. Untuk memenuhi panas dalam kebutuhan inkubasi maka burung gosong mengumpulkan serasah dan ranting didalam sarangnya. Proses biologis dalam penguraian oleh mikroorganisme merupakan sumber panas yang membantu dalam meningkatkan suhu sarang. Sumber panas

pada sarang burung gosong juga berasal dari matahari. Berbeda dengan burung gosong, komodo tidak mengumpulkan serasah dan ranting pada sarangnya. Proses inkubasi lebih banyak menggunakan panas matahari sehingga penutupan vegetasi sarang komodo lebih rendah. Pada sarang gundukan komodo banyak terdapat sisa serasah dan ranting yang dikumpulkan oleh burung gosong. Selain itu juga berasal dari serasah daun yang gugur dari pohon sekitar sarang. Berbeda pada sarang yang digali sendiri oleh komodo tidak dijumpai ranting dan serasah seperi terlihat pada Gambar 6b. Nilai penutupan vegetasi sarang disajikan pada Tabel 9. Sedangkan untuk gambar kondisi profil vegetasi sarang dapat dilihat pada Lampiran 8. Tabel 8 Kondisi Penutupan Sarang komodo

No. Kode Sarang Tipe Vegetasi PPV (%)

1 LBY1 ODF Kelas2 (39,2)

2 LBY2 ODF Kelas1 (23,6)

3 LBY3 ODF Kelas2 (49,40)

4 LBY4 ODF Kelas2 (38,46)

5 LBY5 ODF Kelas1 (5,23)

6 LBY6 ODF Kelas1 (22,10)

Keterangan: ODF: Open deciduous forest, PPV: Persen Penutupan Vegetasi.

2. Suhu Sekitar dan Kelembaban Sarang

Pengukuran suhu selalu dikaitkan dengan kelembaban. Besarnya kelembaban berbanding terbalik dengan besarnya suhu. Semakin tinggi nilai kelembaban maka suhunya akan semakin rendah. Suhu harian udara sekitar sarang yang tercatat yang paling tinggi pada sarang LBY5 yang terjadi pada pukul 11.00. Fluktuasi suhu yang tinggi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah intensitas sinar matahari dan kodisi lingkungan, seperti angin, curah hujan, respirasi tumbuhan dan faktor lingkungan lainnya (Pah 2003).

Gambar 15 Grafik kelembaban suhu harian sekitar sarang dan grafik suhu harian sekitar sarang.

Grafik Suhu Harian Sekitar Sarang

19.00 21.00 23.00 25.00 27.00 29.00 31.00 33.00 35.00 0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00 24.00 Jam S u h u LBY1 LBY2 LBY3 LBY5 LBY5 LBY6 Grafik Kelembaban Sekitar Sarang

60.00 65.00 70.00 75.00 80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00 24.00 Jam K e le m b a b a n LBY1 LBY2 LBY3 LBY4 LBY5 LBY6

Tingginya suhu udara pada LBY5 disebabkan sarang ini merupakan sarang yang paling terbuka dan memiliki PPV yang paling rendah (Tabel4). Sebaliknya pada sarang LBY3 dan LBY4 memiliki suhu yang lebih dingin karena memiliki vegetasi yang lebih rapat. Dari hasil uji korelasi antara suhu permukaan sarang dengan nilai PPV diperoleh nilai r sebesar -0,91 yang menunjukkan bahwa antara suhu permukaan sarang dengan PPV memiliki hubungan yang erat. Keduanya memiliki hubungan negatif, semakin tinggi suhu permukaan sarang maka nilai PPV akan semakin kecil.

3. Korelasi Kelembaban, suhu permukaan, dan suhu sekitar sarang.

Dalam studi ini terlihat bahwa kelembaban udara berkorelasi secara langsung terhadap suhu lingkungan, dan suhu permukaan. Kelembaban udara berkorelasi negatif dengan suhu permukaan dengan nilai r sebesar -0,765. Nilai korelasi kelembaban dengan suhu lingkungan memiliki nilai r sebesar -0,790. Demikian juga suhu lingkungan terdeteksi memiliki korelasi langsung yang signifikan terhadap suhu permukaan sarang dengan nilai r sebesar 0,843. Komodo diketahui merupakan satwa ektotermik, dimana aktivitasnya sangat tergantung pada kondisi suhu optimal lingkungan (King&Green 1999). Jika terlalu dingin ataupun panas, maka komodo tidak akan aktif (King&Green 1999). Suhu tubuh optimal bagi komodo untuk melakukan aktivitasnya adalah antara 28-40°C, di mana suhu optimal lingkungan bagi komodo untuk beraktivitas adalah antara 29-42°C (King&Green 1999; Harlow et al. 2007). Hingga kini belum diketahui korelasi antara suhu permukaan dengan suhu di dalam sarang, namun suhu permukaan telah diketahui berpengaruh terhadap aktivitas komodo. Purwandana (2007) menyatakan bahwa pada kondisi panas, betina tetap menjaga sarang meski harus berpindah ke tempat yang lebih teduh.

Suhu optimal lingkungan sarang sangat dipengaruhi oleh posisi geografis, ketinggian dari permukaan laut, vegetasi di sekitarnya, tipe dan warna tanah, musim, dan cuaca setempat (Godley et al. 1991). Godley et al. (1991) juga menyatakan bahwa suhu lingkungan berkorelasi dengan lamanya periode inkubasi dan penentuan jenis kelamin pada tetasan penyu tempayan (Caretta caretta).

Suhu di dalam sarang lebih stabil dibandingkan suhu lingkungan luar sarang yang berfluaktif, sehingga suhu dalam sarang lebih optimal dalam proses inkubasi

telur (Imansyah et al. 2007). Suhu yang diperlukan untuk inkubasi telur komodo adalah antara 29-34°C, lebih tinggi sekitar 10°C dari pada suhu lingkungan sarang (Imansyah et al. 2007). Godley et al. (1991) menyatakan juga bahwa meski suhu lingkungan berpengaruh terhadap suhu tanah pada kedalaman sarang dan suhu sarang itu sendiri, yang paling berperan dalam masa inkubasi adalah suhu dalam sarang itu sendiri. Pada penelitian ini suhu di dalam sarang tidak diukur karena keterbatasan peralatan untuk mengukur suhu dalam tanah, selain itu juga pengukuran suhu dalam tanah sulit dilakukan karena komodo betina yang menjaga sarang sangat waspada terhadap gangguan yang dapat mengganggu sarangnya.

Tinggi rendahnya suhu dalam sarang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kepadatan telur dalam sarang, kedalaman sarang dan lokasi sarang. Sarang yang berlokasi di daerah yang terkena cahaya dan mendapatkan sedikit hembusan angin akan memiliki temperatur yang lebih hangat dibandingkan dengan lokasi yang bebas naungan dan berangin kencang (Bustar 1972).

Suhu optimal pada saat inkubasi sangat berperan terhadap kondisi fenotip tetasan pada kebanyakan reptil (Deeming&Fergusson 1991). Suhu inkubasi kemudian juga akan menentukan jenis kelamin, survivorship, tingkah laku, lokomotor, dan kondisi fisiologi anak reptil ketika menetas (King&Green 1999). Suhu yang lebih dingin dari pada rentang suhu optimal akan menyebabkan anakan memiliki ukuran tubuh lebih besar, sedangkan suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan anakan memiliki ukuran lebih kecil dan keduanya akan berpengaruh terhadap kemampuan motorik anakan sehingga akan mempengaruhi pula kemampuan survival mereka (King&Green 1999).

D. Kesamaan Karakteristik Sarang Berdasarkan Karakteristik dan

Dokumen terkait