• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK SARANG BERBIAK KOMODO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK SARANG BERBIAK KOMODO"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

DI LOH BUAYA PULAU RINCA

TAMAN NASIONAL KOMODO, NUSA TENGGARA TIMUR

MARLIANA CHRISMIAWATI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

RINGKASAN

MARLIANA CHRISMIAWATI. Identifikasi Karakteristik Sarang Berbiak Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Loh Buaya Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. Dibimbing oleh ABDUL HARIS MUSTARI dan LILIK BUDI PRASETYO.

Komodo (Varanus komodoensis, Ouwens 1912) merupakan reptil endemik yang hanya dapat ditemukan di lima pulau di Indonesia bagian timur, empat diantaranya berada di dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Secara internasional, Komodo oleh IUCN dikategorikan sebagai jenis yang berstatus ”Vurnerable” dan masuk dalam Appendix I CITES. Sarang merupakan komponen dari habitat yang sangat terkait dengan reproduksi satwaliar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sarang berbiak komodo di TNK khususnya di wilayah Loh Buaya, Pulau Rinca.

Penelitian dilaksanakan di TNK, Nusa Tenggara Timur yaitu antara bulan Juli sampai September 2007. Pengolahan data primer dan sekunder dilaksanakan dari November sampai Januari. Pengolahan data dilakukan dengan membuat peta ketinggian, peta kelerengan, profil vegetasi sekitar sarang, dan buffer sungai dan pantai. Analisis data dilakukan dengan menggunakan indeks kesamaan sarang berdasarkan karakteristik dan mikroklimat sarang, analisis vegetasi, analisis korelasi dan analisis deskriptif.

Berdasarkan hasil pengamatan, total sarang komodo yang ditemukan berjumlah 6 sarang (n=6) dengan tipe sarang berupa tipe gundukan bekas sarang burung gosong. Dari keenam sarang tersebut, empat sarang berstatus aktif (LBY1, LBY3, LBY5 dan LBY6) dan dua sarang berstatus tidak aktif (LBY2 dan LBY4). Sarang LBY1 adalah sarang yang digunakan secara bersama oleh komodo dan burung gosong. Sarang komodo memiliki banyak lubang yang digunakan untuk kamuflase. Sarang komodo memiliki diameter terpanjang 9,50-13 m, diameter terpendek 6-11 m dan tinggi 0,70-1,60 m. Setiap sarang memiliki lubang kamuflase dengan diameter terpanjang 0,58-0,87 m, diameter terpendek 0,28-0,47 m dan kedalaman lubang 0,69-1,26 m. Berdasarakan peta ketinggian, sarang komodo berada pada ketinggian 12,50 sampai dengan 15,48 m dpl. Kelerengan sarang berada pada lokasi dengan kelerengan datar. Hanya satu sarang yang berada pada kelerengan landai (8-16 %) yaitu sarang LBY3. Untuk aspect, tiga sarang berada pada daerah datar (flat) yaitu sarang LBY4, LBY5 dan LBY 6, sarang LBY 1 berada pada aspect utara, sarang LBY 2 pada aspect

tenggara, dan sarang LBY3 pada aspect timur laut. Jarak sarang dengan sungai (buffer sungai) relatif dekat pada radius 0-200 m dari sungai dan jarak sarang dengan pantai yang paling dekat berjarak antara 300-1100 m.

Keberadaan vegetasi sangat diperlukan bagi anakan komodo untuk menghindar ancaman predator. Tumbuhan yang ditemui di seluruh sarang adalah Tamarindus indica, Schoutenia ovata dan tumbuhan bawah Ageratum sp.. PPV (Persen penutupan Vegetasi) pada keenam sarang relatif jarang, PPV terbesar pada sarang LBY3 dengan nilai 49,40% dan terendah pada sarang LBY5 dengan nilai 5,23 %. Kelembaban udara berkorelasi secara langsung terhadap suhu lingkungan, dan suhu permukaan sebesar -0,79 dan -0,76. Demikian juga suhu lingkungan terdeteksi memiliki korelasi langsung yang signifikan terhadap suhu permukaan (r=0,84). Hasil uji korelasi antara suhu permukaan sarang dengan nilai PPV diperoleh nilai r sebesar -0.91 yang menunjukkan bahwa antara suhu permukaan sarang dengan PPV memiliki hubungan yang erat.

Hasil analisis clustering dengan menggunakan euclidean distance terhadap sarang komodo yang ada di Loh Buaya menghasilkan pengelompokkan sarang menjadi 2 kelompok pada tingkat kesamaan 17,46%. Kelompok pertama hanya terdiri dari sarang LBY5 dan sarang lainnya (LBY1, LBY2, LBY3, LBY4 dan LBY5) tergabung dalam kelompok kedua. Tidak terdeteksi adanya perbedaan yang signifikan untuk faktor profil sarang, vegetasi maupun mikroklimat (kelembaban, suhu permukaan, dan suhu lingkungan) antara sarang aktif dan sarang tidak aktif. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan baik di sarang aktif maupun sarang tidak aktif relatif sama, sehingga semua sarang dapat digunakan oleh komodo untuk bersarang.

(3)

SUMMARY

MARLIANA CHRISMIAWATI. The Nest Characteristic Identification of Komodo

Dragon (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) in Loh Buaya, Komodo National Park,

East Nusa Tenggara. Under Supervision by ABDUL HARIS MUSTARI and LILIK BUDI PRASETYO.

Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) is an endemic reptile of five

islands in the eastern Indonesia, where four of them are within Komodo National Park boundary. The species is listed in Appendix I of the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), and is classified as “Vulnerable” by the International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Nest is one of important habitat components which relate to wildlife reproduction. The aim of this study is to identify nest characteristic of komodo dragon in Komodo National Park (KNP) in Loh Buaya, Rinca Island.

The study was carried out in Loh Buaya, one of the large valley in KNP, East Nusa Tenggara, between July to September 2007. During the study, compass, GPS (Global Positioning System), infrared thermometer, scales, camera, were used to collect data. Loh Buaya contour map and komodo dragon nest were used to analyze spatial relationship between nest and landscape components (i.e. elevation, slope, vegetation coverage, river and coast line buffer). By measuring nest similarity index based on nest characteristic and microclimatic components, vegetation analysis, correlation analysis and descriptive analysis.

Based on the observation, six of mound nests were found. The Nests were modification of megapode bird nests, where four of them are active (LBY1, LBY3, LBY5 and LBY6) while the other two was not (LBY2 and LBY 4). Active nests were possessed a number of camouflage holes. Ranges of komodo dragon's nest was 9,50-13 m in longest diameter, 6-11 m in shortest diameter, and 0,70-1,60 m in height. Camouflage holes of

active nest were ranged from 0,58-0,87 m in longest diameter, 0,28-0,47 m in shortest

diameter, and 0,69-1,26 m in depth. The nests were located between 12,50 and 15,48 m above sea level. Nests were located on flat slope (0-8 %), except for LBY3 was on slight slope (8-16%). Regarding aspect measurement, three nest (LBY4, LBY5 and LBY 6) were located on flat area, LBY1 located to the north, LBY 2 to south east and LBY3 was to the east. Distance of nest from the nearest river (river buffer) were from 0-200 m and distance of nest from nearest coast were from 300-1100m.

The existence of vegetation is crucial for hatchlings to hide from predators and

conspecifics. Tamarindus indica and Schoutenia ovata tree and ground plant Ageratum

sp. were mostly found on the nest. All of six of nests had rare PPV (vegetion covered

gratuity) where the highest was on LBY3 (49,40 %) and the lowest was LBY5 (49,40 %). Air humidity was significantly correlated with environmental temperature and nest surface temperature (-0,79 and -0,76). Environmental temperature was significantly correlated with nest surface temperature (r=0,84). Correlation test between nest surface temperature with PPV value suggessted a significant correlation (r=-0,91).

Clustering analysis with euclidean distance toward every komodo dragon nest in Loh Buaya was resulting two nest grouping base on level of similarity (= 17,46%). The first group was only LBY5 and the another group was group of nest LBY1, LBY2, LBY3, dan LBY4, dan LBY6. There is no difference detected for nest characteristic for nest profiles, vegetation, either for microclimate factors (humidity,environmental and nest surface temperature) between active and inactive nests and suggested that environmental condition of active an inactive nest was similar, pointing that all of the nests can be used by komodos for nesting.

(4)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK SARANG BERBIAK

KOMODO (

Varanus komodoensis

Ouwens, 1912)

DI LOH BUAYA PULAU RINCA

TAMAN NASIONAL KOMODO, NUSA TENGGARA TIMUR

MARLIANA CHRISMIAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Karakteristik Sarang Berbiak Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Loh Buaya Pulau Rinca Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2008

Marliana Chrismiawati E34103078

(6)

Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur

Nama : Marliana Chrismiawati

NIM : E34103078

Menyetujui: Komisi Pembimbing Ketua,

Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc.F. NIP. 131955532

Anggota,

Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. NIP. 131849393

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr.Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 131578788

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas izin dan kemudahan dari-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih yaitu Identifikasi Karakteristik Sarang Berbiak Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Loh Buaya Pulau Rinca Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur. Manfaat dari penelitian ini untuk mengetahui karakteristik sarang berbiak komodo yang berguna sebagai data dan informasi berkelanjutan dalam kegiatan pengelolaan serta sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan dalam rangka peningkatan usaha kelestarian komodo di Taman Nasional Komodo.

Bogor, September 2008

(8)

Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 25 Maret 1985 sebagai anak pertama dari pasangan Ali Priyadi dan Suharti. Penulis meulai pendidikan di SDM Karangkajen I Yogyakarta pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTPN 9 Yogyakarta dan lulus pada tahun 2000, setelah itu melanjutkan ke SMUN 5 Yogyakarta dan lulus pada tahun 2003. Penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2003 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif pada kegiatan HIMAKOVA di Kelompok Pemerhati Gua. Penulis pernah mengikuti kegiatan SURILI (Studi Konservasi Lingkungan) pada tahun 2005 di Taman Nasional Betung Kerihun. Pada tahun 2006, penulis melakukan Praktek Umum Pengenalan Hutan di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, KPH Banyumas Barat dan Banyumas Timur serta Praktek Umum Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan GETAS, Jawa Tengah. Pada tahun 2007, penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian “Identifikasi Karakteristik Sarang Berbiak Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) di Loh Buaya Pulau Rinca Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur” di bawah bimbingan Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc.F. sebagai Ketua dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MS.c sebagai Anggota.

(9)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas izin dan kemudahan dari-Nya sehingga skripsi ini dapat berhasil diselesaikan. Dengan segala kerendahan hati dan ketulusan, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Pak Ik dan Ibu’ serta Adekku atas segala doa, kasih sayang, kesabaran, semangat serta segala dukungan dan pengobanannya.

2. Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, MSc.F. dan Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc. selaku dosen pembimbing atas waktu, kesabaran, arahan, dan masukannya. 3. M. Jeri Imansyah, MSc. atas arahan dalam pengambilan data, bantuan analisis,

koreksian, masukan serta untuk peta konturnya.

4. Dr. Ir. Iin Ichwandi, MS. dan Ir. Trisna Priadi, M.Eng.Sc. selaku dosen penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Departemen Hasil Hutan atas segala masukan, koreksian, serta sarannya.

5. Kepala Balai Taman Nasional Komodo beserta seluruh jajaran stafnya; Pak Heru, Pak Hengki, Mas Ayat, Mas Ihya, Mas Wawan, dan semuanya atas bantuannya selama penelitian juga para petugas lapang di Resort Loh Buaya. 6. Dr. Ir. Jamartin Sihite, MSc. atas arahannya saat penelitian, Pak Frans Harun

dan seluruh jajaran staf PT. Putri Naga Komodo atas bantuannya.

7. Maryati, Karlina juga Lusi atas segala semangat, kebersamaan, dan persahabatan yang diberikan serta waktu untuk berbagi keluh kesah.

8. Keluarga besar KSH 40: Tyas; teman penelitian di lapangan atas bantuan dan kerjasamanya; Uni Reren, Santi, Feri, Yuyun, Bilal, Yulia, Lubis, Ruri, Bohai, Tri, Imran, Ayu, Arul, Adi, Rambo, Elsi, Adhe, Aan dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuannya, kebersamaan, kekompakan, dan semangatnya selama ini, juga untuk Mas Sulthon 37 atas kesediaannya mengajari GIS.

9. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah, penelitian dan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dan bantuannya.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan Penelitian... 2 C. Manfaat Penelitian... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. Klasifikasi... 3 B. Morfologi... 3 C. Penyebaran ... 4 D. Habitat ... 4 E. Populasi ... 4 F. Sarang ... 5 G. SIG... 9

III.KONDISI UMUM... 11

A. Letak dan Luas ... 11

B. Kondisi Pulau Rinca ... 11

1. Topografi ... 11

2. Musim dan Sumber Air ... 11

3. Tanah dan Geologi ... 12

4. Vegetasi ... 12

5. Fauna... 13

C. Aksesibilitas ... 13

IV.METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu ... 14

B. Alat dan Bahan ... 14

C. Jenis Data yang Dikumpulkan ... 15

D. Metode Penelitian... 15

1. Pengumpulan Data ... 15

a. Data Sekunder ... 15

b. Data Primer ... 15

2 Pengolahan Data ... 17

a. Pembuatan Peta Ketinggian dan Peta Kelerengan ... 17

b. Pembuatan Diagram Profil Vegetasi dan Proyeksi Tajuk sekitar Sarang... 18

(11)

E. Analisis Data ... 18

1. Indeks Kesamaan Sarang Berdasarkan Karaktristik dan Mikroklimat Sarang ... 18

2. Analisis Vegetasi ... 19

3. Analisis Korelasi... 20

4. Analisis Deskriptif ... 20

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

A. Status Sarang ... 21

B. Karakteristik Sarang Komodo ... 23

1. Tipe dan Ukuran Sarang ... 23

2. Ketinggian dan Kemiringan Sarang ... 25

3. Aspect Sarang ... 27

4. Buffer Sungai dan Pantai ... 28

5. Tipe dan Struktur Vegetasi ... 29

6. Jenis Tumbuhan Sekitar Sarang... 32

C. Faktor Mikroklimat Sarang... 33

1. Suhu Permukaan Sarang ... 34

2. Suhu Sekitar dan Kelembaban Sekitar Sarang ... 35

3. Korelasi kelembaban, suhu permukaan, dan suhu sekitar sarang .. 36

D. Kesamaan Karakteristik Sarang Berdasarkan Karakteristik dan Mikroklimat Sarang... 37

VI.KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 39

B. Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA... 40

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Dimesi bangunan sarang komodo ... 24

2. Persentase sarang berdasarkan kelerengan ... 26

3. Persentase sarang berdasarkan aspect ... 27

4. Persentase sarang berdasarkan jarak dari sungai dan pantai ... 29

5. Persentase sarang berdasarkan lokasi... 29

6. Jenis-jenis tumbuhan yang mendominasi sarang komodo ... 31

7. Jenis tumbuhan yang dijumpai pada setiap sarang komodo ... 32

8. Kondisi penutupan sarang komodo ... 35

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Komodo ... 3

2. Peta lokasi penelitian... 14

3. Desain metode petak kuadrat untuk analisis vegetasi sarang dan sekitar sarang ... 17

4. Diagram alir pembuatan peta ketinggian dan peta kemiringan lereng ... 17

5. Aktivitas bersarang komodo ... 22

6. Kondisi tubuh komodo betina ... 22

7. Penggunaan sarang bersama ... 23

8. Tipe sarang komodo yang ditemukan ... 24

9. Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan ketinggian... 26

10.Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan kelerengan ... 27

11.Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan aspect... 28

12.Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan penutupan lahan ... 30

13.Sifat arboreal komodo ... 33

14.Grafik suhu harian permukaan sarang... 34

15.Grafik kelembaban suhu harian sekitar sarang dan grafik suhu harian sekitar sarang... 35

16.Dendrogram ketidaksamaan sarang berdasarkan karakteristik sarang dan mikroklimat sarang ... 38

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Karakteristik sarang berbiak komodo ... 44 2. Jenis-jenis tumbuhan di sekitar sarang komodo ... 45

3. Hasil analisis vegetasi ... 46 4. Hasil pengukuran kelembaban (SK), suhu permukaan sarang (SP), dan

suhu sekitar sarang (SK) ... 51 5. Matrik euclidean distance karakteristik sarang dan mikroklimat sarang .. 54 6. Nilai korelasi ... 55 7. Profil vegetasi sekitar sarang komodo ... 56 8. Peta buffer sungai dan pantai ... 58

(15)

A. Latar Belakang

Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan reptil endemik yang dapat ditemukan di lima pulau di Indonesia bagian timur, empat diantaranya berada di dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Komodo ditetapkan sebagai satwa nasional yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 4 tahun 1992. Keberadaan komodo sangat dilindungi baik secara nasional maupun internasional karena dianggap penting dalam ilmu pegetahuan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 Komodo masuk dalam daftar satwa yang dilindungi. Secara internasional, komodo oleh IUCN dikategorikan sebagai jenis yang berstatus Vurnerable dan masuk dalam Appendix I CITES. Keunikan komodo yang dianggap sebagai sisa reptil purba yang masih bertahan hidup sampai sekarang mendapatkan perhatian dari para peneliti dari dalam maupun luar negeri. Berbagai penelitian tentang komodo telah bayak dilakukan untuk melindungi kelestariannya, akan tetapi masih terdapat banyak ancaman yang secara langsung maupun tidak langsung mengancam populasi komodo di habitat alami. Ancaman tersebut antara lain perburuan satwa mangsa dan perusakan habitat asli.

Menurut Alikodra (2002) untuk mendukung kehidupan satwaliar diperlukan kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya baik makanan, air, udara bersih, garam mineral, tempat belindung, berkembang biak, maupun tempat untuk mengasuh anak-anaknya. Sarang merupakan komponen dari habitat yang sangat terkait dengan reproduksi satwaliar. Banyak faktor yang mempengaruhi karakteristik sarang dan pemilihan lokasi misalnya kepadatan vegetasi (Leonard&Picman 1987) dan distribusi ketersediaan tempat bersarang (Hagan&Walters 1990; Kerpez&Smith 1990) diacu dalam Morin (1992). Pertumbuhan populasi komodo ditentukan oleh banyaknya telur yang dapat menetas dalam suatu sarang. Komodo tidak mengerami telurnya, tetapi meletakkannya dalam sarang dan proses penetasannya sangat tergantung pada kondisi lingkungan baik fisik biologi maupun kimia (Muslich&Priyono 2005).

(16)

Komodo betina setelah masa kawin akan mencari tempat untuk bertelur dan meletakkan telurnya pada tempat yang sesuai dan cocok. Menurut Jessop et al. (2007) menyarankan untuk melakukan pemantuan tahunan berkala terhadap sarang-sarang yang ada di kawasan TNK untuk mengetahui kondisi tahunan perkembangan atau penurunan populasi komodo. Jessop et al. (2003) menyatakan bahwa pemantauan sarang komodo secara berkala dapat menyediakan informasi akurat bagi pengelola dalam mengambil keputusan bagi kepentingan konservasi komodo. Informasi ini dapat digunakan untuk mengetahui jumlah betina yang berbiak sehingga digunakan untuk pendugaan penambahan populasi berdasarkan jumlah telur yang menetas.

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan sistem komputer untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisis dan menampilkan data referensi geografis (Kan-tsung Chang 2004). Dalam menentukan kondisi spasial sarang komodo dapat digunakan aplikasi SIG. Pengunaan aplikasi SIG dengan data dan model yang benar membantu dalam organisasi, interpretasi dan komunikasi dari informasi ekologi secara efisien dan efektif. Identifikasi karakteristik sarang berbiak komodo sangat diperlukan dalam rangka perlindungan dan kemungkinan reintroduksi komodo di pulau lain di kawasan TNK yang memiliki karakteristik dan kesesuaian habitat, terutama karakteristik sarang berbiaknya sehingga perlindungan terhadap satwa ini dan kemungkinan perluasan habitat yang dibutuhkan untuk kelestarian komodo.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sarang berbiak komodo di TNK.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini untuk mengetahui karakteristik sarang berbiak komodo yang berguna sebagai data dan informasi berkelanjutan dalam kegiatan pengelolaan serta sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan dalam rangka peningkatan usaha kelestarian komodo di TNK.

(17)

A. Klasifikasi

Klasifikasi komodo menurut Green dan King (1991); IBL Reptile Database (1997); dan Zug (1993) diacu dalam San Diego Zoo Library mengklasifikasikan komodo dalam klasifikasi hewan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Reptilia Subclass : Diapsida Order : Squamata

Suborder : Sauria (Lacertilia) Infraorder : Autarchoglossa Family : Varanidae Genus : Varanus

Species : Varanus komodoensis

Komodo dalam bahasa Manggarai dikenal dengan sebutan Ora.

B. Morfologi

Komodo memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan biawak lainnya. Komodo dewasa dapat mencapai panjang tubuh 304 cm dan berat mencapai 81,5 kg. Tetasan komodo ketika baru menetas memiliki rata-rata panjang tubuh 43 cm dan berat 95 kg, lebih panjang dari pada tetasan jenis lain dalam keluarga Varanidae (Jessop et al. 2007). Komodo terpanjang yang pernah

Foto M. Chrismiawati

(18)

tercatat mencapai panjang 3,13 m. Menurut Abdoessoeki (1968) komodo memiliki badan yang panjang, lebih besar dari kepalanya. Kepala komodo agak memanjang mirip kadal, matanya kecil, mulutnya agak memanjang ke belakang, kulitnya coklat-kuning kehitam-hitaman dan bersisik kasar.

C. Penyebaran

Menurut Auffenberg (1981) penyebaran komodo meliputi Pulau Flores bagian barat, Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, Gilimotang dan Pulau Mada Sumbi. Penyebaran di Pulau Flores ada 2 bagian yaitu di bagian barat Pulau Flores mulai dari Labuan Bajo hingga Nanggili, di bagian Pantai Utara mulai dari Dampek sampai sebelah barat Riung.

D. Habitat

Suatu habitat adalah hasil interaksi dari sejumlah komponen. Secara terperinci, komponen fisik terdiri dari: air, udara, iklim, topografi, tanah, dan ruang. Sedangkan komponen biotik terdiri dari vegetasi, mikro fauna, makro fauna, serta manusia (Alikodra 2002).

Menurut Mochtar (1992) diacu dalam Fahruddin (1998) menyatakan bahwa secara umum keadaan habitat komodo ada semua tempat hampir sama yaitu suhu rata-rata 23-40 C dengan kelembaban berkisar antara 45%-75% dan ketinggian 0-600 m dpl. Topografi dengan sudut kemiringan antara 10-40°. Habitat komodo di dominasi oleh padang savana, adapun pohon khas yang dijumpai pada habitat komodo adalah pohon lontar (Borassus flabellifer). Semua biawak bersifat ektoterm. Suhu tubuh kadal biawak aktif pada kisaran 30oC to 40oC. Kebanyakan mereka mengatur suhu tubuhnya dalam dua atau tiga derajat dari 36oC saat aktif (King&Green 1999).

E. Populasi

Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu sesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada suatu tempat dan waktu tertentu (Anderson 1985 diacu dalam Alikodra 2002). Survey komodo pada tahun 2000 mencatat jumlah sebanyak 1.009 komodo di Pulau Komodo dan 1.001 komodo di Pulau Rinca. Jumlah tersebut lebih rendah

(19)

dibandingkan survei yang diadakan tahun sebelumnya dimana populasi yang tercatat berkisar dari 1.062 - 1.772 komodo di Pulau Komodo dan 1.110 - 1.344 komodo di Pulau Rinca (Erdmann 2004).

F. Sarang

Untuk mendukung kehidupan satwaliar diperlukan suatu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidup satwaliar baik makanan, air udara bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembang biak maupun tempat mengasuh anak-anaknya, kawasan tersebut baik fisik maupun biotik dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembang biak satwaliar disebut habitat.

Sarang adalah sesuatu yang sengaja atau tidak dibangun untuk dipergunakan sebagai tempat berkembang biak dan atau sebagai tempat istirahat (tidur). Letak sarang tersebut dapat bermacam-macam (1) di atas pohon pada ranting, dahan atau cabang pohon, (2) pada batang pohon dengan membuat lubang-lubang, dan (3) di tanah, antara lain diletakkan di atas permukaan tanah, lubang dalam tanah, ataupun di dalam gua. Bentuk sarang dari jenis satwaliar tertentu biasanya memiliki ciri khas tersendiri sehingga dapat dibedakan dari jenis lainnya (Alikodra 1990; Santosa&Kartono 1995 diacu dalam Fahruddin 1998). Sarang yang dibuat atau digunakan komodo ada 2 macam, yaitu sarang untuk meletakkan telur atau digunakan untuk tidur, terutama yang terdapat di tepi pantai. Komodo banyak membuat lubang kamuflase, namun lubang ini tidak digunakan untuk tidur. Lubang sarang biasanya hanya dipakai komodo pada waktu komodo sakit (Kartono 1994 diacu dalam Fahruddin 1998).

Menurut Jessop et al. (2003) komodo menggunakan tiga tipe sarang dan dikategorikan sebagai berikut:

1. Sarang lubang di tanah; terdiri dari konstruksi galian horizontal yang dalam di tanah.

2. Sarang di bukit (hill nest); umumnya terdiri dari lubang galian (semacam terowongan) yang luas menghasilkan satu atau lebih bagian pada bagian depan bukit. Dalam lubang galian ini, betina akan menggali lubang untuk telur di samping beberapa lubang

(20)

tipuan. Sarang tipe ini umumnya berada di padang savana yang dikelilingi perbukitan.

3. Sarang gundukan tanah; komodo menggunakan gundukan tanah untuk bersarang yang telah dibuat oleh burung gosong.

Sarang berbiak komodo aktif ditunjukkan oleh adanya aktivitas penggalian yang dilakukan betina (awal Agustus) atau dengan observasi yang dilakukan betina secara berulang-ulang di sarang (Agustus sampai November). Sarang komodo yang tidak aktif ditunjukkan oleh tidak adanya aktivitas penggalian oleh betina atau tidak ada penjagaan sarang oleh betina selama musim bersarang (Jessop et al.2003). Sarang dinyatakan sebagai sarang aktif jika terdapat aktivitas betina bersarang seperti:

1. Adanya galian baru sarang

2. Adanya bekas galian/penutupan lubang sarang 3. Adanya komodo betina yang menjaga sarang.

Aktivitas reproduksi, khususnya jumlah sarang aktif setiap tahun dapat digunakan sebagai salah satu cara penghitungan tidak langsung penilaian kecenderungan populasi. Perkiraan pertambahan individu baru dapat diduga dari jumlah sarang yang aktif.

Tempat-tempat bersarang memerlukan perlindungan yang khusus sehingga kelangsungan keturunannya dapat terjamin. Di samping juga untuk melindungi dan mencegah terjadinya kerusakan tempat bersarang baik karena manusia maupun alam (Alikodra 1993). Menurut Muslich dan Priyono (2005) komodo memiliki banyak lubang yang terdapat dalam sarang secara umum merupakan lubang kamuflase yang dibuat untuk menghindari predasi dari komodo lain.

Menurut Auffenberg (1981) sebuah lubang sarang komodo di Kebun Binatang Surabaya dalamnya 45 cm, yang digali pada tanah humus yang menggunduk. Penggalian dilakukan dalam beberapa jam dan hal itu dilakukan komodo dengan kaki depannya. Galian tersebut akan membentuk gunung kecil atau gundukan tanah yang gembur. Di alam pernah ditemukan kulit telur komodo dalam liang besar yang panjangnya 4 meter. Namun lubang sarang di Pulau Rinca umumnya dalamnya antara 30-40 cm. Selain di pasir, sarang komodo juga pernah ditemukan diantara bebatuan dengan kerikil berpasir laterit.

(21)

Komodo betina juga menggunakan sarang yang dibuat oleh burung gosong. Dalam Muslich dan Priyono (2005) disebutkan bahwa menurut hasil survey yang dilakukan oleh TNK dan Zoological Society of San Diego (ZSSD) menunjukkan bahwa di seluruh pulau, komodo lebih banyak menggunakan sarang gosong dengan tipe sarang gundukan untuk meletakkan telurnya. Dalam Jessop et al. (2003) komodo betina meletakkan telurnya, berdasarkan pemilihannya sebanyak 61%, komodo betina menggunakan sarang burung gosong sebagai tempat meletakkan telur.

Komodo betina meletakkan 1-30 telur (rata-rata 18) dalam sarang. Peletakan telur ini diletakkan beberapa kali dengan jumlah satu atau lebih telur selama beberapa hari secara berurutan. Komodo betina kebanyakan hanya meletakakan telur hanya satu sarang per tahunnya yaitu pada bulan Juli sampai awal September (Auffenberg 1981; IUCN/SSC CBSG 1994; Judd&Bacon 1977) diacu dalamSan Diego Zoo Library.

Telur komodo memiliki tipikal telur dengan tekstur kulit cangkang kasar. Kebanyakan telur biawak memerlukan waktu inkubasi yang lebih lama bila dibandingkan dengan jenis kadal lainnya. Pada V. niloticus, telur biasanya menetas setelah 8-10 bulan (Cowles 1930); V. griseus mencapai 10 bulan (Thilenius 1897); V. salvator dari 2,5 sampai 10 bulan (Kratzer 1973); dan yang lainnya seperti V. bengalensis dan V. varius (Smith 1931; Deraniyagala 1957&Worrel 1963) memililiki waktu menengah antara 2,5-5,5 bulan. Periode inkubasi telur oleh komodo biasanya antara 8-8,5 bulan Auffenberg (1981). Oleh karena itu telur-telur tersebut memiliki simpanan energi yang besar selama inkubasi (Murphy et al.). Telur komodo menetas antara bulan Maret dan April, dengan berat tetasan rata-rata 80,3 gram dan kisaran total panjang dari 253 sampai 555 mm, ukuran ini lebih panjang daripada beberapa spesies biawak lainnya (190-278 mm) (Auffenberg 1981).

Suhu lingkungan sangat berpengaruh penting pada kehidupan sehari-hari berbagai jenis hewan, terutama yang bersifat ektoterm. Contohnya, banyak reptil berperilaku komplek dan termoregulasi fisiologi untuk mempertahankan temperatur tubuh mereka (Huey&Slatkin 1976; Avery 1982; Bedford&Newcombe 1982; Peterson, Gibson&Dorcas 1993 diacu dalam Shine&Elphick 2000). Untuk

(22)

tahap kehidupan reptil seperti pada tahap telur, Embrio reptil tidak dapat mengatur temperaturnya sendiri. Variasi suhu pada tahap embrio memiliki konsekuensi yang penting terhadap tetasan. Suhu selama inkubasi reptil tidak hanya menentukan kesuksesan penetasan, tetapi juga berpengaruh terhadap sifat fenotip tetasan seperti jenis kelamin, ukuran, bentuk, warna, perilaku dan lokomotor (Bull 1980; Burger Zappalorti&Gochfeld 1987; Burger&Zappalorti 1988; Burger 1989 diacu dalam Shine&Elphick 2000).

Beberapa reptil dan penyu memperlihatkan determinasi jenis kelamin bergantung terhadap suhu dimana temperatur inkubasi menentukan perbedaan gonad. Reptil yang memiliki determinasi jenis kelamin bergantung terhadap suhu memperlihatkan perbedaan pola yang didefinisikan oleh Ewert dan Nelson (1991), Pola Ia (Trachemys scripta); pola yang paling umum, menghasilkan rasio lebih banyak betina pada temperatur hangat dan rasio lebih banyak jantan pada temperatur dingin (Ewert&Nelson 1991). Pola Ib (Sphenodon guntheri) dikareksteristikkan dengan peningkatan jumlah jantan pada temperatur hangat dan peningkatan jumlah betina pada temperatur dingin (Mitchell et al. 2006). Sex rasio lebih banyak betina pada suhu dingin maupun panas (Chelydra serpentina), dan rasio lebih banyak jantan pada suhu pertengahan adalah karakteristik dari pola II (Ewert&Nelson 1991). Diferensiasi gonad terjadi selama periode thermosensitif pada embriogenesis biasanya pada periode ketiga perkembangan (Bull 1980) diacu dalam Emer (2007).

Terlihat adanya pemilihan oleh komodo betina dalam penggunaan sarang burung gosong belum terpakai daripada sarang permukaan tanah dan sarang di bukit. Diperkirakan pemakaian sebagian struktur sarang ini menunjukan proses pemilihan yang disengaja oleh betina, komodo memang secara khas memilih sarang burung gosong yang rata-rata secara signifikan lebih tersinari matahari. Diperkirakan, bahwa proses pemilihan ini disebabkan karena lingkungan tersebut memiliki kondisi yang baik untuk inkubasi telur selama 180 hari hingga masa penetasan (Green&King 1999). Pemilihaan lokasi sarang dengan sedikit naungan dan lebih panas oleh betina dapat mengindikasikan suatu pemilihan yang diperlukan untuk waktu inkubasi cepat. Kemungkinan hal ini untuk memastikan komodo menetas dan keluar sarang bertepatan dengan akhir musim kering, saat

(23)

kelimpahan serangga mangsa dalam jumlah banyak (Madsen&Shine 1999) diacu dalam Jessop et al.2003.

Keberadaan sarang berbiak suatu spesies sangat menentukan keberlanjutan spesies yang bersangkutan. Menurut Jessop et al. (2003) komodo betina menyimpan telurnya di dalam lubang sarang yang digalinya sendiri. Sarang berupa beberapa lubang galian meski hanya satu lubang yang menjadi tempat penyimpanan telur. Sarang aktif akan dijaga oleh betina dari ancaman gangguan komodo maupun binatang lain.

Menurut Jessop et al. (2003) menyatakan bahwa tidak ada bukti spasial yang menunjukkan bahwa pemanfaatan sarang oleh komodo betina yang ditentukan oleh kebutuhan habitat tertentu terkait posisi sarang satu sama lain di lembah terbesar bagian utara pulau.

G. SIG

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi yang dapat menyimpan, memanipulasi dan menampilkan data geografis (Enviromental System Research Institute 1993:1-2 diacu dalam Ference 1996). Hal ini memungkinkan data dapat diakses ke suatu lokasi yang tersaji secara digital (Kadir 2003).

Kadir (2003) menyatakan bahwa kebayakan SIG menggunakan konsep ”lapis” (layer). Setiap lapis mewakili satu fitur geografi dalam area yang sama dan selanjutnya semua lapisan bisa saling ditumpuk untuk mendapatkan informasi yang lengkap. Setiap lapisan dapat dibayangkan seperti plastik transparan yang mengandung gambar tertentu saja. Pemakai bisa memilih transparan-transparan yang dikehendaki dan kemudian saling ditumpangkan sehingga akan diperoleh gambar yang merupakan gabungan dari sejumlah transparan.

SIG sesungguhnya merupakan salah satu jenis Decision Support System

(SDD). Sehingga SIG sering disebut sebagai Spatial Decision Support System

(SDSS) (Martin 2002 diacu dalam Kadir 2003). SIG masa kini bahkan dapat menggabungkan tugas-tugas pengambilan keputusan seperti penentuan atau pemilihan lokasi yang memiliki pola yang serupa. Dalam Prahasta (2001) Aplikasi SIG digunakan di bidang biologi dan lingkungan hidup seperti untuk

(24)

inventrisasi, kesesuaian lahan dan manajemen kawasan perlindungan flora dan fauna yang dilindungi.

ArcView Spatial Analyst membantu untuk menemukan dan mengerti lebih baik hubungan spasial dari data bisa menampilkan dan menjalankan query untuk menghasilkan suatu aplikasi yang diinginkan. Spatial Analyst sangat berguna terutama karena kemampuannya untuk menggabungkan data raster dan data vektor. Spatial Analyst menyediakan alat untuk membuat surface (penampakan 3-dimensi) dan menganalisa karakteristik seperti slope. Fungsi statistik zona yaitu untuk menghitung sebuah nilai statistik dalam masing-masing zona. Fungsi ini memerlukan dua input theme. Pertama, sebuah theme grid, yang mendefinisikan nilai-nilai yang akan digunakan dalam penghitungan dan kedua menentukan dalam zone mana masing-masing sel terdapat. Nilai statistik yang dapat dihitung adalah majority, maximum, mean, median, minimum, minority, range, standard deviation, sum dan variety (Puntodewo et al. 2003)

Banyak faktor yang dibutuhkan untuk pertimbangan dalam membuat strategi dan program konservasi keanekaragaman hayati. Peta yang menggambarkan pola penyebaran dari individu spesies merupakan kunci untuk membuat keputusan tentang status dari individu spesies tersebut dan untuk mengidentifikasi celah (gap) yang terdapat dalam data konservasi. Daerah kritis untuk keanekaragaman hayati dapat diidentifikasi dari analisis dari kelompok spesies yang diselaraskan dengan pola habitat (Miller 1994).

(25)

A. Letak dan Luas

Taman Nasional Komodo berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 306/Kpts-II/1992 tanggal 29 Februari 1992 memiliki luas 173.300 ha. Secara administratif pemerintahan TNK terletak di wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur. TNK diapit oleh Pulau Sumbawa (NTB) dan Pulau Flores (NTT) yang terdiri dari Pulau Komodo (33.937 ha), Pulau Rinca (19.625 ha), Pulau Padar (2017 ha) serta 26 buah pulau besar dan kecil. Taman nasional ini merupakan salah satu dari lima taman nasional yang ditetapkan pertama kali di Indonesia. Secara astronomis TNK terletak diantara 119°20’95’’-119°49’20’’ Lintang Timur dan 8°24’35’’-8°50’2’’Lintang Selatan (TNK 2000).

B. Kondisi Pulau Rinca 1. Topografi

Pulau Rinca terletak di ujung timur TNK yang dipisahkan dari daratan Flores oleh selat sempit yang bernama Selat Molo. Pulau ini berbentuk membulat di bagian Selatan dengan topografi yang gersang, dan di sebelah utara terbagi dua oleh teluk bernama Loh Kima. Luas daratan pulau adalah 211 km2, pantainya sepanjang 172 km, dan 28 km dari tenggara ke timur laut. Gunung Doro Ora di sebelah selatan mencapai 677 m di atas permukaan laut dan merupakan gunung tertinggi di Rinca, gunung tertinggi di bagian Timur Laut adalah Gunung Pankarmea (542 m dpl) yang membentuk pegunungan gersang bersama dengan Gunung Doro Radja (351 m dpl) dan beberapa puncak lainnya. Di bagian tengah dan barat laut pulau terdapat topografi yang lebih melandai dengan pantai pasir putih, pantai selatan Pulau Rinca memiliki tebing-tebing yang curam dan pantai yang sempit dan landai (TNK 2000).

2. Musim dan Sumber Air

Iklim di Pulau Rinca mirip dengan iklim di Pulau Padar dan Komodo. Pulau ini dipengaruhi oleh angin muson, sehingga dari bulan November sampai Maret,

(26)

45angin barat laut bertiup membawa curah hujan yang banyak dan pada bulan April sampai Oktober angin kering meniup dari barat daya pada musim kemarau. Pada puncak pegunungan hampir selalu tertutup kabut atau awan dengan tingkat kelembaban yang tinggi. Sumber air di Pulau Rinca terdapat di kaki Gunung Doro Ora yang menyediakan air sepanjang tahun dalam bentuk mata air, terdapat kira-kira delapan sumber air di pulau ini yang tersebar hampir secara merata di seluruh pulau, dengan kapasitas terbesar di mata air Boe Timba (TNK 2000).

3. Tanah dan Geologi

Secara umum kondisi tanah dan keadaan geologis Pulau Rinca tidak banyak berbeda dari kepulauan di sekelilingnya tetapi terdapat satu perbedaan yaitu adanya tanah kuning Mediterranean yang sangat rawan terhadap erosi. Formasi geologis di pulau ini terdiri atas: 1) karang, 2) aluvium, 3) tufa (batu cadas), 4) napal; dan 5) endapan vulkanis, seperti: 1) andesit dan 2) dasitik yang menonjol yang tersebar di bagian tengah dan sebagian besar di utara (bagian barat) dan sisanya terdapat di wilayah sekeliling Gunung Doro Raja dan Tanjung Koloh. Sejarah geologis Pulau Rinca menyajikan sumber alam yang menarik yaitu fenomena alamiah pergerakan tanah yang disebabkan oleh kegiatan vulkanis yang masih terjadi dan dinamika bentang alam yang dihasilkan sangat menakjubkan (TNK 2000).

4. Vegetasi

Secara umum hutan pantai terdapat di sepanjang pantai, di mana terdapat endapan lumpur juga hutan bakau. Pada bagian yang lebih tinggi, terdapat hutan

decideuous (muson), savana, dan pada puncak perbukitan atau pegunungan terdapat hutan kuasiawan yang terdapat beberapa spesies tanaman termasuk rotan (Calamus spp.), bambu (Bambusa spp.), dan aneka jenis pohon seperti

Podocarpus nerifolia, Ficus orupacea, dan Terminalia zollinger. Penutupan lahan di Pulau Rinca seperti halnya pada kepulauan lainnya di wilayah TNK didominasi oleh savanna yang diantara vegetasi rumput savanna biasa atau belukar terdapat gebang (Borasus sp). Pada hutan gugur (deciduous forest) didominasi oleh bidara (Zizyphus jujubi), Asam (T. Indica) dan Kesambi (Scheilera oleosa). Hutan bakau memiliki keragaman yang tinggi, terutama sepanjang pantai utara yang

(27)

didominasi oleh Rhizopora mucronata, jenis lainnya yaitu Ceriops tagal,

Sonneratia alba, dan Avicenia marina (TNK 2000). 5. Fauna

Selain komodo di Pulau Rinca juga terdapat kuda liar yang hanya terdapat di wilayah antara desa Rinca dan desa Kerora, dan bertumpang tindih dengan penyebaran kerbau liar. Ada juga anjing liar, yang bersaing dengan komodo terhadap sumber makanan, seperti rusa, babi hutan, tikus, burung serta bangkai binatang. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) terdapat di Pulau Rinca, tetapi tidak terdapat di Pulau Komodo dan Pulau Padar. Kijang (Cervus timorensis) seringkali terdapat di wilayah Gunung Tumbuh dan Doro Ora sampai ke Loh Dasami. Beberapa spesies burung yang terancam kepunahannya terdapat di Pulau Rinca, termasuk elang ikan (Pandion heliatus), elang tutul (Falco moluccensis) dan burung gosong (Megapodius reinwardt). Sepanjang tebing curam di pesisir terdapat burung walet (Collocalia spp.) dan beraneka jenis burung lainnya. Burung lain yang menarik perhatian adalah ayam hutan (Gallus varius) yang tersebar hampir di seluruh Pulau Rinca mulai dari daerah pesisir sampai ke wilayah pegunungan dan penyebarannya tumpang tindih dengan penyebaran burung gosong (TNK 2000).

C. Aksesibilitas

Untuk mencapai lokasi dapat menggunakan rute yaitu Denpasar-Mataram-Bima selama kurang lebih 1.5 jam menggunakan pesawat kemudian dilanjutkan dengan kendaraan darat menuju Sape, dari Sape menuju TNK menggunakan ferry. Rute lain yang dapat digunakan yaitu Kupang-Manggarai-Labuan Bajo dengan menggunakan pesawat selama 3 jam kemudian dari Labuan Bajo menggunakan speedboat/perahu motor/ferry menuju Taman Nasional Komodo.

(28)

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian. 8°42'30" 8°42'30" 8°25'00" 8°25'00" 119°35'00" 119°35'00" 119°52'30" 119°52'30" 120°10'00" 120°10'00"

Pulau Flores

Pulau Rinca

Pulau Komodo

4 0 4 8 km N Loh Buaya

A. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di TNK, Nusa Tenggara Timur yaitu dari awal Juli sampai pertengahan September 2007, untuk kegiatan pengolahan data lapang dan data sekunder dilakukan di laboratorium SDAF, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Pengolahan data primer dan sekunder dilaksanakan dari bulan November sampai awal Januari 2008.

B. Alat dan Bahan

Bahan sebagai objek penelitian adalah sarang komodo dan Peta kontur. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kompas, GPS (Global Positioning System), kamera, termometer benang basah dan kering, termometer infrared, meteran, tali tambang, pita ukur, alat tulis, seperangkat PC beserta software ArcView GIS 3.3, SPSS 1.2 dan AutoCAD 2002.

(29)

C. Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data sekunder yaitu data ekologi komodo, kondisi umum lokasi penelitian, peta kontur. Data primer yang diperoleh di lapangan meliputi titik keberadaan sarang komodo, analisis vegetasi, pengambilan data suhu sekitar sarang, kelembaban dan suhu sekitar sarang.

D. Metode Penelitian 1. Pengumpulan Data

a) Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan penjajagan kepada instansi yang bersumber dengan data yang diperlukan. Seperti bio-ekologi komodo, kondisi umum lokasi penelitian, dan peta kontur.

b) Data Primer

Pengumpulan data di lapangan yang menggunakan teknik purpossive sampling yaitu dengan mereduksi objek penelitian dari objek yang lebih luas, agar data yang diperoleh lebih akurat selain itu juga berdasarkan pertimbangan waktu, biaya, tenaga dan peralatan yang ada. Purposive sampling bisa dilakukan jika pemilihan contoh lebih mengutamakan tujuan studi. Untuk mengetahui distribusi sarang komodo lokasi penelitian yang dipilih adalah lokasi-lokasi yang secara nyata terdapat sarang komodo. Informasi lokasi sarang diperoleh dari petugas lapangan.

Data primer yang diperoleh di lapangan meliputi:

1. Titik keberadaan sarang komodo, sarang komodo yang ada di wilayah lembah Loh Buaya diambil titik koordinat GPS-nya. Masing-masing sarang diberi kode LBY (Loh Buaya).

2. Data karakteristik sarang komodo, meliputi: tipe sarang (lubang di tanah, lubang di bukit dan sarang gundukan), ukuran sarang (diameter terpanjang, diameter terpendek, jumlah lubang dan ukuran lubang (kedalaman, diameter terpanjang, diameter terpendek), dan status sarang (aktif atau tidak aktif).

(30)

3. Analisis vegetasi sekitar sarang menggunakan rancangan percobaan berupa petak-petak contoh untuk mendapatkan hasil maksimal dengan resiko sekecil mungkin, baik dari segi biaya, waktu dan tenaga. Rancangan percobaan ini mencakup beberapa hal, seperti penentuan ukuran petak contoh, letak petak contoh dan intensitas pengambilan contoh (Alikodra 2002). Pembuatan desain untuk analisis vegetasi dapat disesuaikan dengan keadaan lapangan serta tujuan penelitian. Bismarck (1986) diacu dalam Alikodra (2002) menggunakan petak contoh dengan ukuran 7m x 100m untuk membuat diagram profil habitat bekantan di hutan bakau Taman Nasional Kutai. Jumlah petak contoh ada 3, masing-masing ditempatkan pada lokasi makan, istirahat, dan lokasi tidur bekantan. Ukuran petak contoh untuk pemetaan diagram profil suatu habitat satwaliar dapat berubah-ubah tergantung pada keputusan penelitian dan disesuaikan dengan keadaan lapangan serta tujuan penelitian. Analisis vegetasi sekitar sarang komodo dilakukan dengan membuat petak-petak contoh secara sistematik disekitar sarang komodo. Bentuk petak-petak analisis vegetasi untuk sarang komodo dapat dilihat pada Gambar 3. Petak contoh dibuat di sekitar sarang komodo.

4. Pengambilan data suhu sekitar sarang, kelembaban dan suhu sekitar sarang. Pengambilan data suhu dilakukan 4 kali, yaitu pada pukul 05.00, 11.00, 17.00 dan 23.00.

(31)

Keterangan: a. Petak untuk semai dan tumbuhan bawah (2mx2m), b. Petak untuk pancang (5mx5m), c. Petak untuk tiang (10mx10m), d. Petak untuk pohon (20mx20m).

Gambar 3 Desain metode petak kuadrat untuk analisis vegetasi sarang dan sekitar sarang.

2. Pengolahan Data

1. Pembuatan Peta Ketinggian, Kelerengan dan Aspect

Peta kontur diolah dengan program ArcView 3.3 untuk menghasilkan output peta kelerengan dan peta ketinggian. Proses pembuatan peta ketinggian dan peta kemiringan dapat dilihat pada Gambar 4.

Spatial Analysis TIN Derive Slope/Aspect Aspect Slope Peta Ketinggian Peta Kontur

(32)

2. Pembuatan Diagram Profil Vegetasi dan Proyeksi Tajuk sekitar Sarang Diagram profil vegetasi dan proyeksi tajuk dibuat untuk mengetahui kondisi penutupan naungan oleh vegetasi disekitar sarang. Pembuatan profil vegetasi menggunakan software AutoCAD 2002. Webb (1942); De Vos dan Mosby (1971) diacu dalam Alikodra (2002) membagi keadaan penutupan vegetasi mejadi 4 kelas yaitu:

1. Kelas 1 penutupan tajuk kurang 1/180 dari luas petak contoh. 2. Kelas 2 penutupan tajuk kurang 1/180-1/3 dari luas petak contoh. 3. Kelas 3 penutupan tajuk kurang 1/3-2/3 dari luas petak contoh. 4. Kelas 4 penutupan tajuk lebih dari 2/3 dari luas petak contoh.

3. Pembuatan Buffer Sungai dan Pantai

Pembangunan buffer digunakan untuk kepentingan analisis yang dilakukan berdasarkan jarak atau zona tertentu. Buffer dibangun dengan arah keluar untuk melindungi elemen-elemen spasial yang bersangkutan. Pembuatan buffer sungai dan pantai digunakan untuk mengetahui jarak sarang komodo dengan sumber air (sungai) dan pantai.

E. Analisis Data

1. Indeks Kesamaan Sarang Berdasarkan Karakteristik dan Mikroklimat Sarang

Untuk mengetahui tingkat kesamaan jenis antara satu sarang dengan sarang yang lainnya berdasarkan kondisi fisik dan mikroklimat sarang digunakan analisis Indeks Euclidean Distance yang menunjukkan sejauh mana perbedaaan jarak antara sarang berdasarkan kondisi fisik dan mikroklimat sarang.

keterangan:

∆jk = Nilai Indeks Euclidean distance antara sarang ke-i dan sarang ke-k Xij = Nilai Parameter ke-i pada sarang ke-j

Xi k= Nilai Parameter ke-i pada sarang ke-k

Nilai Euclidean distance bervariasi mulai dari nol hingga tak terhingga, semakin besar nilai Euclidean distance maka semakin jauh kesamaan antar sarang komodo. Untuk memudahkan penghitungan maka dilakukan perubahan skala agar

(33)

nilai Euclidean distance berkisar dari 0 hingga 1 dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

keterangan :

= Nilai indeks Euclidean distance antara sarang ke-j dan ke-k yang telah diskala ulang

∆jk = Nilai indeks Euclidean distance sarang ke-j dan ke-k

∆jkmaks = ilai indeks Euclidean distance maksimum

Karena nilai indeks Euclidean distance merupakan indeks ketidaksamaan, maka untuk memperoleh nilai kesamaan digunakan persamaan sebagai berikut :

S = 1 – Ejk keterangan:

S = Nilai indeks kesamaan

Ejk = Nilai indeks Euclidean distance antara sarang ke-j dan ke-k yang telah diskala ulang

2. Analisis Vegetasi

Jumlah Plot analisis vegetasi masing-masing sarang berjumlah 5 plot. Analisis data yang meliputi :

1. Kerapatan suatu jenis (K) (batang/ha) K = Jumlah individu suatu jenis Luas plot contoh

2. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

KR = Kerapatan suatu jenis x 100 % Kerapatan seluruh jenis 3. Frekuensi suatu jenis (F)

F = Jumlah plot ditemukan suatu jenis x 100 % Jumlah seluruh plot

4. Frekuensi relatif suatu jenis (FR)

FR = Frekuensi suatu jenis x 100 % Frekuensi seluruh jenis

5. Dominansi suatu jenis (D) D = Jumlah bidang dasar

Luas petak contoh 6. Dominansi Relatf (DR)

DR = Dominansi suatu jenis x 100% Dominansi seluruh jenis

(34)

3. Analisis Korelasi

Menghitung nilai korelasi untuk mengetahui hubungan antara suhu permukaan, suhu sekitar sarang, kelembaban dengan persen penutupan vegetasi menggunakan software SPSS 12.

4. Analisis Deskriptif

Menguraikan dalam bentuk deskriptif hasil-hasil pengukuran dan kondisi sebenarnya di lapangan mengenai parameter-parameter yang berkaitan dengan sarang komodo.

(35)

A. Status Sarang

Berdasarkan hasil pengamatan, total sarang komodo yang ditemukan di Loh Buaya berjumlah 6 sarang (n=6). Sarang dinyatakan aktif apabila terdapat tanda-tanda sarang aktif, yaitu: 1) Adanya galian baru sarang, 2) Adanya bekas galian/penutupan lubang sarang, dan 3) Adanya komodo betina yang menjaga sarang (Jessop et al. 2004). Dari keenam sarang tersebut empat sarang berstatus aktif, yaitu : LBY1, LBY3, LBY5 dan LBY6. Sedangkan sarang LBY2 dan LBY4 berstatus tidak aktif. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan pada awal Agustus betina sarang LBY3 (Sarang Loh Buaya 3) mulai melakukan penggalian sarang secara intensif. Beberapa hari sebelum bertelur komodo betina akan terus menerus melakukan penggalian. Dalam pengamatan terhadap dua sarang (LBY1 dan LBY3), komodo bertelur pada malam hari. Dari kedua sarang tersebut masing-masing hanya sekali (1 malam) teramati komodo betina menggali pada malam hari dan setelah itu pada pagi harinya lubang tempat bertelur tersebut telah tertutup dan kondisi struktur sarang tidak banyak berubah sampai pada akhir penelitian. Peletakkan telur pada malam hari ini dilakukan agar tidak ada predator telur yang mengetahui secara pasti di lubang mana telur diletakkan. Predator telur komodo antara lain biawak komodo itu sendiri (Auffenberg 1981). Babi hutan juga sering menggali-gali sarang untuk mencari telur dan cacing (Muslich &Priyono 2005). Selain itu juga menghindari gangguan dan serangan dari komodo lain. Komodo betina sarang LBY3 bertelur pada tanggal 8 Agustus 2007. Setelah bertelur dan menutupi lubang tempat telur, betina tersebut akan terus melakukan penggalian untuk membuat beberapa lubang kamuflase. Pagi harinya, struktur sarang telah berubah dengan lubang untuk meletakkan telur telah ditutup dan terdapat empat lubang kamuflase baru.

(36)

(b) Foto M. Chrismiawati Gambar 5 Aktivitas bersarang komodo. (a) Komodo menggali sarang; (b) Komodo menjaga sarang.

Pada sarang LBY1, komodo betina mulai melakukan aktivitas penggalian pada pertengahan Agustus dan bertelur pada tanggal 27 September 2007. Setelah bertelur komodo betina akan menjaga sarang selama 3-4 bulan pertama masa pengeraman untuk menjaga dari gangguan predator telur (Purwandana 2007; Auffenberg 1981). Selama bertelur dan menjaga sarang komodo betina mengalami penurunan kondisi tubuh yang diindikasi dengan kehilangan simpanan lemak pada ekor (Purwandana 2007). Penurunan kondisi ini dikarenakan komodo betina kekurangan makanan tetapi masih dapat bertahan hidup dari cadangan lemak dari tubuhnya (Muslich&Priyono 2005). Kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 5 yang menunjukkan kondisi tubuh komodo yang bertelur pada sarang LBY3. Pada Gambar 5a terlihat kondisi komodo sebelum bertelur (7 Agustus 2007) dan pada Gambar 5b merupakan kondisi komodo setelah bertelur dan menjaga sarang (23 Agustus 2007).

Gambar 6 Kondisi tubuh komodo betina. (a) Sebelum bertelur dan (b) Setelah bertelur.

(a) Foto M. Chrismiawati

Foto M. Chrismiawati Foto M. Chrismiawati

(37)

(a) Foto M. Chrismiawati

Sarang komodo yang tidak aktif ditandai oleh tidak adanya aktivitas penggalian membuat lubang sarang oleh betina atau tidak ada penjagaan sarang oleh betina selama musim bersarang (Jessop et al. 2003; Purwandana 2007). Pada sarang LBY2 dan LBY4, komodo betina melakukan beberapa kali penggalian. Hal ini terlihat dari adanya beberapa bekas aktivitas penggalian lubang. Meskipun digali, kedua sarang ini tidak digunakan untuk bertelur. Sampai dengan akhir penelitian (pertengahan bulan September) pada sarang LBY2 dan LBY4 tidak dijumpai adanya komodo betina yang menjaga sarang. Kondisi tanah pada kedua sarang ini lebih padat dibandingkan dengan keempat sarang yang lebih gembur karena sering digali oleh komodo.

B. Karakteristik Sarang Komodo 1. Tipe dan Ukuran sarang

Keenam sarang yang di ada di lokasi penelitian bertipe gundukan. Muslich dan Priyono (2005) menyatakan bahwa sarang gundukan merupakan sarang yang dibangun oleh burung gosong (Megapodious reindwardt) dan telah diambil alih komodo. Komodo dan burung gosong menunjukkan adanya interaksi yang sangat unik diantara mereka. Selain itu komodo juga melakukan predasi terhadap telur burung gosong. Interaksi lainnya terjadi pada penggunaan sarang secara bersama antara komodo dengan burung gosong. Hal ini teramati pada sarang LBY1 yang merupakan sarang bersama. Selama beberapa kali pengamatan terlihat aktivitas burung gosong di sarang LBY1 sedang menggali dan mengais tanah untuk menutupi lubang.

Gambar 7 Penggunaan sarang bersama (a) Interaksi komodo dengan burung gosong, (b) Burung gosong di sarang LBY1.

(38)

Dari lubang-lubang yang digali oleh komodo biasanya ada satu lubang yang digunakan untuk tidur pada malam hari, beristirahat dan berteduh dari panas pada siang hari. Lubang yang digunakan untuk meletakkan telur biasanya ditutup, sedangkan untuk lubang-lubang kamuflase lainnya dibiarkan dan tidak ditutup. Dalam Purwandana (2007) dikatakan bahwa betina menghabiskan 46% dari waktunya pada bulan pertama penjagaan sarang dan tidak pernah terobservasi lagi berada di dekat sarang pada malam hari setelah tiga bulan kedepan. Aktivitas yang paling sering terobservasi ketika betina berada di sarang adalah beristirahat dekat sarang atau beristirahat di dalam lubang.

Pada sarang aktif terdapat lubang lebih dari 6 buah (Tabel 1), sedangkan pada sarang tidak aktif masing-masing hanya memiliki 3 lubang. Perbedaan jumlah lubang pada masing-masing sarang aktif dan tidak aktif dikarenakan perbedaan aktivitas menggali sarang oleh betina. Pada sarang aktif, betina aktif menggali sarang untuk lubang telur dan lubang kamuflase, sedangkan pada sarang tidak aktif, tidak tercatat adanya aktivitas betina menggali sarang.

Tabel 1 Dimensi bangunan sarang komodo

Dimensi Sarang (m) D1 D2 d No. Kode Sarang D 1 D2 t Jumlah lubang (m) (m) (m) Tipe Sarang Status Sarang 1 LBY1 13 9,80 0,78 6 0,58 0,35 1,06 SG Aktif 2 LBY2 12,36 9,96 0,70 3 0,87 0,46 0,92 SG Tidak 3 LBY3 14,7 8,47 1,58 9 0,80 0,47 1,26 SG Aktif 4 LBY4 11,50 6 0,76 3 0,72 0,45 1,01 SG Tidak 5 LBY5 12 11 1,02 12 0,58 0,28 0,69 SG Aktif 6 LBY6 9,50 9 1,60 11 0,62 0,34 0,81 SG Aktif

Keterangan: D1: Diameter terpanjang, D2: Diameter terpendek, t: tinggi D1: Rata-rata diameter

terpanjang lubang kamuflase, D2: Rata-rata diameter terpendek lubang kamuflase,

d : Kedalaman rata-rata lubang, SG: Sarang Gundukan.

Gambar 8 Tipe sarang komodo yang ditemukan. (a) Sarang gundukan komodo; (b) Sarang lubang di bukit.

Foto M. Chrismiawati Foto M. Chrismiawati

(39)

Selain dari 6 sarang tersebut juga ditemukan sarang jenis lubang bukit di Golo Kode yang terletak di lereng bukit pada posisi 08º39’28.3” BT- 119º42’11.3” LS. Lubang yang digali berada pada bagian yang agak datar. Sarang ini merupakan sarang yang digali sendiri oleh komodo. Sarang lubang di bukit ini berstatus aktif. Pada waktu pengamatan terdapat komodo yang sedang melakukan penggalian. Sarang ini tidak diamati lebih lanjut karena lokasi sarang yang berjauhan dengan lokasi sarang lainnya. Sama dengan karakteristik sarang gundukan, pada sarang lubang di bukit juga banyak digali lubang lain sebagai kamuflase.

2. Ketinggian dan Kemiringan Sarang

Nilai ketinggian diperoleh dari pengolahan peta kontur untuk mendapatkan nilai ketinggian dan kelerengan sarang. Berdasarakan peta ketinggian, sarang komodo yang dimonitor di Loh buaya berada pada ketinggian 0 sampai dengan 15,48 m dpl. Sarang LBY3 pada ketinggian 15,48 m dpl dan lima sarang lainnya tercatat berada pada ketinggian 12,5 m dpl yaitu sarang LBY1, LBY2, LBY4, LBY5 dan LBY6. Menurut Imansyah (2006) terdapat pemilihan yang signifikan (54,55%) oleh anak komodo untuk berada pada elevasi yang rendah (kurang dari 25 m dpl). Dari ketujuh sarang yang ditemukan sebesar 85,71% sarang berada pada ketinggian 0-33,12 mdp dan hanya terdapat satu sarang yang berda pada ketinggian lebih dari 132,50 mdpl.

(40)

N # # # # # # # 700 0 700 1400 Meters 0 - 33.13 33.125 - 66.25 66.25 - 99.375 99.375 - 132.5 132.5 - 165.625 165.625 - 198.75 198.75 - 231.875

# Titik sarang komodo

Batas pantai Skala 1:30000 PETA KETINGGIAN SARANG KOMODO 797500 797500 798000 798000 798500 798500 799000 799000 799500 799500 800000 800000 800500 800500 801000 801000 9041000 9041000 9041500 9041500 9042000 9042000 9042500 9042500 9043000 9043000 9043500 9043500 9044000 9044000 9044500 9044500 792000 792000 798000 798000 804000 804000 9024000 9024000 9030000 9030000 9036000 9036000 9042000 9042000 9048000 9048000

Gambar 9 Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan ketinggian. Berdasarkan pada bentuk lereng masing-masing sarang berada pada lokasi dengan kelerengan datar. Hanya satu sarang yang berada pada kelerengan landai (8-16 %) yaitu LBY3. Pada sarang lubang bukit di Golo Kode berada pada ketinggian 159 m dpl dengan kelerengan 11,50 %. Letak sarang yang ada di lereng bukit menurut Muslich dan Priyono (2005) dipilih karena keamanan dari predator.

Tabel 2 Persentase sarang berdasarkan kelerengan

No. Kelerengan (%) Jumlah Sarang Persentase (%)

1 0-8 5 71

(41)

N # # # # # # # 700 0 700 1400 Meters

Titik sarang komodo Batas pantai Skala 1:30000 PETA KELERENGAN SARANG KOMODO 792000 792000 798000 798000 804000 804000 9024000 9024000 9030000 9030000 9036000 9036000 9042000 9042000 9048000 9048000 797500 797500 798000 798000 798500 798500 799000 799000 799500 799500 800000 800000 800500 800500 801000 801000 9041000 9041000 9041500 9041500 9042000 9042000 9042500 9042500 9043000 9043000 9043500 9043500 9044000 9044000 9044500 9044500 0 - 8 % 8 - 16 % 16 - 25 % 25 - 45 % >45 % #

Gambar 10 Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan kelerengan.

3. Aspect Sarang

Aspect menggambarkan arah hadap dari sebuah permukaan (surface), secara sederhana aspect merupakan arah kemiringan lereng. Dalam analisis permukaan, keluaran dari perhitungan aspect adalah derajat sesuai arah kompas. Menurut Lipton (1992) faktor utama perubahan suhu adalah elevasi, tutupan lahan, karakteritik tanah dan arah kelerengan terhadap matahari. Dua sarang berada pada daerah datar (flat) yaitu sarang LBY4 dan LBY5, sarang LBY1, LBY2 dan LBY3 pada arah Timur Laut, dan satu sarang yaitu LBY6 pada arah Tenggara.Untuk Sarang komodo yang ada di Golo Kode berada pada arah Selatan.

Tabel 3 Persentase sarang berdasarkan aspect

No. Aspect Jumlah Sarang Persentase (%)

1 Flat (datar) 2 29

2 Timur Laut 3 43

3 Tenggara 1 14

(42)

N # # # # # # # 700 0 700 1400 Meters

Titik sarang komodoBatas pantai

Skala 1:30000 PETA ASPECT SARANG KOMODO 797500 797500 798000 798000 798500 798500 799000 799000 799500 799500 800000 800000 800500 800500 801000 801000 9041000 9041000 9041500 9041500 9042000 9042000 9042500 9042500 9043000 9043000 9043500 9043500 9044000 9044000 9044500 9044500 # Flat (-1) North (0-22.5,337.5-360) Northeast (22.5-67.5) East (67.5-112.5) Southeast (112.5-157.5) South (157.5-202.5) Southwest (202.5-247.5) West (247.5-292.5) Northwest (292.5-337.5) 790000 790000 795000 795000 800000 800000 805000 805000 90 25 00 0 90 25 00 0 90 30 00 0 9030 00 0 90 35 00 0 9035 00 0 90 40 00 0 9040 00 0 90 45 00 0 90 45 00 0

Gambar 11 Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan aspect. 4. Buffer Sungai dan Pantai

Pembangunan buffer digunakan untuk kepentingan analisis yang dilakukan berdasarkan jarak atau zona tertentu. Buffer dibangun dengan arah keluar untuk melindungi elemen-elemen spasial yang bersangkutan. Pembuatan buffer sungai dan pantai digunakan untuk mengetahui jarak sarang komodo dengan sumber air (sungai) dan pantai. Berdasarkan analisis menggunakan buffer, jarak sarang yang ada di Loh Buaya yang paling dekat pantai berjarak antara 300-400 m dari batas pantai, dan sarang yang terjauh adalah sarang LBY3 dengan jarak dari pantai antara 1000-1100 m. Sarang komodo berada sangat dekat dengan sungai. Sarang LBY6 dan LBY2 berada pada radius 0-50 m dari sungai, Sarang LBY4 dan LBY3 pada antara 50-100 meter, sarang LBY 1 pada 100-150 m dan sarang LBY5 yang memiliki jarak paling jauh dari sungai, sarang ini masuk dalam 150-200 m dari sungai. Sungai-sungai yang ada di di Pulau Rinca berupa sungai temporary yang hanya dialiri air pada waktu musim penghujan. Ketersediaan air bukan merupakan faktor pembatas utama bagi komodo betina produktif dalam pemilihan tempat bersarang. hal ini dikarenakan komodo mempunyai fisologis di dalam menahan haus. Dalam pemenuhan kebutuhan air, komodo mendapatkannya dari satwa mangsa yang dimakannya dan embun dengan menjilati daun, kayu, rumput

(43)

dengan lidahnya. Selain itu juga kemampuan termoregulasi komodo dalam mengatur air dan cairan yag keluar dari tubuhnya (Muslich&Priyono 2005). Tabel 4 Persentase sarang berdasarkan jarak dari sungai dan pantai

Jarak (m) Jumlah Sarang Persentase (%)

No.

Dari Sungai Dari Pantai Dari Sungai Dari Pantai Dari Sungai Dari Pantai

1 0-50 300-500 2 2 33 29

2 50-100 500-700 2 1 33 14

3 100-150 700-900 1 1 17 14

4 150-200 > 900 1 3 17 43

5. Tipe dan Struktur Vegetasi

Keenam lokasi sarang komodo berada pada tipe vegetasi Hutan Gugur Terbuka dan terletak berdekatan dengan tipe vegetasi savanna, letak sarang pada tipe vegetasi dapat dilihat pada Gambar 12. Pada lokasi ini memudahkan komodo untuk memperoleh kebutuhannya seperti untuk berjemur dan potensi untuk memperoleh pakan bagi komodo betina maupun anakannya nanti. Menurut Muslich&Priyono (2005) banyaknya sarang yang berada pada peralihan dua tipe vegetasi (ekoton) memungkinkan pencahayaan dengan intensitas yang lebih tinggi dari pada tipe vegetasi Hutan Gugur Terbuka. Selain itu juga memudahkan komodo betina yang sedang menjaga sarang untuk berjemur pada pagi hari (Purwandana 2007). Pada tipe vegetasi hutan gugur sumberdaya pakan bagi tetasan tersedia cukup melimpah, seperti kadal, tokek, burung dan serangga sebagai penyedia pakan bagi anakan komodo (tetasan) yang baru menetas (Auffenberg 1981; Imansyah 2006).

Tabel 5 Persentase sarang berdasarkan lokasi

No. Lokasi Jumlah Sarang Persentase (%)

1 Hutan Gugur Terbuka 6 85,71

(44)

8° 46 '3 0" 8°46'3 0" 8° 42 '0 0" 8°42'0 0" 8° 37 '3 0" 8°37'30 " 119°36'00" 119°36'00" 119°40'30" 119°40'30" 119°45'00" 119°45'00" 119°49'30" 119°49'30" PENUTUPAN VEGETASI SARANG KOMODO Skala 1:30000

Savana Hutan dan Savana Rumput Hutan Gugur Terbuka Hutan Mangrove

# Titik sarang komodo

800 0 800 1600 Meters N # # # # # # # -3468000 -3468000 -3466500 -3466500 -3465000 -3465000 -3463500 -3463500 -1105500 -1105500 -1104000 -1104000 -1102500 -1102500

Gambar 12 Peta penyebaran sarang komodo berdasarkan penutupan lahan. Pada sarang LBY1, tumbuhan bawah didominasi oleh rumput Andropogon ociculatus dan Eupatorium sp. (Sensus). Jenis pohon yang paling dominan pada tingkat Pohon di sarang LBY1 adalah Tamarindus indica (Asam), pada tingkat pancang adalah Cordia sp. (Paci). Sedangkan pada tingkat tiang didominasi oleh Asam. Pada sarang LBY2, tumbuhan bawah didominasi oleh rumput Sensus dengan nilai INP sebesar 106,07 % dan kedua oleh Ageratum sp. sebesar 93,93 %. Jenis pohon yang paling dominan pada tingkat Pohon di sarang 1 adalah Bidara dengan nilai INP sebesar 107 %. Pada tingkat pancang jenis yang paling dominan Paci adalah dengan nilai INP sebesar 110. Sedangkan pada tingkat tiang didominasi oleh Paci dengan INP sebesar 98,33. Vegetasi dominan untuk tingkat tumbuhan bawah pada sarang LBY3 adalah Ageratum sp. Pada tingkat semai didominasi oleh Asam, tingkat pancang oleh Paci, dan tingkat Pohon oleh Kesambi. Sarang LBY4 pada tingkat tumbuhan bawah didominasi oleh Ageratum

sp., tingkat semai, pancang, dan tiang oleh Kukun. Pada tingkat pohon didominasi oleh Pithecellobium umbellatum (Warang).

Gambar

Gambar 1  Komodo.
Gambar 2  Peta Lokasi Penelitian. 8°42'30" 8°42'30"8°25'00"8°25'00"119°35'00"119°35'00"119°52'30"119°52'30"120°10'00"120°10'00"Pulau FloresPulau RincaPulau Komodo40 4 8 kmNLoh Buaya
Gambar 4  Diagram alir pembuatan peta ketinggian, slope dan aspect.
Gambar 6   Kondisi tubuh komodo betina. (a) Sebelum bertelur dan  (b) Setelah bertelur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kerangka keamanan ASEAN Community, maka pada pertemuan di Bali yang kemudian menghasilkan Bali Concord II tahun 2003, para pemimpin ASEAN menyepakati pentingnya

Dasar-dasar Audit Internal Sektor Publik, Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik STAN Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK)

Satker Kepatuhan Terintegrasi menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab kepada Direktur Kepatuhan EU atau Direktur yang ditunjuk untuk melakukan

Dari hasil penelitian dan analisa rancangan lay out strip baru untuk pegas saklar BF-BG01 diperoleh hasil seperti yang diharapkan dari tujuan penelitian ini yaitu membuat

Sedangkan kelompok perlakuan ekstrak daun pegagan yang menunjukkan perubahan rata-rata derajat kerusakan hepar terendah adalah.. kelompok K6, yaitu kelompok yang

Pada penelitian ini akan membahas secara mendetail tentang tata letak sea chest yang efektif agar sistem di kapal yang membutuhkan air laut mendapatkan

Dan yang terakhir narasumber ke tujuh Sella Amalia adalah mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Jika pembatasan dari penyumbang telah kadaluwarsa, yaitu pada saat masa pembatasan telah berakhir atau pembatasan tujuan telah dipenuhi, aset neto terikat temporer digolongkan