• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI ASEAN MARITIME FORUM DALAM SISTEM INDONESIA MARITIME SECURITY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI ASEAN MARITIME FORUM DALAM SISTEM INDONESIA MARITIME SECURITY"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI ASEAN MARITIME FORUM DALAM SISTEM

INDONESIA MARITIME SECURITY

Dina Sunyowati1, Masitha Tismananda K2

1Dosen Program Pascasarjana Universitas Airlangga di bidang Hukum Laut 2Mahasiswa Magister Hukum Internasional di Magister Ilmu Hukum Universitas Airlangga

Abstrak: Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan kekayaan maritim dan potensi bahari yang luar biasa besar. Luas laut dan perairan yang mencapai 2/3 wilayah Indonesia, yakni sebesar 5,8 juta km2 dan panjang pantai sekitar 97 ribu km, hal ini menggambarkan potensi sektor kelautan yang sangat menjanjikan untuk dikembangkan. Sebagai upaya menyelamatkan sumberdaya alam laut dan kekayaan maritim tersebut, maka diperlukan jaminan kemanan perairan Indonesia dari gangguan dan ancaman segala bentuk kejahatan di laut. Sumber ancaman dan tantangan keamanan dapat datang dari aktor negara maupun non negara. Ancaman yang berasal dari aktor negara seperti sengketa perbatasan antar negara yang belum terselesaikan, perlombaan senjata Angkatan Laut (naval arms race) dan masalah kebebasan penggunaan laut. Sedangkan ancaman yang muncul dari aktor non negara seperti perompakan, pembajakan, terorisme maritim, proliferasi senjata pemusnah massal, pencurian sumber daya laut dan perdagangan obat-obatan terlarang dan psikotropika. Ancaman dan tantangan keamanan di laut tersebut, tidak saja dialami oleh Indonesia sebagai negara kepulauan, tetapi juga menjadi beban bagi negara-negara ASEAN lainnya. Dalam kerangka keamanan ASEAN Community, maka pada pertemuan di Bali yang kemudian menghasilkan Bali Concord II tahun 2003, para pemimpin ASEAN menyepakati pentingnya kerjasama keamanan maritim antar negara anggota ASEAN untuk menangani berbagai isu kelautan dan lintas-batas, secara regional dan komprehensif. Untuk selanjutnya kesepakatan negara-negara ASEAN ini dikenal dengan ASEAN Maritime Forum (AMF). Ditetapkannya dan berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 31 Desember 2015, mengharuskan Indonesia mampu untuk mengantisipasi semua tantangan dan ancaman melalui laut yang semakin kompleks. Sangat perlu untuk dilakukan analisis konsep Indonesia Maritime Security dalam negara kepulauan dan negara maritim yang kemudian dikaitkan dengan prinsip kerjasama AMF dan implementasinya bagi keamanan maritim Indonesia.

Kata kunci: ASEAN Community, ASEAN Maritime Forum, Indonesia Maritime Security

I. PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun mendatang searah dengan berlakunya Economic ASEAN Community (Masyarakt Ekonomi ASEAN/MEA) mendatang, Pemerintah Indonesia akan menghadapi suatu tantangan yang besar pada keamanan maritim baik di kawasan nasional, regional dan internasional. Kebijakan politik dalam pemerintahan saat ini yang mengedepankan Indonesia menjadi poros maritim dunia, mengharuskan Pemerintah harus bekerja keras untuk mewujudkannya. Di era perkembangan teknologi informasi dan globalisasi, maka sarana transportasi dituntut untuk selalu berkembang, mengikuti kebutuhan pasar yang terus berkembang. Selain transportasi

(2)

melalui darat dan udara, maka transportasi melalui laut masih menjadi sarana transportasi yang utama di dunia.

Dengan kondisi luasnya perairan Indonesia, maka sudah sewajarnya apabila keinginan menjadi negara maritim yang menguasai sumberdaya alam di laut dan mempunyai kekuatan pada keamanan maritimnya menjadi suatu keniscayaan. Dalam sejarah, negara-negara yang mempunyai kekuatan maritim besar diantaranya Inggris, Spanyol, Belanda, Portugis, Turki, Jepang, pernah menjadi adikuasa pada suatu era dengan mengandalkan kekuatan laut, dan mampu bertumpu pada satu aspek yaitu transportasi laut dan keamanannya.

Beranjak dari pemikiran cita-cita menjadi negara maritim besar, para pemimpin negara-negara ASEAN menghasilkan kesepakatan di Bali yang kemudian dikenal dengan Bali

Concord

II (2003). Kesepakatan Bali Concord II berisikan tiga point penting, yaitu rencana pembentukan ASEAN

Economic Community

(AEC) sebagai entitas ekonomi terpadu Asia Tenggara, ASEAN

Community Security

(ASC) sebagai forum keamanan bersama, dan ASEAN

Sociocultural Community

(ASCC) yang erat dan saling menguatkan untuk tujuan menjamin stabilitas perdamaian dan kemakmuran bersama di kawasan. Pada pembahasan kerjasama keamanan maritim antar negara anggota ASEAN dimaksudkan untuk menangani berbagai isu kelautan dan lintas-batas di tingkat regional. Tindak lanjut dari Bali

Concord

II, pada KTT ASEAN Ke-10 di Vientiane tahun 2004, disepakati ASEAN

Security Community - Plan of Action

(ASC-PoA) dan Vientiane

Action Program

(VAP) dengan program 5 tahunan yang dimulai pada tahun 2004-2010. Pada kerjasama VAP hal penting yang disepakati adalah adanya kerjasama keamanan maritim ASEAN, dan menjajaki pembentukan ASEAN

Maritime Forum

(AMF).

Berdasarkan kesepakatan tahun 2003, maka pada ASEAN

Security Community

Plan of Action Coordinating Conference

, 2006, Indonesia mengusulkan untuk

menyelenggarakan

Workshop

tentang pembentukan AMF. Langkah selanjutnya, Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Jepang melalui Japan ASEAN

Integration

Fund

menyelenggarakan

Workshop

Pembentukan ASEAN

Maritime Forum

, di Batam, Indonesia (2007). Hasilnya disepakati pentingnya kerjasama ASEAN di bidang maritim.

Pada ASEAN SOM di Singapura tahun 2008, Indonesia mengajukan konsep mengenai pembentukan AMF dan kemudian menjadi salah satu poin dalam cetak-biru Komunitas Politik-Keamanan ASEAN yang disepakati pada KTT ASEAN ke-14 di Vietnam (2009). Dokumen

Road Map for an Asean Community

2009-2015, pada aspek Komunitas Politik-Keamanan ASEAN, secara khusus membahas AMF dengan empat poin, yaitu:

(i) Establish the ASEAN Maritime Forum,

(ii) Apply a comprehensive approach that focuses on safety of navigation and security

concern in the region that are of common concerns to the ASEAN Community,

(iii) Stock take maritime issues and identify maritime cooperation among ASEAN

member countries, and

(iv) Promote cooperation in maritime safety and search and rescue (SAR) through

activities such as information sharing, technological cooperation and exchange of visits

of authorities concerned.

Tercapainya kesepakatan antar negara-negara anggota ASEAN dalam MEA dimana salah satu pilarnya adalah Komunitas Politik-Keamanan ASEAN serta adanya AMF merupakan suatu kenyataan yang harus dihadapi oleh Indonesia. Terkait dengan keinginan mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim, merupakan peluang bagi Indonesia untuk mewujudkannya. Selain bekerja sama dikawasan ASEAN mengenai keamanan maritim, Indonesia juga melakukan kerjasama bilateral dengan

(3)

negara-negara lain tentang pentingnya keamanan maritim kedua negara, misalnya RI dengan Australia, dan RI dengan Amerika Serikat.

Dengan dibentuknya AMF, perlu diteliti kembali apa sebetulnya prinsip kerjasama AMF. Mengingat dua pertiga wilayah laut Asia Tenggara adalah wilayah yurisdiksi dari Indonesia, maka perlu juga untuk diteliti apa makna prinsip kerjasama AMF bagi Indonesia dan implementasinya terhadap keamanan maritim Indonesia.

II. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan masalah, yaitu pendekatan konseptual

(conceptual approach)

dan pendekatan perundang–undangan

(statute

approach).

Pendekatan konseptual

(conceptual approach)

, beranjak dari

pandangan-pandangan, doktrin-doktrin dan konsep-konsep yang berkembang dalam ilmu hukum internasional, hukum perjanjian internasional, hukum laut, hukum maritim terutama mengenai keamanan maritim (

Maritime Security

). Pendekatan perundang–undang

(statute approach)

, adalah pendekatan yang dilakukan untuk menelaah

perundang-undangan, dan ketentuan-ketentuan dalam konvensi internasional, perjanjian internasional yang telah menjadi hukum kebiasaan internasional yang terkait dengan topik yang akan dibahas.

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu bahan hukum primer dan sekunder. Bahan Hukum Primer, terdiri dari ketentuan hukum internasional yang berkaitan dengan maritime security. Bahan hukum diperoleh dari Konvensi – konvensi Internasional dan Perjanjian Internasional antara lain,

The Vienna

Convention on the law of Treaties, 1969, United Nations Convention on the Law of The

Sea, 1982, ASEAN Declaration (Bangkok Declaration) 1967.

Bahan Hukum

Sekunder, terdiri dari semua referensi yang diperoleh dari buku-buku, jurnal, artikel,

serta berbagai pendapat dan pakar hukum yang dimuat diberbagai media internet yang terkait dengan topik yang akan dibahas. Prosedur pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh dari penelusuran kepustakaan dan melakukan wawancara dengan para ahli dan pejabat di Sekretariat ASEAN atau Kementerian Luar Negeri terkait permasalahan yang diteliti. Disamping itu, pengumpulan beberapa artikel elektronik yang berkaitan dengan Indonesia Martime Security. Semua hasil penelusuran tersebut kemudian diaplikasikan dengan pokok permasalahan yang di bahas dalam penelitian ini.

III. Pembahasan

3.1. ASEAN

Economic Community

ASEAN Economic Community

(AEC-Masyarakat Ekonomi ASEAN/MEA atau

Komunitas ASEAN atau Masyarakat ASEAN) merupakan keberhasilan dari transformasi ASEAN menjadi suatu organisasi yang

rules-based

dan berorientasi kepada masyarakat melalui kesepakatan Bali

Concord

II. Melalui Komunitas ASEAN, negara-negara anggota ASEAN akan menunjukkan kepada masyarakat internasional lainnya akan keberhasilan kerjasama mereka dan sekaligus juga sebagai bentuk kemampuan memberikan kontribusi kolektifnya dalam penanganan berbagai isu dan tantangan global. Hal ini menjadi suatu kontribusi positif bagi perkembangan masyarakat internasional dewasa ini.

(4)

Diawali dengan KTT ASEAN ke-2 tanggal 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur, disepakati Visi ASEAN 2020, yang dapat dianggap sebagai

road map

kerjasama ASEAN. Selanjutnya, setelah krisis ekonomi khususnya yang melanda Asia Tenggara, pada KTT ASEAN ke-9 tahun 2003 di Bali, para Kepala Negara/Pemerintahan menyepakati pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN

Community

) dalam bidang politik keamanan, ekonomi dan budaya atau dikenal dengan Bali

Concord

II. Rencana mewujudkan pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2020 terdiri dari tiga pilar yang berbeda, Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC); Komunitas Keamanan ASEAN (ASC) dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASCC).

Waktu pencapaian yang semula disepakati pada tahun 2020 berubah menjadi 2015 berdasarkan “

Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishment of an

ASEAN

Community by

2015 yang ditandatangani oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu, Filipina, 13 Januari 2007. Dengan ditandatanganinya deklarasi ini, para Pemimpin ASEAN menyepakati percepatan pembentukan Komunitas ASEAN dari tahun 2020 menjadi tahun 2015. Komunitas ASEAN adalah salah satu cita-cita yang dicanangkan terwujud oleh ASEAN sebagai sebuah organisasi internasional di kawasan Asia Tenggara. Komunitas ini memiliki semangat “menyatukan” seluruh warga masyarakat Asia Tenggara dalam suatu suatu wadah komunitas atau masyarakat besar. Hal ini merupakan salah satu konsep kerjasama yang dirancang oleh negara-negara yang tergabung dalam ASEAN yang melibatkan setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, meliputi politik dan keamanan, ekonomi serta sosial kemasyarakatan dan kebudayaan. Komunitas yang pada awalnya direncanakan untuk dapat dicapai pada tahun 2020, namun berdasarkan pemikiran dan pertimbangan setiap negara anggota ASEAN yang menilai pentingnya konsep Komunitas ASEAN dalam memajukan dan mengembangkan kawasan ASEAN itu sendiri, setiap negara anggota ASEAN sepakat untuk mempercepat target terbentuknya Komunitas ASEAN, yaitu di tahun 2015.

3.2. Pilar Komunitas Politik Keamanan ASEAN

Persoalan perdamaian dan keamanan dalam hubungan internasional telah menjadi persoalan yang utama dan setua hubungan itu sendiri. Sejarah masyarakat internasional menggambarkan bahwa sepanjang kehidupan manusia, perdamaian dan keamanan senantiasa menjadi persoalan diantara mereka. Salah satu upaya untuk mengatur bidang tersebut dilakukan melalui kerjasama diantara mereka dan lazimnya kerjasama tersebut diwujudkan dalam suatu wadah/lembaga/organisasi internasional. Melalui organisasi internasional inilah negara-negara anggota bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama di berbagai bidang. Aspek pertama yang harus diwujudkan untuk mendukung pelaksanaan kerjasama tersebut adalah aspek perdamaian dan keamanan, yang merupakan wujud bidang politik dan keamanan.

Keamanan dan perdamaian/stabilitas regional sangat menentukan keberhasilan suatu kerjasama. Hal inipun sangat disadari oleh para pendiri ASEAN, dengan mencantumkan dalam Deklarasi Bangkok, bahwa maksud dan tujuan ASEAN adalah, pertama untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan budaya di kawasan. Kedua, untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas regional melalui penghormatan terhadap keadilan dan supremasi hukum dalam hubungan antara negara-negara di kawasan dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa.

Situasi di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya sangat dinamis, baik sebelum dan setelah ASEAN dibentuk, bahkan salah satu faktor lahirnya ASEAN dipicu konflik yang terjadi di Vietnam. Dengan demikian faktor keamanan regional menjadi

(5)

aspek yang senantiasa mewarnai kerjasama tersebut. Sudah barang tentu dinamika stabilitas keamanan di kawasan/regional serta internasional akan mempengaruhi keberlangsungannya. Dalam perjalanannya, kerjasama ASEAN tidak terlepas juga dari persoalan-persoalan yang terkait dengan aspek politik keamanan. Bahkan seringkali dikatakan keberhasilan kerjasama ASEAN dalam dua puluh tahun kerjasamanya lebih kepada keberhasilan menumbuhkan solidaritas antar negara-negara anggota. Melalui solidaritas yang dibangun maka bibit-bibit konflik dapat diatasi. Diharapkan hal tersebut akan berlangsung tidak hanya saat ini, namun juga seterusnya, karena stabilitas kawasan akan mempengaruhi stabilitas internasional. Sebagai contoh, saat ini di Asia Pasifik ada beberapa situsai yang dapat dikatakan menjadi sumber konflik masa depan dan kemungkinan akan mempengaruhi dunia internasional.

Hal yang perlu dipahami, seringkali aspek politik kemananan seringkali tidak menjadi perhatian ataupun kalau disadari pentingnya namun seringkali aspek itu dianggap terlalu sensitif untuk dibicarakan dalam kerangka kerjasama ASEAN, terbukti sampai saat ini bidang ekonomi yang menjadi prioritas utama. Dengan kata lain, meskipun dalam kerjasamanya aspek ekonomi nampak lebih dominan, namun tidak boleh dilupakan bahwa aspek yang satu ini tidak boleh diabaikan. Kawasan yang damai dan pola hubungan yang kondusif akan menentukan terwujudnya berbagai kesepakatan yang ada.

Dasar dari pembentukan komunitas ASEAN 2015 ini adalah untuk menghadapi tantangan global yang akan datang kemudian sehingga negara-negara ASEAN siap dalam menjawab atau menghadapi tantangan tersebut. ASEAN Political Security Community diharapkan dapat menjawab tantangan ASEAN dalam perkembangan politik global yang semakin kompleks dan juga kondisi keamanan negara-negara ASEAN baik secara regional atau internasional. Pilar pertama ini ditujukan untuk mewujudkan kondisi politik antar negara ASEAN yang harmonis. Sehingga kedepannya hubungan antar negara akan lebih baik dan juga untuk menangkal ancaman-ancaman dari luar ASEAN. Selain menghadapi ancaman politik dari luar ASEAN juga untuk menghadapi disharmonisasi dari dalam, potensi konflik diharapkan dapat ditekan sehingga negara–negara dapat menjalankan kehidupan negaranya secara aman dan tentram.

Komunitas Politik Keamanan ASEAN ditujukan untuk mempercepat kerjasama politik keamanan di ASEAN dengan mewujudkan perdamaian di kawasan, termasuk masyarakat internasional. Komunitas Politik Keamanan ASEAN bersifat terbuka, berdasarkan pendekatan keamanan komprehensif dan tidak ditujukan untuk membentuk suatu pakta pertahanan/aliansi militer maupun kebijakan luar negeri bersama (

common foreign policy

). Komunitas Politik Keamanan ASEAN juga mengacu kepada berbagai instrumen politik ASEAN yang telah ada sebelumnya, seperti

Zone of

Peace, Freedom and Neutrality

(ZOPFAN),

Treaty of Amity and Cooperation in

Southeast Asia

(TAC), dan

Treaty on Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone

(SEANWFZ). Selain kesepakatan yang ada di ASEAN, yang melandasi komunitas di bidang ini adalah Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional terkait lainnya.

Istilah Komunitas Politik Keamanan ASEAN yang dikenal saat ini pada awalnya bernama

ASEAN Security Community

sebagaimana dicantumkan di dalam

Vientiane

Action Programme,

yang kemudian diubah menjadi

ASEAN Political Security

Community

(APSC) sebagaimana dipakai dalam Piagam ASEAN. Pemilihan istilah baru

ini didasari pengertian bahwa kerjasama ASEAN di bidang ini tidak terbatas pada aspek-aspek politik semata namun juga pada aspek-aspek keamanan.

Dalam hubungannya dengan pilar politik keamanan, ASEAN

Security Community

didefinisikan sebagai

“A Security Community exists when a group of countries have

(6)

forged a sense of collective identity, meaning the will settle differences without

resorting to force. The mantra here is renunciation of the use or threat of force. In this

regard, it is important for ASEAN to develop a higher of confidence and trust, by which

members no longer perceive threats as coming from within the community”.

Melalui pembentukan Komunitas Politik Keamanan ASEAN, negara-negara anggota ASEAN mempunyai harapan terciptanya ketertiban regional sehingga memperkuat ketahanan nasional dan pada saat yang bersamaan mendukung perdamaian dan keamanan dunia. Ketertiban regional akan terwujud dengan berlandaskan pada pelaksanaan prinsip-prinsip hubungan internasional menurut Hukum Internasional. Perwujudan Komunitas Keamanan ASEAN memerlukan komitmen politik yang kuat dari seluruh anggota. Perlu dipahami bahwa pengertian Komunitas Keamanan ASEAN tidak sama dengan komunitas pertahanan yang mengedepankan kerjasama militer, tetapi keamanan dalam arti komprehensif yang menekankan pada kerjasama membangun tata pergaulan antar negara dan mekanisme penyelesaian konflik di kawasan. Konsep komunitas keamanan merupakan upaya untuk membangun rasa kebersamaan ASEAN sebagai satu keluarga yang memiliki norma dan tata berinteraksi yang disepakati bersama. Dengan kata lain,meningkatkan perdamaian, stabilitas, demokrasi dan kesejahteraan di daerah melalui kerja sama politik dan keamanan yang komprehensif merupakan intisari dari pilar ini. Keberhasilan kerjasama ASEAN selama ini dapat dilihat dari situasi hubungan antar negara-negara anggota ASEAN yang harmonis, saling menghormati dan persoalan yang muncul diselesaikan dengan cara damai. Suatu prestasi yang luar biasa dari organisasi internasional regional karena telah berhasil meningkatkan kerjasama antar anggota dan juga di luar negara anggota serta memilih menyelesaikan persoalan melalui cara-cara yang tidak bertentangan dengan Hukum Internasional.

Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan Komunitas Politik Keamanan ASEAN, ASEAN telah menyusun draft

ASEAN Political Security Community Blueprint

untuk dapat disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di Thailand, Desember 2008.

ASEAN

SOM Working Group

(SOM WG) membahas mengenai draft

ASEAN Political Security

Community

(APSC)

Blueprint

, telah sepakat membagi menjadi 3 karakteristik yaitu: A)

aRules-based Community of Shared Values and Norms

; (B)

a Cohesive, Peaceful, and

Resilient Region which Shared Responsibility for Comprehensive Security,

dan (C)

a

Dynamic and Outward Looking Region in a Globalized World

.

Dalam kaitan ini, berbagai usulan Indonesia telah dapat diterima seperti antara lain:

1. Mendorong

voluntary electoral observations;

2. Pembentukan Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak; 3. Memasukkan elemen memerangi korupsi dan pemajuan prinsip demokrasi; 4. Gagasan pembentukan

ASEAN Institute for Peace and Reconciliation

; 5. Gagasan tentang pembentukan

ASEAN Maritime Forum

;

6. Kerjasama penanganan

illegal fishing

;

7. Penyusunan instrumen ASEAN tentang Hak Pekerja Migran.

3.3. Kerjasama ASEAN Maritime Security

Deklarasi ASEAN Concord II (Bali Concord II) yang ditandatangani oleh Pemimpin ASEAN di Bali, Indonesia, 7 Oktober 2003, menegaskan concern para Pemimpin ASEAN terhadap isu-isu kelautan dan lintas-batas, dan karenanya harus ditangani secara regional, holistik, terpadu dan komprehensif. Kerjasama maritim antar dan di antara Negara Anggota ASEAN (ASEAN Members States/AMSs) akan memberikan kontribusi bagi pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community/ASC).

(7)

Guna menindaklanjuti hasil dari Bali Concord II tersebut, KTT ASEAN ke-10, di Vientiane, 29 Nopember 2004, mengadopsi Rencana Aksi Komunitas Keamanan ASEAN (ASC PoA) dan Vientiane Action Program (VAP) yang meliputi kegiatan kongkrit jangka menengah periode 2004-2010. Bagian 1.2.7 elemen ASC dari VAP adalah mengenai promosi kerjasama keamanan maritim ASEAN. Selanjutnya, bagian 1.2.7.1 dari Program dan Langkah-langkah Kawasan menetapkan bahwa ASEAN akan menjajaki pembentukan ASEAN Maritime Forum (AMF).

Konferensi Koordinasi Rencana Aksi Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community Plan of Action Coordinating Conference/ ASCCO) Sekretariat ASEAN, 4-5 September 2006, sepakat untuk mempercepat pelaksanaan PoA ASC dan memobilisasi sumberdaya tambahan. Lebih lanjut ASCCO mencatat usulan Indonesia untuk menyelenggarakan Workshop tentang pembentukan AMF, dan proposal ini telah disetujui ad-referendum oleh ASEAN Standing Committee. ASEAN Summit ke-14 di Cha-am Hua Hin, Viet Nam, 1 Maret 2009, kemudian mengadopsi blueprint Komunitas Politik-Keamanan ASEAN. Dimana paragraph A ayat 2.5 blueprint tersebut mengacu pada pembentukan AMF. AMF akan memberikan kontribusi bagi upaya percepatan integrasi regional yang disetujui oleh para pemimpin ASEAN dalam Deklarasi Cebu tentang Percepatan Komunitas ASEAN tahun 2015. Piagam ASEAN yang mulai berlaku pada 15 Desember 2008, antara lain menggarisbawahi kebutuhan untuk memastikan sentralitas ASEAN, khususnya dalam mengembangkan pemahaman dan pendekatan yang sama secara komprehensif terhadap isu-isu kelautan.

Pembentukan AMF ini dianggap tepat waktu mengingat kebutuhan untuk menerapkan Deklarasi Pemimpin ASEAN dan blueprints Pernyataan Masyarakat guna meningkatkan hubungan regional melalui saling keterkaitan, sehingga pada akhirnya akan memberikan kontribusi bagi pembinaan pembentukan Komunitas ASEAN pada 2015.

Forum Regional ASEAN (ARF) membahas mengenai keselamatan maritim, hukum dan ketertiban di laut, serta perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. ARF juga telah melakukan inventarisasi mengenai isu-isu yang berkaitan dengan keamanan laut. Kerjasama Maritim ini sangat penting bagi ASEAN karena sebagian besar negara-negara anggotanya memiliki perbatasan maritim, dan hampir 80% dari wilayah ini terdiri dari domain laut. Sumber daya kelautan yang penting untuk ketahanan pangan dan jalur laut, juga sangat penting untuk meningkatkan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan. Sementara untuk menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan maritim yang ada tentunya diperlukan suatu kolaborasi. Oleh karena itu ada kebutuhan yang besar untuk mengembangkan kerjasama maritim ASEAN ini lebih lanjut dan mengelolanya secara terpadu dan komprehensif.

AMF merupakan forum dialog instansi-instansi yang terkait dengan isu-isu maritim dalam kerangka ASEAN dan ARF. AMF ini memiliki tujuan spesifik sebagai berikut :

a. Kerjasama maritim melalui dialog dan konsultasi konstruktif mengenai isu-isu maritim yang menjadi kepentingan dan perhatian bersama, sejalan dengan ketentuan Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Laut (UN Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) dan perjanjian serta konvensi internasional yang relevan.

b. Mempromosikan dan mengembangkan pemahaman dan pandangan umum antara Negara-negara Anggota ASEAN (ASEAN Member States/AMSs) mengenai isu-isu maritim regional dan global;

(8)

c. Berkontribusi pada upaya-upaya menuju Confidence Building Measures (CBM) dan Preventive Diplomacy (PD);

d. Meningkatkan kemampuan Negara Anggota untuk mengelola masalah maritim melalui konsultasi tanpa mengganggu hak-hak, kedaulatan dan integritas teritorial;

e. Melakukan penelitian kebijakan yang berorientasi pada masalah-masalah maritim regional yang spesifik serta mempromosikan pembangunan kapasitas, meningkatkan pelatihan dan kerjasama teknis keselamatan, keamanan dan perlindungan lingkungan maritim;

f. Berkontribusi pada pembentukan Komunitas Politik-Keamanan ASEAN sebagaimana dimaksud dalam Bali Concord II.

Forum ini harus memberikan nilai tambah dalam menangani isu-isu maritim yang berkaitan dengan tiga pilar Komunitas ASEAN. Orientasi dari Forum ini adalah non-security centris, dan dalam hal ini, Forum harus melihat dimensi lain dari masalah maritim, seperti promosi bisnis melalui kerjasama maritim dan pembentukan hubungan maritim untuk mendukung Konektivitas ASEAN.

Agenda AMF adalah mencakup :

1. Pertukaran pandangan dan informasi tentang isu-isu lintas sektoral yang menjadi perhatian bersama seperti degradasi lingkungan, keselamatan navigasi, dan keamanan maritim;

2. Mengembangkan perangkat dan prinsip-prinsip nilai sosial-politik dan mempromosikan penyelesaian sengketa melalui cara damai;

3. Memfasilitasi dialog mengenai isu-isu maritim yang berkaitan dengan kejahatan transnasional, seperti perdagangan manusia, penyelundupan, illegal fishing, illegal logging, perampokan bersenjata dan pembajakan;

4. Menjajaki kemungkinan pengembangan model hukum yang berkaitan dengan masalah-masalah maritim dan mengidentifikasi isu-isu regional untuk tunduk pada referensi UNCLOS 1982 pada masa mendatang;

5. Pembangunan Kapasitas seperti pendidikan dan program pelatihan melalui kerjasama dengan Mitra Dialog ASEAN dan organisasi teknis maritim yang relevan, seperti Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization/IMO) yang memiliki sumber daya teknis dan keahlian untuk melakukan program peningkatan kapasitas; f) Mempromosikan kerjasama antar lembaga penegak hukum maritim;

6. Mempromosikan kerjasama pengawasan dan pengendalian maritim; 7. Pertukaran pandangan mengenai langkah-langkah teknis dan operasional;

8. Mempromosikan pemahaman umum tentang isu-isu internasional yang muncul terkait dengan kerjasama maritim, seperti keanekaragaman hayati dan bio-prospecting sumber daya hayati; j) Mengidentifikasi platform pelatihan/pendidikan maritim antara AMSs.

Prinsip AMF adalah berkontribusi pada diskusi tentang isu-isu yang berhubungan dengan maritim yang dijalankan oleh badan-badan ASEAN yang ada tanpa duplikasi terhadap mekanisme tersebut. Dalam hal ini, formulasi kebijakan dan keputusan pada semua permasalahan yang berada dalam lingkup badan sektoral ASEAN yang sudah ada, akan tetap berada di bawah badan sektoral masing-masing. ASEAN Menghormati prinsip-prinsip kesetaraan kedaulatan, integritas teritorial, dan kemerdekaan. Mengakui bahwa komunitas dan organisasi internasional seperti IMO dan negara-negara yang tergabung didalamnya, memiliki peran dalam menangani ancaman dan

(9)

tantangan maritim. Dalam hal ini ASEAN melakukan pendekatan yang terpadu dan komprehensif mencakup semua tantangan dan ancaman maritim terkait. Memberikan rekomendasi mekanisme kerjasama maritim yang relevan dalam kerangka ASEAN untuk dipertimbangkan oleh masing-masing anggota. AMF akan melakukan konferensi/seminar tentang kelautan terkait dengan isu-isu yang berkembang dan berpotensi mempengaruhi ASEAN.

Dalam hal organisasi dan kesekretariatan AMF, setiap Anggota ASEAN harus menunjuk perwakilan nasionalnya untuk ditempatkan di AMF. Dalam hal ini AMF juga harus melibatkan Track 1, 5 dan 2 yang relevan serta perwakilan sektor bisnis yang sesuai. Disini CMA akan memberikan rekomendasi dan laporan yang relevan kepada Senior Officials ‘Meeting untuk memperoleh pertimbangan.

Mengikuti praktek ASEAN yang ada, semua AMSs harus bergiliran memimpin pertemuan tahunan AMF sesuai hosting secara sukarela atau pada interval yang disetujui oleh AMSs. Forum juga dapat diadakan dan diselenggarakan di Sekretariat ASEAN, jika tidak ada satu pun AMSs yang menawarkan diri menjadi tuan rumah pertemuan. AMF juga bisa diadakan sebelum Pertemuan Inter-sesi Keamanan Laut ARF. Sekretariat ASEAN akan membantu Ketua AMF dengan memberikan dukungan teknis dan kesekretariatan, serta bertindak sebagai repositori dokumen AMF. CPR dapat ditunjuk untuk membantu dalam persiapan pembentukan Forum dan membantu mengamankan dukungan dana dan melaksanakan pekerjaan Forum sehari-hari. Setiap Anggota ASEAN akan menunjuk perwakilannya untuk melayani dan fokus di AMF serta mengidentifikasi narasumber mengenai isu-isu yang terkait dengan agenda AMF.

3.4. Kemanan Maritim Di Indonesia Mendatang

Bidang kemaritiman menjadi konsentrasi bagi negara-negara anggota ASEAN karena mereka berkepentingan dalam bidang tersebut. Hal tersebut dikarenakan hampir seluruh negara anggota ASEAN memiliki batas maritim dengan sesama negara anggota ASEAN maupun dengan negara bukan negara anggota ASEAN. Bidang kemaritiman juga erat kaitannya dengan sisi ekonomi karena perdagangan di dunia sebagian besar melalui jalur laut. Hal itu pula yang menjadikan bidang kemaritiman sebagai hal yang menjadi konsentrasi bagi negara anggota ASEAN.

Permasalahan mengenai keamanan maritim tidaklah sederhana dan scope ancaman terhadap keamanan maritim bersifat global sehingga membutuhkan kerjasama dari negara-negara untuk menghasilkan suatu solusi dan mekanisme baru dalam hal keamanan maritim. AMF diharapkan bisa menjadi sebuah forum dimana negara-negara ASEAN dapat melakukan kerjasama dalam bidang keamanan maritim. Permasalahan yang terkait dengan keamanan maritim tidak hanya mengenai kejahatan-kejahatan di laut seperti

human trafficking

, peredaran narkoba,

illegal

fishing

, perompakan, maupun pembajakan, namun juga terkait dengan pencegahan

dan penanganan pencemaran di laut karena apabila terjadi pencemaran di laut maka lalu lintas laut juga akan terganggu sehingga negara-negara yang berkepentingan di wilayah laut Asia Tengagra juga akan dirugikan.

Sejauh ini, AMF telah membicarakan mengenai keamanan maritim dan kerjasama di ASEAN, kebebasan dan keamanan navigasi di laut, perlindungan lingkungan laut, promosi

eco tourism

, pencarian dan penyelamatan korban dan kapal di laut, dll. AMF diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi lintas sektoral yang nantinya dapat digunakan sebagai referensi bagi ASEAN

Sectoral Bodies

dalam menangani isu-isu terkait maritim.

Indonesia sebagai negara yang mengusulkan adanya AMF seharusnya diuntungkan dengan adanya forum tersebut. Indonesia bisa memiliki peran yang

(10)

penting di AMF mengingat sebagian besar wilayah laut yang ada di Asia Tenggara masuk dalam yurisdiksi Indonesia. AMF harus diposisikan sebagai sesuatu yang bisa menunjang keamanan maritim Indonesia dan bukan sebagai ancaman kedaulatan bagi Indonesia. Indonesia dapat bekerjasama dengan negara-negara anggota ASEAN dalam mengamankan wilayah lautnya yang menjadi jalur maritim Internasional. Mengingat bahwa Indonesia juga menjadi jalur pelayaran perdagangan internasional, dimana terdapat 2.280 kapal per tahun yang melintas di Selat Sunda dan 420 kapal per tahun yang melintas di Selat Lombok dan Selat Makassar, tentu perlu dilakukan kerjasama dengna negara lain khusunya sesama negara anggota ASEAN dalam menjamin keamanan di jalur-jalur pelayaran internasional. Kerjasama dapat dilakukan misalnya dalam hal pencegahan dan penanggulangan pencemaran di laut, pencegahan dan penangan kejahatan di laut, seperti pembajakan, illegal fishing, human trafficking, penyelundupan narkoba, dll.

Indonesia telah menandatangani Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Kerjasama di Bidang Pertahanan. Berdasarkan Pasal 2 angka 6, kerjasama dalam keamanan laut masuk dalam scope kerjasama yang diatur di dalam persetujuan tersebut. Tidak ada aturan lebih lanjut yang mengatur mengenai apa bentuk kerjasama dalam keamanan laut yang dapat dilakukan oleh Indonesia dan Thailand. Kiranya memang kerjasama dalam bidang keamanan maritim membutuhkan kesungguhan dari negara-negara anggota ASEAN untuk menjaga keamanan di wilayah laut Asia Tenggara tanpa mengganggu kedaulatan dan kepentingan sesama negara anggota.

Tidak hanya dengan Thailand, Indonesia juga memiliki kerjasama dengan Amerika Serikat di bidang keamanan maritim. Melalui Memorandum of Understanding on Maritime Cooperation antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat, kedua negara tersebut bekerjasama dalam hal meningkatkan keamanan maritim, memerangi illegal fishing, meningkatkan keamanan di pelabuhan, dan mempromosikan pertubuhan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan khusunya lingkungan laut. Contoh kerjasama konkritnya adalah pelatihan yang diberikan oleh

U.S. Coast Guard

dan Program

Export Control and Related Border

Security Program

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat untuk petugas penjaga

pantai Indonesia. Upaya ini bertujuan untuk mendeteksi serta mencegah ancaman keamanan di sektor transportasi laut, terutama untuk barang-barang yang dikirim antara Amerika Serikat dan Indonesia.

Dalam beberapa bulan terakhir, Pemerintah Indonesia sedang mengadakan perjanjian keamanan maritim dengan Pemerintah Malaysia dan Philipina, terkait dengan 2 kali kapal berbendera Indonesia yang dirompak di perairan Philipina. Berdasarkan peristiwa tersebut, maka ke tiga negara telah mengadakan pertemuan dan menghasilkan Deklarasi Keamanan Maritim di tiga negara tersebut. Menindak lanjuti deklarasi kerja sama keamanan maritim antara Indonesia, Malaysia dan Filipina di Yogyakarta, 5 Mei 2016 lalu, dibahas

framework

(kerangka) kerja sama terkait Standar Operational Procedure (SOP) di Kuala Lumpur, (26/5/16). Dalam kesepakatan tersebut difokuskan untuk menyusun SOP melalui kelompok kerjanya, supaya komitmen dalam menjaga keamanan dalam bidang maritim di wilayah perbatasan ketiga negara tetap terjalin. Dalam pertemuan Yogyakarta, disepakati tiga poin mengenai kerja sama antara lain

pertama

, meningkatkan koordinasi pemberian bantuan cepat bagi warga dan kapal yang berada dalam keadaan bahaya.

Kedua

, meningkatkan kerja sama dalam pertukaran informasi dan intelijen, serta memperkuat dan memastikan efektivitas kerja sama dalam keadaan darurat dan ancaman keamanan.

Ketiga

, membentuk

hotline

komunikasi antara ketiga negara untuk

(11)

meningkatkan koordinasi seandainya ditemui keadaan darurat dan ancaman keamanan.

IV. KESIMPULAN

Pada prinsipnya, AMF merupakan wadah bagi negara-negara anggota ASEAN untuk berdiskusi dan membicarakan mengenai permasalahan maritim yang ada di ASEAN. Prinsip yang mereka gunakan adalah prinsip kerjasama dengan tanpa adanya intervensi dan tetap memperhatikan kepentingan masing-masing negara anggota. Implementasi adanya AMF terhadap Indonesia

maritime security

adalah Indonesia seharusnya lebih dapat meningkatkan keamanan di zona lautnya karena telah bekerjasama dengan beberapa negara dalam hal keamanan maritim.

PERSANTUNAN

Artikel ini ditulis Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian yang dilakukan oleh Penulis, dengan Judul Implementasi Asean

Maritime Forum

Dalam Sistem Indonesia

Maritime Security,

Biaya dari BOPTN Fakultas Hukum Universitas Airlangga Tahun 2016

DAFTAR PUSTAKA

Adolf, Huala,

Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional

, Rajawali Pers, Jakarta, 1991.

Archer, Clive,

International Organizations,

third ed, London, New York, Routledge, 2003.

Bhakti, Yudha,

Hukum Internasional Bunga Rampai,

Alumni, Bandung, 2003.

Hadjon, Philipus M – Tatiek S.Djatmiati,

Argumentasi Hukum,

Gajah Mada University Press, 2005.

Bowett’s,

Laws of International Institutions,

Sweets and Maxwell, 2009.

Cini, Michele. (2003).

European Union Politics

. New York: Oxford University.

Craig, P., & de Burca, G. (2003).

EU Law, Text, Cases and Material

. New York:Oxford University Press.

Departemen Perdagangan Republik Indonesia,

Buku Menuju ASEAN Economic

Community

2015.

Foster, Nigel. (2010).

EU Law Directions

, 2nd ed. New York: Oxford University Press.

Korah, V. (2000).

An Introductory Guide to EC Competition Law and Practice

. Portland Oregon: Oxford.

Hutchinson, Terry,

Researching and Writing in Law,

Karolina Kocalevski, NSW, 2002. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia,

ASEAN Selayang Pandang,

Jakarta,2008. Direktorat Jenderal kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia,

Bahan Materi Sosialisasi Komunitas ASEAN 2015 dan Lokakarya Isu-isu Hukum

di ASEAN

untuk Dosen Hukum,

Jakarta, 2004.

Marzuki, Peter Mahmud,

Penelitian Hukum,

Prenada Media, Jakarta, 2003.

Suryokusumo, Sumaryo,

Organisasi Internasional

, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1987.

(12)

Pease, Kelly-Kate S.,

International Organizations, Perspective on Governance in the

Twenty-First Century,

Webster University, 2007.

Thontowi, Jawahir – Pranoto Iskandar,

Hukum Internasional Kontemporer,

Refika Aditama, Bandung, 2006.

Schermers, Henry G & Niels M. Blokker,

International Institutional Law,

Fifth revised edition, Nijhoff, 2011.

Ngurah Swajaya,

Kepemimpinan Indonesia di ASEAN 2011,

Presentasi dalam Seminar Nasional kerjasama Kementerian Luar Negeri dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 28 Maret 2011.

Robert Mangindaan,

Indonesia dan Keamanan Maritim

, Forum Kajian Pertahanan dan Maritim, 7 Juli 2013

Katinawati,

Peran Asean Maritime Forum (AMF) Dalam Keamanan Perairan Di Asia

Tenggara

., ejournal.hi.fisip-unmul.org © Copyright 2013

Koesrianti, Dina Sunyowati, Oemar Moechtar,

Kajian Yuridis kebijakan Pemerintah

;Maritime Policy” Dalam kerangka AEC 2015,

Laporan penelitian, RKAT Fakultas

Hukum Universitas Airlangga, 2015

Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II), www.aseansec.org, diakses pada 3 Maret 2016

United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), 1982 The Vienna Convention on the Law of Treaties, 1969

http://www.asean.org/ http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=13&l=id http://setkab.go.id/berita-6691-presiden-kukuhkan-keanggotaan-indonesia-pada-84 organisasi-internasional.html www.hmihukumugm.org http://www.asean.org/news/item/asean-security-community-plan-of-action http://www.asean.org/news/item/annex-for-asean-security-community-plan-of-action

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa mengenal dan memahami model jaringan Hopfield, serta dapat melakukan perhitungan dengan model ini. Kuliah mimbar papan

Untuk pengujian koreksi kontinuitas Cochran-Armitage digunakan nilai selisih pada data AKA tahun ini dengan tahun sebelumnya, dengan nilai koreksi kontinuitas sebesar

Proses bimbingan sekolah untuk praktikan secara langsung maupun tidak langung dilakukan oleh guru pamong, koordinator guru pamong, kepala sekolah, dosen pembimbing, dan

Pembahasan hasil penelitian ini memberikan interpretasi lebih lanjut, terutama mengenai hasil analisis data yang telah dikemukakan sebelumnya. Pembahasannya sebatas dalam

(a) bagian dari bangunan pelengkap jalan yang dapat diletakkan atau dipasang di kiri/kanan jalan dan atau di tengah (di bagian median jalan) yang digunakan untuk menerangi

untuk menghapus mail, pilih mail yang akan dihapus dari messages list , lalu click tombol delete pada toolbar, atau buka menu File , lalu pilih Delete. - mengembalikan mail

Alkana disebut sebagai hidrokarbon jenuh karena atom – atom C nya telah mengikat empat atom lain yang berbeda, kemudian senyawa ini tak bereaksi dengan hidrogen, dalam kondisi

1) Wawancara Terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan