• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

E. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Siswa dalam Memecahkan

3. Faktor Pendekatan Belajar

digunakan siswa untuk melakukan kegiatan memepelajari materi-materi pelajaran.

Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan memengaruhi satu sama lain. Berikut ini diuraikan pula oleh Muhibbin Syah mengenai faktor-faktor yang memengaruhi belajar.

1. Faktor Internal

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni:

a. Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat memengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.

Misalnya kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing kepala berat dapat menurunkan ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu, siswa juga dianjurkan untuk dapat mengatur pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting, sebab kesalahan pola makan-minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri.

Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat juga sangat memengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas.

Untuk mengatasi kemungkinan timbulnya masalah mata dan telinga, sebaiknya guru bekerjasama dengan pihak sekolah untuk memperoleh bantuan pemeriksaan secara rutin (periodik) dari dinas kesehatan setempat. Kiat lain yang tak kalah penting untuk mengatasi kekurangsempurnaan pendengaran atau penglihatan siswa-siswi tertentu adalah guru menempatkan mereka di deretan bangku terdepan secara bijaksana. Artinya guru tidak perlu menunjukkan sikap dan alasan (apalagi di depan umum) bahwa mereka ditempatkan di depan karena keadaan mereka.

Langkah bijaksana ini perlu diambil untuk mempertahankan self-esteem dan self-confidence (rasa percaya diri) siswa-siswi khusus tersebut.

b. Aspek Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat memengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa, tetapi yang pada umumnya dipandang lebih esensial adalah:

1) Intelegensi

Menurut Reber, intelegensi pada umunya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. (Slameto, 2012). Jadi intelegensi sebenarnya bukan soal kualitas otak saja, tetapi juga kualitas organ-organ tubuh yang lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh yang lainnya, karena otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia.

Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tidak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses.

2) Sikap

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif

maupun negatif. Sikap siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang guru sajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajaran yang disampaikan, apalagi jika diiringi dengan kebencian kepada guru atau mata pelajaran yang disampaikan akan dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.

3) Minat dan Bakat

Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber, minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan. (Muhibbin Syah: 2003).

Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi secara global, bakat memiliki kemiripan dengan intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat. (Muhibbin Syah: 2003).

4) Motivasi

Menurut Gleitman dan Reber, pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.

Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) motivasi intrinsik; 2) motivasi ekstrensik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut, misalnya untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan.

Adapun motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan/tata tertib sekolah, suri teladan orang tua, guru, dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrensik yang dapat menolong siswa untuk belajar.

2. Faktor Eksternal

Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri dari dua macam, yakni : faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

a. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi semangat belajar seorang siswa.

Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagai kegiatan belajar siswa.

Selanjutnya, yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh (slum area) yang serba kekurangan dan anak-anak penganggur, misalnya, akan sangat memengaruhi aktivitas belajar siswa. Paling tidak, siswa tersebut akan menemukan kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar tertentu yang kebetulan belum dimilikinya.

Lingkungan sosial yang lebih banyak memengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktek pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai siswa.

b. Lingkungan Nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

Rumah yang sempit dan berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tidak memiliki sarana umum untuk kegiatan remaja (seperti lapangan voli) misalnya, akan mendorong siswa untuk berkeliaran ke tempat-tempat yang sebenarnya tak pantas dikunjungi. Kondisi rumah dan perkampungan seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar siswa.

3. Pendekatan Pembelajaran

Dalam buku Psikologi Belajar yang ditulis oleh Muhibbin Syah (1999), disampaikan bahwa ada banyak pendekatan belajar yang dapat diajarkan kepada siswa untuk mempelajari bidang studi atau materi pelajaran yang sedang mereka tekuni, dari yang paling klasik sampai yang paling modern. Di antara pendekatan-pendekatan belajar yang dipandang representatif (mewakili) yang klasik dan modern itu ialah :

a) Pendekatan hukum Jost

Menurut Reber, salah satu asumsi penting yang mendasari Hukum Jost (Jost’s Law) adalah siswa yang lebih sering mempraktekkan atau mempelajari materi pembelajaran akan lebih mudah memanggil kembali memori lama yang berhubungan dengan materi yang sedang ia tekuni. Mempelajari sebuah materi yang panjang dan kompleks dengan alokasi waktu 2 jam per hari selama 4 hari akan lebih efektif daripada mempelajari materi tersebut dengan alokasi waktu 4 jam sehari tetapi hanya selama 2 hari.

b) Pendekatan Ballard dan Clanchy

Menurut Ballard dan Clanchy, pendekatan belajar siswa pada umumnya dipengaruhi oleh sikap terhadap ilmu pengetahuan (attitude to knowledge). Ada dua macam siswa dalam menyikapi ilmu pengetahuan, yaitu :

1. Sikap melestarikan apa yang sudah ada (concerving) 2. Sikap memperluas (extending)

Siswa yang bersikap conserving pada umumnya menggunakan pendekatan belajar “reproduktif” (bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi). Bahkan di antara mereka yang bersikap extending cukup banyak yang menggunakan pendekatan yang lebih ideal yaitu pendekatan “spekulatif” (berdasarkan pemikiran mendalam), yang bukan saja bertujuan menyerap pengetahuan melainkan juga mengembangkannya.

c) Pendekatan Biggs

Menurut hasil penelitian Biggs, pendekatan belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam tiga prototipe (bentuk dasar), yakni :

1. Pendekatan surface (permukaan/bersifat lahiriah) 2. Pendekatan deep (mendalam)

3. Pendekatan achieving (pencapaian prestasi tinggi)

Siswa yang menggunakan pendekatan surface ini dapat terjadi misalnya pada siswa yang mau belajar karena dorongan dari luar (ekstrinsik) antara lain takut tidak lulus yang mengakibatkan dia malu.

Oleh karena itu, gaya belajarnya santai, asal hafal dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam.

Sebaliknya, siswa yang menggunakan deep biasanya mempelajari materi memang karena dia tertarik dan merasa membutuhkannya (intrinsik). Oleh karena itu, gaya belajarnya serius dan berusaha memahami materi secara mendalam serta memikirkan cara mengaplikasikannya. Bagi siswa ini, lulus dengan nilai baik adalah penting, tetapi lebih penting adalah memiliki pengetahuan yang cukup banyak dan bermanfaat bagi kehidupannya.

Sementara itu, siswa yang menggunakan pendekatan achieving pada umumnya dilandasi motif ekstrensik yang berciri khusus yang disebut ego-enhancement yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Gaya belajar siswa ini lebih serius daripada siswa-siswa yang memakai pendekatan-pendekatan lainnya. Dia memiliki keterampilan belajar (study skills) dalam arti sangat cerdik dan efisien dalam mengatur waktu, ruang kerja dan penelaahan isi silabus. Baginya, berkompetisi dengan teman-teman dalam meraih nilai tertinggi adalah penting, sehingga ia sangat disiplin, rapi dan sistematis serta berencana untuk terus maju ke depan (plans ahead).

Tabel 2.1

Ragam Faktor dan Unsur-Unsurnya

Internal Siswa Eksternal Siswa Pendekatan Pembelajaran 1. Aspek Fisiologis - Tonus jasmani - Mata dan telinga 2. Aspek Psikologis - Intelegensi - Sikap

- Minat & Bakat - Motivasi

1. Lingkungan Sosial - Keluarga - Guru dan staf - Masyarakat - Teman 2. Lingkungan Nonsosial - Rumah - Sekolah - Peralatan - Alam 1. Pendekatan Tinggi - Speculative - Achieving 2. Pendekatan Menengah - Analytical - Deep 3. Pendekatan Rendah - Reproductive - Surface

Tumbuh kembang manusia dan otak terjadi dalam dua cara sekaligus yaitu universal dan kontekstual. Universal dalam arti ada tahapan yang dialami oleh setiap manusia normal tanpa memandang konteks lokal atau spesifiknya. Contoh, semua anak akan mengalami perkembangan tahap demi tahap sejak dilahirkan sampai dapat berjalan dan berbicara. Tahapan ini dapat jadi sedikit berbeda antara satu anak dengan anak lainnya, tetapi semua anak normal akan melewati tahapan itu.

Terkait aspek relatif/lokalitas atau pengaruh konteks/kultur terhadap perkembangan manusia danotak, hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek kemanusiaan yang sangat dipengaruhi oleh konteks atau lingkungan tempat kita tumbuh kembang. Chiao (ed.) dalam Cultural Neuroscience: Cultural Influence On Brain Function menjelaskan bahwa plastisitas otak terkait dengan interaksi dinamik antara konteks sosial yang

bersifat situasional dan kognisi serta perilaku individu dengan kultur dan plastisitas neural. (Putra, 2012 : 25).

Pola pendidikan anak di lingkungan memengaruhi emosi dan karakter anak dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (lingkungan di budaya Jawa mengarahkan anak untuk merendahkan diri apabila ia mampu melakukan banyak hal) tetapi ada juga anak yang melakukan banyak hal hanya dengan keberanian yang dia miliki. Menurut hasil penelitian Damasio dan LeDoux menegaskan bahwa manusia bukanlah makhluk rasional yang memiliki emosi, tetapi makhluk emosional yang memiliki rasio. Atas dasar ini, Golleman menegaskan bahwa kecerdasan emosi lebih menentukan kemanusiaan manusia dan keberhasilan manusia dibandingkan dengan kecerdasan intelektual yang bersifat rasional. (Putra, 2012 : 19).

32

Dokumen terkait